• Tidak ada hasil yang ditemukan

ASPEK HUKUM DALAM PELAKSANAAN PENGHAPUSAN PENCATATAN (DELISTING) PADA KEGIATAN PASAR MODAL

INDONESIA A. Konsep dan Pengertian Delisting dan Go Private 1. Delisting

Perusahaan yang beroperasi sebagai perusahaan publik, pada dasarnya harus siap dengan berbagai konsekuensi dan permasalahannya, yaitu memenuhi ketentuan yang berlaku dalam perundang-undangan beserta aturan pelaksanaan yang mengikutinya.

Kecilnya angka perusahaan yang mencatatkan dirinya di BEI sebagian juga disebabkan oleh tingginya angka perusahaan yang mengalami delisting. Sejak tahun 2002, terdapat 63 perusahaan yang mengalami delisting, dimana 17 perusahaan di antaranya melakukan go private secara sukarela. Namun, dapat disimpulkan bahwa dalam periode tahun 2002-2006, perusahaan-perusahaan yang mengalami delisting secara paksa (forced delisting) oleh BEI masih lebih dominan dibandingkan perusahaan yang delisting secara sukarela (voluntarily delisting).44

Banyak faktor mengapa saham kurang diminati oleh pemodal, antara lain buruknya kinerja fundamental emiten sehingga secara signifikan mempengaruhi kelangsungan usaha. Misalnya emiten mengalami kerugian beberapa tahun secara berturut-turut. Hal tersebut tentu akan berdampak pada return yang akan diterima oleh pemodal, dalam hal ini adalah dividen yang diterima oleh pemodal akan turun

44

Indra Safitri, “Transparansi Independensi Pengawasan Kejahatan Pasar Modal”, (Jakarta : Global Book & Publication Book Division, 1998), hal.6.

atau bahkan nol. Pada gilirannya daya tarik emiten tersebut tidak ada, sehingga para pemodal enggan meng-investasi-kan dana mereka pada saham tersebut, atau faktor keterbukaan informasi (information disclosure). Faktor keterbukaan ini penting, sebab meskipun fundamental perusahaan baik, tetapi emiten kurang terbuka, sehingga peminatnya tidak ada. Faktor lainnya yaitu apabila emiten melanggar peraturan- peraturan di bidang pasar modal. Apabila hal tersebut terjadi pada perusahaan go public (emiten) tersebut bisa dihapus dari pencatatan bursa, atau disebut dengan delisting.45

Delisting adalah tindakan mengeluarkan suatu saham yang tercatat di bursa efek karena memenuhi kriteria yang ditentukan oleh manajemen bursa efek (force delisting), sehingga saham tersebut tidak dapat diperdagangkan lagi di bursa efek tersebut.

2. Go Private

Go private merupakan kebalikan dari go public. Go public merupakan suatu proses perusahaan tertutup berubah menjadi perusahaan terbuka (public). Go private merupakan, sebaliknya, yaitu proses suatu perusahaan terbuka (public) berubah menjadi perusahaan tertutup. Kasus go private PT. Praxair Indonesia merupakan pengalaman pertama di pasar modal Indonesia. PT. Praxair Indonesia yang pada tahun 1989 go public dengan harga perdana sebesar Rp. 8.800,- per saham dengan

45

nama PT. Sepanjang Surya Gas. Saham yang dimiliki oleh publik ada sebanyak satu juta lembar.46

Karena kondisi keuangan serta kinerja perusahaan yang semakin memburuk, sampai tahun 1995 harga sahamnya di BEI mencapai Rp.525,- per saham, yang berarti tinggal 5,96% dari harga perdananya. Kesulitan keuangan yang semakin memburuk hingga pada awal tahun 1997, maka memaksa direksi untuk memberikan usulan go private sebagai jalan penyelamatan PT. Praxair Indonesia dari kebangkrutan.

Langkah-langkah yang dilakukan untuk melaksanakan proses go private suatu perusahaan publik adalah :

a. Delisting

b. Persetujuan Bapepam untuk go private.

Kedua tahapan tersebut tentunya harus disetujui oleh pemegang saham independen di dalam RUPS. Langkah pertama adalah delisting saham dan bursa efek dimana perusahaan publik tersebut tercatat. Dengan dilakukannya delisting, maka saham-saham perseroan tersebut sudah tidak dapat diperdagangkan lagi di bursa efek. Selanjutnya melalui persetujuan Bapepam, pemegang saham mayoritas harus membeli kembali saham-saham yang dimiliki oleh publik dengan harga yang wajar.

Dengan dibelinya kembali semua saham yang dimiliki oleh publik, maka jumlah pemegang saham menjadi berkurang dan 100 pemegang saham, yang berarti

46

Anonim, “Langkah, Go Private’masih wajar”, Rubrik Editorial, Media Indonesia, tanggal 16 November 2005., hal. 2

tidak memenuhi syarat sebagai perusahaan publik. Selanjutnya setelah melalui persetujuan Bapepam dan Menteri Kehakiman, maka perseroan tersebut berubah statusnya menjadi perusahaan tertutup.47

Istilah go private merupakan hal yang lazim di pasar modal Indonesia, sering diartikan sebagai lawan kata istilah go public. Sehingga go private dikatakan sebagai keluarnya emiten48 atau perusahaan publik dari industri pasar modal, biasanya dengan melakukan pembelian atas saham perusahaan yang dimiliki oleh investor publik atau dengan penghapusan pencatatan (delisting).

Sebagai hasilnya saham perusahaan berhenti diperdagangkan atau dengan kata lain tidak dapat lagi diperjualbelikan melalui bursa efek dimana saham tersebut dicatatkan, tetapi saham yang dimiliki oleh pemegang saham masih dapat diperjualbelikan di antara para pihak sebagaimana diatur dalam anggaran dasar perseroan.

Definisi dari go private, antara lain :

1. Henry Campbell Black mengartikan going private yaitu :

“The process of changing a public corporation intoa close corporation by terminating the corporation’s status with the secure as a publicly held corporatin and by having its outstanding publicly held shares acquired by a single shareholder or a small group”.49

2. “Going private : The repurchasing of all of a company’s outstanding stock by employees or a private investor. As a result of such an initiative, the company stops being publicly traded. Sometimes, the company might have to take on significant debt to finance the change in ownership structure. Companies

47

Dikutip dari www.indoexhange.com, Ibid., hal.2

48

Ibid.

49

Bryan A. Garner, “Black Law Dictionary-Seventh Edition”, (West Law Group, 1999), hal.192

might want to go private in order to restructure their bussiness (when they feel that the process might affect their stock prices poorly in the short run). They might also want to go private to avoid the expenseand regulations associated with remaining listed on a stock exchange”.50

Kecenderungan untuk melakukan go private tidak diimbangi dengan pengaturan yang jelas oleh Bapepam sebagai regulator, sehingga menimbulkan persepsi bahwa regulator enggan untuk memuluskan jalan bagi emiten atau perusahaan publik keluar dari industri pasar modal. Hal ini didukung dengan adanya ketentuan khusus yang mengatur go private meskipun telah beberapa kali perusahaan melakukan go private. Go private untuk pertama kali dilakukan pada tahun 1996 oleh PT.Praxair Indonesia Tbk. Dan sampai dengan bulan September 2005 tercatat ada 11 (sebelas) perusahaan yang telah melakukan go private di antaranya PT. Komatsu Indonesia Tbk, PT Multi Agro Persada Tbk, PT. Indosiar Visual Mandiri Tbk, PT. Central Proteinaprima Tbk, PT. Surya Hidup Satwa Tbk, PT. Bayer Indonesia Tbk, PT. Singer Industries Indonesia Tbk, PT. Indocopper Investama Corp Tbk, PT. Miwon Indonesia Tbk, PT. Pfizer Indonesia Tbk, dan PT. Praxair Indonesia Tbk.

Berbagai kemungkinan alasan perusahaan melakukan go private, baik secara sukarela maupun secara paksa (delisting) contohnya adalah Komatsu Ltd memutuskan untuk menarik sejumlah anak perusahaannya, termasuk Komatsu Indonesia, dari pencatatan di berbagai bursa saham dunia. Sedangkan rencana

50

keluarnya Aqua dari BEI sejalan dengan kebijakan Danone Asia meneruskan konsolidasi anak-anak perusahaannya.51

Perubahan kondisi ekonomi, bisa memicu peningkatan jumlah perusahaan yang merasa bahwa mereka lebih baik menjadi perusahaan tertutup dibandingkan menjadi perusahaan publik.

Prosedur yang digunakan sebagai acuan oleh Bapepam mengarah kepada kebijakan yang pernah diambil sebelumnya dan dilakukan pengembangan- pengembangan sesuai dengan karakteristik perubahan waktu, tanpa mau menganalisa dan melakukan penelitian terhadap masalah go private. Go private itu sendiri merupakan hal yang pasti tidak akan terpisahkan bagi sebuah pasar modal yang juga memberikan kesempatan bagi perusahaan untuk go public.

Bagi perusahaan yang akan melakukan go private diwajibkan oleh Bapepam untuk memperoleh persetujuan pemegang saham independen dalam Rapat Umum Pemegang Saham Independen, dimana hal tersebut dilakukan guna melindungi kepentingan pemegang saham publik atau minoritas.

Proses perubahan perusahaan tertutup menjadi perusahaan terbuka bukan hanya sekedar untuk memperoleh dana dari masyarakat, akan tetapi juga meliputi segala aspek baik internal maupun eksternal. Aspek internal meliputi perubahan dalam pengelolaan perusahaan dimana perusahaan menjadi terbuka misalnya dengan penerapan prinsip Good Corporate Governance (GCG) sesuai dengan Kepututsan

51

Koran Media Indonesia, “Langkah Go Private Masih Wajar”, Lihat www.mediaindo.com/ Edisi Cetak Tanggal 16 November 2005, Diakses tanggal 21 Mei 2008, hal. 13

Menteri BUMN No.117/M-MBU/2002, dibentuknya komite audit, adanya komisaris independen dan lain sebagainya. Sedangkan aspek eksternal meliputi hubungan dengan investor, pengungkapan informasi material, penyampaian laporan secara berkala maupun insidentil dan lain sebagainya.

Bagi Bapepam, hal utama yang diperhatikan dalam go private adalah perlindungan terhadap pemegang saham publik. Karena itu, untuk melakukan go private ini pihak yang melakukan pembelian saham wajib melakukan penawaran tender. Perlindungan yang didapat melalui ketentuan penawaran tender tersebut adalah dalam hal harga saham, dan adanya kesempatan yang sama bagi semua pemegang saham publik untuk menjual saham yang dimilikinya.

Memang ketentuan go private di pasar modal belum diatur secara jelas, akan tetapi Bapepam telah menetapkan rambu-rambu ketentuan yang terkait dengan pelaksanaan go private, beberapa memang diambil dari ketentuan-ketentuan yang memang sudah ada sebelumnya ditambah dengan perubahan-perubahan untuk menampung aspek perlindungan hukum bagi investor publik.

Apabila suatu Perusahaan Terbuka atau emiten akan melakukan perubahan menjadi perusahaan tertutup, maka hal-hal yang wajib diperhatikan dengan rambu- rambu ketentuan yang ada, akan dituangkan dalam surat Ketua Bapepam kepada calon emiten yang go private.52

52

B. Alasan Delisting

Perusahaan publik yang kemudian memilih untuk melakukan penghapusan pencatatan secara sukarela atau voluntary delisting menjadi perusahaan private (go private) bukanlah hal yang baru. Go private merupakan masalah yang sering terjadi di pasar modal di seluruh dunia. Perdebatan tentang go public dan go private menjadi topik yang cukup hangat diperbincangkan di kalangan ekonomi maupun ahli finansial dunia. Sebagian berpendapat go private adalah suatu langkah yang baik, namun ada juga yang berpendapat go publik adalah langkah yang lebih baik bagi suatu perusahaan. Bab ini membahas pandangan sebagian kalangan tentang alasan perusahan-perusahaan mengambil pilihan menjadi tidak publik lagi.

1. Alasan go private.53

Di dunia finansial sering disebutkan bahwa perusahaan yang berstatus publik memiliki banyak keuntungan dibandingkan dengan perusahaan yang berstatus private. Sering disebutkan bahwa suatu perusahaan yang berstatus publik, digabung dengan pemisahan antara kepemilikan dan pengendalian perusahaan, akan memberikan keuntungan ke perusahaan tersebut dalam bentuk : kemudahan akses ke pasar modal; spesialisasi dalam kemampuan manajemen; diversifikasi kekayaan investor dengan port folio yang likuid; peliputan intensif dari media; diversifikasi risiko dari pendiri perusahaan dan entrepreneur; penggunaan sistem remunerasi berdasarkan kinerja saham perusahaan di pasar modal, dan lain-lain.

Namun, ada juga risiko yang cukup besar bagi suatu perusahaan yang

53

berstatus publik yaitu tata kelola perusahaan yang tidak akuntabel dan tidak transparan dapat meningkatkan biaya pengelolaan perusahaan yang akhirnya akan menghacurkan nilai perusahaan tersebut di pasar. Ineffisiensi yang timbul ini disinyalir akan mengakhiri era perusahaan publik. Pernyataan ini memang tampaknya terlalu berlebihan, karena sampai saat ini perusahaan yang berstatus publik masih marak di dunia.

Akan tetapi, pandangan tersebut di atas tidak salah sepenuhnya. Hal ini terlihat dari banyaknya perusahaan publik yang berubah status menjadi perusahaan private. Di tahun 1980-an misalnya, transaksi perubahan status dari publik ke private di Amerika Serikat mencapai USD 250 milyar. Kecenderungan melakukan voluntary delisting atau go private ini tidak hanya berlangsung di Amerika Serikat saja, perusahaan-perusahaan di Inggris pun banyak yang memilih untuk go private. Namun, gelombang go private di Inggris tidak setinggi di Amerika Serikat. Dari tahun 1997 sampai dengan tahun 2003 tercatat sebanyak 177 perusahaan berubah status dari publik ke private.

Ada bermacam-macam hipotesa yang digunakan untuk menjelaskan fenomena dalam proses melakukan voluntary delisting atau go private. Namun pada dasarnya hipotesa-hipotesa tersebut dapat dikelompokkan ke dalam: penghematan pajak; pengurangan biaya agency (karena penyesuaian insentif, konsentrasi kendali perusahaan, atau pengurangan dari cash flow); transfer kemakmuran dari stakeholder ke shareholder; pengurangan biaya transaksi; perlindungan terhadap usaha pengambilalihan perusahaan; dan penilaian perusahaan yang lebih rendah dari

seharusnya. Penjelasan detail dari masing-masing hipotesa tersebut akan dibahas dalam paragraf berikutnya. 54

a. .Hipotesa keuntungan dari pajak.

Sebagian besar transaksi go private di dunia sering disertai dengan kenaikan yang signifikan dari leverage perusahaan tersebut, dimana kenaikan dari pengurangan keuntungan (interest deductions) dapat menjadi sumber yang penting yang depat memberikan kenaikan kekayaan (wealth). Dalam hal ini, Interest Tax Deductibility dari pinjaman baru dapat memberikan suatu perusahaan untuk go private. Tentu saja pengaruh hal ini di suatu negara akan sangat bergantung pada kebijakan fiskal negara tersebut, juga amat tergantung pada marginal tax rate yang harus dibayar oleh suatu perusahaan. Diperkirakan bahwa keuntungan pajak dari kegiatan melakukan voluntary delisting atau go private di Amerika Serikat dapat mencapai antara 21% dan 72% (untuk tahun 80-an) dari premium yang yang dibayarkan ke pemegang saham untuk membawa perusahaan tersebut menjadi perusahaan private.

Dalam hipotesa ini, perusahaan publik yang mempunyai kewajiban pajak yang besar akan diuntungkan bila perusahaan tersebut melakukan voluntary delisting atau go private terutama karena jumlah utang yang besar yang digunakan untuk membiayai transaksi (go private) menciptakan tambahan tax shield yang cukup besar, yang menambah nilai perusahaan sebelum di rekapitulasi.

54

Dikutip dari http://www.hamline.edu/apakabar/basisdata/1997/04/07/0038.html, Diakses tanggal 10 Mei 2008, hal. 1

Keuntungan dari pemegang saham (dari perusahaan yang melakukan voluntary delisting atau go private) berkorelasi positif dengan tingginya tingkat pajak yang harus dibayar, dan dengan leverage ratio yang rendah dari perusahaan tersebut sebelum melakukan voluntary delisting atau go private.

b. Hipotesa masalah biaya agen (pengelola perusahaan)

Dalam hipotesis ini, ada tiga alasan utama yang menjelaskan terjadinya proses melakukan voluntary delisting atau go private yaitu penyesuaian insentif (incentive realignment), kendali (control), dan uang menganggur (free cash flow). Incentive realignment manajer dan pemilik saham sering mempunyai kepentingan yang berbeda. Manajer dapat saja meningkatkan keuntungan pribadi mereka (dengan berupaya tidak maksimal) dan mengurangi nilai dari perusahaannya.

Kebutuhan untuk menyesuaikan lagi insentif dari manajemen dan pemegang saham sering pula disebut-sebut sebagai salah satu alasan untuk melakukan voluntary delisting atau go private. Di dalam hipotesis ini, penyatuan kembali kepemilikan dan kendali perusahaan akan memperbaiki struktur insentif dan diharapkan dapat meningkatkan usaha manajemen untuk memaksimalkan nilai dari perusahaan. Keuntungan dari pemegang saham (perusahaan go private) berkorelasi negatif dengan kepemilikan equity management di perusahaan sebelum go private.55

Kendali (control) pada perusahaan publik terdapat masalah monitoring keputusan-keputusan manajemen perusahaan, hal ini terjadi karena perusahaan publik itu dimiliki oleh banyak pemegang saham. Karena investasi dalam hal monitoring

55

yang dilakukan oleh seorang pemegang saham menjadi public good untuk seluruh pemegang saham, pemegang saham individu yang memiliki hanya sedikit saham akan cenderung underinvest di dalam aktivitas monitoring. Kehadiran kepemilikan dengan konsentrasi yang kecil akan menciptakan kegiatan monitoring yang ketat oleh pemilik saham sebelum proses melakukan voluntary delisting atau go private berlangsung dapat berarti keuntungan untuk go private tidak akan terlalu besar karena perusahaan tersebut sebelum go private kecil sekali kemungkinannya mengalami agency cost yang tinggi.

Keuntungan yang dapat diharapkan oleh pemegang saham (perusahaan private) dalam melakukan langkah go private akan berbanding terbalik dengan tingkat konsentrasi kepemilikan saham yang dimiliki oleh pemegang saham dari luar.

Uang menganggur atau disebut dengan free cash flow didefinisikan sebagai cash flow sisa setelah dikurangi kebutuhan dana untuk membiayai semua proyek yang memiliki net present value yang positif (setelah di-discount dengan cost capital yang relevan). Manajer mempunyai insentif untuk menahan dana (resource) dan untuk menumbuhkan perusahaan melebihi batas optimalnya (sering disebut sebagai empire building), yang mana hal ini berlawanan dengan interest dari para pemegang saham. Masalah ini sering terjadi di industri yang memiliki banyak uang tunai, tetapi memiliki prospek pertumbuhan yang rendah.56

Dengan menukarkan equility dengan hutang, manajer secara kredibel telah membuat komitmen untuk membayarkan cash flow di masa datang daripada menahan

56

cash flow tersebut dan menginvestasikannya di dalam proyek yang memilki NPV negatif. Meningkatnya resiko default yang timbul karena proses rekapitalisasi tersebut akan menumbuhkan motivasi untuk membuat perusahaan tersebut menjadi lebih efisien.

Banyak dari keuntungan menjadi perusahaan private berasal dari fungsi kontrol dari utang (debt). Teori carrot and stick dari Lowenstein untuk perusahaan yang melakukan voluntary delisting atau go private. Carrot-nya, dalam hal ini, adalah meningkatnya kepemilikan saham dari para manajer yang membuat para manajer dapat menikmati keuntungan yang lebih besar dari usahanya. Sedangkan stick-nya adalah utang yang besar yang diambil oleh perusahaan untuk perusahaan meminjam dalam jumlah yang besar akan memaksa manajer perusahaan untuk menjalankan perusahaan dengan efisien untuk mencegah terjadinya default.

Dalam hipotesis ini, leverage yang tinggi karena proses melakukan voluntary delisting atau go private akan mencegah terjadinya pemborosan free cash flow karena proses go private tersebut akan mengikat manajer untuk membayar lebih banyak cash flow untuk membayar utang.

Harapan keuntungan dari pemegang saham (perusahaan private) dari suatu proses go private akan berkorelasi positif dengan level free cash flow dari perusahaan tersebut sebelum melakukan voluntary delisting atau go private.57

c. Hipotesa biaya transaksi

Banyak kalangan yang menyebutkan salah satu alasan untuk melakukan

57

voluntary delisting atau go private adalah karena biaya untuk menjadi perusahaan yang listed di bursa tidaklah murah. Untuk perusahaan di inggris, misalnya, sebuah perusahaan yang memiliki market cap 100 juta Pound harus membayar sekitar 43.700 Pound (di tahun 2003) untuk bisa listed di London Stock Exchange (LSE), dengan listing fee tahunan sebesar 6,280 Pound. Biaya ini akan bervariasi sesuai dengan ukuran perusahaan dan jenis pasar dimana perusahaan tersebut terdaftar. Di samping itu, perusahaan Inggris yang listed harus membayar ke pialang saham, registrar, pengacara, bank, dan perusahaan PR finasial, juga biaya jual-beli, auditing, pencetakan dan pendistribusian account, yang jumlahnya dapat mencapai 250.000 Poundsterling.

Pada dasarnya, hipotesa biaya transaksi menunjukkan bahwa keutungan dari go private sebagian besar berasal dari penghapusan biaya-biaya langsung maupun tak langsung yang berhubungan dengan status listed saham perusahaan tersebut. Keuntungan pemilik saham (perusahaan private) dari suatu proses go private berkorelasi positif dengan penghematan yang dilakukan dari biaya-biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan listed.58

d. Hipotesa perlindungan terhadap usaha pengambilalihan

Sebagian perusahaan disinyalir menempuh langkah melakukan voluntary delisting atau go private sebagai pertahanan terakhir terhadap pengambilalihan paksa (hostile shareholder or tender offer). Para manajer merasa ketakutan kehilangan pekerjaan mereka bila pengambilalihan paksa tersebut dibiarkan terjadi. Karena itu,

58

mereka merubah status perusahaannya menjadi perusahaan private. Secara singkat, menurut hipotesa ini premium dari suatu proses go private menggambarkan indikasi bahwa tim manajemen berniat untuk membeli saham dari pemegang saham lainnya untuk melindungi perusahaan tersebut dari pengambilalihan yang tidak dikehendaki.

Keuntungan perusahaan yang berstatus publik adalah akses dana masyarakat melalui pasar modal. Selain itu, dengan merubah perusahaan menjadi berstatus publik, perusahaan dapat merubah pola insentif bagi manajemen perusahaan, misalnya dengan memberikan atau memperbolehkan manajemen perusahaan untuk memiliki sebagian saham perusahaan. Dengan struktur kepemilikan yang demikian, manajemen perusahaan diperkirakan akan berusaha semaksimal mungkin untuk mengoperasikan perusahaannya dengan lebih efisien. Rasa memiliki yang lebih tinggi dari sebelumnya akan memberikan insentif tambahan bagi para manajemen untuk melakukan hal tersebut.

Keuntungan lain yang sering disebutkan adalah merealisasikan keuntungan yang telah dibuat. Suatu perusahaan private yang berhasil mengeksekusi proyek- proyek dengan berhasil akan mengalami kenaikan nilai yang signifikan.

Bursa saham memberikan peluang kepada manajemen atau pemilik perusahaan tersebut untuk merealisasikan keuntungannya dengan go public. Tindakan ini akan mengurangi kepemilikan pemilik asli dari perusahaan tersebut. Tetapi sebagai kompensasinya mereka akan mendapatkan uang tunai dari hasil penjualan saham tersebut. Untuk perusahaan yang kinerjanya bagus hasil penjualan ini bisa amat menggiurkan. Jadi, bursa saham dapat menyediakan jalan keluar untuk

merealisasikan keuntungan. Premium dari suatu proses melakukan voluntary delisting atau go private berkorelasi positif dengan tekanan pengambilalihan untuk mengendalikan perusahaan dari pasar. 59

e. Hipotesa undervaluation

Asimmetric information dapat terjadi antara manajemen dan pemegang saham dari luar tentang nilai maksimum suatu perusahaan. Hal ini terjadi karena biasanya pihak manajemen mengetahui dengan lebih detail tentang prospek pasar atau proyek- proyek yang dikerjakan oleh perusahaan dibandingkan dengan orang di luar pihak manajemen. Jadi, ada peluang terjadinya suatu keadaan dimana pihak manajemen menilai harga dari saham perusahaannya terlalu rendah dibandingkan dengan potensi sesungguhnya dari perusahaan tersebut.

Masalah ini menjadi semakin parah ketika perusahaan yang listed (terutama

Dokumen terkait