• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Disparitas

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.4. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Disparitas

Pembangunan Wilayah Perbatasan

Analisis faktor yang diduga berpengaruh terhadap disparitas pembangunan wilayah perbatasan adalah dengan menggunakan model ekonometrika spasial. Model ekonometrika dengan tehnik analisis Genelar Linear Model (GLM) lebih baik dibandingkan dengan Multiple Regression karena pada model GLM memperhatikan adanya keterkaitan spasial antara satu wilayah dengan wilayah yang lain.

Secara prinsip model ekonometrika ini dibangun dengan matrik contiguity keterkaitan antar wilayah berdasarkan jarak geografis, dalam hal ini matrik contiguity dibangun berdasarkan jarak centroid. Matriks ini akan menjadi pembobot variabel sehingga dapat dilihat sejauh mana suatu variabel di suatu lokasi berpengaruh terhadap disparitas dilokasi lainnya.

Variabel indikator yang digunakan dipilih berdasarkan aspek yang diduga menjadi faktor-faktor penyebab terjadinya disparitas di wilayah perbatasan. Variabel tersebut diantaranya adalah variabel jumlah penduduk, kepadatan penduduk, luas wilayah, nilai indeks perkembangan kecamatan (IPK) yang diperoleh dari hasil analisis skalogram, nilai disparitas kecamatan yang diperoleh dari indeks Williamson, jumlah jenis fasilitas, total PRBD, serta pangsa luasan beberapa penutupan lahan yang terdapat di masing-masing kecamatan. Landasan dalam memilih variabel-variabel tersebut didasarkan pada studi literatur yang mengkaji tentang penyebab terjadinya disparitas suatu wilayah.

Faktor yang diduga berpengaruh terhadap disparitas antar wilayah kecamatan di kabupaten perbatasan dilakukan dengan menguji 1 variabel tujuan (dependent variable) y yaitu nilai disparitas, dengan 26 variabel penjelas (explanatory variables) x termasuk didalamnya variabel yang diboboti dengan matrik kontiguitas kedekatan jarak (centroid).

Hasil pendugaan variabel penyebab terjadinya disparitas dengan menggunakan metode ekonometrika spasial pada Tabel 26 menghasilkan nilai R2

sebesar 0,8152 atau sebesar 81,52%. Persentase nilai koefisien determinasi (R2) mampu menunjukkan besarnya pengaruh keterkaitan spasial antar wilayah terhadap disparitas yang terjadi di wilayah perbatasan, dan juga menjelaskan keberagaman variabel-variabel penjelas yang digunakan untuk menggambarkan variabel tujuan yang sudah cukup baik.

Tabel 26. Hasil Nilai R2 dan Uji F Model Ekonometrika Spasial Multiple - R Multiple - Adjusted - SS - Model df - Model MS - Model F P Disparitas 0,902877 0,815188 0,643576 12,85479 26 0,494415 4,750192 0,000055

Sumber: Hasil Analisis

Berdasarkan hasil analisis metode ekonometrika spasial pada Tabel 27. secara statistik variabel yang diduga sebagai faktor penyebab terjadinya disparitas di wilayah perbatasan memiliki nilai p-level < 0,05 diantaranya ada faktor yaitu nilai PDRB di kecamatan itu sendiri (PDRB), serta nilai PDRB di wilayah sekitarnya (W_ PDRB) dan disparitas atau ketimpangan yang terjadi di daerah sekitar (W_DISPARITAS).

PDRB merupakan salah satu indikator yang paling sering digunakan untuk menilai pertumbuhan ekonomi disuatu wilayah. Pada analisis ini faktor nilai PDRB disutu daerah (PDRB) maupun faktor nilai PDRB di wilayah sekitar (W_PDRB) merupakan faktor yang secara signifikan berpengaruh nyata terhadap disparitas yang terjadi di 3 kabupaten perbatasan Provinsi Kalimantan Barat. Koefisien nilai Beta (ß) yang positif pada faktor PDRB dan W_PDRB dapat diartikan bahwa pertumbuhan ekonomi disuatu wilayah itu sendiri maupun di wilayah sekitarnya dapat meningkatkan disparitas antar diwilayah perbatasan.

Peningkatan disparitas yang terjadi di suatu daerah disebabkan oleh peningkatan pertumbuhan ekonomi didaerahnya sendiri, maupun karena adanya pertumbuhan ekonomi daerah sekitarnya. Pertumbuhan ekonomi belum mampu menekan maupun menurunkan tingkat disparitas suatu wilayah, bahkan menjadi penyebab meningkatnya disparitas atau dapat dikatakan sebagai pertumbuhan yang tidak berkualitas, karena tidak diikuti dengan pemerataan.

Namun bukan berarti bahwa pertumbuhan ekonomi yang ditunjukkan dari nilai PDRB tidak penting. Pertumbuhan ekonomi diharapkan terus meningkat dan diikuti dengan pemerataan dan meningkatkan kegiatan ekonomi berbasis lokal. Secara umum pertumbuhan ekonomi khususnya bagi wilayah perbatasan kurang

berpengaruh terhadap kemajuan dan kesejahteraan masyarakatnya. Sebagian besar wilayah kecamatan perbatasan masih cenderung berorientasi pada perekonomian Serawak, sehingga pertumbuhan ekonomi di wilayah perbatasan harus ditingkatkan.

Tabel 27. Nilai Parameter Estimates dan Koefisien (ß) Model Ekonometrika Spasial

R = 0,902877 R2 = 0,815188 Adjusted R² = 0,643576

Variabel Param. Std.Err t p_level Beta (ß) St.Err.ß

Intercept 1,8160 3,691945 0,49188 0,626640 Kpdtn_pddk -0,3765 0,615604 -0,61155 0,545767 -0,2983 0,487757 Jml_Pddk -0,5829 0,342877 -1,70003 0,100210 -0,5506 0,323904 Luas 0,4430 0,616613 0,71852 0,478393 0,3633 0,505630 IPK -0,1022 0,193877 -0,52737 0,602088 -0,0855 0,162099 Jml_Jns 0,0837 0,290584 0,28797 0,775491 0,0657 0,228315 PDRB 0,6111 0,136877 4,46466 0,000120* 0,6297 0,141046 Hutan LKP 0,2978 0,693974 0,42906 0,671164 0,2319 0,540495 Hutan LKS -0,1342 0,284672 -0,47128 0,641090 -0,1223 0,259538 Hutan RP -0,4113 0,491649 -0,83653 0,409942 -0,2748 0,328515 Hutan RP -0,1321 0,176592 -0,74829 0,460526 -0,1403 0,187450 Pemukiman 0,3568 0,191819 1,86025 0,073384 0,3471 0,186605 Perkebunan -0,0630 0,132539 -0,47530 0,638259 -0,0818 0,172168 Pertambangan -0,0566 0,131561 -0,42986 0,670589 -0,0598 0,139103 W_Kpdtn_pddk 5,7985 7,239847 0,80091 0,429925 7,5685 9,449861 W_Jml_Pddk -6,5660 6,433793 -1,02055 0,316205 -9,5218 9,330099 W_IPK -1,4264 1,524392 -0,93574 0,357408 -2,0396 2,179674 W_Jml_Jns 5,7647 5,749543 1,00263 0,324624 8,2124 8,190837 W_PDRB 6,1182 2,768785 2,20969 0,035473* 9,0993 4,117911 W_DISPARITAS -4,3580 1,356950 -3,21164 0,003306* -6,1374 1,910979 W_Hutan LKP -12,8671 9,400364 -1,36879 0,181947 -12,6029 9,207344 W_Hutan LKS -1,8985 1,846256 -1,02829 0,312617 -2,1812 2,121167 W_Hutan RP -0,9063 4,378868 -0,20698 0,837525 -0,9201 4,445503 W_Hutan RS -2,2722 3,450784 -0,65846 0,515620 -3,2337 4,911004 W_Pemukiman 12,1700 8,190797 1,48582 0,148501 10,9172 7,347641 W_Perkebunan -0,6283 1,168899 -0,53748 0,595184 -0,9424 1,753331 W_Pertambangan -0,3513 0,529646 -0,66321 0,512618 -0,3683 0,555269

Sumber: Hasil Analisis

Keterangan : * Berpengaruh nyata pada p < 0,05 Keterangan:

Kpdtn_pddk : Kepadatan Penduduk

Jml_Pddk : Jumlah Penduduk

Luas : Lluas Kecamatan

IPK : Indeks Perkembangan Kecamatan

Jml_Jns : Jumlah Kenis Fasilitas

PDRB : Nilai PDRB

Hutan LKP : Hutan Lahan Kering Primer

Hutan LKS : Hutan Lahan Kering Sekunder

Keterangan:

Hutan RP : Hutan Rawa Primer

Hutan RP : Hutan Rawa Sekunder

Pemukiman : Luas Pemukiman

Perkebunan : Luas Perkebunan

Pertambangan : Luas Penutupan Lahan Pertambangan

W_ : Nilai Variabel yang sama namun diwilayah sekitarnya

Pertumbuhan ekonomi yang baik dipicu oleh adanya keterkaitan antara sektor primer, sekunder dan tersier. Sektor primer merupakan sektor yang berbasis sumberdaya, yaitu berupa sektor pertanian dan pertambangan. sektor sekunder merupakan kegiatan sektor ditandai dengan adanya kegiatan untuk meningkatkan nilai tambah dari hasil sektor pertanian maupun pertambangan. Sektor sekunder diantaranya berupa sektor industri pengolahan, listrik, bangunan, dan perdagangan. Berkembangnya sektor industri pengolahan maka akan memacu pertumbuhan sektor sekunder lainnya seperti listrik, bangunan serta perdagangan yang menunjang kegiatan industri pengolahan, dan tentunya akan meningkatkan lapangan pekerjaan. Sektor tersier berupa sektor pengangkutan, keuangan, dan jasa.

Pertumbuhan nilai PDRB sampai pada unit kecamatan di kabupaten perbatasan sudah cukup baik Keterkaitan ketiga sektor tersebut di kecamatan kabupaten perbatasan belum terlihat. Sektor yang menjadi unggulan di di kecamatan kabupaten perbatasan berupa sektor primer dan sektor tersier, sedangkan sektor sekunder belum berkembang. Hal ini dapat mengindikasikan adanya pengurasan sumberdaya atau kebocoran regional pada kabupaten perbatasan dengan bertumpu pada sektor tertentu saja terutama pertanian. Kekayaan sumberdaya alam yang besar pada sektor pertanian maupun pertambangan belum mampu menggerakkan sektor-sektor lain.

Faktor lain yang juga berpengaruh terhadap disparitas antar kecamataan di wilayah perbatasan adalah besarnya nilai disparitas yang terjadi di kecamatan sekitar (W_DISPARITAS) dengan nilai koefisien beta (ß) sebesar -6,1374. Korelasi negatif dari nilai koefisien tersebut dapat diinterpretasikan bahwa besarnya total nilai disparitas yang terjadi di wilayah perbatasan dapat diturunkan dengan memfokuskan pada daerah yang menyumbangkan memiliki nilai disparitas yang besar terutama kecamatan yang tertinggal baik dari segi sarana-

prasaran maupun dari segi perekonomian daerahnya. Kecamatan tersebut adalah Kecamatan Mukok dan Kecamatan Meliau dengan nilai Indeks Williamson berturut-turut sebesar 3,27 dan 1,93. Hasil analisis skalogram juga menggolongkan kedua kecamatan tersebut kedalam kecamatan masih tertinggal dari segi sarana-prasarana wilayahnya, dengan menempati hierarki 3.

Sejalan dengan apa yang dihasilkan dari analisis Indeks Theil Entropy bahwa ketimpangan yang terjadi lebih diakibatkan oleh adanya kesenjangan dalam kelompok kecamatan perbatasan bukan kesenjangan antar kecamatan perbatasan dengan non perbatasan. Sejauh ini kecamatan perbatasan yang mengalami kemajuan yang cukup pesat adalah kecamatan yang merupakan lokasi tempat dibangunnya pos pemeriksaan lintas batas saja seperti di Kecamatan Badau di Kabupaten Kapuas Hulu, Kecamatan Entikong di Kabupaten Sanggau, serta Kecamatan Sajingan Besar di Kabupaten Sambas, sedangkan kecamatan perbatasan lainnya masih tertinggal baik dari segi ketersediaan sarana-prasarana, maupun perekonomiannya berdasarkan sumbangan PDRB kecamatan terhadap PDRB kabupaten.

Selain dari ketiga faktor tersebut diatas, faktor lain yang juga dapat dikatakan memiliki peran yang cukup nyata terhadap terjadi disparitas, adalah faktor permukiman di wilayah kecamatan itu sendiri meskipun nilai p-level > 0,05 yaitu sebesar 0,07. Dibandingkan dengan variabel lain yang memiliki p-level > 0,1 bahkan sampai 0,8, pemukiman memiliki p-levelnya yang jauh lebih kecil. Hal ini mengindikasikan apabila di masa yang akan datang terjadi peningkatan pangsa luas pemukiman wilayah, bukan tidak mungkin faktor pemukiman ini menjadi faktor yang berpengaruh nyata terhadap disparitas wilayah perbatasan.

Banyaknya pemukiman di suatu wilayah kecamatan merupakan faktor yang berkorelasi positif terhadap meningkatnya disparitas wilayah, apabila terjadi peningkatan pangsa luas pemukiman disuatu wilayah kecamatan akan mengakibatkan disparitas antar wilayah kecamatan semakin besar. Luas pemukiman menandakan bahwa populasi penduduk di suatu kecamatan semakin meningkat, jika tidak terjadi pemerataan sebaran penduduk,maka disparitas akan semakin tinggi. Luas pemukiman tentunya akan semakin bertambah dengan pesat terutama pada kecamatan yang lebih maju, karena penduduk akan cenderung

bertempat tinggal di tempat yang yang memiliki fasilitas sarana-prasarana yang lebih memadai. Hal ini menyebabkan daerah tertinggal di wilayah perbatasan semakin ditinggalkan sehingga mengalami penurunan jumlah penduduk dari tahun ketahun.

Dokumen terkait