• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 BIOPLASTIK

2.6 KARAKTERISASI PAT

2.7.8 Analisis RVA (Rapid Visco Analyzer)

Gelatinisasi adalah suatu sifat penting terhadap pati, karena menunjukkan perubahan dalam struktur kristal dan fungsi. Pada pembuatan sampel plastik melibatkan beberapa macam perubahan fasa, gelatinisasi menjadi suatu faktor yang penting karena sangat terkait dengan faktor yang lainnya, dan merupakan teknik dasar dalam konversi pati agar menjadi polimer termoplastik. Pati dengan kadar amilosa tinggi memiliki wilayah yang lebih amorf dan kurang kristal, menurunkan suhu gelatinisasi dan entalpi endotermik. Pada penelitian Faridah dkk., (2013), profil gelatinisasi pati garut alami dianalisis dengan menggunakan

Rapid Visco Analyzer (RVA). Sebanyak 3,0 g sampel (berat kering) ditimbang

dalam wadah RVA, lalu ditambahkan 25 g akuades. Pengukuran dengan RVA mencakup fase proses pemanasan dan pendinginan pada pengadukan konstan (160 rpm). Pada fase pemanasan, suspense pati dipanaskan dari suhu 50oC hingga 95oC dengan kecepatan 6oC/menit, lalu dipertahankan pada suhu tersebut (holding) selama 5 menit. Setelah fase pemanasan selesai, pasta pati dilewatkan pada fase pendinginan, yaitu suhu diturunkan dari 95oC menjadi 50oC dengan kecepatan 6oC/menit, kemudian dipertahankan pada suhu tersebut selama 2 menit. Instrumen RVA memplot kurva profil gelatinisasi sebagai hubungan dari nilai viskositas (cP) pada sumbu y dengan perubahan suhu (oC) selama fase pemanasan dan pendi- nginan pada sumbu x [80].

Beberapa data yang diperoleh dari hasil analisis RVA adalah pasting

temperature, peak viscosity, hold viscosity, final viscosity, breakdown dan setback 1. Pasting temperatur adalah temperatur pada saat awal terjadinya

gelatinisasi. Peak viscosity adalah viskositas puncak pada saat pati tergelatinisasi. Nilai viskositas puncak merefleksikan kemampuan granula untuk mengikat air dan mempertahankan pembengkakan selama pemanasan [81]. Viskositas puncak yang tinggi menunjukkan bahwa adanya amilosa yang masih bisa berikatan dengan molekul pati yang lain sehingga terbentuk struktur heliks ganda melalui ikatan hidrogen (retrogradasi) dan membentuk pati dengan struktur yang lebih kuat (pati resisten) [82]. Hold viscosity adalah viskositas pada saat temperatur pemanasan dipertahankan selama beberapa menit. Perubahan viskositas selama pemanasan pada temperatur konstan ini menunjukkan kestabilan viskositas

terhadap panas. Nilai viskositas breakdown diperoleh pada tahap holding yaitu suhu pemanasan dipertahankan untuk mengetahui tingkat kestabilan pasta pati pada saat proses pemanasan, dimana nilai viskositas breakdown adalah selisih antara nilai peak viscosity dengan hold viscosity. Final viscosity atau viskositas akhir merupakan nilai viskositas pasta pati setelah tahap pendinginan. Pada tahap ini dapat diketahui kestabilan viskositas pati terhadap proses pengolahan (pemanasan, pengadukan, pendinginan) [83]. Perubahan viskositas selama proses pendinginan ini disebut setback 1 yaitu selisih antara hold viscosity dengan final

viscosity. Viskositas setback pasta menunjukkan kecenderungan retrogradasi yang

terjadi pada molekul amilosa karena amilosa lebih mudah terpapar oleh air dan mudah mengalami rekristalisasi dibandingkan amilopektin [80]. Pati dengan nilai viskositas setback yang tinggi menunjukkan bahwa banyaknya jumlah amilosa yang berikatan kembali dengan molekul-molekul pati yang lain dan membentuk struktur heliks ganda melalui ikatan hidrogen (retrogradasi). Struktur pati yang terbentuk menjadi lebih kuat sehingga disebut dengan pati tahan cerna (pati resisten) [83].

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 1.1 LATAR BELAKANG

Dalam kehidupan kita sehari-hari plastik digunakan hampir dimana pun untuk berbagai tujuan karena plastik merupakan material yang murah, mudah tersedia, tahan lama dan serbaguna [1]. Sekitar 265.000.000 ton plastik yang diproduksi dan digunakan setiap tahun [2]. Namun bahan baku utama pembuat plastik yang berasal dari minyak bumi keberadaannya semakin menipis dan tidak dapat diperbaharui. Selain itu plastik tidak dapat dihancurkan dengan cepat dan alami oleh mikroba penghancur di dalam tanah. Hal ini mengakibatkan terjadinya penumpukan limbah dan menjadi penyebab pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup [3]. Kelemahan lain dari plastik yang berbahaya bagi kesehatan manusia adalah migrasi residu monomer vinil klorida sebagai unit penyusun polivinilklorida (PVC) yang bersifat karsinogenik. Monomer-monomer tersebut akan masuk ke dalam makanan dan selanjutnya akan masuk ke dalam tubuh orang yang mengkonsumsinya. Penumpukan bahan kimia yang telah masuk ke dalam tubuh ini tidak dapat larut dalam air sehingga tidak dapat dibuang keluar bersama urin maupun feses. Penumpukan bahan-bahan inilah yang bisa menimbulkan gangguan kesehatan bagi pemakainya dan bisa mengakibatkan kanker [4]. Tantangan lingkungan, ekonomi dan keamanan telah mendorong banyak ilmuwan untuk mengganti sebagian polimer berbasis petrokimia dengan jenis lain yang bersifat biodegradable, yaitu bioplastik [5]. Plastik jenis ini merupakan plastik yang dapat diuraikan oleh jamur atau mikroorganisme di dalam tanah sehingga akan mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan oleh plastik sintetik [6]. Bioplastik merupakan plastik yang dapat diperbaharui karena senyawa-senyawa penyusunnya berasal dari tanaman seperti pati, selulosa, dan lignin serta hewan seperti kasein, protein dan lipid [7].

Pembuatan bioplastik bukan hal yang baru. Ditahun 1850-an, seorang ahli kimia Inggris menciptakan plastik dari selulosa, turunan dari pulp kayu. Kemudian pada awal abad ke-20, Henry ford bereksperimen dengan plastik

menyalakan berbagai mobil. Sejak itu plastik biodegradable mulai memicu minat, terutama sejak krisis minyak dari tahun sembilan belas tujuh puluhan [5]. Beberapa penelitian terbaru telah dilakukan untuk menghasilkan bioplastik dengan bahan baku pati. Darni, dkk., (2010) dari Indonesia melakukan penelitian mengenai pengaruh konsentrasi plasticizer dan formulasi pati pisang dengan kitosan terhadap kekuatan mekanik dan daya serap air dari bioplastik dengan gliserol sebagai plasticizer (konsentrasi plasticizer pada 25%, 30%, dan 35%) [8]. Kemudian Wattanakornsiri, dkk., (2011) dari Thailand membuat bioplastik dari pati jagung sebagai matriks dan diperkuat dengan pengisi serat mikroselulosa 0- 8% (berat/berat serat untuk matriks) dan menggunakan plasticizer gliserol 30 % (berat/berat gliserol dengan pati) [9]. Selanjutnya Zuraida, dkk., (2012) dari Malaysia membuat bioplastik dari pati sagu dengan plasticizer gliserol dan meneliti pengaruh asam sitrat (0-40% w/wt%) dan air (0-40% w/wt%) sebagai aditif sekunder [10].

Pati adalah salah satu bahan utama pembuatan bioplastik. Berdasarkan fakta dan kajian ilmiah yang ada, maka pati merupakan polisakarida paling melimpah kedua setelah selulosa [11]. Salah satu yang dapat diambil patinya adalah biji buah durian (Durio zibethinus). Biji durian segar mengandung air yang tinggi (51,5%), pati (43,6%) dan protein (2,6%) [12]. Oleh karena kandungan patinya yang cukup tinggi, biji durian berpotensi untuk dijadikan bahan baku pembuatan bioplastik, mengingat selama ini biji durian belum banyak dimanfaatkan sehingga kurang bernilai ekonomis.

Adapun plastik berbahan baku pati memiliki beberapa kelemahan. Bioplastik ini kurang tahan terhadap air (kurang hidrofobik/bersifat hidrofilik) dan sifat mekaniknya masih rendah (kekuatan tarik dan Modulus Young). Salah satu cara untuk mengurangi sifat hidrofilik adalah dengan mencampur pati dengan biopolimer lain yang bersifat hidrofobik, seperti selulosa, kitosan, dan protein. Sedangkan untuk memperbaiki sifat mekaniknya (terutama sifat elastisitasnya), dapat dilakukan dengan mencampur pati dengan plasticizer [13]. Platicizer sering digunakan untuk memperbaiki sifat elastisitas dan mengurangi sifat barrier film dari pati. Poliol seperti sorbitol dan gliserol adalah plasticizer yang cukup baik

untuk mengurangi ikatan hidrogen internal sehingga akan meningkatkan jarak intermolekul [14].

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik melakukan penelitian tentang pembuatan bioplastik berbahan dasar pati biji durian (Durio zibethinus) menggunakan plasticizer sorbitol dengan penambahan kitosan.

Dokumen terkait