• Tidak ada hasil yang ditemukan

4.6. Analisis Ketidakpastian 1. Produksi dan harga

4.6.2. Analisis Monte-Carlo

Pendugaan analisis ketidakpastian dengan analisis Monte-Carlo terhadap produksi dan harga ikan cakalang dapat dilihat dari standar deviasi yang diperoleh dari pengolahan data berkala (time series data). Pendugaan tersebut merupakan prediksi resiko secara kuantitatif terhadap hal-hal yang pasti terjadi namun tidak diinginkan. Hasil analisis Monte-Carlo terhadap produksi ikan cakalang disajikan pada Gambar 15.

Gambar 15. Diagram frekuensi volume produksi ikan cakalang periode 2007-2009 yang didaratkan di PPS Nizam Zachman Jakarta

Hasil analisis Monte-Carlo terhadap produksi ikan cakalang memperlihatkan grafik yang menyerupai kurva sebaran normal. Penyebaran normal ini justru menyatakan bahwa telah terjadi ketidakpastian dalam hal upaya penangkapan ikan cakalang. Selain itu ketidakpastian dalam penangkapan juga dapat terlihat dari hasil perhitungan secara statistik yang didasarkan kepada nilai rata-rata dan standar deviasi. Hasil perhitungan secara statistik dapat terlihat pada Tabel 8.

Crystal Ball Student Edition Not for Commercial Use

Frequency Chart ,000 ,007 ,014 ,021 ,028 0 7 14 21 28 -850.317,78 84.868,79 1.020.055,36 1.955.241,93 2.890.428,51 1.000 Trials 8 Outliers Forecast: Produksi

Tabel 8. Nilai statistik volume produksi ikan cakalang periode 2007-2009 Statistics: Value Trials 1000 Mean 1.020.055,36 Median 1.027.630,04 Mode --- Standard Deviation 719.374,29 Variance 5,17E+11 Skewness -0,01 Kurtosis 2,83 Coeff. of Variability 0,71 Mean Std. Error 22.748,61

Hasil perhitungan statistik pada Tabel 8 dengan 1000 percobaan simulasi diperoleh standar deviasi sebesar 22.748,61. Rata-rata produksi per tahun yang diperoleh sebanyak 1.020.055,36 kg dengan fluktuasi produksi ikan cakalang per tahun sebesar 719.374,29 kg. Standar deviasi yang didapatkan lebih kecil dibandingkan nilai rata-ratanya namun memiliki nilai yang cukup besar. Hal ini menunjukkan bahwa peluang ketidakpastian tangkapan terhadap ikan cakalang dari lokasi penangkapan WPP 572-573 yang didaratkan di PPS Nizam Zachman Jakarta cukup tinggi kemungkinannya untuk terjadi. Selain itu, nilai koefisien keragaman juga cukup besar mencapai 0,71 dengan kurtosis sebesar 2,83. Nilai kurtosis yang tinggi menunjukkan grafik sebaran normal yang semakin landai yang berarti volume produksi yang dihasilkan semakin bervariasi. Adapun nilai skewness yang hampir mendekati nol menggambarkan grafik tersebut memang grafik sebaran normal. Apabila grafik membentuk sebaran normal, maka dapat dikatakan bahwa terdapat suatu ketidakpastian pada produksi ikan cakalang.

Analisis ketidakpastian dengan metode Monte-carlo juga dapat digunakan pada harga (Gambar 16). Hasil analisis Monte-Carlo terhadap harga ikan cakalang diperoleh grafik yang menyerupai kurva sebaran normal. Hal ini menunjukkan bahwa memang terjadi ketidakpastian dalam penentuan harga ikan cakalang. Adapun hasil analisis statistik terhadap harga ikan cakalang disajikan pada Tabel 9.

Gambar 16. Diagram frekuensi harga ikan cakalang periode 2007-2009 yang didaratkan di PPS Nizam Zachman Jakarta

Tabel 9. Nilai stastistik harga ikan cakalang periode 2007-2009

Statistik: Value Trials 1000 Mean 10.742,88 Median 10.739,05 Mode --- Standard Deviation 2.004,44 Variance 4.017.789,19 Skewness -0,10 Kurtosis 3,01 Coeff. of Variability 0,19 Mean Std. Error 63,39

Hasil analisis statistik terhadap harga ikan cakalang dengan 1000 percobaan simulasi diperoleh standar deviasi 63,39. Rata-rata harga ikan cakalang per tahun sebesar Rp. 10.742,88 dengan fluktuasi harga per tahun sebesar Rp. 2.004,44. Nilai koefisien keragaman sebesar 0,19 dengan kurtosis sebesar 3,01. Jika dibandingkan dengan koefisien keragaman pada produksi, koefisien keragaman harga memiliki nilai yang lebih kecil meskipun dengan nilai kurtosis yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun grafik sebaran normal yang dihasilkan semakin landai, namun tidak terlalu banyak variasi harga ikan cakalang yang terjadi. Sementara nilai skewness yang hampir mendekati nol menggambarkan grafik tersebut memang grafik sebaran normal.

Crystal Ball Student Edition Not for Commercial Use

Frequency Chart ,000 ,008 ,016 ,024 ,032 0 8 16 24 32 5.531,33 8.137,11 10.742,88 13.348,66 15.954,43 1.000 Trials 6 Outliers Forecast: Harga

Suatu ketidakpastian yang terjadi pada perikanan dapat terlihat dari grafik yang membentuk sebaran normal. Kecilnya keragaman harga yang terjadi pada perikanan cakalang didukung pula oleh ikan cakalang sebagai produk ekspor yang biasanya memiliki standar kualitas dan harga tersendiri untuk pasar internasional sehingga fluktuasi harga terhadap ikan cakalang sangat tergantung kepada standar pasar internasional.

Suatu komoditas ekspor, seperti ikan cakalang, biasanya memiliki peluang ketidakpastian yang besar dari segi harga, seperti yang telah ditunjukkan dari hasil analisis sebelumnya. Hal ini juga terjadi pada ikan layur sebagai komoditas ekpor dimana peluang ketidakpastian untuk terjadi juga lebih besar dengan koefisien keragaman sebesar 0,03 (Wardani 2010). Namun berbeda dengan ikan tongkol sebagai komoditas lokal dimana memiliki peluang ketidakpastiannya lebih kecil dengan koefisien keragaman sebesar 0,01 (Anjani 2010). Jika dilihat dari koefisien keragaman yang dihasilkan, ikan cakalang dan ikan layur memiliki variasi harga yang lebih tinggi dibandingkan ikan tongkol. Perbedaan ini kemungkinan disebabkan karena ikan cakalang dan ikan layur merupakan produk ekspor yang ditujukan untuk pasar internasional sehingga penentuan harga dilakukan oleh negara pengimpor. Namun untuk komoditas lokal seperti ikan tongkol, penentuan harga ditentukan oleh pengumpul dan itupun dipengaruhi oleh banyaknya hasil tangkapan dan ukuran ikan tertangkap, sehingga kemungkinan untuk terjadinya fluktuasi harga lebih kecil.

Hasil tangkapan yang dilakukan dengan upaya penangkapan tradisional dengan modern juga menghasilkan peluang ketidakpastian berbeda. Penelitian yang telah dilakukan oleh Anjani (2010) dan Wardani (2010) menghasilkan koefisien keragaman berturut-turut sebesar 0,47 dan 0,64. Hasil ini lebih kecil jika dibandingkan dengan nilai koefisien keragaman ikan cakalang. Hal ini menunjukkan bahwa upaya penangkapan ikan tongkol dan ikan layur yang masih dilakukan secara tradisional dan masih bergantung kepada pengalaman sesama nelayan memiliki peluang ketidakpastian yang lebih kecil dibandingkan dengan upaya penangkapan ikan cakalang yang telah dilakukan secara modern. Pada upaya penangkapan tradisional, lokasi fishing groundnya masih di dekat pantai, sehingga peluang ketidakpastiannya lebih kecil, sementara upaya penangkapan secara modern

yang telah menggunakan teknologi sebagai alat bantu penangkapannya memiliki peluang ketidakpastian yang lebih besar karena lokasi fishing ground yang jauh.

Dokumen terkait