• Tidak ada hasil yang ditemukan

APBD Pemerintah Kabupaten/Kota

Dalam dokumen Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan (Halaman 91-142)

BAB III. Perkembangan Pelaksanaan Anggaran Daerah

3.2. APBD Pemerintah Kabupaten/Kota

Jawa Timur merupakan provinsi yang memiliki Daerah Otonom Kabupaten/Kota paling banyak di Indonesia yaitu 38 Kabupaten/Kota yang terdiri dari 29 Kabupaten dan 9 Kota. Bagaimana kebijakan fiskal diterapkan di wilayah ini dapat dilihat dari agregat APBD-nya.

rupiah

Uraian Pagu (Rp) Realisasi (Rp) % Realisasi Pendapatan 56,941,267,450,574 57,529,493,243,137 101.03% PAD 8,356,116,350,243 9,052,349,747,639 108.33%

Pajak daerah 4,312,809,352,019 4,658,953,465,901 108.03% Retribusi daerah 1,217,323,613,391 1,218,468,499,436 100.09% Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan 391,110,600,080 360,535,444,294 92.18% Lain-lain PAD yang sah 2,434,872,784,753 2,814,392,338,009 115.59% Dana Perimbangan 37,166,854,574,316 37,112,585,365,970 99.85%

DBH 3,866,738,898,316 3,948,002,928,970 102.10% DAU 30,943,014,776,000 30,944,073,301,000 100.00% DAK 2,357,100,900,000 2,220,509,136,000 94.21% Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah 11,418,296,526,015 11,364,558,129,529 99.53%

Hibah 45,883,591,885 30,923,649,686 67.40% Dana penyesuaian dan otonomi khusus 7,404,407,163,769 7,037,917,561,043 95.05% Dana Bagi Hasil dari Prov 2,970,305,704,833 3,040,771,103,665 102.37% Bantuan Keuangan dari Provinsi atau Pemda lainnya 421,849,135,000 682,127,665,606 161.70% Lainnya 575,850,930,528 572,818,149,529 99.47%

Belanja 62,656,046,497,247 55,751,902,211,856 88.98% Belanja Tidak Langsung 37,294,421,117,677 34,425,229,122,089 92.31%

Belanja Pegawai 32,051,295,188,346 29,706,825,098,635 92.69% Belanja Bunga 5,750,778,589 3,550,165,806 61.73% Belanja Hibah 1,963,111,743,931 1,857,714,113,565 94.63% Belanja Subsidi 6,672,032,000 1,653,291,300 24.78% Belanja Bantuan sosial 700,407,875,838 546,897,994,523 78.08% Belanja Bagi hasil kpd Prov/Kab/Kota dan Pemdes 312,649,877,949 289,923,554,475 92.73% Belanja Bantuan keuangan kpd Prov/Kab/Kota dan Pemdes 2,085,922,698,023 1,982,454,615,124 95.04% Belanja tidak terduga 168,610,923,002 36,210,288,661 21.48% Belanja Langsung 25,361,625,379,570 21,326,673,089,767 84.09%

Belanja Pegawai 1,016,070,977,121 932,996,923,891 91.82% Belanja Barang dan jasa 11,775,099,407,851 10,440,613,398,119 88.67% Belanja Modal 12,570,454,994,598 9,953,062,767,756 79.18%

Surplus / (Defisit) (5,714,779,046,673) 1,777,591,031,281

Pembiayaan Netto 5,804,929,413,224 5,449,672,202,493 93.88% Penerimaan Pembiayaan 6,412,275,455,451 6,046,612,656,698 94.30%

SiLPA TA sebelumnya 6,152,097,738,724 5,832,250,377,786 94.80% Pencairan dana cadangan 104,500,000,000 106,197,309,955 101.62%

Penerimaan Pinjaman Daerah dan Obligasi Daerah - 2,775,000

Penerimaan Kembali Pemberian Pinjaman 42,877,438,036 41,580,489,806 96.98% Penerimaan Piutang Daerah 46,967,915,379 40,863,413,451 87.00% Penerimaan Lainnya 65,832,363,312 25,718,290,700 39.07% Pengeluaran Pembiayaan 607,346,042,227 596,940,454,205 98.29%

Pembentukan Dana Cadangan 165,080,520,001 361,417,165,758 218.93% Penyertaan Modal (Investasi) Daerah 302,130,118,629 171,612,127,617 56.80% Pembayaran Pokok Utang 44,877,465,351 38,217,129,513 85.16% Lainnya 95,257,938,246 25,694,031,317 26.97%

SILPA 7,227,263,233,775 Sumber: LRA Kab/Kota Trw IV 2013

Pada TA 2013, jumlah pendapatan yang direncanakan oleh seluruh Kabupaten/Kota sebagaimana disajikan pada APBD setelah perubahan adalah sebesar 56,941 trilyun rupiah, dan hingga tanggal 31 Desember 2013 target tersebut dapat dilampaui karena jumlah pendapatan yang berhasil dikumpulkan mencapai sebanyak 57,529 trilyun rupiah atau 101,03%. Dengan pagu pendapatan tersebut akan dibelanjakan sebanyak 62,656 trilyun rupiah yang capaian realisasi pada akhir tahun anggaran hanya 88,98% dengan nilai 55,751 trilyun rupiah. Jumlah belanja yang direncanakan pada APBD lebih besar daripada pendapatan yang diperkirakan akan diterima sehingga APBD Kabupaten/Kota secara agregat adalah defisit dengan nilai 5,714 trilyun rupiah yang akan ditutup melalui pembiayaan netto sebesar 7,019 trilyun rupiah.

3.2.1. Pendapatan

Secara keseluruhan Kabupaten/Kota di Jawa Timur menganggarkan pendapatannya pada APBD TA 2013 sebesar 56,941 trilyun rupiah. PAD diharapkan dapat memberikan sumbangan sebesar 14,67% dari total pendapatan dengan nilai diperkirakan sebesar 8,356 trilyun rupiah. Dana Perimbangan menjadi sumber utama pendapatan dengan porsi 65,27% atau sebanyak 37,166 trilyun rupiah. Sumber pendapatan selanjutnya adalah Lain-lain Pendapatan Daerah Yang Sah sebanyak 11,5418 trilyun rupiah atau 20,05% dari total rencana pendapatan sebagaimana dapat dilihat pada grafik berikut:

Grafik 3.6: Proporsi Pendapatan pada APBD Kabupaten/Kota di Jawa Timur TA 2013 14.67% 65.27% 20.05% 15.74% 64.51% 19.75% PAD

Sumber: LRA Kab/Kota Trw IV 2013

Pagu Realisasi

Target pendapatan Kabupaten/Kota TA 2013 dapat dilampaui realisasinya, hingga akhir tahun anggaran jumlah pendapatan yang dikumpulkan mencapai 57,529 trilyun atau 101,03% dari target pendapatan. Pelampauan target ini dari sisi positif dapat diartikan adanya keberhasilan Pemerintah Daerah dalam memaksimalkan pendapatannya, namun dari sisi lain hal tersebut menunjukkan kurang cermatnya proses penganggaran dalam melihat potensi riil dari pendapatan yang mungkin diterima. Sebagian besar Kabupaten/Kota di Jawa Timur dapat melampaui target pendapatan pada APBD-nya, hanya terdapat 6 daerah yang tidak dapat mencapai target pendapatan yaitu: Kabupaten Jombang, Kabupaten Trenggalek, Kabupaten Gresik, Kabupaten Bangkalan, Kabupaten Bojonegoro, dan Kabupaten Jember.

Grafik 3.7:Komposisi Realisasi Pendapatan

Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Timur TA 2011 - 2013

3.2.2. Pendapatan Asli Daerah (PAD)

PAD Kabupaten/Kota di Jawa Timur bisa dinyatakan cukup rendah mengingat kontribusinya pada APBD yang hanya sebesar 14,67%. Dari target PAD sebesar 8,356 trilyun rupiah dapat dicapai sebanyak 9,052 trilyun rupiah. Nilai realisasi tersebut meningkatkan sumbangan porsi PAD bagi realisasi total pendapatan menjadi 15,74%. Realisasi PAD tersebut berasal dari Pajak Daerah sebanyak 4,658 trilyun rupiah, Retribusi Daerah sejumlah 1,218 trilyun rupiah, dari Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan sebesar 360,535 milyar rupiah dan dari Lain-lain PAD yang Sah sebanyak 2,814 trilyun rupiah.

2011 2012 2013

63.53% 66.76% 64.51% 13.16% 14.29% 15.74% 23.31% 18.95% 19.75%

Lain-lain Pendapatan Daerah Yang Sah PAD

Dana Perimbangan

Sumber: LRA Kab/Kota Trw IV 2013; DJPK

Tabel 3.4.

Porsi PAD Kabupaten/Kota di Jawa Timur TA 2013

Data menunjukkan bahwa kemampuan Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Timur untuk mengumpulkan PAD sebagai sumber pendapatan APBD-nya sangat rendah, yang ditunjukkan dengan porsi PAD terhadap total pendapatan yang hanya mencapai 15,74%. Hal tersebut berkebalikan dengan Pemerintah Provinsi Jawa Timur, di mana porsi PAD-nya sangat tinggi yaitu 66,69%. Selanjutnya diketahui bahwa hampir sepertiga (sekitar 30,84%) dari nilai konsolidasi realisasi PAD seluruh Kabupaten/Kota di Jawa Timur pada TA 2013 berasal dari Kota Surabaya. Dengan jumlah realisasi PAD yang berhasil dikumpulkan sekitar 2,791 trilyun rupiah dari total pendapatan sebanyak 5,235 trilyun rupiah maka Kota Surabaya memiliki tingkat kemandirian yang sangat tinggi karena porsi PAD yang mencapai 53,32% menyebabkan ketergantungan kepada dana transfer dari Pemerintah Pusat menjadi lebih rendah. Dari 39 Kabupaten/Kota yang ada, hanya terdapat 4 daerah saja yang memiliki persentase PAD di atas rata-rata

No. Kab/Kota Jumlah PAD (Rp) % PAD No. Kab/Kota Jumlah PAD (Rp) % PAD 1 Kota Surabaya 2,791,561,416,839 53.32% 20 Kab. Tulungagung 174,981,706,538 9.86% 2 Kab. Sidoarjo 887,711,680,410 32.58% 21 Kab. Nganjuk 153,076,173,845 9.82% 3 Kab. Gresik 502,796,031,995 27.32% 22 Kab. Lamongan 161,087,916,085 9.62% 4 Kota Malang 317,850,423,684 20.84% 23 Kab. Banyuwangi 183,235,877,422 9.56% 5 Kab. Pasuruan 278,121,711,104 15.28% 24 Kab. Ponorogo 134,097,320,781 9.23% 6 Kota Kediri 147,716,020,773 15.03% 25 Kab. Lumajang 112,406,824,133 8.65% 7 Kab. Tuban 227,120,525,358 14.88% 26 Kab. Sumenep 121,109,234,685 7.96% 8 Kab. Mojokerto 219,796,833,841 14.66% 27 Kab. Probolinggo 107,809,034,777 7.81% 9 Kota Mojokerto 74,902,828,020 13.17% 28 Kab. Pamekasan 89,470,399,766 7.33% 10 Kab. Jember 307,259,733,123 12.99% 29 Kab. Blitar 116,403,456,383 7.26% 11 Kota Blitar 72,739,830,277 11.96% 30 Kab. Magetan 87,198,250,371 7.12% 12 Kota Probolinggo 82,031,102,167 11.96% 31 Kab. Bangkalan 92,463,646,302 7.08% 13 Kab. Jombang 185,081,678,299 11.81% 32 Kab. Madiun 83,428,636,445 7.05% 14 Kota Madiun 90,898,309,265 11.31% 33 Kab. Situbondo 78,043,235,601 7.03% 15 Kota Pasuruan 64,360,875,529 11.20% 34 Kab. Trenggalek 77,736,890,665 6.44% 16 Kab. Kediri 194,826,497,318 10.93% 35 Kab. Bondowoso 79,559,587,884 6.28% 17 Kota Batu 62,790,371,552 10.71% 36 Kab. Ngawi 87,081,648,342 6.15% 18 Kab. Bojonegoro 215,646,003,001 10.65% 37 Kab. Sampang 66,415,376,671 6.02% 19 Kab. Malang 260,580,170,671 10.31% 38 Kab. Pacitan 62,952,487,716 5.93%

Sidoarjo, Kabupaten Gresik dan Kota Malang. Kabupaten Pacitan adalah daerah dengan kemampuan mendorong PAD sebagai sumber pendapatan paling rendah, di mana porsi PAD yang berhasil dikumpulkan hanya 5,93% dari total pendapatan pada APBD-nya.

Rendahnya kemampuan daerah Kabupaten/Kota di Jawa Timur dalam menggali PAD cukup wajar mengingat kebanyakan dari karakteristik sumber-sumber PAD berorientasi pada industri yang umumnya berpusat di kota-kota besar sedangkan sebagian besar daerah berbasis pertanian. Namun demikian dapat kita lihat bahwa nilai realisasi PAD dari tahun ke tahun menunjukkan peningkatan, tidak hanya jumlahnya namun juga persentase porsinya pada pendapatan sebagaimana dapat dijelaskan oleh tabel berikut:

Tabel 3.5: Perkembangan Realisasi PAD Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Timur

Grafik 3.8: Sumber-sumber PAD Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Timur TA 2013 TA PAD (juta rupiah) % PAD thd Pendapatan 2011 5,777,050 13.16 2012 7,271,805 14.29 2013 9,052,350 15.74

Sumber: DJPK, LRA Kab/Kota di JatimTrw IV 2013

51.47% 13.46% 3.98% 31.09% Pajak daerah Retribusi daerah Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan

Sebagaimana halnya dengan PAD Pemerintah Provinsi Jawa Timur, PAD Kabupaten/Kota juga mengandalkan Pajak Daerah sebagai sumber terbesar dengan kontribusi mencapai 51,47% dari total PAD, namun demikian jenis-jenis pajak daerah yang dapat dipungut oleh Pemerintah Kabupaten/Kota berbeda dengan Pemerintah Provinsi. Jenis pajak daerah tersebut adalah pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak reklame, pajak penerangan jalan, pajak mineral bukan logam dan batuan, pajak parkir, pajak air tanah, pajak sarang burung walet, pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan, serta bea perolehan hak atas tanah dan bangunan. Jumlah target pajak daerah seluruh Kabupaten/Kota untuk TA 2013 adalah 4,312 trilyun rupiah yang berhasil dicapai targetnya dengan nilai realisasi pada akhir tahun anggaran sebesar 4,658 trilyun rupiah. Retribusi Daerah menyumbang 13,56% dari nilai PAD dengan jumlah realisasi 1,218 trilyun rupiah dari target pendapatan yang ditetapkan sebanyak 1,217 trilyun rupiah. Meskipun jenis retribusi daerah yang dapat dipungut sangat banyak yang meliputi 15 macam retribusi jasa umum, 11 macam retribusi jasa usaha dan 6 retribusi perijinan tertentu namun belum bisa diandalkan sebagai sumber pendapatan. Hal ini perlu menjadi perhatian bagi Pemerintah Kabupaten/Kota untuk mencermati potensi penerimaan PAD dari retribusi daerah sehingga dapat menetapkan kebijakan yang dapat meningkatkan penerimaan daerah dengan tetap memperhatikan fungsi pengaturan agar pungutan tersebut tidak kontraproduktif dengan semangat pertumbuhan ekonomi yang ingin dicapai serta sesuai dengan asas keadilan sehingga tidak membebani masyarakat.

Pagu PAD dari hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan ditetapkan sebesar 391,110 milyar rupiah dan realisasinya hanya mencapai 92,18% dengan nilai 360,535 milyar rupiah. Kontribusinya bagi PAD tidak terlalu signifikan dengan persentase sebesar 3,98% saja. Sumber PAD selanjutnya berasal dari lain-lain PAD yang Sah di mana realisasinya adalah 11,364 trilyun rupiah, sedikit di bawah target pada pagu APBD sebesar 1,418 trilyun rupiah. Pendapatan yang berasal dari lain- lain PAD yang Sah ini menyumbang 31,09% total realisasi PAD Kabupaten/Kota di Jawa Timur pada TA 2013. Pos tersebut didapatkan dari beberapa macam sumber

keterlambatan pelaksanaan pekerjaan, sumbangan pihak ketiga, ganti rugi atas kekayaan daerah serta berasal dari bunga atas simpanan dana Pemerintah Daerah. Data menunjukkan bahwa PAD belum dapat diandalkan oleh Kabupaten/Kota karena kontribusinya terhadap total pendapatan masih sangat rendah. Rendahnya kontribusi PAD bagi pendapatan Kabupaten/Kota di Jawa Timur perlu diperhatikan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota agar mencermati potensi penerimaan PAD di daerahnya sehingga dapat menetapkan kebijakan yang dapat meningkatkan penerimaan daerah. Namun demikian daerah juga tidak bisa semata-mata mengejar kenaikan PAD dengan menerbitkan Peraturan Daerah tanpa memperhatikan dampak ekonomi lebih luas yang kemungkinan justru kontra produktif bagi daerah tersebut. Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan pendapatan saja tetapi juga sebagai alat bantu pengaturan (regulerend) bagi Pemerintah Daerah untuk mempengaruhi perekonomian di daerahnya.

3.2.3. Dana Perimbangan

Secara keseluruhan, Kabupaten/Kota di Jawa Timur masih mengandalkan Dana Perimbangan sebagai sumber pendapatannya. 65,27% pendapatan yang direncanakan pada APBD TA 2013 bersumber dari dana ini, dengan jumlah 37,166 trilyun rupiah. Jumlah realisasi transfer yang diterima mencapai 99,85% dengan nilai 37,112 trilyun rupiah. Realisasi tersebut terdiri dari Dana Bagi Hasil (DBH) sebesar 3,948 trilyun rupiah, Dana Alokasi Umum (DAU) sebanyak 30,944 trilyun rupiah serta 2,22 trilyun rupiah berupa Dana Alokasi Khusus (DAK).

Jumlah realisasi Dana Perimbangan terus meningkat dari tahun ke tahun, namun persentasenya terhadap total pendapatan mengalami penurunan, yaitu dari 66,76% pada TA 2012 menjadi 64,51% di TA 2013. Dengan demikian meskipun angka persentase tersebut masih cukup tinggi, namun ketergantungan terhadap transfer dari pemerintah pusat mulai sedikit berkurang. Terkait dengan konsep desentralisasi fiskal yang diterapkan oleh Pemerintah Pusat saat ini di mana sumber-sumber pajak penting masih dikonsolidasi oleh pusat maka otoritas Pemerintah Daerah dalam memperoleh pendapatannya menjadi rendah sehingga ketergantungan terhadap transfer dari pusat tetap tinggi.

Tabel 3.6

Perkembangan Realisasi Dana Perimbangan Kabupaten/Kota di Jawa Timur

Secara keseluruhan tingkat ketergantungan Kabupaten/Kota di Jawa Timur terhadap Dana Perimbangan masih cukup tinggi dengan rata-rata persentase sebesar 64,51%. Hanya terdapat 5 daerah yang tingkat ketergantungan pada Dana Perimbangan berada di bawah rata-rata Jawa Timur, yaitu Kota Surabaya (27,90%), Kabupaten Sidoarjo (48,12), Kabupaten Gresik (54,12%), Kota Malang (56,64%) dan Kabupaten Mojokerto (63,42%). Selanjutnya diketahui bahwa tiga daerah yang paling tinggi tingkat ketergantungannya kepada transfer dari pusat berupa Dana Perimbangan adalah daerah yang berada di wilayah Pulau Madura, yaitu Kabupaten Sampang (79,09%), Kabupaten Sumenep (77,5%) dan Kabupaten Bangkalan (76,22%). Dari sisi jumlah rupiah yang diterima, Kabupaten Malang memperoleh transfer Dana Perimbangan paling besar daripada daerah lainnya yaitu sebesar 1,7 trilyun rupiah dan jumlah tersebut mendominasi pendapatannya dengan sebanyak 67,27%. Sebaliknya, Kota Mojokerto memperoleh transfer dana ini paling kecil jumlahnya yaitu 419,223 milyar rupiah.

juta rupiah

Dana

Perimbangan

2011

2012

2013

DBH 3,520,323 4,315,377 3,948,003 DAU 22,202,795 27,479,219 30,944,073 DAK 2,163,857 2,170,808 2,220,509 27,886,974 33,965,404 37,112,585 Sumber: DJPK, DPKAD Prov Jatim

Tabel 3.7.

Ketergantungan Pemerintah Kabupaten/Kota Kepada Dana Perimbangan

3.2.4. Dana Bagi Hasil (DBH)

Alokasi DBH yang dimasukkan sebagai pendapatan pada APBD Pemerintah Kabupaten/Kota pada TA 2013 adalah sebesar 3,866 trilyun rupiah dan hingga akhir tahun transfer dari Pemerintah Pusat telah diterima sebesar 3,948 trilyun rupiah. Nilai realisasi ini turun dibandingkan tahun sebelumnya yang tercatat sebanyak 4,315 trilyun rupiah. Hal ini kemungkinan disebabkan telah dilakukannya penyerahan pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Perdesaan dan Perkotaan kepada daerah. Daerah di Jawa Timur yang menerima DBH terbesar adalah Kabupaten Bojonegoro yang disebabkan tingginya DBH Sumber Daya Alam dari kekayaan minyak dan gas yang terdapat di wilayah Kabupaten ini dan di posisi berikutnya adalah Kota Surabaya. Hal yang menarik dari kedua daerah yang

No. Kab/Kota Perimbangan (Rp)Jumlah Dana Pendapatan% thd No. Kab/Kota Jumlah Dana Perimbangan (Rp)

% thd Pendapatan

1 Kota Surabaya 1,460,891,497,629 27.90% 20 Kab. Bondowoso 897,073,140,840 70.81% 2 Kab. Sidoarjo 1,311,016,195,099 48.12% 21 Kab. Pamekasan 864,973,186,637 70.91% 3 Kab. Gresik 996,197,113,935 54.12% 22 Kota Kediri 701,013,438,199 71.31% 4 Kota Malang 863,736,860,965 56.64% 23 Kab. Pacitan 756,837,409,646 71.31% 5 Kab. Mojokerto 950,592,352,276 63.42% 24 Kota Blitar 434,688,185,289 71.48% 6 Kab. Tulungagung 1,150,452,158,043 64.82% 25 Kab. Madiun 847,604,077,548 71.66% 7 Kab. Pasuruan 1,207,233,668,045 66.34% 26 Kab. Trenggalek 865,666,372,488 71.74% 8 Kab. Tuban 1,013,336,747,881 66.40% 27 Kab. Lumajang 933,471,353,007 71.84% 9 Kab. Jember 1,588,889,984,736 67.18% 28 Kota Probolinggo 495,412,228,850 72.20% 10 Kab. Malang 1,700,485,365,220 67.27% 29 Kab. Blitar 1,159,576,091,275 72.27% 11 Kab. Jombang 1,060,053,279,864 67.62% 30 Kab. Bojonegoro 1,475,770,869,888 72.90% 12 Kab. Lamongan 1,139,467,107,964 68.04% 31 Kab. Ngawi 1,040,276,185,505 73.47% 13 Kab. Kediri 1,216,746,375,039 68.26% 32 Kota Mojokerto 419,223,180,215 73.70% 14 Kab. Banyuwangi 1,313,865,318,226 68.54% 33 Kota Pasuruan 425,181,775,634 73.96% 15 Kab. Nganjuk 1,072,429,653,231 68.77% 34 Kab. Situbondo 839,722,211,740 75.69% 16 Kota Madiun 556,621,076,555 69.24% 35 Kota Batu 446,587,901,437 76.18% 17 Kab. Ponorogo 1,016,758,344,123 70.02% 36 Kab. Bangkalan 995,527,404,699 76.22% 18 Kab. Magetan 866,709,866,971 70.77% 37 Kab. Sumenep 1,178,673,172,848 77.50% 19 Kab. Probolinggo 977,546,474,006 70.77% 38 Kab. Sampang 872,277,740,417 79.09%

Sumber: LRA Kab/Kota Trw IV 2013

menerima pembagian DBH paling besar dibandingkan Kabupaten/Kota lainnya adalah bahwa kedua daerah ini gagal memperoleh realisasi transfer DBH sebagaimana tercatat pada pagu pendapatan DBH-nya.

Grafik 3.9.

Penerimaan Dana Bagi Hasil Kabupaten/Kota di Jawa Timur TA 2013

Dari Tabel 3.6. dapat kita simpulkan bahwa proporsi DBH Kabupaten/Kota terhadap

- 200,000,000,000 400,000,000,000 600,000,000,000 Bojonegoro Kota Surabaya Sumenep Sidoarjo Malang Blitar Gresik Pasuruan Tuban Bangkalan Kota Kediri Lamongan Jember Jombang Kediri Kota Malang Nganjuk Sampang Mojokerto Tulungagung Banyuwangi Ngawi Probolinggo Situbondo Pamekasan Bondowoso Trenggalek Madiun Lumajang Ponorogo Magetan Pacitan Kota Madiun Kota Blitar Kota Batu Kota Probolinggo Kota Pasuruan Kota Mojokerto

2013 porsi DBH hanya 10,64% saja. Sebagaimana diketahui bahwa DBH bersumber dari penerimaan perpajakan dan sumber daya alam, maka kecilnya porsi tersebut menunjukkan masih terdapat potensi sumber-sumber penerimaan perpajakan dan sumber daya alam di Jawa Timur yang dapat digali. Pemerintah Pusat seharusnya dapat berkoordinasi dan membantu Pemerintah Kabupaten/Kota untuk mendongkrak penerimaan tersebut, misalnya dengan membangun infrastruktur yang memadai untuk memaksimalkan potensi daerah, memasarkan potensi sumber daya alam yang dimiliki daerah ke luar negeri, atau usaha lainnya yang dapat membantu mendorong peningkatan penerimaan ini.

Terkait dengan DBH, terdapat potensi masalah yang disebabkan adanya Kabupaten/Kota yang merasa kebijakan pembagian DBH yang kurang adil karena sebagian besar DBH dibagi antara daerah penghasil dan daerah bukan penghasil perhitungan yang dianggap kurang adil, apalagi jika dibandingkan dengan pembagian yang diterima oleh Pemerintah Pusat. Hal tersebut dapat menurunkan semangat Kabupaten/Kota untuk melakukan upaya peningkatan penerimaan DBH.

3.2.5. Dana Alokasi Umum (DAU)

DAU bersumber dari APBN yang dialokasikan kepada daerah dengan sifat block grant untuk meratakan kemampuan keuangan antar daerah dalam mendanai kebutuhannya. DAU dialokasikan kepada daerah dengan menggunakan formula yang telah ditetapkan. Sejalan dengan jumlah dana transfer ke daerah yang dialokasikan pada APBN yang semakin meningkat, maka jumlah DAU yang diterima oleh Kabupaten/Kota di Jawa Timur juga mengalami peningkatan. Porsi DAU pada Dana Perimbangan yang diterima oleh Kabupaten/Kota di Jawa Timur sangat besar dibandingkan kedua jenis Dana Perimbangan lainnya, dan cenderung terus meningkat. DAU menjadi sumber utama yang diandalkan oleh daerah daripada DBH dan DAK.

Data menunjukkan realisasi transfer DAU yang diterima pada TA 2011 adalah 22,202 trilyun rupiah, meningkat 23,76% pada TA 2012 menjadi 27,479 trilyun

rupiah, dan pada TA 2013 nilai tersebut bertambah sebanyak 12,61% dari tahun sebelumnya menjadi 30,944 trilyun rupiah. Kabupaten Malang memperoleh transfer DAU paling besar dibanding daerah lainnya dengan jumlah 1,439 trilyun rupiah, dan sebaliknya Kota Pasuruan menerima paling kecil jumlahnya dengan nilai 353,127 milyar rupiah.

Grafik 3.10.

DAU Kabupaten/Kota di Jawa Timur TA 2013

Ketergantungan Kabupaten/Kota di Jawa Timur terhadap DAU yang tinggi perlu menjadi perhatian tidak hanya oleh Pemerintah Daerah saja

1,439,234.03 1,417,603.98 1,160,025.69 1,154,495.17 1,104,580.34 1,056,481.08 996,300.69 992,689.47 958,344.99 944,297.54 928,265.61 920,097.94 917,539.02 897,111.40 890,922.31 876,021.91 849,399.31 848,994.31 832,266.68 828,524.53 804,903.51 778,024.11 761,637.39 752,776.70 746,686.94 737,814.63 734,152.39 702,610.22 692,549.03 683,242.70 647,293.40 562,943.09 474,093.36 414,534.28 374,362.26 355,673.01 354,452.41 0 500000 1000000 1500000 2000000 Malang Jember Kota Surabaya Banyuwangi Sidoarjo Kediri Tulungagung Pasuruan Lamongan Blitar Nganjuk Jombang Sumenep Ngawi Ponorogo Bojonegoro Tuban Probolinggo Mojokerto Lumajang Gresik Bangkalan Magetan Bondowoso Kota Malang Trenggalek Madiun Pamekasan Situbondo Sampang Pacitan Kota Kediri Kota Madiun Kota Probolinggo Kota Batu Kota Blitar Kota Mojokerto juta rupiah

tetapi juga oleh Pemerintah Pusat. Formula DAU yang ditetapkan berupa alokasi dasar ditambah celah fiskal (kebutuhan fiskal – kapasitas fiskal) cenderung membuat daerah semakin ter-demotivasi untuk meningkatkan potensi yang dimiliki untuk menambah PAD maupun DBH. Dengan formula tersebut daerah menjadi tidak risau jika kebutuhan fiskal fiskalnya tinggi sedangkan kapasitas fiskalnya rendah karena akan ditutupi oleh DAU. Hal ini akan menyebabkan tingkat kemandirian daerah menjadi rendah.

3.2.6. Dana Alokasi Khusus (DAK)

DAK yang diterima oleh Kabupaten/Kota di Jawa Timur sebagai salah satu komponen Dana Perimbangan ditujukan untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan Pemerintah Daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. DAK dialokasikan oleh Kabupaten/Kota di Jawa Timur pada APBD TA 2013 sebanyak 2,357 trilyun rupiah. Jumlah realisasi transfer yang diterima sebanyak 94,21%-nya yaitu 2,220 trilyun rupiah. Jumlah realisasi transfer DAK yang diterima tersebut mengalami sedikit peningkatan, di mana jumlahnya pada TA 2011 adalah 2,163 trilyun rupiah dan 2,170 trilyun rupiah pada TA 2012. Kabupaten Malang menerima transfer DAK paling besar pada 2013 dibandingkan Kabupaten/Kota lainnya di Jawa Timur yaitu sebesar 112,312 milyar rupiah. Sebaliknya daerah yang paling sedikit menerima DAK adalah Kota Mojokerto sejumlah 19,389 milyar rupiah.

Alokasi DAK untuk TA 2013 ditujukan pada bidang: pendidikan, kesehatan, infrastruktur jalan, infrastruktur irigasi, infrastruktur air minum, infrastruktur sanitasi, sarana dan prasarana pemerintah daerah, kelautan dan perikanan, pertanian, lingkungan hidup, keluarga berencana, kehutanan, sarana dan prasarana daerah tertinggal, perdagangan, keselamatan transportasi darat, energi pedesaan, perumahan dan pemukiman, serta transportasi perdesaan.

Kotak 3.1:Bandara Blimbingsari dongkrak Investasi di Banyuwangi

Keberadaan sebuah bandar udara (bandara) sebagai sarana jembatan udara antar-daerah merupakan salah satu kebutuhan akses transportasi yang sangat ditunggu oleh masyarakat kalangan menengah keatas demi efektivitas perjalanan menuju daerah tujuan. Bandara juga efektif untuk memecah kebuntuan akses transportasi khususnya di daerah yang sulit

terjangkau dan di pulau-pulau terpencil karena transportasi darat tidak bisa masuk ke daerah setempat.

Pembangunan sebuah bandara juga berdampak positif bagi perkembangan di suatu daerah karena dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan menjadi peluang pintu masuk para investor yang akan menanamkan investasinya di daerah itu. Bandara Blimbingsari yang berada di Desa Blimbingsari, Kecamatan Rogojampi, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, resmi melakukan kegiatan penerbangan komersial pada 29 Desember 2010, dengan maskapai pertama PT Sky Aviation.

Maskapai tersebut menggunakan pesawat Cessna Grand Caravan yang berkapasitas sembilan kursi, kemudian Fokker-50. Namun, akhirnya PT Sky Aviation memutuskan untuk menutup rute Banyuwangi pada Oktober 2011.

Namun, PT Merpati Airlines justru membuka rute Surabaya-Banyuwangi pada Agustus 2011 dengan menggunakan pesawat MA-60 berkapasitas 48 kursi yang melayani penerbangan dari Surabaya pukul 13.40 WIB dan dari Banyuwangi pukul 15.00 WIB.

Geliat pertumbuhan ekonomi di Bumi Blambangan, Banyuwangi memiliki daya tarik

tersendiri bagi maskapai penerbangan karena maskapai Wings Air milik Group Lion Air juga meramaikan penerbangan di Bandara Blimbingsari itu.

Peresmian penerbangan perdana maskapai PT Wings Abadi Airlines (Wings Air) dengan pesawat komersial jenis ATR 72-500 dilakukan Wakil Menteri Perhubungan (Wamenhub), Bambang Susantono, pada 20 September 2012. Bandara Blimbingsari berpotensi menjadi bandara penyangga antara Bandara Juanda dan Bandara Ngurah Rai, Secara geografis, Banyuwangi terletak di antara Surabaya dan Bali sehingga peluang menjadi bandara

penyangga sangat besar. Apalagi, sejak resmi beroperasi 2 tahun lalu, Bandara Blimbingsari sudah menunjukkan peningkatan yang pesat.

Untuk menjadi bandara penyangga, harus menunjukkan perkembangan bandara yang lebih baik ke depan seperti pertumbuhan jumlah penumpang, pergerakan pesawat, pelaku usahanya harus aktif dan pemerintah daerah setempat harus menjamin kemudahan berinvestasi. Dengan tumbuhnya sektor ekonomi, akan berbanding lurus dengan pertumbuhan infrastruktur di Bandara Blimbingsari. Itu nantinya menjadi salah satu pendukung untuk menjadikan Banyuwangi sebagai bandara penyangga.

Prestasi Banyuwangi yang luar biasa ditandai dengan laju pertumbuhan ekonomi yang berdampak pada Bandara Blimbingsari. Dari pesawat jenis Cessna Grand Carrvan yang berpenumpang 9 orang, kemudian Fokker -50, berlanjut pesawat milik Merpati Nusantara Airlines jenis MA-60 berkapasitas 56 kursi dan penerbangan perdana Maskapai Wings Air dengan kapasitas 72 kursi. Selain itu, Pemkab Banyuwangi akan melakukan pembangunan infrastruktur yang masif antara lain pengembangan Bandara Blimbingsari, pembangunan dan perbaikan jalan sepanjang 300 kilometer per tahun, hingga revitalisasi Pelabuhan Tanjungwangi. Pemerintah pusat telah mengucurkan anggaran sebesar Rp5 miliar tahun 2012 untuk menambah lampu di landasan pacu, perbaikan terminal penumpang, sistem pemeriksaan barang, penambahan landasan pacu dari 1.400 meter menjadi 1.800 meter, serta diperlebar dari 10 meter menjadi 15 meter. Sedangkan dukungan anggaran dari Pemprov Jatim untuk pembangunan Bandara Blimbingsari sebesar Rp23 miliar pada 2011,

sebesar Rp8 miliar pada tahun 2012, dan 2013 juga dialokasikan sebesar Rp8 miliar.

Dalam dokumen Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan (Halaman 91-142)

Dokumen terkait