• Tidak ada hasil yang ditemukan

3. Karakterisasi pati walur dan pati walur HMT

Pada tahap ini dilakukan beberapa analisis untuk mengetahui karakter seperti sifat fisikokimia pati walur. Analisis yang dilakukan adalah analisis fisik terdiri atas rendemen, densitas kamba, densitas padat, derajat putih, dan bentuk granula pati, analisis kimia terdiri atas analisis proksimat (kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar karbohidrat), nilai pH, kadar pati, kadar amilosa, dan kadar amilopektin.

Selain itu juga dilakukan analisis sifat fisik dan fungsional pati walur HMT. Analisis fisik yang dilakukan adalahpengamatan terhadap bentuk granula pati yang dilihat melalui mikroskop terpolarisasi dan SEM, dan derajat putih. Selanjutnya, analisis sifat fungsional yang dilakukan adalah profil pasting pati, swelling power, kelarutan, karakteristik tekstur gel, freeze-

thaw stability, dan DSC. Gambar 3 menunjukkan analisis yang dilakukan pada pati walur dan

pati walur HMT.

Gambar 3. Diagram alir analisis karakterisasi pati walur Keterangan : * hanya untuk pati walur kontrol.

C. Metode Analisis 1. Rendemen

Rendemen pati dinyatakan dalam persen berdasarkan bobot pati terhadap umbi segar.

Rendemen % = Bobot pati (g)

Bobot umbi segar (g)× 100%

2. Densitas Kamba (bulk density) (Wirakartakusumah et al., 1992)

Densitas kamba adalah massa partikel yang menempati suatu unit volume tertentu. Densitas kamba ditentukan oleh berat wadah yang diketahui volumenya dan merupakan hasil

14 pembagian berat bubuk dengan volume wadah. Sampel dimasukkan ke dalam gelas ukur 25 ml. Isi hingga volumenya mencapai tepat 25 ml lalu ditimbang bobotnya.

Derajat Kamba g/ml =bobot sampel (g) volume (ml)

3. Kadar Air metode oven biasa (AOAC, 1995)

Cawan alumunium dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC selama 15 menit, lalu didinginkan dalam desikator selama 10 menit. Cawan ditimbang menggunakan neraca analitik. Sampel sebanyak 5 gram dimasukkan ke dalam cawan, kemudian cawan serta sampel ditimbang dengan neraca analitik. Cawan berisi sampel dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC selama 1 malam (16 jam). Selanjutnya cawan berisi sampel didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang. Setelah itu, cawan berisi sampel dikeringkan kembali dalam oven selama 15-30 menit, lalu ditimbang kembali. Pengeringan diulangi hingga diperoleh bobot konstan (selisih bobot  0.0003 gram).

Kadar air (%bb) =a − (b − c)

a × 100% Keterangan : a = bobot sampel awal (g)

b = bobot sampel dan cawan setelah dikeringkan (g) c = bobot cawan kosong (g)

4. Kadar Abu (AOAC, 1995)

Cawan pengabuan dibakar dalam tanur, kemudian didinginkan dalam desikator, dan ditimbang. Sampel sebanyak 3-5 gram ditimbang dalam cawan tersebut, kemudian cawan yang berisi sampel dibakar sampai didapatkan abu berwarna abu-abu atau sampai bobotnya konstan. Cawan yang berisi sampel didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang dengan neraca analitik. Catatan : sebelum masuk tanur, sampel yang ada dalam cawan dibakar dulu pada hot

plate sampai asapnya habis.

Kadar abu (%bk) = bobot abu

bobot sampel x (100% − kadar air(%bb))× 100%

5. Kadar Protein Metode Mikro-Kjedahl (AOAC, 1995)

Sejumlah kecil sampel (kira-kira 100–250 mg) ditimbang, dipindahkan ke dalam labu Kjedahl 30 ml. Setelah itu, ditambahkan 1.9 ± 0.1 gram K2SO4, 40 ± 10 mg HgO, dan 2.0 ± 0.1 ml H2SO4 ke dalam labu Kjedahl yang berisi sampel. Jika sampel lebih dari 150 mg, ditambahkan 0.1 ml H2SO4 untuk setiap 10 mg bahan organik di atas 15 mg. Setelah itu, beberapa butir batu didih dimasukkan labu Kjedahl yang berisi sampel kemudian labu Kjedahl yang berisi sampel dan telah dimasukkan batu didih didihkan selama 1-1.5 jam sampai cairan menjadi jernih. Setelah cairan jernih, labu Kjedahl yang berisi sampel didinginkan dan ditambahkan sejumlah kecil air secara perlahan-lahan ke dalamnya, kemudian didinginkan kembali. Isi labu dipindahkan ke dalam alat destilasi. Labu Kjedahl yang isinya sudah dipindahkan ke dalam alat destilasi dicuci dan bilas 5-6 kali dengan 1-2 ml air, air cucian dipindahkan ke dalam alat destilasi.

15 Erlenmeyer 125 ml yang berisi 5 ml larutan H3BO3 dan 2-4 tetes indikator (campuran dua bagian metil merah 0.2% dalam alkohol dan satu bagian metilen blue 0.2% dalam alkohol) diletakan di bawah kondensor. Ujung tabung kondensor harus terendam di bawah larutan H3BO3 kemudian di tambahkan 8-10 ml larutan NaOH-Na2S2O3 dan dilakukan destilasi sampai tertampung kira-kira 15 ml destilat dalam erlenmeyer. Setelah itu, tabung kondensor dibilas dengan air dan bilasannya ditampung dalam erlenmeyer yang sama. Selanjutnya isi erlenmeyer diencerkan sampai kira-kira 50 ml dan kemudian ditritasi dengan HCl 0.02 N yang sudah distandardisasi sampai terjadi perubahan warna menjadi abu-abu. Penentuan protein pun dilakukan untuk blanko.

Kadar N % bk = ml HCl − ml blanko × N HCl × 14.007

mg sampel x (100% − kadar air(%bb)) × 100% Kadar protein (% bk) = %N x faktor konversi (6.25)

6. Kadar Lemak Metode Soxhlet (AOAC, 1995)

Sampel yang akan dianalisis ditimbang sebanyak 1-2 gram lalu dimasukkan ke dalam selongsong kertas yang dialasi dengan kapas. Bagian atas selongsong kertas yang telah diisi sampel juga disumbat dengan kapas lalu dikeringkan dalam oven pada suhu tidak lebih dari 80oC selama lebih kurang satu jam. Selongsong kemudian dimasukkan ke dalam alat Soxhlet yang telah dihubungkan dengan labu lemak yang berisi batu didih yang telah dikeringkan dan telah diketahui bobotnya. Sampel diekstrak dengan heksana atau pelarut lemak lainnya selama lebih kurang 6 jam. Pelarut kemudian disuling kembali dan hasil ekstraksi lemak dikeringkan dalam oven pengering pada suhu 105oC. Labu berisi lemak sampel kemudian didinginkan dalam desikator lalu ditimbang bobotnya. Pengeringan diulangi hingga didapat bobot yang tetap.

Kadar lemak (%bk) = a − b

c x (100% − kadar air(%bb))x 100% Keterangan : a = Bobot labu lemak setelah diekstraksi (g) b = Bobot labu lemak sebelum diekstraksi (g) c = Bobot sampel (g)

7. Kadar Karbohidrat (by diffrence)

Kadar karbohidrat dihitung sebagai sisa dari kadar air, abu, lemak dan protein. Kadar karbohidrat ditentukan sebagai berikut :

Kadar karbohidrat (%bk) = 100% - (kadar air + kadar abu + kadar lemak + kadar protein)

8. Nilai pH (Apriyantono et al., 1989)

Timbang tepat 1 gram sampel, kemudian ditambahkan 20 ml air. Kocok dengan stirrer sampai basah sempurna. Kemudian ditambahkan 50 ml air dan dihomogenkan. Biarkan sampel selama 1 jam. Jangan disaring, biarkan mengendap. Ukur pH supernatan sampel. pH diukur dengan menggunakan pH meter terkalibrasi.

16

9. Derajat Putih

Pengukuran derajat putih dilakukan dengan menggunakan Whiteness Meter (Kett Electric Laboratory (C-100-3)). Sejumlah contoh dimasukkan ke dalam wadah khusus, dipadatkan, ditutup, kemudian dimasukkan ke dalam tempat pengukuran lalu nilai derajat putih akan keluar pada layar (A). Standar yang digunakan mempunyai nilai derajat putih 80.6.

10. Bentuk Granula Pati

Bentuk dan intensitas birefringence granula pati diamati dengan Polarized Light

Microscope (Olympus Optical Co. Ltd, Japan) yang dilengkapi dengan kamera. Suspensi pati

disiapkan dengan mencampurkan pati dan aquades, kemudian dikocok. Suspensi diteteskan pada atas gelas objek dan ditutup dengan gelas penutup, preparat kemudian dipasang pada PLM. Pengamatan dilakukan dengan meneruskan cahaya terpolarisasi dengan perbesaran 1000 kali.

11. Kadar Pati Metode Luff Schoorl (AOAC, 1997) a. Pembuatan Larutan Luff Schoorl

Sebanyak 25 g CuSO4.5H2O sejauh mungkin bebas besi, dilarutkan dalam 100 ml air, 50 g asam sitrat dilarutkan dalam 50 ml air dan 388 g soda murni (Na2CO3.10H2O) dilarutkan dalam 300-400 ml air mendidih. Larutan asam sitrat dituangkan dalam larutan soda sambil dikocok hati-hati. Selanjutnya, ditambahkan larutan CuSO4. Sesudah dingin ditambahkan air sampai 1 L. Bila terjadi kekeruhan, didiamkan kemudian disaring.

b. Persiapan Contoh

Sampel sebanyak 0.1 g ditimbang dalam erlenmeyer 300 ml, dan ditambah 50 ml akuades dan 5 ml HCl 25 %, kemudian dipanaskan pada suhu 100oC selama 3 jam. Setelah didinginkan, suspensi dinetralkan dengan NaOH 25 % sampai pH 7. Pindahkan secara kuantitatif dalam labu takar 100 ml, kemudian tepatkan sampai tanda tera dengan air destilata. Larutan ini kemudian disaring kembali dengan kertas saring.

c. Analisis Contoh

Sebanyak 25 ml filtrat dari persiapan contoh ditambah 25 ml larutan

Luff-Schoorl dalam erlenmeyer. Dibuat pula perlakuan blanko yaitu 25 ml larutan Luff Luff-Schoorl

dengan 25 ml akuades. Erlenmeyer dihubungkan dengan pendingin balik, kemudian dididihkan. Pendidihan larutan dipertahankan selama 10 menit. Selanjutnya cepat-cepat didinginkan dan ditambah 15 ml KI 20% dan dengan hati-hati ditambah 25 ml H2SO4

26.5%. Yodium yang dibebaskan dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0.1 N memakai indikator pati sebanyak 2-3 ml. Untuk memperjelas perubahan warna pada akhir titrasi maka sebaiknya pati diberikan pada saat titrasi hampir berakhir.

12, Perhitungan Kadar Pati

Dengan mengetahui selisih antara titrasi blanko dan titrasi contoh, kadar gula reduksi setelah inversi (setelah dihidrolisa dengan HCl 25%) dalam bahan dapat dicari dengan menggunakan Tabel. Selisih kadar gula inverse dengan sebelum inverse dikalikan 0.9 merupakan kadar pati dalam bahan.

17 Kadar pati(%bk) = mg glukosa x FP x 100 %

mg sampel x (100% − kadar air(%bb))x 0.9

13. Kadar Amilosa Metode IRRI (Apriyantono et al., 1989) a. Pembuatan Kurva Standar

Sebanyak 40 mg amilosa murni dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Kemudian ke dalam tabung reaksi tersebut ditambah 1 ml etanol 95% dan 9 ml NaOH 1 N. Tabung reaksi dipanaskan dalam air mendidih sekitar 10 menit sampai semua amilosa membentuk gel. Setelah didinginkan, campuran tersebut dipindahkan secara kuantitatif ke dalam labu takar 100 ml dan tepatkan dengan air sampai tanda tera. Sebanyak masing-masing 1, 2, 3, 4, dan 5 ml larutan tersebut dipipet ke dalam labu takar 100 ml. Masing-masing labu takar ditambah asam asetat 1 N sebanyak 0.2, 0.4, 0.6, 0.8, dan 1 ml, kemudian masing-masing ditambah 2 ml larutan iod dan tepatkan dengan air sampai tanda tera. Setelah didiamkan selama 20 menit, larutan tersebut diukur absorbasi dari intensitas warna biru yang terbentuk dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 625 nm. Buat kurva standar sebagai hubungan antara kadar amilosa (sumbu x) dengan absorbansi (sumbu y).

b. Analisis Contoh

Sebanyak 400 mg contoh dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Kemudian ke dalam tabung reaksi tersebut ditambah 1 ml etanol 95% dan 9 ml NaOH 1 N. Tabung reaksi dipanaskan dalam air mendidih sekitar 10 menit untuk menggelatinisasi pati. Setelah didinginkan, campuran tersebut dipindahkan secara kuantitatif ke dalam labu takar 100 ml dan tepatkan dengan air sampai tanda tera. Sebanyak 5 ml dari larutan tersebut dipipet dan dimasukkan ke dalam labu takar. Ke dalam labu takar ditambah 1 ml asam asetat 1 N, lalu ditambah 2 ml larutan iod dan tepatkan dengan air sampai tanda tera. Setelah didiamkan selama 20 menit, larutan tersebut diukur absorbasi dari intensitas warna biru yang terbentuk dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 625 nm.

Kadar amilosa(%bk) = C x V x FP x 100 W x (100% − kadar air(%bb)) Keterangan :

C = Konsentrasi amilosa contoh dari kurva standar (mg/ml) V = Volume akhir contoh (ml)

FP = Faktor pengenceran W = Berat contoh (mg)

14. Kadar Amilopektin Metode IRRI (Apriyantono et al., 1989)

Pati terdiri dari fraksi amilosa dan amilopektin. Oleh karena itu, kadar amilopektin merupakan selisih antara kadar pati dengan kadar amilosa.

Kadar amilopektin (% bk) = Kadar pati (% bk) – kadar amilosa (% bk)

15. Profil Pasting Pati dengan Rapid Visco Analyzer (RVA) (modifikasi dari AACC, 2000)

Profil amilograf diukur menggunakan Rapid Visco Analyzer (RVA, Model Tecmaster, Newport Scientific, Australia). Sebanyak ± 3.00 g dilarutkan secara langsung pada

18 akuades sebanyak ± 25 ml pada canister. Pada pengukurannya digunakan standar dua dimana sampel akan diatur suhu awalnya 50oC dalam satu menit pertama kemudian dipanaskan sampai suhu 95oC dalam waktu 7.5 menit dan ditahan pada suhu tersebut selama 5 menit. Setelah itu, suhu sampel didinginkan kembali ke suhu awal 50oC selama 7.5 menit dan ditahan selama 2 menit. Kecepatan rotasi diatur pada 160 rpm selama proses. Parameter yang dapat diukur antara lain viskositas puncak (VP), viskositas pada akhir waktu ditahan 95oC atau viskositas pasta panas (VPP), viskositas akhir (VA) pada akhir pendinginan, viskositas breakdown (VBD = VP-VPP), viskositas balik (VB = VA-VPP), temperatur pasta dan suhu pada saat viskositas puncak.

16. Profil Kapasitas Pembengkakan Pati (swelling power) dan Kelarutan (solubility index) (modifikasi dari Adebowale et al., 2005)

Pati dengan konsentrasi 1% dipanaskan dengan waterbath dengan suhu 60oC dan 90oC selama 30 menit kemudian disentrifusi dengan kecepatan 3000 rpm selama 30 menit, lalu supernatan dipisahkan dari endapan. Nilai swelling power diukur dengan membagi berat endapan dengan berta pati kering sebelum dipanaskan (g/g).

Swelling Power(g g) = X − Y

W × 100% − kadar air %bb Keterangan: W = berat sampel (g)

Y = berat tabung kosong (g) X = berat tabung dan endapan (g)

Kelarutan diukur dengan mengeringkan supernatan hasil pemisahan sampai beratnya konstan. Kelarutan dinyatakan sebagai persen berat pati yang larut dalam air.

Kelarutan % = X − Y

W × (100% − kadar air(%bb))× 100% Keterangan : W = berat sampel (g)

X = berat cawan dan endapan (g) Y = berat cawan kosong (g)

17. Karakteristik Tekstur Gel (modifikasi dari Wattanachant et al., 2002)

Kekuatan gel diukur dengan menggunakan alat textur analyzer (TA-XT2). Pati dengan konsentrasi 20% b/v dipanaskan dari suhu 30oC sampai 95oC, dan dipertahankan pada suhu 95oc selama 30 menit, kemudian didinginkan sampai suhu 50oC. Pasta pati ini dituangkan ke dalam tabung dengan diameter 4 cm dan tinggi 2 cm, kemudian disimpan pada suhu -4oC selama 16 jam. Gel ditekan dengan kecepatan penetrasi 2 mm/s dan jarak 15 mm. Karakteristik tekstur gel yang diamati meliputi kekerasan gel, elastisitas gel, kohesifitas gel, dan kelengketan gel.

18. Freeze-thaw Stability (modifikasi dari Wattanachant et al., 2002)

Pasta pati disiapkan sebesar 8% b/v dalam tabung sentrifuse. Pasta pati yang dihasilkan ditimbang beratnya. Tabung sentrifuse ditutup dengan rapat. Tabung disimpan pada suhu -16oC selama 16 jam, kemudian di-thawing pada suhu ruang selama 2 jam. Sampel yang telah mendapat perlakuan satu siklus freeze-thaw tersebut disentrifuse pada 3750 rpm selama

19 30 menit. Jumlah (volume) air yang terpisah setelah siklus freeze-thaw diukur dan dinyatakan dalam % sineresis. Freeze-thaw dilakukan sebanyak 3 siklus.

Sineresis % =Cairan yang dipisahkan g

Bobot pasta pati g × 100%

19. Karakteristik Termal Pelelehan Granula Pati (DSC) (modifikasi dari Maeda dan Morita, 2000)

Sebanyak 2-3 mg sampel pati walur ditimbang hingga tepat pada alumunium pan. Alumunium pan lalu disealed dengan menggunakan SSC-30 (Shimadzu Co. Ltd., Tokyo). Pengukuran DSC dilakukan dengan menggunakan alat DSC-60. Pemanasan dilakukan mulai dari suhu ruang hingga suhu 120 °C dengan kecepatan 10 °C/menit. Alumunium pan yang kosong digunakan sebagai reference.

20. Morfologi Struktur Granula Pati (Manuel, 1996)

Sampel pati sebanyak 2 mg diletakkan dalam circular aluminium stubs yang dilengkapi double sided sticky tape serta dulapisi oleh suatu lapisan tipis (20 nm) yang terbuat dari emas, lalu diperiksa dan difoto dengan SEM JSM 5410LV, JEOL Ltd., Tokyo, Japan pada tegangan 5 kV dengan perbesaran 2000x, 3500x, dan 7500x.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Dokumen terkait