• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

B. Analisis Tokoh, Penokohan, Alur, Latar, dan Tema

1. Analisis Tokoh

Tokoh adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau

berlakuan di dalam peristiwa dalam cerita (Sudjiman, 1990: 79). Pada

bawahan. Tokoh utama senantiasa relevan dalam setiap peristiwa di dalam

suatu cerita (Stanton, 1965: 17). Di bawah ini akan dibahas tokoh utama

dalam novel ibuk, karya Iwan Setyawan. Tokoh utama dalam novel ini

adalah seorang ibu yang bertekad dan berusaha keras demi kesejahteraan

keluarganya.

a. Ibuk

Tokoh Ibuk dalam novel ini memiliki sifat penyayang, tegar dan

kuat, ulet, dan setia. Seorang ibu yang pekerjaan sehari-harinya sebagai

ibu rumah tangga. Walaupun hanya sebagai ibu rumah tangga, beliau

tetap berjuang keras membantu meringankan pekerjaan bapak. Ibuk

menikah di usia yang cukup belia yaitu usia 16 tahun. Di usia yang

cukup belia tersebut, ibuk menikah dengan bapak. Mereka menikah

dengan sangat sederhana tanpa persiapan kelak bagaimana mereka

membesarkan anak-anaknya.

Berikut kutipan secara tidak langsung yang menjelaskan sifat-

sifat Ibuk. Ibuk adalah sosok ibu yang penuh kasih sayang kepada

keluarga, termasuk kepada anak-anak dan suaminya. Berikut kutipan

secara tidak langsung yang mendukung pernyataan tersebut:

(1) “Yuk, makan nasi goreng dulu,” ujar Ibuk sembari menyusui Mira (hlm. 42).

Usaha yang dilakukan Ibuk sangatlah tidak mudah. Saat

melahirkan kelima anaknya, Ibuk juga pernah mengalami keguguran.

(2) Lima orang sudah terlahir. Lima kali Ibuk melalui ambang batas antara hidup dan mati. Selain keguguran yang dialami sekali, Ibuk bersyukur hamper semua kehamilannya berjalan lancar hingga persalinan. Kelahiran Isa memberikan banyak pelajaran buat Ibuk dan kelahiran Mira mungkin yang paling menantang. Saat itu Ibuk sudah tidak semuda dulu. Tenanganya sudah tak sekuat dulu (hlm. 36).

Ibuk selalu ulet dalam hal apa pun, termasuk dalam makan.

Anak-anak harus berbagi dengan yang agar semua dapat makan. Ibuk

selalu memberi nasehat untuk berbagi makanan. Berikut kutipan-

kutipan secara tidak langsung yang mendukung pernyataan tersebut:

(3) “Ini dua telor ceplok untuk kita bertujuh,” kata Ibuk menghidangkan nasi goreng yang masih panas dari penggorengan (hlm. 40).

(4) “Satu satu ya. Ibuk Cuma punya tujuh iris,” pesan Ibuk (hlm. 47).

(5) “Gini dong Buk, masak empal. Mosok tempe mulu!” ujar Bayek

(6) “Eh, tempe juga sehat. Bikin kamu kuat!” tukas Ibuk.

(7) “Empat sehat lima sempurna dong, Buk,” timpal Rini. (hlm. 47).

(8) Sepatu jebol “Nan, coba minta lem ke Bapakmu! Jik iso digawe iku!”

(9) “Ya, seperti sepatumu ini, Nduk. Kadang kita mesti berpijak dengan sesuatu yang tak sempurna. Tapi kamu mesti kuat! Buatlah pijakanmu kuat. Kita beli sepatu baru kalau ada rejeki,” hibur Ibuk (hlm. 60).

Saat Bapak sedang sakit, Ibuk selalu menjaga dan merawat

Bapak. Berikut kutipan secara tidak langsung yang mendukung

pernyataan tersebut:

(10) “Biar Ibuk saja yang masak. Biar Ibuk ada kegiatan (hlm. 244).

(11) Besok kepingin makan apa, Pak?” tanya Ibuk sambil memijat kaki Bapak (hlm. 251).

(12) “Wah, nasi putihnya sudah habis Pak. Aku masakkan sebentar ya?” tanya Ibuk (hlm. 266).

(13) Sesampai di rumah sakit, Ibuk, Nani, Isa, dan Rini memindahkan jasad Bapak dari kamar rawat ke kamar jenazah. Ibuk mengelus-elus rambut Bapak. Air matanya, tak berhenti mengalir. Isa dan Nani mengelus-elus kaki Bapak (hlm. 272).

(14) Semenjak Bapak sakit, Ibuk tak pernah jauh dari kamar Bapak. menjaga belahan dirinya. Pagi, siang, dan malam (hlm. 254).

Kutipan (1) sampai (14) menjelaskan bahwa sifat Ibuk adalah

penyayang, tegar dan kuat, ulet, dan setia. Sifat tersebut membuat

bahagia keluarganya. Ibuk ingin membuat keluarganya bahagia, agar

semua kebutuhan rumah tangganya tercukupi sehingga anak-anaknya

dapat meraih cita-cita.

Sehari-hari Ibuk mengurus anak-anak dan suami. Ibuk sangat

ingin anak-anaknya tidak ingin seperti dirinya dan suaminya. Ibuk ingin

anak-anaknya mengeyam pendidikan melebihi pendidikan yang beliau

dapatkan. Kebutuhan hidup yang semakin banyak dan tak terbendung

membuat Ibuk selalu berhemat. Belum lagi jika anak-anaknya minta

dibelikan sepatu, buku, dan peralatan sekolah lainnya. Hal ini membuat

Ibuk harus berhutang dan menggadaikan emas. Semua ini beliau

lakukan demi terpenuhinya kebutuhan hidup mereka sekeluarga.

Terkadang Ibuk meratapi keadaannya yang semakin sulit. Apalagi jika

angkot mogok dan Bapak harus memperbaiki angkot tersebut. Hal ini

tentu membuat kebutuhan semakin bertambah.

Ketika anak-anak sudah besar dan ada yang berumah tangga

kegiatan. Beliau hanya memasak dan pergi hajatan maupun pengajian.

Ibuk juga selalu menghubungi anaknya (Bayek) yang bekerja di New

York, Amerika Serikat. Beliau selalu mendoakan anak-anaknya,

termasuk Bayek. Doa dan dukungan Ibuk selalu menguatkan hati

Bayek.

Namun, Ibuk mulai bersedih ketika orang yang dicintainya

selama 40 tahun pergi untuk selamanya. Ibuk berusaha tegar dan selalu

mendoakan Bapak agar selalu tenang di sana. Cinta Ibuk selalu segar

untuk keluarga. Ibuk setiap malam selalu memimpin pengajian kecil

bersama anak cucunya dan mengirim doa kepada Bapak.

b. Bayek

Bayek diceritakan sebagai anak laki-laki satu-satunya dari

Ibuk dan Bapak. Bayek merupakan anak ketiga dari pasangan Ibuk

dan Bapak. Bayek kecil adalah anak penyendiri. Namun, sebenarnya

Bayek adalah anak yang tekun, pandai, dan pantang menyerah.

Berikut kutipan secara tidak langsung yang menjelaskan

sifat-sifat Bayek tersebut:

(15) Bayek anak penyendiri. Ia selalu merasa takut akan dunia di luar sana. Rumahnya begitu nyaman. Ia merasa terlindungi oleh kehangatan saudara dan orangtuanya. Rini malah sudah bisa ditinggal Ibuk di kelas.

Dari balik jendela, Ibuk melihat anak lelaki satu- satunya duduk di antara sekitar 40 anak berseragam merah putih. Mira terlelap dalam gendongannya. Tiba-tiba matanya berkaca-kaca, melamunkan nasib anaknya.

Akankah Bayek hanya bisa sekolah sampai di SD ini saja? Seperti dirinya dulu? (hlm. 43).

Bayek selalu tekun belajar, hingga akhirnya dia mendapatkan

PMDK di IPB jurusan Statistika. Tidak hanya itu, dia juga lulus

dengan IP yang memuaskan. Bayek mendapatkan kesempatan

bekerja di Jakarta, namun tak lama kemudian dia menerima tawaran

untuk bekerja di New York, Amerika Serikat.

Selama berada di Jakarta kemudian pindah ke New York,

Bayek selalu mengirim uang untuk keluarganya di Batu, Jawa

Timur. Uang tersebut digunakan untuk merenovasi rumah di Batu

dan membangun kos di Jogja.

Setelah dia berjuang di negeri orang, akhirnya Bayek kembali

ke Indonesia. Dia menulis cerita keluarganya ke dalam sebuah novel.

Dia ingin menjadi penulis dan ingin berbuat sesuatu yang bisa

diingat selamanya.

c. Bapak

Seorang bapak yang pekerjaan sehari-harinya bekerja sebagai

sopir angkot. Pada masa mudanya, bapak dijuluki seorang playboy.

Namun, hal ini tak membuat Ibuk berpaling kepada laki-laki lain.

Mereka berdua akhirnya menikah dan dikaruniai lima orang anak.

Satu orang anak laki-laki dan empat orang anak perempuan. Bapak

selalu berangkat narik angkot pagi sekali hingga pulang larut malam.

Bapak bekerja sebagai seorang sopir angkot dan ibuk menjadi

ibu rumah tangga yang mengurus anak-anak di rumah. Berikut

kutipan secara langsung yang mendukung pernyataan tersebut:

(16) Bapak segera mengantar Ibuk ke tempat praktek bidan desa yang berjarak 15 menit dari rumah Mbak Gik (hlm. 30).

(17) Bapak terkadang juga memakai uang tabungan Ibuk ini untuk memperbaiki angkot yang rusak atau ketika kena tilang polisi (hlm. 46).

(18) …Usaha keras hidup tak akan pernah mudah dengan lima anak ini tetapi Ibuk dan Bapak bertekad untuk berlayar dengan gagah. Buat anak-anaknya (hlm. 51- 52).

Setelah anak-anak sudah besar, bekerja dan berumah tangga,

hidup Bapak semakin terjamin. Bapak mulai pensiun narik angkot.

Untuk mengisi kesibukan sehari-hari, terkadang Bapak juga ikut

mengurus cucu-cucunya.

Namun, suatu hari Bapak sering sakit-sakitan dan

kesehatannya semakin menurun. Bapak tidak lagi bisa mengurus

cucu-cucunya, seperti bermain dan mengantarkan cucu-cucunya ke

sekolah. Bapak menderita penyakit jantung koroner. Hari demi hari

kondisi Bapak semakin menurun. Akhirnya Bapak pun meninggal

dunia. Semua keluarganya merasa kehilangan Bapak. Termasuk Ibuk

yang selalu setia kepada Bapak sampai Bapak tiada.

d. Mak Gini

Mak Gini adalah ibunya Tinah (Ibuk). Bagi Mak Gini, anak

perempuan tidak sekolah tidak apa-apa. Jadi Ibuk hanya lulusan SD,

Mak gini hidup dalam kesederhanaan. Mereka makan

seadanya. Kalau kurang, Mak Gini menjual apa yang ia punya.

Berikut kutipan secara langsung dari pengarang yang mendukung

pernyataan tersebut:

(19) Hidup begitu sederhana. Mereka makan bersama di dapur berlantai tanah, di depan tungku perapian yang menjadi tempat memasak, juga untuk menghangatkan diri dari udara dingin Kota Batu. Di dapur inilah kebersamaan itu tumbuh. Rezeki yang di dapat hari ini untuk makan besok. Kalau kurang, Mak Gini menjual atau menggadaikan barangnya. Mak Gini menjauhi hutang (hlm. 30).

Mak Gini bekerja sebagai ibu rumah tangga. Mak Gini

membesarkan Ibuk dan saudara-saudara Ibuk. Mak Gini menyusui

semua anaknya dengan air susunya sendiri, memasak tiap pagi, dan

memastikan anaknya tidak kelaparan. Mak Gini pun bekerja untuk

menambah penghasilan keluarga. Rezeki yang didapat hari ini untuk

makan besok. Kalau kurang, Mak Gini menjual atau menggadaikan

barangnya. Mak Gini menjauhi hutang.

Ketika Ibuk sudah berumah tangga, Mak Gini selalu memberi

nasehat kepada Ibuk agar memberikan kacang ijo dan beras merah

agar anak-anak kelak menjadi cerdas.

e. Mbok Pah

Mbok Pah adalah nenek Ibuk. Sejak umur 16 tahun Ibuk

sudah ikut berdagang baju bersama neneknya. Mboh berjualan daster

cara membuka kios, melipat baju, sampai tawar-menawar. Berikut

kuipan secara tidak langsung yang mendukung pernyataan tersebut:

(20) “Nah, entar kalau kamu sudah gedhe, kamu yang ngurus kios kecil ini ya,” kata Mbok Pah (hlm. 2).

Saat Ibuk akan memilih jodoh, Mbok Pah sering menasehati

Ibuk. Mbok Pah memiliki beberapa pilihan lelaki untuk Ibuk, namun

Ibuk tetap memilih (Sim) Bapak. Mboh Pah tidak bisa memaksakan

kehendak Ibuk. Sampai akhirnya Tinah (Ibuk) dan Sim (Bapak)

menikah, Mbok Pah meninggal seminggu sebelum acara pernikahan

itu.

f. Mbak Gik

Mbak Gik adalah kakak angkat Bapak. Dahulu, Bapak

tinggal bersama Mbak Gik di Jalan Darsono, Desa Ngaglik. Saat

malam pertama, Ibuk dan Bapak berada ri rumah Mbak Gik.

Ketika Bapak dan Ibuk sudah mempunyai lima anak pun,

mereka masih menumpang tidur di rumah Mbak Gik. Sampai

akhirnya Bapak bertekad membangun rumah kecil di Gang Buntu.

Berikut kutipan secara langsung yang mendukung pernyataan

tersebut:

(21) Kamar mereka pun semakin penuh. Beberapa bulan setelah Bayek lahir, mereka meninggalkan rumah Mbak Gik. Bapak telah membangun sebuah rumah kecil di Gang Buntu (hlm. 36).

Mereka belum bisa membuat rumah. Mereka sudah tidak

keinginan mereka untuk membuat rumah, tetapi memang mereka

belum punya uang yang mencukupi.

Ketika mereka sudah mempunyai lima anak pun, mereka

masih menumpang tidur di rumah Mbak Gik. Sampai akhirnya

Bapak bertekad membangun rumah kecil di Gang Buntu.

g. Isa

Isa adalah anak pertama dari keluarga Sim. Isa adalah anak

yang baik, sejak kecil ia rajin belajar dan sering mengajari adik-

adiknya dalam belajar. Sehabis pulang sekolah Isa membersihkan

kaca jendela dan meja kaca kecil di ruang tamu. Setelah rumah

bersih, Isa baru makan siang.

Ibuk pun bertekad ingin mengkuliahkan Isa, saat itu Isa

masih memberi les privat. Berikut kutipan secara tidak langsung

yang mendukung pernyataan tersebut:

(22) “Sekarang, aku ingin memastikan Mira bisa kuliah. Demikian juga Rini dan Isa. Mereka harus bisa kuliah seperti Bayek dan Nani. Mereka harus kuliah. Isa memang sudah lama lulus SMA tapi tidak ada kata terlambat! Tekad Ibuk (hlm. 140).

Besar harapan Ibuk agar Isa bisa lulus SMA. akhirnya Isa

bisa lulus SMA. setelah Isa lulus SMA, ia kursus komputer di

Malan. Ibuk pun bertekad ingin mengkuliahkan Isa, saat itu Isa

masih memberi les privat. Puluhan tahun yang lalu di usia yang

hampir sama dengan Isa, Ibuk sekurus Isa. Secantik Isa. Rambutnya

Semenjak lulus SMA Isa telah bekerja untuk membantu Nani dan

Bayek kuliah. Di balik kelembutannya, Isa adalah perempuan kuat

yang berjuang untuk “membuka” jalan buat adik-adiknya. Berkat

bantuan Bayek, Isa bisa kuliah dan kini Isa telah lulus sarjana dan

menjadi guru SD.

h. Nani

Nani adalah anak kedua Ibuk. Nani biasanya jarang meminta.

Ia adalah kakak Bayek yang tangguh dan tak pernah merepotkan

keluarga. Kala itu, ia berani meminta Ibuk untuk membelikan

sepatunya yang jebol dan sudah berulang kali ditambal. Nani juga

membantu berjualan makanan kecil. Berikut kutipan secara langsung

yang mendukung pernyataan tersebut:

(23) Nani mulai belajar berdagang. Ia menjual pisang goreng, keripik, atau citos di sekolah (hlm. 118).

Nani adalah anak Ibuk yang paling gagah, seringkali ia

membersihkan got di depan rumah saat hujan tiba. Kebiasaan Nani

sama halnya dengan kebiasaan Isa. Sehabis pulang sekolah, Nani

biasanya membersihkan rumah dulu yaitu menyapu lantai dan

mengepel. Setelah itu Nani makan siang.

Anak kedua Ibuk, Nani, lulus SMA setahun kemudian dan

kuliah di Universitas Brawijaya. Isa membantu membayar biaya

kuliah dan keperluan sehari-hari Nani. Begitu juga Bayek yang telah

membantu Nani kuliah dan bisa menjadi guru SD.

i. Rini

Rini adalah anak keempat Ibuk. Rini bekerja membantu adik

Ibuk yang menjadi bidan desa. Dalam novel ini, Rini juga membantu

merawat Bapak saat sakit. Rumah Rini tidak jauh dari rumah Ibuk

sehingga bisa membantu Ibuk untuk merawat Bapak. Saat jasad

Bapak disalatkan, Rini tak sanggup menahan kesedihannya. Berikut

kutipan secara langsung yang mendukung pernyataan tersebut:

(24) Kain hijau menutupi keranda dengan rangkaian melati di atasnya. Jasad Bapak telah disalatkan sebelum Bayek datang. Rini di samping Ibuk menagis, berteriak, dan akhrinya, tak sadarkan diri. Ia dibawa ke kamar Ibuk (hlm. 275).

j. Mira

Mira adalah anak kelima Ibuk. Saat Bayek bekerja Jakarta,

Mira baru kelas 2 SMA. Berkat bantuan Bayek, Mira dapat membeli

rumah di Karawang. Berkat bantuan Bayek, Mira dapat membeli

rumah di Karawang. Berikut kutipan secara secara tidak langsung

yang mendukung pernyataan tersebut:

(25) “Mir, Masmu mau bantu beliin rumah buat kamu…,” kata Ibuk (hlm. 221).

(26) “Wah, matur suwun, Buk. Mas Bayek sendiri sudah punya tabungan, tah? Kok bolak-balik transfer ke rumah? (hlm. 221).

k. Bang Udin

Bang Udin adalah tukang kredit asli Bandung. Bang Udin

sering memberi pinjaman uang kepada Ibuk. Dari Bang Udin, Ibuk

selalu berbelanja peralatan dapur. Ibuk membayar dengan cicilan

sampai penggorengan. Terkadang Ibuk meminjam uang lagi,

walaupun cicilan yang lalu belum lunas. Berikut kutipan secara tidak

langsung yang mendukung pernyataan tersebut:

(27) “Bang Udin, saya tadi kelupaan. Sebelumnya minta maaf ya. Cicilan kemarin belum lunas semua, tapi…” Ibuk menghela napas sejenak. “Sepatu Nani jebol. Dan saya mau pinjam lagi sama Bang Udin. Bisa kan, Bang?” pinta Ibuk dengan sungkan.

“Insya Allah ada, Mbak Nah. Butuh berapa?” tanya Bang Udin.

Ada sedikit kelegaan di wajah Ibuk. “Lima belas ribu ya, Bang.” (hlm. 88).

Berdasarkan kutipan (1) sampai (14) terbukti bahwa tokoh utama

dalam novel ibuk, karya Iwan Setyawan adalah tokoh Ibuk. Sementara itu,

berdasarkan kutipan (15) sampai (27) tokoh tambahan dalam novel ibuk,

karya Iwan Setyawan antara lain Bayek, Bapak, Mbok pah, Mak Gini,

Mbak Gik, Isa, Nani, Rini, Mira, dan Bang Udin.

Sifat-sifat tokoh-tokoh tambahan dalam novel ibuk, karya Iwan

Setyawan dijelaskan pada kutipan (15) sampai (27). Tokoh-tokoh

tambahan yang dijelaskan antara lain tokoh Ibuk, Bayek, Bapak, Mbok

Pah, Mak Gini, Mbak Gik, Isa, Nani, Rini, Mira, dan Bang Udin. Dapat

disimpulkan bahwa tokoh ibuk dari cerita ini yang selalu tegar dengan

keadaan dan menyayangi suami dan anak-anaknya.

Bapak adalah playboy pasar yang juga seorang kernet angkot yang

menjadi suami Ngatinah. Dengan usaha, kesabaran dan tanggung

jawabnya, Sim mampu membiayai semua yang di butuhkan keluarganya

Isa adalah anak pertama dari (Ibuk) Ngatinah dan (Bapak) Sim

yang pendiam, rajin, sayang kepada adikanya dan selalu menjadi juara

kelas semasa sekolahnya sampai akhirnya ia menjadi guru privat di kota

Batu.

Nani adalah adik isa yang merupakan anak kedua dari Ngatinah

dan Sim yang cekatan, pintar,selalu membantu membersihkan rumahnya

dan tak pernah menyusahkan keluarga. Nani bisa menyelesaikan kuliahnya

di Universitas Brawijaya.

Beyek adalah anak ketiga yang merupakan anak laki-laki satu-

satunya dari perkawinan Ngatinah dan Sim. Anak Beyek berhasil

mendapatkan PMDK IPB jurusan stasistik dan menjadi lulusan terbaik.

Sebelum menjadi penulis, ia juga pernah menjabat sebagai direktur

perusahaan di New York City.

Rini adalah anak ke empat dari Ngatinah dan Sim. Rini yang suka

membantu kaka-kakanya sampai setelah lulus SMA Rini membantu Adik

Ibunya yang menjadi bidan desa. Mira adalah anak terakhir yang

manja,pintar dan pemalu ini tumbuh menjadi wanita yang berpendidikan

sampai jenjang S2. Mak Gini adalah sosok ibu yang selalu menyayangi

anak-anaknya termasuk salah satunya Ngatinah. Mbok Pah adalah nenek

yang mengasuh Ngatinah sejak Ngatinah putus sekolah. Mbok Pah adalah

sosok nenek yang bisa menerima segala suatu keputusan apapun dari

Mbak Gik adalah kakak angkat Sim yang selalu memberikan

nasihat yang baik kepada (Bapak) Sim. Bang Udin adalah sosok selalu

memberi pinjaman utang kepada Ibuk dan percaya dengan janji Ibuk yang

akan membayar utang.

2. Analisis Penokohan

“Watak adalah sifat dan ciri yang terdapat pada tokoh atau individu

rekaan, kualitas nalar dan jiwanya, yang membedakannya dari tokoh lain

sedangkan penokohan adalah penyajian watak dengan tokoh dan

penciptaan citra tokoh.” (Sudjiman, 2002: 58). Di bawah ini akan dibahas

mengenai penokohan tokoh utama dan penokohan tokoh tambahan. Dalam

mewujudkan tokoh dengan berbagai perwatakannya, penulis menempuh

dua cara yaitu secara langsung maupun tidak langsung.

a. Ibuk

1) Penyayang

Ibuk adalah sosok ibu yang penuh kasih sayang kepada

keluarga, termasuk kepada anak-anak dan suaminya. Berikut kutipan

secara tidak langsung yang mendukung pernyataan tersebut:

(1)“Yuk, makan nasi goreng dulu,” ujar Ibuk sembari menyusui Mira (hlm. 42).

Pekerjaan rumah selalu dibantu oleh anak-anak. Nani

mengepel lantai. Nani juga membersihkan got di rumah tengah hujan

deras. Berikut kutipan secara tidak langsung yang mendukung

(2)“Ni, sudah, Nduk! Ayo, masuk rumah! Nanti masuk angin pisan,” seru Ibuk (hlm. 74).

Ibuk selalu tidak tega melihat anak-anaknya jatuh sakit. Oleh

karena itu, Ibuk selalu menjaga mereka. Berikut kutipan secara tidak

langsung yang mendukung pernyataan tersebut:

(3)“Setiap kali melihat anak yang sakit, hati Ibuk seperti jatuh,” kata Ibuk (hlm. 85).

(4)“Melihat kalian sehat seperti ini adalah segalanya bagi Ibuk,” lanjutnya (hlm. 85).

(5)“Mangan sik, Le,” pinta Ibuk lagi sambil menyusui Mira (hlm. 87).

Ibuk berkeinginan agar anak-anaknya tidak seperti dirinya.

Beliau bertekad anak-anaknya mendapatkan pendidikan yang

melebihi beliau. Apa pun akan Ibuk lakukan, asal anak-anaknya bisa

sekolah tinggi. Berikut kutipan secara tidak langsung yang

mendukung pernyataan tersebut:

(6)Aku ingin anak-anakku sama dengan anak-anak lain! Tekad Ibuk (hlm. 89).

(7)“Ni, habis ini kita ke Bata ya, Nduk,” ajak Ibuk bersemangat (hlm. 89).

Demi biaya kuliah Bayek, Ibuk rela menjual angkot

kesayangan Bapak. Berikut kutipan secara tidak langsung yang

mendukung pernyataan tersebut:

(8)“Iya, kita jual angkot untuk kuliah ke Bogor,” tegas Ibuk lagi menyakinkan Bayek (hlm. 133).

Ibuk tidak tega melihat anak laki-laki satu-satunya pergi

kuliah ke Bogor. Berikut kutipan secara tidak langsung yang

mendukung pernyataan tersebut:

(9)“Sebenarnya aku gak tego, Sa. Aku sing gak tego,” kata Ibuk terisak-isak keluar wartel bersama Isa. “Anak itu…(hlm. 135).

(10) “Tapi kalau di Batu saja, mau jadi apa Bayek nantinya,” kata Ibuk, berjalan bersama putrinya menembus udara dingin Batu (hlm. 135).

Ibuk selalu memperhatikan Bayek. Ibuk khawatir dengan

Bayek kalau-kalau dia lupa makan dan hanya bekerja terus. Berikut

kutipan secara tidak langsung yang mendukung pernyataan tersebut:

(11) “Le, yang penting kamu makan yang bener, makan yang cukup. Meskipun kerjaan banyak, selalu luangkan…(hlm.

Dokumen terkait