• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis elastisitas perkembangan guna lahan

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

5.2 Analisis Faktor Internal Perubahan Penggunaan Lahan

5.2.7 Analisis elastisitas perkembangan guna lahan

Perubahan guna lahan disepanjang koridor jalan utama dapat dipakai sebagai indikator tingkat efesiensi perkembangan fisik pusat Kota Pamatang Raya. Setiap perubahan fisik yang dilakukan masyarakat dan pemerintah membawa pengaruh yang

besar bagi perubahan pemanfaatan dimasa mendatang. Dalam lingkup yang lebih besar perubahan guna lahan yang terjadi dapat dilihat dari terus berkurangnya lahan pertanian disepanjang jalan sutomo yang digantikan menjadi fungsi-fungsi baru sebagai penunjang aktivitas.

Hasil observasi lapangan menyatakan bahwa pada wilayah penelitian telah terjadi peningkatan kepadatan bangunan yang disebabkan adanya pembangunan baik berfungsi sebagai rumah tinggal maupun sebagai tempat usaha. Pada awal memiliki lahan, responden yang menyatakan fungsi lahan sebelum dimiliki, yaitu berupa bangunan 61% dan lahan tidak terbangun 39%.

Pada perkembangan lahan tidak terbangun yang didirikan bangunan fungsi rumah tinggal saja 8%, rumah tinggal merangkap usaha 20% dan lahan usaha terpisah dari rumah tinggal sebesar 12%. Sedangkan lahan yang sejak pertama kali dimiliki responden berupa bangunan 61%, sebanyak sebanyak 29% responden langsung menggunakan dan 32% responden merubah/menambah luas bangunan tersebut.

Sebahagian besar orientasi responden dalam perubahan pemanfaatan lahan adalah nilai ekonomi lahan yang tinggi. Alasan utama responden merubah penggunaan lahan mereka menjadi tempat usaha adalah melihat adanya pasar pembeli sebesar 33%, sedangkan alasan satu-satunya sumber penghasilan sebesar 30% , sebagai tambahan penghasilan 17% dan ikut tetangga serta anjuran pemerintah masing-masing 15% dan 5% (Gambar 5.14).

Gambar 5.14 Alasan Merubah Lahan sebagai Tempat Usaha Sumber: Hasil Analisis, Peneliti 2013

Sebagaimana yang terjadi pada kota-kota menengah dan kecil di Indonesia, Kota Pamatang Raya masih memperlihatkan pola pertumbuhan kota yang linear. Aktifitas perkantoran terpusat pada suatu kawasan sedangkan perdagangan dan jasa, permukiman, pendidikan berkembang mengikuti jalur transportasi yang ada, kemudian menyebar kebagian pinggiran, yang selanjutnya luas lahan tidak terbangun selalu berkurang setiap tahunnya. Fenomena yang terjadi di lokasi studi keberadaan fasilitas perkantoran dan perdagangan/jasa yang berskala pelayanan regional menjadi magnet bagi tumbuhnya aktifitas sejenis.

Pada rentang tahun 2003–2008 perubahan penggunaan lahan terjadi akibat tingginya permintaan akan lahan perkantoran yang diikuti oleh permintaan permukiman. Sedangkan pada rentang tahun 2008–2013 perubahan terjadi bukan hanya adanya permintaan akan lahan permukiman dan perkantoran saja, namun disebabkan pula bertambahnya aktifitas perekonomian kota.

Perubahan penggunaan lahan Penggunaan lahan untuk permukiman dan perdagangan pada tahun 2003 seluas 38,6 ha meningkat menjadi 61,3 ha pada tahun 2008 dan pada tahun 2013 menjadi 76,4 ha. Penggunaan lahan untuk pertanian pada tahun 2003 seluas 1.629,7 ha berkurang menjadi 1.553,9 ha pada tahun 2008 dan semakin berkurang pada tahun 2013 menjadi 1.519,8 ha. Penggunaan lahan untuk perkantoran pada tahun 2003 seluas 20,5 meningkat menjadi 58,3 pada tahun 2008 dan menjadi 68,1 pada tahun 2013.

Pada tahun 2003, prosentase untuk penggunaan lahan pemukiman sebesar 2,23% dari luas wilayah penelitian (1.728 Ha), guna lahan perkantoran sebesar 1,19% dan pertanian sebesar 93,31%. Pada tahun 2008, penggunaan lahan permukiman mengalami peningkatan menjadi 3,55%, perkantoran mengalami peningkatan menjadi 3,38% dan guna lahan pertanian berkurang menjadi 89,93%. Kemudian pada tahun 2013, guna lahan pemukiman dan perkantoran mengalami peningkatan masing- masing sebesar 4,42% dan 3,94% sedangkan pertanian berkurang menjadi 87,95% (Gambar 5.15).

Gambar 5.15 Perubahan Penggunaan Lahan di Kawasan Pusat Kota Pamatang Raya Sumber: Hasil Analisis, Peneliti 2013

Karakteristik perubahan penggunaan lahan dari lahan pertanian menjadi lahan terbangun telah mendominir kawasan kelurahan Sondi Raya. Perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi lahan terbangun ini dominan dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Simalungun yaitu pembangunan gedung-gedung perkantoran, gedung- gedung pendidikan dan fasilitas pemerintah lainya. Beberapa perubahan lahan lainnya dilakukan oleh masyarakat, pihak swasta terutama oleh developer yaitu pembangunan Ruko, perumahan dan Hotel.

Pada Kelurahan Pamatang Raya yang berkepadatan penduduk tinggi perubahan guna lahan cenderung mengalih fungsikan bangunan dari tempat tinggal menjadi perdagangan atau dari tempat tinggal dialih fungsikan menjadi tempat tinggal sekaligus tempat usaha/perdagangan dan jasa, ini diakibatkan karena tingginya nilai lahan dan hampir tidak ada lagi lahan tidak terbangun disepanjang koridor jalan utama. Pada Kelurahan Dalig Raya perubahan lahan lebih cenderung peralihan fungsi lahan dari lahan tidak terbangun menjadi lahan dengan fungsi permukiman, sedangkan untuk Kelurahan Sondi Raya peralihan fungsi lahan cenderung dari lahan tidak terbangun menjadi lahan dengan fungsi perkantoran dan pertokoan (ruko).

Hal ini sesuai dengan wawancara yang dilakukan peneliti:

“Belum cukup uang bang untuk beli tanah buat tempat usaha bang, karena harga tanah di kota ini sudah mahal kali, kalau tahun 2005 tanah saya yang di dekat pajak itu saya jual masih 200 ribu per meter tapi kalau sekarang harga tanah disini pasarannya sudah 450 ribu per meter apalagi yang disamping jalan, yahh, mau gak mau buka usaha dirumah lah bang nunggu ada uang beli lahan yang strategis untuk usaha dikota ini.” (Wawancara dengan Bapak Sipayung, Pemilik rumah makan Riahdo jalan Sutomo Pematang Raya, wawancara dilakukan pada 15 Januari 2014).

Pada Gambar 5.16, 5.17 dan 5.18 dapat dilihat perubahan penggunaan lahan dan perubahan kawasan terbangun dan tidak terbangun di kawasan perkotaan

Gambar 5.16 Peta Pemanfaatan Lahan Pusat Kota Pamatang Raya 2003 Sumber: RDTR Pamatang Raya dan Hasil Survey Lapangan, 2013

Gambar 5.17 Peta Pemanfaatan Lahan Pusat Kota Pamatang Raya 2008 Sumber: RDTR Pamatang Raya dan Hasil Survey Lapangan, 2013

Gambar 5.18 Peta Pemanfaatan Lahan Pusat Kota Pamatang Raya 2013 Sumber: RDTR Pamatang Raya dan Hasil Survey Lapangan, 2013

Kegiatan lokal merupakan faktor yang juga mempengaruhi elastisitas perubahan guna lahan suatu wilayah. Perkembangan wilayah dipengaruhi oleh potensi lokal yang utama di wilayah tersebut. Dari hasil jawaban atas kuisioner diperoleh bahwa kegiatan berjualan hewan/pasar kerbau dan sapi merupakan potensi lokal Pamatang Raya sejak dahulu yang dinyatakan oleh 30% responden. Kegiatan lokal yang menjadi potensi keterkenalan Pamatang Raya antara lain adalah pertanaman ladang yang diungkapkan oleh 20% responden. Sementara masing-masig sejumlah 15% responden mengungkapkan bahwa kegiatan perdagangan sayur, perdagangan kedai, dan bertanam kopi merupakan potensi lokal yang mengemuka di Pamatang Raya. Sebanyak 5% responden berikutnya menyatakan kegiatan lokal lainnya sebagai suatu unggulan potensi lokal di Pematang Raya (Gambar 5.19).

Gambar 5.19 Daya Tarik Potensi Kegiatan Lokal Sumber: Hasil Analisis, Peneliti 2013

Secara makro diajukan juga pertanyaan yang mengklarifikasikan mengenai potensi lokal setempat yang menjadi unggulan potensi wilayah Pamatang Raya. Potensi yang umum ini menjadi suatu daya tarik lokal yang dampaknya meluas dalam tinjauan makro ekonomi. Keterkenalan Pamatang Raya sebagai kota terbesar pertama di Simalungun merupakan daya tarik khas kawasan sebagai suatu identitas kawasan dan ini dinyatakan oleh 25% responden (Gambar 5.20).

Gambar 5.20 Potensi Andalan Kota Pematang Raya Sumber: Hasil Analisis, Peneliti 2013

Secara internal terdapat faktor andalan lokal Pamatang Raya sebagai suatu potensi sumber daya alam yang disebut sebagai faktor penguat pembangunan. Dari hasil kuisioner diperoleh bahwa 20% responden menyatakan pembangunan kantor kabupaten dan pembangunan jalan raya menjadi faktor penguat pembangunan Kota Pematang Raya. Ketersediaan lahan yang luas dan kondisi potensi sosial budaya yang khas dinyatakan oleh masing-masing 15% responden sebagai faktor penguat pembangunan. 12% responden menyatakan adanya pasar tradisional menjadikan

faktor pengau pembangunan. Kondisi sarana aksesibilitas yang baik dinyatakan oleh 10% responden sebagai faktor penguat pembangunan. Infrastruktur yang memadai dan lengkap diungkapkan oleh 8% responden sebagai suatu faktor penguat pembangunan (Gambar 5.21).

Gambar 5.21 Faktor Penguat Pembangunan Sumber: Hasil Analisis, Peneliti 2013

Pembangunan dan perkembangan guna lahan kota Pamatang Raya tak luput dari adanya hambatan yang potensil menjadi pengaruh bagi perubahan guna lahan. Hambatan tau kendala tersebut ketika dipertanyakan kepada sejumlah responden menghasilkan sebaran pemahaman bahwa kendala utama yang mencuat adalah kemampuan SDM rata rata penduduk Pamatang Raya demikian rendah sebagaimana diungkapkan oleh 25% responden. Jalan yang belum menjangkau desa dan arahan kota transit merupakan kendala pembangunan yang diajukan oleh 20% responden.

Adapun aturan penataan ruang dan lahan bangunan yang belum terbentuk merupakan kendala pembanguna yang dinyatakan oleh 15% responden. Sementara itu 10% responden menyatakan konsentrasi pembangunan yang berorientasi hanya pada kantor kabupaten dan kurangnya daya tarik untuk berinvestasi ekonomi menjadi kendala pembangunan di Kota Pematang Raya (Gambar 5.22).

Gambar 5.22 Kendala Pembangunan Pamatang Raya Sumber: Hasil Analisis, Peneliti 2013