• Tidak ada hasil yang ditemukan

Untuk menganalisis fungsi dan kewenangan dari setiap lembaga/instansi di

PPS Nizam Zachman, digunakan matriks keserasian (compatibility matrix) seperti

tercantum pada Tabel 15 berikut :

Tabel 15 Matriks keserasian (compatibility matrix) fungsi dan wewenang antar

lembaga/instansi di PPS Nizam Zachman Pusat Karantina Ikan (J) K

Dinas DKI Jakarta (I) S/K S

Ditjen PSDKP (H) S - -

Kepolisian (G) S/K S - -

Dep. Keuangan (F) K - - - -

Dep. Kehakiman dan HAM (E) K - - - -

Dep. Kesehatan (D) K - - - - - Dep. Perhubungan (C) SK - - - - Perum PPS (B) S/K/SK - - - - S - S UPT PPS (A) S/K/SK SK K K K S/K S S/K K Lembaga/Instansi A B C D E F G H I J Keterangan : S = Sinergi K = Kontradiksi SK = Sangat Kontradiksi

Mengacu pada matriks hasil identifikasi fungsi dan kewenangan di atas, terdapat beberapa kegiatan yang sinergis antara kelembagaan/instansi yang berada di PPS Nizam Zachman antara lain sebagai berikut :

(1) Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian No. 1082/Kpts/OT.210/10/99,

UPT mempunyai wewenang dan tanggung jawab dalam hal mengatur dan

mengkoordinasikan semua kegiatan dan fasilitas-fasilitas yang bersifat non

komersial yang berada di pelabuhan perikanan. Sedangkan Perum

mempunyai wewenang dan tanggung jawab dalam hal melaksanakan pengusahaan dan pelayanan jasa dan barang yang menunjang kegiatan pelabuhan perikanan yang menyangkut pengusahaan sarana bersifat

produktif dan ekonomis (fasilitas-fasilitas komersial). Hal ini terlihat sinergi

dalam pengelolaan kolam pelabuhan, pemecah gelombang (breakwater),

Dermaga/Jetty, Gedung Penunjang Kegiatan Nelayan, Tuna Landing center

(TLC), pemasangan reklame, dan keamanan/ketertiban di kawasan PPS Nizam Zachman.

(2) Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian No. 1082/Kpts/OT.210/10/99,

UPT dan Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Propinsi DKI Jakarta terlihat hubungan sinergi dalam Pengumpulan Data Statistik Perikanan dan Pembinaan Mutu Hasil Perikanan.

(3) Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian No. 1082/Kpts/OT.210/10/99,

UPT, Perum dan Kepolisian melaksanakan hubungan sinergi dalam kegiatan keamanan dan ketertiban di kawasan PPS Nizam Zachman.

(4) Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian No. 1082/Kpts/OT.210/10/99,

Perum dan Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Propinsi DKI Jakarta terlihat hubungan sinergi dalam pelaksanaan kegiatan Pemasaran Ikan (PPI).

Selanjutnya selain terdapat kegiatan yang sinergis antara kelembagaan/ instansi yang berada di PPS Nizam Zachman, terdapat juga beberapa tumpang tindih dan kontradiksi fungsi dan wewenang antara kelembagaan/instansi yang berada di PPS Nizam Zachman antara lain sebagai berikut :

(1) Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian No. 1082/Kpts/OT.210/10/99

UPT mempunyai wewenang dan tanggung jawab dalam hal mengatur dan mengkoordinasikan semua kegiatan dan fasilitas-fasilitas yang bersifat non komersial yang berada di pelabuhan perikanan.

Mengacu pada kebijakan pemerintah tersebut diatas, sampai saat ini seluruh lembaga/instansi yang ada di PPS Nizam Zachman belum mematuhi sepenuhnya kebijakan tersebut karena instansi terkait dimaksud secara organisatoris lebih bertanggung jawab kepada instansi vertikal di atasnya (Pimpinannya).

Disimpulkan terdapat hubungan tidak sinergi/kontradiksi antara UPT dengan 8 (delapan) instansi terkait yang terlibat di dalam pengelolaan PPS Nizam Zachman.

(2) Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian No. 1082/Kpts/OT.210/10/99

UPT bertanggungjawab melaksanakan konstruksi dan pemeliharaan quaywall dan dermaga, sedangkan Perum juga berwenang melakukan konstruksi dan pemeliharaan dermaga berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian No. 1082/Kpts/ OT.210/10/99 dan Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2000. Hal ini mengakibatkan terjadinya tumpang tindih fungsi dan wewenang antara UPT dan Perum.

Mengacu pada kebijakan pemerintah tersebut diatas, kondisi saat ini UPT telah melaksanakan konstruksi dan pemeliharaan dermaga dan quaywall dengan anggaran proyek DKP, sedangkan Perum sejauh ini tidak melaksanakan sesuatu pekerjaan konstruksi dan pemeliharaan dermaga dan mooring quays. Hal ini mengakibatkan terjadinya hubungan yang sangat kontradiksi antara UPT dan Perum.

(3) UPT menegaskan bahwa tambat labuh adalah kegiatan non komersial,

sehingga pemungutan biayanya dilakukan UPT, sedangkan Perum menganggap tambat labuh sebagai kegiatan komersial sehingga mereka

berhak memungut biayanya. Hal ini mengakibatkan terjadinya tumpang tindih fungsi dan wewenang antara UPT dan Perum.

UPT tidak melakukan pengumpulan biaya tambat labuh, bila Perum sudah beroperasi di pelabuhan perikanan ybs. Sedangkan berdasarkan PP No. 23 tahun 2000 Perum berhak mengumpulkan biaya docking, namun tidak menetapkan Perum berhak mengumpulkan biaya tambat labuh, sekalipun berwenang mengoperasikan dermaga.

Mengacu pada kebijakan pemerintah tersebut diatas, UPT mengumpulkan biaya tambat labuh dimana Perum tidak beroperasi. Besarnya fee sesuai ketentuan pemerintah Rp. 1.500/m dan UPT menyetorkan penghasilan ini ke Kas Negara. Sedangkan Perum mengumpulkan biaya tambat labuh dan biaya docking di pelabuhan tempatnya beroperasi. Biaya tambat labuh ditetapkan Perum (di PPS Nizam Zachman sebesar Rp. 12.000/m). Tarif ini sangat tinggi, sehingga nelayan meminta diturunkan. Hal ini mengakibatkan terjadinya hubungan yang sangat kontradiksi antara UPT dan Perum.

(4) Dermaga tambat dan dermaga bongkar dimiliki oleh UPT, namun Perum

mengoperasikannya dan memperoleh penghasilan. Perum tidak menyetorkan penghasilan ini kepada UPT. Hal ini mengakibatkan terjadinya tumpang tindih fungsi dan wewenang antara UPT dan Perum.

Kondisi saat ini Perum menyewakan sarana pelabuhan kepada perusahaan swasta dan memungut sewanya. Hal ini mengakibatkan terjadinya hubungan yang sangat kontradiksi antara UPT dan Perum.

(5) Pengendalian, manuver serta pemanduan kapal menuju dermaga bongkar

UPT. Penegakan peraturan merupakan tugas pemerintah. Dalam kenyataannya, tugas ini dilakukan oleh Perum sekaligus memungut biaya pelayanannya. Hal ini mengakibatkan terjadinya tumpang tindih fungsi dan wewenang antara UPT dan Perum.

UPTmemandang segenap sarana dasar (penahan gelombang, dermaga bongkar, dermaga labuh) harus dikontrol dan dikelola UPT. Pengendalian dan pemanduan kapal menuju dermaga bongkar dan dermaga tambat merupakan tugas terpenting UPT. Pungutan jasa dengan tarif yang wajar, dilakukan UPT berdasarkan Peraturan Pemerintah. Dalam kenyataannya, Perum melakukan tugas tersebut sementara tarif yang dikenakan dirasakan pemilik kapal sangat tinggi. Hal ini mengakibatkan terjadinya hubungan yang sangat kontradiksi antara UPT dan Perum.

(6) UPT memiliki kewenangan hukum menerbitkan clearance keluar masuk

kapal (STBLKK), sedangkan Departemen Perhubungan juga memiliki mandat menerbitkan ijin berlayar bagi kapal-kapal yang meninggalkan pelabuhan berdasarkan SK Menhub No. KM 62 Tahun 2002. Hal ini mengakibatkan terjadinya tumpang tindih fungsi dan wewenang antara UPT dan Perum.

Menteri Pertanian menghendaki penyederhanaan proses dengan hanya menerbitkan satu ijin yakni STBLKK oleh UPT. Pada tahun 1996 Dephub menyetujui gagasan tersebut dan menyerahkan kewenangan dan menerbitkan ijin kepada UPT. Namun ketika pemerintahan berganti, Dephub merubah kebijaksanaannya dan melanjutkan hak mereka menerbitkan ijin. Saat ini kedua Menteri menerbitkan ijin yang sama. Mereka tidak memungut

fee atas penerbitan ijin tersebut. Namun Dephub menarik fee dari kapal- kapal yang meninggalkan pelabuhan sebesar Rp. 100/GT terhadap jasa sarana navigasi. Hal ini mengakibatkan terjadinya hubungan yang sangat kontradiksi antara UPT dan Perum.

Berdasarkan kondisi tersebut di atas, sehingga hipotesis penelitian yaitu kapasitas kelembagaan pengelolaan PPS Nizam Zachman belum menunjang suatu pengelolaan pelabuhan perikanan yang kondusif, dapat diterima.