• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III ANALISIS PENGGAMBARAN TOKOH PEREMPUAN

C. Penerapan Metode Hermeneutika Kecurigaan Dalam Menggal

1. Akhsa, seorang istri yang cerdas

Tokoh perempuan pertama yang disebutkan dengan nama dalam Kitab Hakim-hakim adalah Akhsa (Hak 1:12). Kisah Akhsa juga diceritakan dalam

kitab Yosua 15:15-19. Keduanya mengisahkan cerita yang sama tentang Akhsa bahwa Akhsa adalah sosok perempuan yang berbakti. Ia patuh pada perkataan ayahnya dan menghormati suaminya. Di dalam Kitab Yosua, Akhsa adalah salah satu dari dua perempuan yang disebutkan namanya. Selain Akhsa ada Rahab seorang perempuan sundal (Yos 2:1-21). Sedangkan Akhsa dalam Hakim-hakim adalah putri dari Kaleb, orang Keni yang diberikan oleh ayahnya sebagai hadiah untuk seorang pahlawan pemberani. Rahab dan Akhsa bukanlah orang Israel. Rahab adalah orang Yerikho (Yos 2:1) dan Akhsa adalah keturunan Yitro (mertua Musa seorang imam di Midian) (Kel 3:1). Meskipun keduanya sebagai orang asing karena keturunannya di antara bangsa Israel, mereka mengakui bahwa Yahwe adalah Allah yang Maha Kuasa. Sebelas ayat pertama menceritakan bahwa Yehuda dan Simeon berperang melawan penduduk asli Kanaan. Mereka menyerang orang-orang yang tinggal di Yerusalem, di pegunungan dan kaki bukit. Dalam cerita ini, pelaku yang ditonjolkan hanyalah Yehuda dan Simeon sebagai laki-laki yang berani memimpin bangsa Israel berperang melawan penduduk Debir yang dulunya bernama Kiryat-Sefer. Sedangkan prajurit-prajurit serta lawan-lawan bangsa Israel tidak diceritakan dengan nama jelas. Tiba-tiba karakter baru muncul yang bukan keturunan bangsa Israel tetapi adalah orang Keni keturunan Yitro (Hak 1:16). Orang Keni setia pada Israel sepanjang perjalanan Israel. Namun orang Keni berpergian secara terpisah dengan bangsa Israel sebagai bangsa yang besar. Dalam Hakim-hakim diceritakan bahwa orang Keni merupakan sosok yang berpengaruh dan diceritakan secara hormat terbukti dengan tindakan memberikan putrinya sebagai hadiah kepada siapa yang bisa

merebut kota Kiryat-Sefer. Sementara di zaman itu, perempuan Israel lebih dihargai daripada perempuan asing menjadi pertimbangan bagi kaum feminis untuk menafsirkan tujuan Kitab Hakim-hakim dengan menyebut dengan jelas nama perempuan sebagai hadiah : Akhsa. Di satu sisi, perempuan Israel juga telah mendapatkan tugas atau kewajiban sebagai hadiah laki-laki atas prestasinya. Di zaman itu perempuan Israel dianggap lebih berharga dari perempuan asing (Brenner, 1999:21). Di sisi lain, perempuan asing yang disebutkan jelas namanya tidak luput mendapatkan perlakuan seperti itu.

Hadiah dari Kaleb diberikan kepada keponakannya, Otniel yang berhasil merebut kota Kiryat- Sefer (Hak 1:13). Orang Keni bukanlah kelompok Israel yang melakukan perjalanan bersama. Dua kenyataan ini menimbulkan penafsiran bagi cendekia feminis bahwa sayembara yang dilakukan Kaleb adalah sayembara lokal diantara orang Keni dan tidak melibatkan bangsa Israel. Sehingga penghargaan kepada wanita Israel tidak dikalahkan oleh kehadiran Akhsa. Kemudian Hakim-hakim melanjutkan kisah pernikahan Akhsa dan Otniel. Dalam kisah inilah digambarkan Akhsa sebagai tiga tokoh yaitu sebagai hadiah, sebagai pengantin dan sebagai anak. Ketika penggambaran yang berbeda ini tetap saja berkaitan dengan jenis kelamin. Cerita yang berawal dari peperangan dan kematian beralih pada tanah, air dan keturunan kemudian kembali lagi pada perang, kematian dan kekuasaan. Peran perempuan dalam perikop ini sangat sedikit namun penuh penafsiran. Akhsa sebagai hadiah justru menjadi jackpot

bagi Otniel. Aksha sebagai pengantin dengan statusnya sebagai istri, ia membujuk suaminya. Para penafsir laki-laki memberikan penjelasan bahwa Akhsa dan Otniel

melakukan hubungan suami istri dalam masa ini. Oleh para feminis diberikan penafsiran yang memberikan kekuatan pada keberadaan perempuan yang cerdas dalam situasi apapun. Akhsa membujuk Otniel saat mereka sedang berhubungan ketika naluri laki-laki tunduk pada perempuan sehingga Otniel setuju dengan saran Akhsa untuk menemui ayahnya dan meminta tanah dari ayahnya (Brenner, 1999:24). Akhsa dengan cerdasnya memanfaatkan kesempatan, meski pernikahannya bukan keinginannya tapi ia melakukan kewajibannya sebagai seorang istri dan tetap memikirkan masa depannya. Dikisahkan bahwa mereka sudah mendapatkan tanah pertanian yang sangat kering dan Akhsa meminta kepada Kaleb untuk mendapatkan tanah yang lebih subur melalui suaminya (Hak 1:15). Namun Aksha sudah mempunyai scenario sendiri ketika bertemu ayahnya nantinya. Bagaimanapun juga tindakan Akhsa kepada suaminya menunjukkan karakter feminin yaitu malu dan menahan diri. Di sisi lain, Akhsa menunjukkan sifat pintar dari seorang perempuan. Dengan membujuk suaminya untuk mendapatkan tanah, ia telah bertindak aktif demi masa depan mereka, inisiatif muncul dari perempuan. Tanggapan Otniel sebagai suaminya adalah bertindak sesuai bujukan istrinya. Sama seperti kisah Adam, Hawa juga membujuk Adam agar memakan buah terlarang dan mereka jatuh dalam dosa. Namun akibat yang diterima Akhsa dan Otniel berbeda dengan Adam dan Hawa, mereka mendapatkan tanah sebagai tempat tinggal yang nyaman dengan mata air yang melimpah.

Gambaran Akhsa sebagai anak nampak dalam pertemuan mereka dengan ayahnya. Dikisahkan bahwa mereka naik keledai dan Akhsa turun dari keledai.

Tindakan ini ditafsirkan oleh cendekia feminis bahwa Akhsa tidak sekedar turun dari keledainya namun menghampiri ayahnya dengan bersujud, maka reaksi dari ayahnya cukup singkat namun menunjukkan emosi terkejut,”Ada apa?”(Hak 1:14). Tindakan Akhsa ini mencerminkan rasa hormat seorang anak yang tulus pada ayahnya meski ia adalah seorang istri yang harus lebih menghormati suaminya (Brenner, 1999:25). Lalu ia mulai mengutarakan maksudnya bahwa ia menginginkan hadiah karena hadiah tanah yang diberikan ayahnya adalah tanah gersang (Hak 1:15). Hadiah yang dimaksud Akhsa adalah mata air. Dari kata-kata Akhsa ini, ia ingin mengingatkan ayahnya tentang berkat Allah kepada Israel dalam Kitab Kejadian 22:15-18 (Brenner, 1999:25). Karena orang Keni setia pada YHWH maka penulis Kitab Hakim-hakim menyamakan status orang Keni yang juga mendapatkan berkat layaknya orang Israel. Yang menjadi lebih istimewa adalah berkat ini tidak diberikan kepada anak laki-laki namun anak perempuan. Jadi, di zaman itu anak perempuan juga diakui sebagai pewaris berkat atau tradisi dari keluarga. Permintaan Akhsa tentang tanah yang subur, dalam Yos 15:16-19 diceritakan bahwa Kaleb hanya memberikan air saja agar tanahnya tidak tandus (Frolov, 2013:50). Dalam Yos 15:13-19 disebutkan tempat-tempat pertama dari Yehuda kemudian berakhir pada Yos 15:6. Cerita tentang Kaleb, Akhsa dan Otniel dalam Hakim-hakim, seolah-olah permintaan Akhsa dikabulkan oleh Kaleb dengan memindahkan dua desa atau kota menjadi milik Akhsa.

Pertemuan dengan ayahnya memperlihatkan budaya patriarkal karena Akhsa harus membujuk suaminya dan pergi bersama. Kalau suaminya tidak menyetujui saran Akhsa maka sia-sia saja rencana Akhsa untuk mendapatkan

tanah yang subur. Untuk berkunjung pada ayahnya sendiri Akhsa dan suaminya harus pergi bersama dalam satu tujuan yang sama. Di zaman ini pastilah seorang anak kandung lebih dihargai kedudukannya daripada orang lain. Apapun yang mereka minta pada ayahnya akan diperjuangkan sendiri meski tidak disetujui oleh suaminya. Namun berbeda pada zaman Hakim-hakim yang menghidupi budaya patriarkal bahkan keberadaan anak kandung tidak berarti untuk menentukan masa depannya dengan suaminya. Artinya kekuasaan tetap ada pada laki-laki tanpa memandang hubungan darah. Bagaimanapun juga, tindakan Akhsa adalah angin segar bagi cendekia feminis yang merindukan keberadaannya. Tindakan awal Akhsa ini memberi nuansa baru bahkan mengalahkan pencitraan yang ada terhadap perempuan Israel. Perempuan Israel dipandang lebih berharga daripada perempuan asing, namun Akhsa sebagai orang Keni adalah perempuan cerdas, istri yang bijak dan memperhatikan masa depan keluarga dengan baik. Meski awalnya ia adalah “perempuan hadiah”, kenyataannya ia lebih dari sekedar hadiah bagi Otniel karena mendapatkan harta sekaligus. Di tempat lain, teks Kitab Suci menampilkan perempuan bijaksana dan memberi suaminya keuntungan melalui kecerdasan perempuan (Brenner, 1999:24).

Akhirnya, tiga tokoh tersendiri yang diceritakan dalam satu kesatuan yaitu Kaleb, Akhsa, dan Otniel merupakan keluarga dasar leluhur Yehuda yang terkenal (Frolov, 2013:42).