• Tidak ada hasil yang ditemukan

Lafal ini mempunyai tiga huruf dasar ; qâf, sîn dan thâ' yang mempunyai dua arti yang saling bertolak belakang. Jika dibaca qisth ( huruf qâf dikasrah ), kata ini mengandung arti ; adil, bagian, sama dalam pembagian dan kedudukan hukum, serta takaran. Tetapi jika huruf qâf difathah terbaca qasth, maka dia mempunyai makna aniaya, sebagai antonim dari kata qisth.147 Dari kata qisth lahir lafal qisthâs yang berarti takaran yang paling tepat dan adil, sebagaimana perintah berlaku seadil-adilnya dalam penimbangan. ﻢﯿﻘﺘﺴ ﻤﻟاسﺎﻄﺴ ﻘﻟﺎﺑاﻮ ﻧزو ,

'dan timbanglah dengan timbangan yang lurus / adil ' ( asy-Syu'arâ' ; 182 ).148 Sementara pelaku keadilan disebut al-muqsith, yang terambil dari kata dasar aqsatha. Dalam al-Qur'an kata ini ditemukan dalam bentuk jamak sebanyak tiga kali, dimana semua pelakunya

145

Q.S. Hûd ; 78 : " ….Lûth berkata : " Hai kaumku, inilah wanita-wanita ( negeri )ku, mereka

lebih suci bagimu. Dan bertakwalah kalian kepada Allah dan janganlah kalian mencemarkan ( nama )ku terhadap tamuku ini ( malaikat ). Tidak adakah di antara kamu orang yang berakal ?".

146

Q.S. Hûd ; 97:" Dan perintah Fir'aun ( urusannya ) bukanlah perintah yang benar( matang )".

147

Al-Mu'jam al-Wasîth, h. 762, al-Munjid, h. 628. Lihat surat Jin ; ﺎﺒﻄﺣﻢﻨﻬﺠﻟاﻮﻧﺎﻜﻓنﻮﻄﺳﺎﻘﻟاﺎﻣأو ,'Adapaun orang-orang yang berbuat aniaya maka mereka menjadi kayu api ( bahan baker ) neraka Jahannam '. Kata al-qâsithûn di sini berasal dari kata kerja dasar qasatha yang berarti ' berbuat aniaya

'.karena pelakunya mengambil hak orang lain.Berbeda dengan qasatha yang mempunyai makna berbuat

adil, dalam arti memberikan bagian orang lain ( yang menjadi haknya )

148

٨٢

mengacu pada manusia. Walaupun demikian Allah dan malaikat juga mempunyai sifat al-muqsith ini sesuai dengan yang diisyarahkan al-Qur'an:

ُ ﻪﱠﻧَأُﻪّﻠﻟاَﺪِﻬَﺷ َﻻ ﺂَﻗِﻢْﻠِﻌْﻟاْاﻮﻟْوُ ُأَوُﺔَﻜِﺋَﻼَﻤْﻟاَوَﻮُﻫﱠﻻِإَﻪـَﻟِإ ً ﺎَﻤِﺋ ِ ﻂْﺴِﻘْﻟﺎِﺑ ُ ﻢﯿِﻜَﺤْﻟاُﺰﯾِﺰَﻌْﻟاﻮَُﻫﱠﻻِإَﻪـَﻟِإَﻻ

Allah menyatakan bahwasannya tidak ada Tuhan ( yang berhak disembah ) melainkan Dia, Yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang yang berilmu ( juga menyatakan demikian itu ). Tidak ada Tuhan ( yang berhak disembah ) melainkan Dia Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. ( Q.S. Ăli 'Imrân ; 18 )

Kata dasar aqsatha tidak semuanya berarti, berlaku adil. Ada sementara ulama di antara Ibn al-'Arabiyy dalam tafsirnya Ahkâm al-Qur'ân, mengartikannya dengan bagian ( al-hishshah / an-nashîbah ). Ketika kata ini berkaitan dengan Allah yang al-Muqsith maka berarti Dia yang memberikan bagian rejeki yang sesuai untuk tiap makhluknya. Makna ini sesuai dengan kata tuqsithû dalam surat al-mumtahanah, 8 :

ُﻢُﻛﺎَﻬْﻨَﯾﺎَﻟ ُﻪﱠﻠﻟا ﻦﱢﻣﻢُﻛﻮُﺟِﺮْﺨُﯾْﻢَﻟَوِﻦﯾﱢﺪﻟاﻲِﻓْﻢُﻛﻮُﻠِﺗﺎَﻘُﯾْﻢَﻟَﻦﯾِﺬﱠﻟاِﻦَﻋ ْﻢُﻛِرﺎَﯾِد ْﻢُﻫوﱡﺮَﺒَﺗنَأ ﱡﺐِﺤُﯾَﻪﱠﻠﻟاﱠنِإْﻢِﻬْﯿَﻟِإاﻮُﻄِﺴْﻘُﺗَو َﻦﯿِﻄِﺴْﻘُﻤْﻟا

Allah tidak melarang kamu sekalian untuk berbuat baik dan tuqsithû ( memberi sebagian hartamu ) terhadap orang-orang yang tidak memerangi kamu karena agama dan tidak pula mengusir kamu sekalian dari negerimu. Sesumgguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat adil

Kalau dilihat sekilas maka ada kesamaan makna antara al-qisth dengan al-'adl. Tetapi sebenarnya di antara keduanya ada perbedaan yang tidak begitu kentara. Lihat saja firman Allah dalam surat al-hujurât, 9 :

َ ﻦﯿِﻨِﻣْﺆُﻤْﻟاَﻦِﻣِنﺎَﺘَﻔِﺋﺎَﻃنِإَو اﻮُﻠَﺘَﺘْﻗا ىَﺮْﺧُﺄْﻟاﻰَﻠﻋَ ﺎَﻤُﻫاَﺪْﺣِإﺖَﻐَْ ﺑنِﺈَﻓﺎَﻤُﻬَﻨْﯿَﺑاﻮُﺤِﻠْﺻَﺄَﻓ اﻮُﻠِﺗﺎَﻘَﻓ ﻲ ِﻐْﺒَﺗﻲِﺘﱠﻟا ِﻪ ﱠﻠﻟاِﺮ ْﻣَأﻰ ﻟَِإَءﻲ ِﻔَﺗﻰ ﱠﺘَﺣ ْتءﺎَﻓنِﺈَﻓ اﻮُﺤِﻠْﺻَﺄَﻓ ﱠ ﻠﻟاﱠنِإاﻮُﻄِﺴْﻗَأَوِلْﺪَﻌْﻟﺎِﺑﺎَﻤُﻬَﻨْﯿَﺑ ﱡﺐِﺤُﯾَﻪ َ ﻦﯿِﻄِﺴْﻘُﻤْﻟا

Dan jika ada dua golongan dari orang-orang mukmin berseteru maka damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari kedua golongan itu berbuat aniaya terhadap golongan yang lain, maka perangilah golongan yang berbuat aniaya itu sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah. Jika golongan itu telah kembali ( kepada perintah Allah ), maka damaikanlah di antara keduanya dengan adil dan berlaku adillah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat adil.

٨٣

Setelah memberikan perintah kepada Rasulullah saw, untuk mendamaikan dua golongan yang berseteru, dengan cara yang adil, disusul dengan perintah kedua 'berlaku adillah'( wa aqsithû ). Kata al-Muqsith mempunyai makna lebih dalam dari sekedar berbuat adil ( al-'adl ). Menurut al-Ghazâliyy sebagaimana yang dikutip oleh M. Quraisy Syihab, menjelaskan kata al-Muqsith adalah "Yang memenangkan atau membela yang teraniaya dari yang menganiaya. Kesempurnaan sifat ini adalah dengan menjadikan yang teraniaya dan yang menganiaya sama-sama rela. Ini tidak dapat dilakukan secara sempurna kecuali oleh Allah swt". 149

Perlakuan yang menyenangkan kedua belah pihak yang bertikai adalah manifestasi dari keadilan al-qisth yang diperintahkan oleh al-Qur'an. Jadi bukan hanya sekedar mendamaikan pihak-pihak yang bertikai tetapi harus ditindaklanjuti dengan mencari solusi yang memuaskan ( menyenangkan ) pihak-pihak yang berseteru ( win-win solution ). Itulah makna al-qisth yang dikemukakan oleh al-Ghazâliyy.

Keadilan yang memuaskan semua pihak juga berlaku pada persoalan bisnis. Jika ada dua pihak melakukan transaksi jual beli, maka saran al-Qur'an untuk dilakukan pembukuan sekecil apapun transaksi itu, karena hal itu dianggap lebih adil ( aqsath ) di sisi Allah swt,

149 M. Quraisy Syihab, Menyingkap Tabir Ilahi, h. 386. Lebih jauh Hujjah al- Islâm, al-Ghazaliyy

memberikan ilustrasi dengan mengutip riwayat yang menyatakan bahwa kelak pada hari kiamat seorang teraniaya datang mengadukan seseorang kepada Allah swt, sambil menuntut haknya. Tetapi karena yang diadukan tidak memiliki ganjaran amal kebajikan yang dapat dialihkan kepada yang teraniaya, ia minta agar dosa orang yang teraniaya dipikul oleh yang menganiayanya. Allah swt memerintahkan yang menuntut untuk melihat ke langit, yang ternyata adalah istana-istana dengan berlian dan mutu manikam. Ia

bertanya ; "Untuk siapa istana-istana itu ?". Allah menjawab :"untuk yang mampu membayar harganya".

Ia kembali bertanya :"Siapa yang mampu ?". Allah menjawab : "engkau dengan memaafkan saudaramu ini

". Yang teraniaya kemudian memaafkan yang menganiayanya guna mendapatkan istana-istana itu.

Demikian Allah yang menyandang al-Muqsith memutuskan perselisihan dengan hasil yang menyenangkan

٨٤

dan lebih dapat menguatkan persaksian serta terhindar dari hal-hal yang menimbulkan keraguan. اﻮﺑﺎﺗﺮﺗﻻأﻲﻧدأوةدﺎﻬﺸﻠﻟمﻮﻗأوﷲاﺪﻨﻋﻂﺴﻗأﻢﻜﻟذ ( al-Baqarah ; 282 ).

Al-'Adl saja belum cukup, harus diikuti dengan sifat al-qisth untuk menegakkan keadilan yang seadil-adilnya dan memuaskan banyak pihak. Dalam urusan mu'âmalah, Allah juga memerintahkan manusia untuk menegakkan keadilan : ihat Q.S.ûd ; 85 )

Dan ( Syu'aib berkata ) : "Wahai kaumku, cukupkanlah takaran dan timbangan dengan adil, dan janganlah kamu merugikan manusia terhadap hak-hak mereka dan janganlah kamu membuat kejahatan di muka bumi dengan membuat kerusakan ".

Manipulasi takaran dalam muamalah tijariyah yang dilakukan oleh umat Nabi Syu'aib as adalah contoh kongkrit dari kejahatan dan ketidakadilan ekonomi yang pernah terjadi pada sebuah negeri ( Madyan ).

Memutuskan perkara yang bisa memuaskan semua pihak, bukan saja berlaku bagi intern antar orang-orang Islam, tetapi juga menyangkut komunitas non muslim, walaupun itu Yahudi. Ini artinya perlakuan adil berlaku general dan universal melampaui batas suku, agama dan ras. Dengan demikian al-Qur'an sudah mengajarkan konsep anti diskriminasi. Lihatlah apa yang Allah ajarkan kepada Rasulullah saw, ketika orang Yahudi datang kepadanya untuk minta putusan hukum. Maka beliau boleh menerima atau menolak permintaan itu, tetapi jika memilih menerima maka harus diputuskan secara al-qisth ( keadilan yang memuaskan semua pihak )150

Dengan mengacu kepada pendapat para pakar di atas, seseorang yang hendak meneladanai sifat Allah al-Muqsith, maka selaku hamba-Nya dia harus berusaha untuk menegakkan keadilan, dimulai dari dirinya sendiri baru terhadap orang lain, walaupun

150

٨٥

terkadang tidak menguntungkan dirinya sendiri. ﻚﺴﻔﻨﺑأﺪﺑإ : "Mulailah dari dirimu sendiri".151 Untuk meraihnya juga diterapkan anti rasdiskriminasi, artinya tidak segan memberi bantuan kepada siapapun yang membutuhkan walaupun berbeda suku, ras dan agama. Bukankah Allah memberi bantuan kepada siapapun di muka bumi ini tanpa membedakan ras, suku dan agama ?. Hal ini juga disindir oleh al-Qur'an ketika ada seorang sahabat yang enggan membantu kaum lemah lantaran berbeda keyakinan.152

151

HR Muslim. No hadist 1663. Hadist Syarîf Shahîh. CD Aal-Kutub at-Tis'ah.

152

Lihat Q.S. al-Baqarah ; 272 : Bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk(

٨٦

Dokumen terkait