• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Faktor Internal Perubahan Penggunaan Lahan .1 Analisis kependudukan .1 Analisis kependudukan

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

5.2 Analisis Faktor Internal Perubahan Penggunaan Lahan .1 Analisis kependudukan .1 Analisis kependudukan

Pertumbuhan penduduk yang tinggi lima tahun terakhir di wilayah Pamatang Raya membawa masalah keruangan yaitu meningkatnya permintaan akan permukiman, kepadatan arus lalu-lintas akibat pergerakan lokal dan ketersediaan fasilitas sosial, perekonomian kota dan ruang bagi kegiatan lainnya. Implikasinya terhadap keruangan adalah perkembangan pemanfaatan ruang yang terkonsentrasi di pusat kota. Pertumbuhan penduduk rata-rata wilayah Pamatang Raya sejak tahun 2003 s/d 2008 adalah 2,14% pertahun tetapi pada rentang tahun 2008 s/d 2013 laju pertumbuhan penduduk pertahun meningkat drastis hingga 5,13% pertahun hal ini lebih diakibatkan tingginya angka migrasi ke pusat kota. Angka migran yang tinggi adalah efek dari perpindahan kantor pemerintah dari Pematangsiantar ke Pamatang Raya.

Pertumbuhan populasi yang diidentifikasi adalah pertumbuhan alamiah dan para migran yang mendaftarkan diri sebagai penduduk dengan bukti kepemilikan Kartu Tanda Penduduk. Sedangkan banyak pegawai negeri dan pekerja lain yang tidak terdaftar sebagai penduduk kota tetapi melakukan aktifitas di kota Pamatang Raya. Status kependudukan ini tidak serta merta mengenyampingkan kebutuhan prasarana pemukiman dan pelayanan fasilitas sosial maupun aktifitas perekonomian lainnya.

Pertambahan penduduk ini berkaitan langsung dengan masalah perkotaan, dimana aspek fisik kota dipengaruhi oleh penduduk sebagai ”nyawa” dalam aktifitas perkotaan. Penduduk kota merupakan modal dasar untuk pengembangan kota sepanjang memiliki kualitas dan dapat dimanfaatkan sebagai sumber tenaga kerja profesional. Masalah perkotaan yang terjadi dimanapun juga adalah sifat lahan kota yang terbatas dan tidak mungkin bertambah sementara populasi penduduk terus bertambah, menjadikan kepadatan penduduk semakin tinggi setiap tahunnya.

Kepadatan penduduk rata-rata di Kota Pamatang Raya apabila ditinjau dari luas wilayah dan jumlah penduduk masih tergolong rendah, walaupun pada kenyataannya penduduk terpusat di sepanjang koridor jalur jalan utama kota. Pada tahun 2013 rata-rata kepadatan penduduk sebesar 7 jiwa/ha. Kepadatan tertinggi berada di Kelurahan Pamatang Raya dengan 9 jiwa/ha, kepadatan terendah ada di Nagori Sondi Raya dengan 4 jiwa/ha. Lihat Tabel 5.1 dan Gambar 5.7.

Tabel 5.1 Jumlah dan Distribusi Penduduk di Pusat Kota Pamatang Raya 2013

No Nagori/Kelurahan Luas

Jumlah

Penduduk Kepadatan

(Ha) (Jiwa) (Jiwa/Ha)

1 Dalig Raya 237,13 1.694 7

2 Pamatang Raya 658,13 6.010 9

3 Sondi Raya 832,74 3.168 4

Kawasan Perkotaan Pamatang

Raya 1728 10.872 7

Gambar 5.7 Kepadatan Penduduk di Perkotaan Pamatang Raya Tahun 2013 Sumber: Kecamatan Raya dalam Angka dan Hasil Analisis, 2013

Dari temuan dilapangan terungkap pula bahwa banyak migrasi yang tidak tercatat di pemerintah kota Pamatang Raya. Migrasi yang tercatat adalah penduduk yang mendaftarkan dirinya sebagai penduduk dengan memiliki KTP, sedangkan keberadaan pekerja di sektor pemerintahan, perdagangan dan jasa banyak yang tidak tercatat sebagai penduduk. Pekerja sektor ini juga merupakan bagian masyarakat yang memerlukan hunian dan pelayanan dalam pemenuhan kebutuhan mereka.

Pengertian yang didapat bahwa meningkatnya kepadatan penduduk seiring dampak yang ditimbulkan adalah meningkatnya kebutuhan sarana pemukiman, beragam aktivitas kawasan, kepadatan arus lalu-lintas dan pemenuhan terhadap infrastruktur serta utilitas kota.

Sebaran penduduk cenderung mengumpul pada daerah-daerah yang sudah maju yaitu pusat kota indikasi ini menunjukkan bahwa ketersediaan sarana dan

prasarana menjadi potensi agar perekonomian dapat berkembang. Sehingga untuk mempercepat penyebaran penduduk keluar kawasan pusat kota perlu dibangun fasilitas-fasilitas perkotaan yang nantinya akan menjadi tarikan untuk penyebaran penduduk ke daerah pinggiran, mengingat lahan pinggiran kota mempunyai ketersediaan ruang yang relatif cukup untuk permukiman.

Analisa tersebut diperkuat dengan hasil wawancara peneliti dimana sejak tahun 2003 sampai dengan tahun 2013 terjadi urbanisasi yang signifikan, seperti hasil wawancara berikut:

“Secara ilmu ekonomi lah ya, karena kan bidang saya ekonomi, kalau banyak pendatang datang kemari pasti ada yang ingin dicari misalkan pekerjaan, nah dari situ tersedia sumber daya manusia sebagai pekerja, dan disisi lain pasti ada permintaan untuk tenaga kerja tersebut, karena memang Pematang Raya ini sekarang sedang berkembang, tentunya banyak terjadi perputaran ekonomi disitu, menurut pendapat saya dari segi ekonomi hal tersebut wajar-wajar saja banyak orang datang ke Pematang Raya ini karena melihat potensi bisnis, maupun pekerjaan yang ditawarkan dibandingka dengan daerah asalnya yang tidak ada pekerjaa atau peluang bisnis yang terbatas.” (Wawancara dengan Ibu Mariana Br Saragih, salah stu dosen di Fakultas Ekonomi Universitas Efarina, Pematang Raya Kabupaten Simalungun, wawancara dilakukan pada tanggal 15 Januari 2014).

5.2.2 Analisis transformasi sosial

Transformasi sosial dalam penelitian ini mencakup struktur penduduk menurut umur, struktur penduduk menurut pendidikan, struktur penduduk menurut mata pencaharian, tingkat pendapatan dan ketenaga kerjaan. Struktur penduduk di

wilayah penelitian akan memperkuat pernyataan bahwa heterogenisasi sosial, ekonomi dan budaya akan mempengaruhi perubahan pemanfaatan lahan.

Struktur penduduk menurut umur dibagi atas 3 (tiga) kelompok usia, yaitu kelompok usia ketergantungan, umur antara 0–17 tahun, kelompok usia produktif umur antara 18-55 tahun dan usia diatas 55 tahun. Jumlah usia produktif pada lokasi penelitian menempati urutan tertinggi. Dari 100 responden yang memiliki rumah tinggal/tempat usaha yang berada di usia produktif berjumlah 88 orang dan 12 orang diatas 55 tahun. Jumlah usia produktif pada kawasan penelitian sebanyak 6.778 jiwa atau sekitar 62% dari 10.872 jiwa populasi.

Struktur penduduk menurut pendidikan dikategorikan atas pendidikan yang pernah di jalani. Secara umum di lokasi penelitian jenjang pendidikan SLTA menduduki posisi tertinggi sebesar 36,92%, disusul SLTP dengan 22,16%, SD sebanyak 20,32%, tidak atau belum menamatkan SD sebanyak 17,2% dan Diploma/Sarjana/S2/S3 sebanyak 3,4%. Sedangkan hasil kuisioner untuk wilayah penelitian, dari 100 responden sebanyak 12% tamatan SLTP, 56% tamatan SLTA dan 32% tamat akademi/Perguruan tinggi. Tingkat pendidikan responden akan berpengaruh terhadap pola pikir, keinginan dan kebutuhan responden dalam mengubah guna lahan mereka.

Banyaknya permintaan untuk kebutuhan perdagangan dan jasa mendorong penduduk untuk beralih pekerjaan, selain itu mata pencaharian petani saat ini dinilai kurang menguntungkan dan tidak mampu memenuhi kebutuhan yang semakin kompleks. Banyaknya aktifitas perkotaan menjadi penarik penduduk di pinggiran

dan dari luar Kota Pamatang Raya untuk mencari pekerjaan yang ditawarkan di pusat kota.

Pada Tabel 5.2 dan 5.3 dapat dilihat mata pencaharian dan tingkat pendapatan responden di pusat Kota Pamatang Raya.

Tabel 5.2 Mata Pencaharian Responden di Pusat Kota Pamatang Raya

No Pekerjaan Responden Jumlah

1 Petani 30 2 Pegawai Negeri 21 3 TNI/POLRI 1 4 Wiraswasta 36 6 Karyawan Swasta 12 Jumlah 100

Sumber: Olahan Data Primer 2013

Tabel 5.3 Tingkat Pendapatan Responden di Pusat Kota Pamatang Raya

No Penghasilan Jumlah 1 Rp. 500.000–Rp. 1.000.000 6 2 Rp. 1.000.001–Rp. 1.500.000 16 3 Rp. 1.500.001–Rp. 2.500.000 26 4 Rp. 2.500.001–Rp. 5.000.000 39 5 Diatas Rp. 5.000.000 13

Sumber: Olahan Data Primer 2013

Tabel 5.2 dan 5.3 menunjukkan struktur penduduk menurut mata pencaharian untuk wilayah penelitian didominasi oleh wiraswasta (pedagang). Selain itu tingkat pendapatan responden tergolong tinggi jika dibandingkan dengan Upah Minimum Provinsi (UMP) Sumatera Utara sebesar Rp. 1.305.000,- (tahun 2013).

Responden yang berpenghasilan Rp. 2.500.000–Rp. 5.000.000 dan diatas Rp. 5.000.000 diwakili oleh pekerja swasta dan pengusaha (wiraswasta). Sehingga dapat disimpulkan, dengan memanfaatkan keuntungan berlokasi di pusat kota, usaha yang dijalani cukup prospektif. Responden yang berpenghasilan diatas Rp. 2.500.000,- dimiliki oleh responden yang bergerak di sektor perdagangan dan jasa. Relevansinya dengan perubahan penggunaan lahan, bahwa mata pencaharian dan tingkat pendapatan mendorong responden untuk mengembangkan usahanya dengan memperluas atau mengubah bangunan sesuai dengan kebutuhan. Gambaran yang diperoleh bahwa lokasi pusat kota yang menguntungkan mendorong responden untuk mengubah guna lahan mereka ke fungsi yang lebih produktif.

Hal tersebut sesuai dengan hasil wawancara peneliti sebagai berikut:

“Saya melihat adanya peluang bisnis di Pamatang Raya, sebelumnya saya buka bengkel juga di Siantar tepatnya di Jalan Gereja, tapi disana kurang laku karena banyak saingan, jadi saya pindah ke Pematang Raya, karena saya merasa ada peluang bagus untuk bukak usaha bengkel, dan dikarenakan masih sedikit orang yang buka usaha bengkel di Pematang Raya, sementara pengguna sepeda motor terus bertambah, tentunya diperlukan bengkel untuk melakukan perawatan seperti ganti oli dan spare part motor yang rusak, nah saya melihat hal tersebut sebagai peluang bisnis, mangkanya saya pindah ke Pematang Raya.” (Wawancara dengan Bapak Anggiat Ganda Tua Sinaga, Pemilik Bengkel Sepeda Motor di Jalan Protokol Pematang Raya, wawancara dilakukan pada 15 Januari 2014).

“Banyak orang pindah kemari, udah campur-campur jugaklah kita disini bukan batak saja, jawa juga banyak, biasanya kerja di perkebunan, tapi kalau di Raya, banyak orang bukak usaha disepanjang jalan ini lah, karenakan jala lintas, ada juga

yang diperkampungan buat rumah.” (Wawancara dengan Surono, pengemudi Becak Bermotor, Wawancara dilakukan 15 Januari 2014).

Asal usul penduduk yang berdomisili di Pematang Raya perlu juga memperoleh kajian sehubungan dengan kecenderungan perubahan pemanfaatan tata guna lahan. Sebanyak 25% responden berdomisili disini karena memang telah bertempat tinggal disini sejak kecil, 17% responden berdomisili karena ikut orang tua, 18% responden merupakan pindahan karena dinas, 15% responden merupakan penglaju (komuter), masing masing 10% responden mengontrak dalam artian tinggal sementara tahun, dan 5% responden menetap sementara. Gambaran yang diperoleh bahwa lokasi pusat Kota Pamatang Raya yang menguntungkan mendorong responden untuk pindah dan menetap di Pamatang Raya disamping pindahnya responden ke Pamatang Raya karena perpindahan kantor pemerintahan (Gambar 5.8).

Gambar 5.8 Asal Usul Penduduk Berdomisili Sumber: Hasil Analisis, 2013

5.2.3 Analisis ketersediaan lahan

Salah satu indikator untuk mengetahui ketersediaan lahan sebagai faktor yang berpengaruh pemanfaatan yang terjadi dalam rentang tertentu adalah dengan mengkaji data sekunder luasan pemanfaatan perubahan. Berdasarkan data pemanfaatan lahan pada tahun 2003, 2008 dan 20013 sudah cukup untuk melihat perubahan kawasan fungsional perkotaan.

Pada kelurahan-kelurahan yang dilalui jalan protokol telah terjadi pengurangan luas lahan tidak terbangun dan bertambahnya lahan terbangun. Pada tahun 2003 lahan tidak terbangun seluas 1.629,75 ha berkurang menjadi seluas 1.519,75 ha, sedangkan lahan terbangun mengalami peningkatan. Pada tahun 2003 lahan terbangun seluas 98,25 ha meningkat menjadi 208,25 ha pada tahun 2013 dimana peningkatan lahan terbangun didominasi lahan perkantoran dan lahan yang dilintasi jalan protokol dan perubahan penggunaan lahan tertinggi adalah untuk permukiman/perdagangan jasa dan perkantoran.

Sejalan dengan semakin tingginya nilai lahan dan adanya peluang ekonomi di pusat kota maka lahan-lahan yang awalnya berfungsi sebagai permukiman turut mengalami pergeseran fungsi menjadi tempat usaha/komersil. Perubahan fungsi konsumtif menjadi produktif ini tidak selalu meninggalkan fungsi lahan/bangunan sebagai tempat tinggal. Dari hasil survey lapangan banyak lahan/bangunan yang berfungsi ganda sebagai tempat tinggal sekaligus tempat usaha.

Sebagaimana yang terjadi pada kota-kota menengah dan kecil di indonesia, Kota Pamatang Raya masih memperlihatkan pola pertumbuhan kota yang linear.

Pada perkembangan berikutnya membentuk suatu zona konsentrik (terpusat pada pelayanan). Aktifitas perdagangan dan jasa dan perumahan berkembang mengikuti jalur transportasi utama yang ada kemudian menyebar ke bagian pinggiran. Fenomena yang terjadi di kawasan studi keberadaan fasilitas perkantoran dan perdagangan jasa yang berskala pelayanan regional menjadi magnet bagi tumbuhnya aktifitas dan kegiatan sejenis. Penggunaan perkembangan lahan dapat diketahui dengan beralihnya fungsi lahan dari fungsi perumahan dan pertanian menjadi fungsi perdagangan, jasa dan perkantoran. Sebagai contoh perubahan fungsi lahan dapat dilihat Gambar 5.9.

Penggunaan Lahan Tahun 2008 Penggunaan Lahan Tahun 2013 (Fungsi Permukiman) (Fungsi Perdagangan/jasa)

Gambar 5.9 Perubahan Guna Lahan di Kota Pamatang Raya Sumber: Hasil Pengamatan Lapangan, 2013

5.2.4 Analisis ketersediaan sarana prasarana dan utilitas kota

Kondisi fisik sarana dan prasarana serta utilitas kota secara kuantitas merupakan jaminan bahwa suatu lokasi memiliki potensi untuk berkembang,

sedangkan kualitas sarana prasarana serta utilitas kota menjadi pertimbangan yang dapat diperhatikan lebih lanjut.

Potensi berkembangnya suatu lahan dapat dipicu oleh ketersediaan sarana dan prasarana yang mendorong meningkatnya permintaan dan investasi, sehingga jumlah sarana prasarana dan utilitas kota berbanding lurus dengan peningkatan lahan terbangun suatu wilayah. Selanjutnya dalam menganalisa kinerja sarana dan prasarana serta utilitas kota berdasar pada hasil wawancara, kuisioner dan observasi lapangan. Dimana hasilnya adalah sebagai berikut:

5.2.4.1Jaringan jalan

Jalan mempunyai peranan yang sangat signifikan sebagai pembentuk struktur ruang yang sesuai dengan cakupan wilayah pelayanannya. Selain itu, prasarana jalan antar wilayah memungkinkan terjadinya interaksi sosial antar daerah atau wilayah.

Kawasan-kawasan yang berada di pusat Kota Pamatang Raya relatif lebih maju dibandingkan dengan kawasan-kawasan yang berada di luar pusat kota. Hal ini sangat dipengaruhi oleh ketersediaan jaringan jalan. Kondisi ini diakibatkan karena tingginya tingkat aksesibilitas serta lokasi yang strategis. Wilayah yang memiliki sifat kekotaan akan semakin banyak/lebar jaringan jalan dan terkonsentrasinya kegiatan perdagangan dan jasa sedangkan wilayah yang terisolir atau tingkat akssesibilitasnya masih rendah diindikasikan wilayah terbangunnya juga rendah serta diwarnai mata pencaharian disektor pertanian.

Sebagai satu-satunya ruas jalan utama di Pamatang Raya, selain sebagai prasarana lalu-lintas lokal, ruas jalan ini juga melayani lalu-lintas regional. Karena tingginya lalu-lintas, sepanjang koridor jalan ini tumbuh kawasan-kawasan aktivitas perkotaan yang didalamnya terdapat pusat perdagangan dan jasa.

Pergerakan manusia menuju pusat kota yang berasal dari pinggiran kota maupun luar kota akan membawa perpindahan fungsi-fungsi perkotaan seperti pendidikan, industri, perdagangan dan jasa, rekreasi, hiburan dan lain-lain, sehingga pusat kota akan semakin luas karena perembetan aktivitas tersebut.

Sejalan dengan tumbuhnya aktifitas perkotaan seperti perdagangan dan jasa, perkantoran, rekreasi dan hiburan, semakin meningkat pula LHR jalan tersebut sehingga kualitas dan lebar jalan eksisting harus ditingkatkan baik dari segi mutu maupun lebar badan jalan tersebut. Lihat Gambar 5.10.

Hal ini sesuai dengan hasil wawancara yang dilakukan peneliti:

“Seingat saya, karena memang saya juga sudah lama diluar kota kan, kalau dulu dibandingkan dengan sekarang memang sudah jauh banyak perubahan lahan, kalau dulu sepanjang jalan sutomo Raya ini masih lebih banyak semak-semak, ladang, sawah dibandingkan dengan rumah, kalau sekarang bisa dilihat sendiri banyak pembangunan disini sudah ada ruko di kanan dan kiri jalan, sudah ada pasar modern, pasar tradisional, bangunan pemerintahan, pendidikan, kesehatan”, (Wawancara dengan Ibu Mariana Br Saragih, salah satu dosen di Fakultas Ekonomi Universitas Efarina, Pematang Raya Kabupaten Simalungun, wawancara dilakukan pada tanggal 15 Januari 2014).

Pola pergerakan transportasi di kawasan perkotaan Pamatang Raya dapat dilihat pada Gambar 5.10.

Gambar 5.10 Peta Pola Pergerakan Angkutan Jalan Raya Kota Pamatang Raya Sumber: RDTR Kota Pamatang Raya dan Hasil Survey Lapangan, 2013

5.2.4.2Utilitas kota (jaringan listrik, telepon dan air bersih)

Secara umum jangkauan utilitas kota di Pamatang Raya sudah memadai dimana tola ukurnya adalah terpenuhinya kebutuhan pelanggan.

1. Jaringan listrik

Pelayanan listrik pada wilayah penelitian telah cukup baik, tingkat kepuasan responden terhadap pelayanan listrik mencapai 85%. Sistem jaringan listrik pada kawasan penelitian didasarkan pada jaringan pencabangan. Jaringan ini merupakan jaringan udara terbuka dengan menggunakan tiang yang memiliki manfaat ganda, selain sebagai jaringan distribusi juga sebagai pelengkap penerangan jalan. Khusus untuk jalan utama pusat kota, pemasangan lampu Penerangan Jalan Umum (PJU) diletakkan pada median jalan yang memperindah wajah pusat kota terutama pada malam hari.

2. Jaringan telepon

Keberadaan sambungan telepon di pusat kota sudah sangat merata dan jumlah responden yang memiliki saluran telepon lebih besar dari jumlah responden yang belum memiliki sambungan telepon. Selain itu penggunaan ponsel (hand phone) telah merata dimana 100% responden telah memiliki hand phone. Hal ini ditandai dengan telah banyaknya counter-counter HP di pusat kota dan banyaknya Tower (BTS) yang terbangun di Pamatang Raya, dari hasil survey semua operator seluler telah membangun BTS di Kota Pamatang Raya.

3. Air bersih

Kehadiran PDAM Tirta Lihou memberikan konstribusi yang nyata bagi pemenuhan kebutuhan air domestik sebagai warga kota. Kebutuhan air bersih kota sepenuhnya disuplay oleh PDAM Tirta Lihou yang beroperasi sejak tahun 2008. Kondisi air bersih untuk kawasan pusat kota sudah memadai, kesimpulan ini didapat dari hasil kuisioner dimana sejumlah 78% responden menyatakan bahwa pelayanan PDAM sejauh ini sudah cukup baik.

5.2.5 Analisis aksesibilitas

Aksesibilitas pada suatu kawasan kota memungkinkan responden dapat mengakses berbagai fasilitas dan pusat kegiatan yang ada di pusat kota Pamatang Raya. Kawasan yang mudah dijangkau sarana transportasi, tersedia fasilitas dan utilitas kota merupakan salah satu penyusun nilai lahan dan menjadi keunggulan kawasan tersebut dibanding kawasan lain. Kemudahan aksesibilitas tersebut juga menjadi salah satu unsur yang berpengaruh terhadap perkembangan kawasan khususnya perubahan tata guna lahan.

Berdasarkan jawaban responden mengenai aksesibilitas, sebahagian besar memilih faktor kedekatan dengan jalan dan pusat perdagangan (53%). Hasil temuan dilapangan bahwa selain kemudahan pencapaian karena adanya jaringan jalan, responden berharap adanya limpahan konsumen dari pusat perdagangan jasa yang

terdekat untuk singgah ketempat usaha mereka. Pusat perdagangan dan jasa ini menjadi magnet untuk tumbuhnya kegiatan sejenis.

Adanya jaringan jalan akan meningkatkan aksesibilitas kawasan maupun bagian antar kota. Tingkat aksesibilitas suatu kawasan akan mempengaruhi secara langsung pada perubahan guna lahan dan perubahan harga lahan. Sebuah bidang lahan dengan keterjangjauan transportasi yang memadai mempunyai posisi tawar harga yang lebih tinggi dari nilai ekonomi dibandingkan dengan lahan yang jauh dari jangkauan transportasi (Gambar 5.11).

Gambar 5.11 Daya Tarik Aksesibilitas Lokasi Lahan Sumber: Hasil Analisis, Peneliti 2013

Nilai lahan akan membumbung tinggi terutama setelah ada jaringan jalan, adanya kegiatan fungsional baik yang dilakukan oleh pemerintah, swasta maupun perorangan. Kawasan yang mudah dijangkau transportasi, tersedianya fasilitas kota dan lokasi yang strategis merupakan unsur yang sangat berpengaruh pada tumbuh berkembangnya suatu kawasan, khususnya dalam perubahan penggunaan lahan.

Jalan utama merupakan daya tarik tersendiri sebagai suatu sarana prima aksesibilitas. Dalam hal ini jalur jalan arteri kota pematang raya yang dibangun oleh pemerintah menjadi hal yang disikapi oleh masyarakat berupa tanggapan antara lain oleh 30% responden melihat bahwa sarana aksesiilitas menadi faktor yang mempengaruhi perubahan guna lahan dari perumahan/permukiman menjadi pertokoan/perdagangan. Tatanan perkembangan pembangunan yang masih mengelompok dan dianggap tidak cukup berpotensi mengembangkan pembangunan dipersepsikan oleh 20% responden. Sementara 15% responden menyatakan banyaknya penguasaan lahan oleh pendatang akan menimbulkan masalah perubahan sosial budaya namun disisi lain hal ini akan mampu meningkatkan harga lahan menuju ke arah yang positif (Gambar 5.12).

Gambar 5.12 Persepsi Pembangunan Terhadap Daya Tarik Aksesibilitas Sumber: Hasil Analisis, Peneliti 2013

5.2.6 Analisis ketersediaan fasilitas perkotaan

Beberapa kriteria yang umum digunakan dalam menentukan sifat kekotaan adalah penduduk dan kepadatannya, tersedianya sarana-prasarana serta keaneka

ragaman aktifitas penduduknya. Makin banyak fungsi dan fasilitas perkotaan, maka makin meyakinkan bahwa lokasi konsentrasi ini adalah sebuah kota. Dalam menentukan pusat perkotaan memiliki kecukupan dalam jumlah fasilitas perkotaannya, penulis merujuk pada standar pelayanan minimum untuk permukiman Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No. 534/KPTS/M/2001 tentang Standar Pelayanan minimum untuk permukiman. Maka dari hasil analisa ketersediaan setiap fasilitas didapat hasil:

a. Jumlah fasilitas pendidikan untuk TK masih ”kurang” sedangkan untuk SD,SLTP,SLTA

dan PT sudah ”cukup”.

b. Jumlah fasilitas kesehatan sudah ”cukup”.

c. Jumlah fasilitas peribadatan sudah ”cukup”.

Merujuk pada kemudahan aksesibilitas kawasan pusat kota maka dapat disimpulkan setiap kelurahan di pusat Kota Pamatang Raya saling melengkapi (Complementary). Masyarakat akan mencari pelayanan terdekat dari lingkungannya. Pola pergerakan masyarakat bersifat linear kearah ”node” (simpul) konsentrasi fasilitas perkotaan. Keberadaan fasilitas perkotaan yang mengumpul pada pusat kota saja, memberikan peluang bagi lahan berubah fungsi konsumtif menjadi fungsi produktif. Sebaran fasilitas perkotaan yang belum merata ini mengindikasi tidak optimalnya pembangunan sarana dan prasarana perkotaan. Namun mengingat usia Kota Pamatang Raya yang masih belia, maka pemerintah kota belum dapat memenuhinya sekaligus secara merata disetiap kelurahan yang ada (Gambar 5.13).

Gambar 5.13 Peta Sebaran Fasilitas Perkotaan di Pusat Kota Pamatang Raya Sumber: RDTR Kecamatan Raya dan Hasil Pengamatan Lapangan, 2013

5.2.7 Analisis elastisitas perkembangan guna lahan di Jalan Sutomo Pusat Kota Pamatang Raya

Perubahan guna lahan disepanjang koridor jalan utama dapat dipakai sebagai indikator tingkat efesiensi perkembangan fisik pusat Kota Pamatang Raya. Setiap perubahan fisik yang dilakukan masyarakat dan pemerintah membawa pengaruh yang

besar bagi perubahan pemanfaatan dimasa mendatang. Dalam lingkup yang lebih besar perubahan guna lahan yang terjadi dapat dilihat dari terus berkurangnya lahan pertanian disepanjang jalan sutomo yang digantikan menjadi fungsi-fungsi baru sebagai penunjang aktivitas.

Hasil observasi lapangan menyatakan bahwa pada wilayah penelitian telah terjadi peningkatan kepadatan bangunan yang disebabkan adanya pembangunan baik berfungsi sebagai rumah tinggal maupun sebagai tempat usaha. Pada awal memiliki lahan, responden yang menyatakan fungsi lahan sebelum dimiliki, yaitu berupa bangunan 61% dan lahan tidak terbangun 39%.

Pada perkembangan lahan tidak terbangun yang didirikan bangunan fungsi rumah tinggal saja 8%, rumah tinggal merangkap usaha 20% dan lahan usaha terpisah dari rumah tinggal sebesar 12%. Sedangkan lahan yang sejak pertama kali dimiliki responden berupa bangunan 61%, sebanyak sebanyak 29% responden langsung menggunakan dan 32% responden merubah/menambah luas bangunan tersebut.