• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Penawaran Cabai Merah di Desa Perbawat

VI HASIL DAN PEMBAHASAN

6.7. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Penawaran Cabai Merah di Desa Perbawat

Berdasarkan hasil regresi linier berganda diketahui bahwa tidak seluruh variabel berpengaruh nyata terhadap tingkat penawaran cabai merah di Desa Perbawati pada selang kepercayaan 95 persen. Hanya terdapat dua variabel yang berpengaruh nyata terhadap perilaku penawaran cabai merah di Desa Perbawati. Variabel tersebut yaitu variabel biaya obat (X5) dan variabel variasi produksi (X6). Selain itu, model dari hasil output Minitab dapat dituliskan sebagai berikut:

ln Y = - 16,2 + 0,091 ln X1 – 0,092 ln X2 + 0,642 ln X3 – 0,085 ln X4 + 0,658 ln X5 + 0,240 ln X6 + 0,121 ln X7

1. Biaya Pupuk Ponska (X1)

Variabel biaya pupuk ponska (X1) mempunyai nilai koefisien positif yaitu sebesar 0,091. Nilai ini artinya bahwa jika biaya pupuk ponska meningkat sebesar 1 persen maka penawaran terhadap cabai merah meningkat sebesar 9,1 persen. Hal ini berarti bahwa terdapat hubungan positif antara variabel biaya pupuk ponska dengan jumlah cabai merah yang diproduksi. Hal ini tidak sesuai dengan teori penawaran yaitu semakin tinggi biaya untuk input produksi maka kecenderungan produsen untuk meningkatkan penawaran akan berkurang.

Tanaman cabai merah merupakan tanaman yang membutuhkan banyak pupuk. Penggunaan pupuk yang intensif dapat meyuburkan tanaman, sehingga hasil produksinya dapat semakin ditingkatkan.

Dilihat dari nilai t-hitungnya (P-value) sebesar 0,581 maka variabel biaya pupuk ponska ini tidak berpengaruh terhadap jumlah cabai merah yang diproduksi dengan taraf nyata lima persen. Adapun biaya pupuk ponska tidak berpengaruh nyata terhadap produksi cabai merah di Desa Perbawati karena kecenderungan petani cabai merah di Desa Perbawati dosis dalam penggunaan pupuk tidak tinggi. Selain itu, periode penggunaan pupuk oleh petani cabai merah pun relatif hanya satu hingga dua kali dalam satu musim tanam dengan total dosis sebesar 605 kg. Sementara, pemberian pupuk pada tanaman cabai pada normalnya yaitu pada saat pembukaan lahan kemudian diberi tambahan pada saat cabai merah berumur 2,4,6,8 minggu setelah tanam dengan total dosis sebesar 1036 kg (Susila 2006). 2. Biaya Pupuk Kompos (X2)

Variabel biaya pupuk kompos (X2) mempunyai koefisien yang bernilai negatif. Hal ini sesuai dengan teori penawaran yang menyatakan bahwa biaya input berkorelasi negatif terhadap besarnya penawaran. Semakin rendah biaya input, maka kecenderungan produsen untuk meningkatkan penawaran akan meningkat. Dari nilai koefisien veriabel tersebut sebesar (-0,092), menunjukkan bahwa jika biaya pupuk kompos meningkat sebesar 1 persen maka tingkat penawaran cabai merah turun sebesar 9,2 persen. Hal ini dikarenakan kecenderungan harga pupuk yang terus meningkat, meskipun penggunaan pupuk oleh petani tidak tinggi.

Dilihat dari nilai t-hitung dari variabel biaya pupuk kompos, diketahui bahwa variabel tersebut tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah cabai merah yang ditawarkan pada taraf nyata lima persen. Hal ini dikarenakan penggunaan pupuk kompos oleh petani cabai hanya pada saat pembukaan lahan yaitu satu kali dalam dua musim. Oleh karena itu, meskipun biaya untuk pupuk kompos tinggi namun hal ini tidak mempengaruhi jumlah cabai merah yang diproduksi oleh petani. Selain itu, biaya pupuk kompos yang tinggi mengindikasikan bahwa penggunaan pupuk kompos ini cukup tinggi. Namun, penggunaan dosis pupuk

kompos di Desa Perbawati di bawah penggunaan normal yaitu sebesar 20 ton per ha per musim tanam (Susila 2006), sedangkan di Desa Perbawati hanya 15,6 ton per ha per musim tanam. Oleh karena itu, tingginya biaya kompos ini disebabkan selain dari penggunaan juga dari harga pupuk kompos sendiri yang cenderung meningkat setiap musim tanam. Lahan usahatani cabai merah yang semakin rendah kesuburannya sehingga diperlukan pupuk kompos yang mampu membantu mengembalikan unsur hara tanah.

3. Biaya Kapur (X3)

Variabel biaya kapur (X3) memiliki nilai koefisien yang positif. Artinya, adanya hubungan yang positif antara biaya kapur dengan jumlah cabai merah yang ditawarkan atau diproduksi. Hal ini tidak sesuai dengan teori penawaran, yaitu semakin rendah biaya kapur, maka kecenderungan produsen dalam meningkatkan penawaran semakin meningkat. Nilai koefisien variabel sebesar 0,642 menunjukkan bahwa, jika biaya kapur meningkat sebesar 1 persen maka tingkat penawaran cabai merah akan meningkat sebesar 64,2 persen. Jika dilihat dari nilai t-hitung (P-value), variabel biaya kapur tidak berpengaruh secara nyata terhadap jumlah cabai merah yang ditawarkan pada taraf nyata lima persen. Biaya kapur ini tidak berpengaruh nyata karena penggunaan kapur yang rendah oleh petani di Desa Perbawati yaitu sebesar 888 kg per ha per musim tanam dengan harga yang rendah pula, semakin menyebabkan biaya kapur ini tidak berpengaruh terhadap jumlah cabai merah yang ditawarkan. Sementara, dosis normal kapur yang seharusnya diberikan pada lahan ( pH normal 6-6,5) adalah sebanyak 1000- 1200 kg per ha per musim tanam (Susila 2006). Oleh karena itu, dosis yang diberikan oleh petani cabai merah di Desa Perbawati masih di bawah normal. 4. Biaya Benih (X4)

Variabel biaya benih (X4) memiliki koefisien yang bernilai negatif. Hal ini sesuai dengan teori penawaran, dimana semakin rendah biaya benih maka jumlah cabai merah yang ditawarkan semakin meningkat. Dari model regresi linier berganda yang telah di natural log, dimana biaya benih bernilai (-0,085), artinya

jika biaya benih meningkat sebesar 1 persen maka penawaran cabai merah akan turun sebesar 8,5 persen.

Dilihat dari nilai t-hitung (P-value) dari variabel biaya benih, maka variabel ini tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat penawaran cabai merah di Desa Perbawati. Sebagian besar petani cabai merah di Desa Perbawati tidak membuat benih sendiri, sehingga saat harga benih tinggi maka petani pun harus tetap membeli benih tersebut. Tingginya biaya benih ini mengindikasikan bahwa penggunakan benih oleh petani yang tinggi karena petani tidak berani berspekulasi dalam membuat sendiri benih cabai merah. Peningkatan harga benih saat musim tanam tiba ini sangat menyulitkan petani yang memiliki modal sangat kecil, sehingga harus menjual hasil panennya untuk mendapatkan modal usahatani selanjutnya. Oleh karena itu, diperlukan bantuan permodalan bagi petani kecil agar tetap dapat menjalankan usahataninya. Berdasarkan informasi di lapangan, bantuan permodalan berupa pinjaman dari pihak perbankan telah ada. Bantuan ini diberikan melalui kelompok tani. Namun, kelompok tani di Desa Perbawati ini tidak lagi aktif, sehingga bantuan pinjaman tersebut tidak diterima oleh anggota kelompok. Hal tersebut dapat berjalan apabila setiap petani menyadari pentingnya sebuah wadah seperti kelompok tani serta pengorganisiran yang tepat pada kelompok tani.

5. Biaya Obat (X5)

Variabel biaya obat (X5) memiliki koefisien yang bernilai positif. Artinya, terdapat hubungan yang positif antara biaya obat dengan jumlah cabai merah yang diproduksi (dipasok). Hal ini tidak sesuai dengan teori penawaran yaitu biaya input berpengaruh negatif terhadap tingkat penawaran. Semakin tinggi biaya input, maka kecenderungan produsen atau petani untuk meningkatkan penawaran akan menurun. Dari model regresi menunjukkan nilai biaya obat sebesar 0,658, artinya jika biaya obat meningkat sebesat 1 persen maka penawaran terhadap cabai merah akan meningkat sebesar 65,8 persen.

Dilihat dari t-hitungnya (P-value), maka variabel biaya obat-obatan ini berpengaruh nyata terhadap jumlah cabai merah yang diproduksi pada taraf nyata lima persen. Tanaman cabai merah merupakan tanaman yang sangat rentan

terhadap berbagai jenis hama dan penyakit tanaman. Pada waktu tertentu, intensitas pengobatan dapat sangat tinggi yaitu sampai satu hari sekali. Meskipun harga yang tinggi tidak menjamin kualitas obat-obatan yang digunakan, tetapi semakin tinggi biaya obat-obatan mengindikasikan semakin intensifnya pengendalian hama dan penyakit pada tanaman cabai merah. Penggunaan obat- obatan yang intensif ini dapat mencegah tanaman cabai merah dari serangan hama dan penyakit tanaman, sehingga hasil produksinya dapat semakin ditingkatkan. Oleh karena itu, variabel biaya obat ini berpengaruh positif terhadap jumlah cabai merah yang diproduksi secara nyata pada taraf nyata lima persen.

Meskipun variabel biaya obat-obatan berpengaruh positif terhadap tingkat penawaran cabai merah, tetapi baik pemerintah maupun petani perlu melihat dengan lebih jeli. Koefisien variabel biaya obat-obatan yang bernilai positif tersebut dapat mengindikasikan bahwa pengendalian hama dan penyakit yang selama ini dilakukan belum efektif. Selain itu, hal ini menunjukkan bahwa permasalahan utama yang dihadapi oleh petani cabai merah di Desa Perbawati adalah serangan hama dan penyakit tanaman. Sebagaimana diketahui, bahwa serangan hama dan penyakit tersebut dapat menurunkan produksi hingga 50 persen. Oleh karena itu, diperlukan pengembangan pengendalian hama dan penyakit secara terpadu.

6. Variasi Hasil Produksi Cabai Merah (X6)

Variabel variasi hasil (X6) mempunyai koefisien yang bernilai positif yaitu sebesar 0,240, artinya jika variasi produksi meningkat sebesar 1 persen maka tingkat penawaran terhadap cabai merah juga akan meningkat sebesar 24 persen. Variabel variasi produksi ini merupakan gambaran dari tingkat risiko produksi yang dihadapi petani cabai merah di Desa Perbawati. Semakin besar nilai variasinya, maka semakin besar pula tingkat risiko produksi yang harus ditanggung oleh petani cabai merah. Oleh karena itu, koefisien variabel variasi produksi cabai merah bernilai positif ini mengindikasikan bahwa tingkat risiko cabai merah di Desa Perbawati relatif tinggi.

Dilihat dari nilai t-hitungnya, variabel variasi produksi ini berpengaruh nyata terhadap jumlah produksi cabai merah di Desa Perbawati. Oleh karena itu,

meskipun risiko produksi yang dihadapi petani cabai merah relatif tinggi, tetapi tidak mempengaruhi keputusan petani untuk menanam cabai merah. Selain itu, hasil yang sangat menjanjikan membuat motivasi petani untuk menanam cabai merah cukup tinggi.

7. Harga Output Cabai Merah (X7)

Variabel harga cabai merah (X7) memiliki nilai koefisien positif. Hal ini berarti bahwa terdapat hubungan positif antara variabel harga cabai merah dengan jumlah yang diproduksi. dalam teori penawaran diketahui bahwa antara harga dan jumlah penawaran terdapat hubungan yang saling mempengaruhi. Apabila harga meningkat maka jumlah produk yang ditawarkan akan cenderung meningkat, begitu pula sebaliknya. Hal ini dikarenakan harga yang tinggi akan memberikan insentif kepada produsen untuk meningkatkan kuantitas penawarannya. Dari model hasil output regresi linier berganda yang telah di natural log yaitu sebesar 0,121, artinya jika harga cabai merah meningkat sebesar 1 persen maka penawaran terhadap cabaii merah meningkat sebesar 12,1 persen.

Berdasarkan nilai t-hitung dari variabel harga, maka diketahui bahwa variabel harga tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perilaku penawaran cabai merah di Desa Perbawati pada taraf nyata lima persen. Hal ini dikarenakan pada dasarnya petani pada saat memutuskan untuk menanam cabai merah tidak begitu memperhatikan harga yang terjadi. Terlebih harga cabai merah cenderung berfluktuatif dan relatif sulit untuk diprediksi oleh petani. dalam menentukan waktu tanam cabai merah, petani lebih cenderung memperhatikan aspek teknis seperti iklim dan cuaca dibandingkan aspek pasar terutama harga. Oleh karena itu, dalam hal ini variabel harga tidak berpengaruh terhadap besarnya penawaran cabai merah di Desa Perbawati.