• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aspek Kesejahteraan Masyarakat

BAB II EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPA TAHUN 2012 DAN

2.1 Gambaran Umum Kondisi Aceh

2.1.2 Aspek Kesejahteraan Masyarakat

2.1.2.1 Fokus Kesejahteraan dan Pemerataan Ekonomi

A. Pertumbuhan PDRB

Dalam periode RPJM tahap pertama (2007-2012) pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Aceh menunjukkan perkembangan ke arah yang semakin baik. Separuh periode RPJM (2007-2009) PDRB Aceh masih tumbuh negatif. Pertumbuhan negatif tersebut disebabkan oleh menurunnya produksi minyak dan gas alam. Pada separuh akhir periode RPJM pertama (2010-2012) pertumbuhan PDRB Aceh mengalami rebound, tumbuh positif yaitu 2,79 % (2010), 5,02 % (2011),

dan 5,2 % (2012). Pertumbuhan PDRB Aceh lebih tinggi lagi jika komponen minyak dan gas tidak diperhitungkan yaitu 5,49 % (2010), 5,87 % (2011) dan 6,06 % (2012). Pertumbuhan PDRB migas Aceh menjadi positif dikarenakan kontribusi sektor non migas terutama sektor pertanian dan sektor perdagangan melebihi penurunan kontribusi sektor migas terhadap PDRB total. Mesikipun demikian, pertumbuhan positif ekonomi Aceh tersebut masih dibawah pertumbuhan ekonomi nasional yang mencapai 6,22 % (2010), 6,49 % (2011), dan 6,23(2012).

Tabel 2.2

Perkembangan Nilai dan Kontribusi Sektor-sektor Terhadap PDRB Aceh Tahun 2008-2012 Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000

Sumber : Badan Pusat Statistik Aceh 2013

Pertumbuhan ekonomi Aceh pada tahun 2012 disumbangkan oleh pertumbuhan positif di delapan sektor. Terdapat lima sektor yang tumbuh di atas rata-rata pertumbuhan PDRB Aceh yaitu sektor pengangkutan dan komunikasi (8,78 persen), sektor listrik dan air bersih (7,69 persen), sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan (7,58 persen), sektor konstruksi (7,23 persen) dan sektor perdagangan, hotel dan restoran (7,22 persen). Sedangkan tiga sektor yang tumbuh positif namun masih dibawah pertumbuhan ekonomi Aceh yaitu sektor pertanian (5,45 persen), sektor jasa (5,25 persen) dan sektor industri pengolahan (0,84 persen). Satu-satunya sektor yang tumbuh negatif adalah sektor pertambangan dan

Sektor 2008 2009 2010 2011* 2012** Rp (Trilyun) % Rp (Trilyun) % Rp (Trilyun) % Rp (Trilyun) % Rp (Trilyun) % 1. Pertanian 8,22 24,12 8,43 26,18 8,86 26,78 9,35 26,90 9.86 26.94 2. Pertambangan & Penggalian 5,31 15,57 2,80 8,68 2,61 7,89 2,61 7,51 2.59 7.08 3. Industri Pengolahan 4,12 12,08 3,79 11,78 3,49 10,56 3,56 10,25 3.59 9.82 4. Listrik, Gas & Air Bersih 0,09 0,27 0,10 0,32 0,12 0,37 0,13 0,37 0.14 0.38 5. Konstruksi 2,16 6,34 2,23 6,92 2,34 7,09 2,49 7,16 2.64 7.22 6. Perdagangan, Hotel &

Restoran 5,92 17,36 6,21 19,28 6,61 19,98 7,06 20,28 7.59 20.75 7. Pengangkutan &Komunikasi 2,17 6,38 2,28 7,08 2,43 7,35 2,62 7,54 2.85 7.80 8. Keuangan, Persewaan

& Jasa Perusahaan 0,55 1,60 0,59 1,83 0,62 1,88 0,66 1,90 0.72 1.98 9. Jasa-jasa 5,55 16,29 5,78 17,93 6,03 18,10 6,29 18,09 6.59 18.02

PDRB 34,10 100,00 32,22 100,00 33,12l 100,0 34,77 100,00 36,58 100,00

penggalian mengalami penurunan sebesar 0,77 persen. Perkembangan nilai dan kontribusi PDRB Aceh selama kurun waktu 2008-2012 secara lebih terperinci dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Jika dilihat dari struktur ekonomi Aceh, sektor pertanian dan sektor perdagangan masih merupakan dua kontributor utama dalam pembentukan PDRB Aceh. Sejak tahun 2008 kedua sektor ini menduduki dua peringkat teratas dengan rerata kontribusi masing-masing sebesar 26,18 persen dan 19,53 persen. Namun jika dilihat secara trend atau kencenderungan, kontribusi sektor perdagangan, hotel dan restoran mengalami peningkatan setiap tahunnya sedangkan sektor pertanian cenderung stagnan. Keadaan ini menyiratkan bahwa terjadi transformasi struktur ekonomi Aceh. Apalagi jika dibandingkan berdasarkan agregat sektor yaitu; sektor primer, sekunder dan tersier.

Pada tahun 2012, sektor tersier yang terdiri dari sektor perdagangan, hotel dan restoran, pengangkutan dan komunikasi, keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan, serta jasa-jasa menyumbangkan 41,50 persen dalam pembentukan PDRB Aceh atau 49,96 persen jika PDRB Aceh tidak memperhitungkan komponen migas. Sedangkan sektor primer (sektor pertanian serta pertambangan dan penggalian) hanya menyumbang 38, 16 persen pada PDRB Migas dan 32,64 pada PDRB Non Migas. Struktur PDRB Aceh juga menunjukkan belum berperannya sektor sekunder terutama sektor industri pengolahan sebagai pendorong ekonomi Aceh. Sektor sekunder merupakan sektor terendah dalam hal kontribusi terhadap pembentukan PDRB yaitu 20,34 persen dan 17,66 persen untuk PDRB non migas. Minimnya kontribusi dan pertumbuhan sektor industri merupakan salah satu jawaban dari masih rendahnya pertumbuhan ekonomi Aceh dibandingkan dengan tingkat pertumbuhan nasional karena sektor industri merupakan sektor yang mempunyai efek pengganda output ekonomi yang besar.

Kontribusi sektor-sektor terhadap PDRB Aceh berdasarkan harga konstan 2000 dan harga berlaku selama tahun 2008-2012 dapat dilihat pada Tabel 2.3 dan tanpa migas pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3

Kontribusi Sektor-sektor Terhadap PDRB Aceh Dengan Migas Selama Tahun 2008 S.d 2012 Atas Dasar Harga Berlaku (Hb) dan Harga Konstan (Hk)

No Sektor

2008 2009 2010 2011 2012

Hb Hk Hb Hk Hb Hk Hb Hk Hb Hk

% % % % % % % % % %

1. Pertanian 26,37 24,12 28,36 26,18 28,17 26,78 27,32 26,90 27,03 26,94 2. Pertambangan& Penggalian 18,87 15,57 11,47 8,68 11,06 7,89 11,60 7,51 11,13 7,08 3. IndustriPengolahan 11,14 12,08 10,82 11,78 9,63 10,56 8,95 10,25 8,69 9,81 4. Listrik, Gas &Air Bersih 0,27 0,27 0,36 0,32 0,43 0,37 0,45 0,37 0,47 0,38 5. Konstruksi 8,52 6,34 9,50 6,92 9,94 7,09 10,86 7,16 11,18 7,30 6. Perdagangan,Hotel &

Restoran 13,90 17,36 14,92 19,28 15,43 19,98 16,41 20,28 16,83 20,68 7 Pengangkutan& Komunikasi 8,78 6,38 10,35 7,08 10,58 7,35 10,64 7,54 11,19 7,79

8. Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan 2,01 1,60 2,49 1,83 2,63 1,88 2,56 1,90 2,85 1,94 9. Jasa-jasa 10,15 16,29 11,72 17,93 12,13 18,10 11,20 18,09 10,63 18,09 PDRB 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00

Sumber : Badan Pusat Statistik Aceh 2013

Dari sisi pengeluaran, ekonomi Aceh masih menggandalkan komsumsi sebagai penopang pertumbuhan. Komsumsi rumah tangga dan pemerintah pada tahun 2012 menyumbang 63,18 persen dari total PDRB penggunaan Aceh masing-masing dengan kontribusi 40,09 persen dan 23,09 persen. Kinerja ekspor masih menjadi penyumbang ketiga yaitu 22,43 persen namun dengan kecenderungan peranan menurun dari tahun ke tahun. Pembentukan modal bruto tetap (PMTB) yang merupakan ukuran realisasi investasi di Aceh ukukan sumbangan sebesar 18, 84 persen. Rendahnya PMTB relatif terhadap komsumsi menyebabkan rendahnya nilai tambah output ekonomi Aceh dan tercermin pada rendahnya realisasi kontribusi sektor industry pengolahan pada perhitungan PDRB produksi Aceh sebagaimana telah disebutkan sebelumnya.

Tabel 2.4

Perkembangan Kontribusi Sektor-sektor Terhadap PDRB Aceh Tanpa Migas Selama Tahun 2008-2012 Atas Dasar Harga Berlaku (HB) dan

Harga Konstan (HK) 3 No Sektor 2008 2009 2010 2011 2012 Hb Hk Hb Hk Hb Hk Hb Hk Hb Hk % % % % % % % % % % 1. Pertanian 35,78 31,01 34,66 30,59 33,75 30,45 32,70 30,35 32,07 30.18 2. Pertambangan & Penggalian 1,45 1,52 1,37 1,48 1,36 1,49 1,35 1,49 1,36 1.47 3. IndustriPengolahan 3,59 5,45 3,66 5,58 3,62 5,64 3,56 5,63 3,51 5.45 4. Listrik, Gas &Air Bersih 0,36 0,34 0,44 0,38 0,52 0,42 0,54 0,43 0,56 0.43 5. Konstruksi 11,56 8,15 11,61 8,09 11,91 8,06 13,00 8,08 13,27 8.09 6. Perdagangan,Hotel &

Restoran 18,86 22,32 18,24 22,53 18,48 22,72 19,64 22,92 19.97 23.24 7. Pengangkutan &

Komunikasi 11,91 8,20 12,65 8,27 12,68 8,36 12,74 8,52 13,28 8.74 8. Keuangan,Persewaan &

Jasa Perusahaan 2,73 2,06 3,04 2,13 3,15 2,13 3,07 2,15 3,38 2.21 9. Jasa-jasa 13,77 20,94 14,33 20,95 14,53 20,74 13,40 20,43 12,61 20.18

PDRB 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100

Sumber : Badan Pusat Statistik, 2013

B. Laju Inflasi

Laju inflasi yang terjadi di Aceh selama periode 2008-2012 secara umum menunjukkan penurunan yaitu dari 11,92 persen pada tahun 2008 menjadi 0,22 persen pada tahun 2012. Laju inflasi Aceh pada tahun 2012 berada jauh dari laju inflasi nasional yang mencapai 4,30 pada tahun yang sama. Rendahnya laju inflasi Aceh disebabkan pada stabilnya harga pada kelompok komoditas pangan yang biasanya berfluktuasi yaitu ikan segar, beras, cabe merah dan bawang merah. Perkembangan inflasi bulanan pada tahun 2012 dapat dilihat pada table 2.6 berikut ini.

Tabel 2.5.

Inflasi Bulanan Aceh pada Tahun 2012

Sumber : Bank Indonesia, 2013

Semakin membaiknya sarana dan prasarana transportasi ikut memberi andil yang besar terhadap menurunnya tingkat inflasi tersebut dari sisi penawaran, karena hal ini terkait dengan kelancaran arus distribusi barang terutama barang-barang kebutuhan pokok masyarakat. Disamping itu, sisi permintaan juga tidak mengalami tekanan yang berarti terutama pasca proses rehab dan rekon Aceh sejak tahun 2009. Tingkat inflasi harus dijaga karena sangat terkait dengan Perkembangan tingkat inflasi di Aceh selama periode 2008-2012 semakin rendah dan dapat dilihat pada Tabel 2.6.

Tabel 2.6

Laju Inflasi Tahun 2008 – 2012

Uraian 2008 2009 2010 2011 2012

Aceh 11,92 3,72 5,86 3,43 0,22

Nasional 11,06 2,78 6,96 3,79 4,30

Sumber : BPS Aceh, 2013

C. Persentase Penduduk di atas garis kemiskinan

Tingkat kemiskinan di Aceh selama periode 2007-2012 menunjukkan penurunan secara signifikan, dari 26 persen pada tahun 2007 menjadi 18,58 pada tahun 2012 yakni penurunan sebesar 7,42 persen, sementara selama periode yang sama angka kemiskinan nasional hanya turun 4,62 persen. Namun demikian, jika

KELOMPOK 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Umum 0,50 -0,31 0,48 0,03 -0,73 1,27 0,16 0,58 -0,87 -0,51 -0,85 0,50 Bahan Makanan 1,50 -1,56 1,29 -0,12 -2,33 3,38 -0,15 1,20 -3,55 -2,06 -2,95 1,60 Makanan jadi 0,23 0,17 0,26 0,29 0,29 0,43 0,49 0,08 0,41 -0,06 0,12 0,11 Perumahan -0,22 0,27 0,17 0,16 -0,07 0,01 0,09 0,16 0,02 0,23 0,40 0,14 Sandang -0,08 0,67 -0,13 -0,46 -0,46 0,77 0,19 1,20 1,65 0,52 -0,63 -0,19 Kesehatan 0,08 0,04 -0,01 0,05 0,08 0,51 -0,03 -0,04 0,31 0,41 0,11 0,08 Pendidikan 0,28 0,10 0,00 -0,02 0,26 0,03 1,90 0,09 0,02 0,21 -0,02 0,12 Transportasi 0,11 0,18 0,03 0,02 0,01 0,05 0,04 0,43 0,17 0,18 0,00 0,01

dilihat angka komulatif nasional 26,65 persen (2007), 23,53 persen (2008), 21,80 persen (2009) dan 20.98 persen (2010), 19,48 persen (2011) dan 18.58 persen (2012). Namun demikian tingkat kemiskinan tersebut masih tergolong sangat tinggi terutama jika dibandingkan dengan rata-rata nasional yang sudah mencapai 16,60 persen (2007); 15,40 persen (2008); 14,20 persen (2009); 13,72 persen (2010); 12,36 persen (2011) dan 11,96 persen (2012). Di wilayah Pulau Sumatera, bahkan tingkat kemiskinan di Aceh adalah yang tertinggi. Rata-rata tingkat kemiskinan di Pulau Sumatera pada tahun 2012 adalah hanya 11,72 persen dibawah rata-rata nasional, sedangkan yang terendah adalah di Provinsi Bangka Belitung hanya sebesar 5,37 persen.

Dari sisi sebarannya, penduduk miskin Aceh masih sangat terkonsentrasi di wilayah pedesaan yaitu sebanyak 81,10%, sedangkan diperkotaan hanya 18,90 persen. Walaupun demikian, penurunan persentase jumlah penduduk miskin di wilayah pedesaan lebih besar jika dibandingkan dengan penurunan di wilayah perkotaan. Pada tahun 2012, tingkat kemiskinan perdesaan Aceh turun 1 persen dibanding tahun 2011 sedangkat tingkat kemiskinan perkotaan Aceh hanya turun 0,60 persen.

Gambaran di atas diduga sebagai dampak dari meningkatnya partisipasi masyarakat desa dalam dinamika pembangunan, terutama di sektor pertanian selama beberapa tahun terakhir. Membaiknya harga gabah dan beberapa produk komoditas perkebunan diduga telah ikut memotivasi aktivitas usaha tani di pedesaan. Disamping itu program-program pembangunan yang dialokasikan khusus di kawasan pedesaan seperti PNPM Mandiri, BKPG, serta kegiatan-kegiatan pemberdayaan yang terkait dengan peningkatan produksi pertanian diduga ikut memberi pengaruh positif terhadap peningkatan pembangunan.

Berdasarkan keputusan Kementerian PDT nomor 001/KEP/M-PDT/02/2005 tentang penetapan Kabupaten tertinggal sebagai lokasi program P2DTK. Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal, Aceh memiliki 17 dari 23 Kabupaten/Kota yang masih tergolong daerah tertinggal termasuk wilayah perbatasan. Daerah tertinggal tersebut merupakan wilayah konsentrasi penduduk

miskin di Aceh. Selanjutnya tingkat kemiskinan untuk masing-masing kabupaten/kota secara rinci ditampilkan pada Tabel 2.7.

Tabel 2.7

Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2008-2012 No Kabupaten/ Kota Jumlah (000) Persentase (%) 2008 2009 2010 2011 2012 2008 2009 2010 2011 2012 1 Simeulue 20,57 19,11 18,90 19.0 18.5 26,45 24,72 23,63 22.96 21.88 2 Aceh Singkil 22,24 20,29 19,90 19.9 19.4 23,27 21,06 19,39 18.93 17.92 3 Aceh Selatan 38,82 35,41 32,20 32.3 31.5 19,40 17,50 15,93 15.52 14.81 4 Aceh Tenggara 30,89 27,87 30,00 30.2 29.4 18,51 16,77 16,79 16.39 15.64 5 Aceh Timur 76,22 68,30 66,50 66.7 64.9 24,05 21,33 18,43 18.01 17.19 6 Aceh Tengah 40,64 38,17 35,30 35.4 34.5 23,36 21,43 20,10 19.58 18.78 7 Aceh Barat 43,69 40,39 42,40 42.5 41.4 29,96 27,09 24,43 23.81 22.76 8 Aceh Besar 63,46 58,97 66,20 66.3 64.6 21,52 20,09 18,80 18.36 17.5 9 Pidie 101,77 93,80 90,20 90.4 88.0 28,11 25,87 23,80 23.19 22.12 10 Bireuen 79,09 72,94 76,10 76.3 74.3 23,27 21,65 19,51 19.06 18.21 11 Aceh Utara 135,70 126,59 124,40 124.7 121.4 27,56 25,29 23,43 22.89 21.89 12 Aceh Barat Daya 27,43 25,00 25,20 25.3 24.6 23,42 21,33 19,94 19.49 18.51 13 Gayo Lues 18,89 17,09 19,00 19.1 18.6 26,57 24,22 23,91 23.38 22.31 14 Aceh Tamiang 50,82 45,29 45,20 45.3 44.1 22,29 19,96 17,99 17.49 16.7 15 Nagan Raya 33,21 30,86 33,40 33.6 32.7 28,11 26,22 24,07 23.38 22.27 16 Aceh Jaya 17,24 17,13 15,60 15.6 15.2 23,86 21,86 20,18 19.80 18.3 17 Bener Meriah 31,28 28,58 32,10 32.2 31.4 29,21 26,58 26,23 25.50 24.5 18 Pidie Jaya 37,70 35,60 34,70 34.8 33.9 30,26 27,97 26,08 25.43 24.35 19 Banda Aceh 19,91 17,27 20,80 20.8 20.3 9,56 8,64 9,19 9.08 8.65 20 Sabang 7,14 6,54 6,60 6.7 6.5 25,72 23,89 21,69 21.31 20.51 21 Langsa 23,96 21,34 22,40 22.4 21.8 17,97 16,20 15,01 14.66 13.93 22 Lhoksumawe 23,94 22,53 24,00 24.2 23.6 15,87 15,08 14,07 13.73 13.06 23 Subulussalam 17,73 16,75 16,40 16.5 16.1 28,99 26,80 24,36 23.85 22.64 Aceh 959,70 892,86 861,85 900.2 876.6 23,53 21,80 20,98 19.48 18.58

2.1.2.2 Fokus Kesejahteraan Sosial 2.1.2.2.1 Pendidikan

A. Angka Melek Huruf

Menurut Badan Pusat Statistik (2012), angka melek huruf di Aceh dalam kurun waktu tahun 2007-2011 terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2007 tercatat sebesar 94,51 persen penduduk usia 15 tahun ke atas yang melek huruf kemudian meningkat menjadi 95,84 persen pada tahun 2011. Angka ini telah mencapai target Renstra Kementerian Pendidikan Nasional tahun 2014 sebesar 95,8 persen dan bahkan melampaui rerata nasional tahun 2011 sebesar 92,8 persen.

Gambar 2.1

Perkembangan Angka Melek Huruf Penduduk Dewasa di Aceh (persen), Tahun 2007-2011

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2008-2012 dan Renstra Kemendiknas 2010-2014.

*) Penurunan Angka Melek Huruf tahun 2010 dan 2011 disebabkan oleh perbedaan metodologi penghitungan estimasi pada kelompok umur dan periode pengumpulan data.

Umumnya penduduk buta aksara di Aceh berada pada kelompok usia lanjut (usia 50 tahun ke atas). Pada kelompok usia 15-44 tahun tercatat 0,74 persen penduduk yang buta aksara, pada kelompok usia 45-49 tahun sebesar 4 persen, sedangkan pada kelompok usia 50 tahun ke atas mencapai 11,28 persen.

Perincian menurut jenis kelamin menunjukkan bahwa angka melek huruf penduduk laki-laki masih tetap lebih tinggi dari pada penduduk perempuan, masing-masing sebesar 97,68 persen dan 95,84 persen. Di daerah perkotaan

95.8 94.5 95.9 96.4 96.9 95.8 92.8 90.0 91.0 92.0 93.0 94.0 95.0 96.0 97.0 98.0 Renstra Nasional 2014 2007 2008 2009 2010 2011*) Rerata Nasional 2011

kesenjangan angka melek huruf antara penduduk laki-laki dan perempuan lebih kecil yaitu sebesar 1,18 persen, sedangkan di perdesaan sebesar 2,11 persen.

B. Angka Rata-Rata Lama Sekolah

Angka rata-rata lama sekolah di Aceh dalam kurun waktu tahun 2007-2011 terus mengalami peningkatan, yaitu sebesar 8,50 tahun pada tahun 2007 menjadi 8,90 tahun pada tahun 2011. Namun apabila ditelaah lebih lanjut masih terlihat adanya kesenjangan diantara kabupaten/kota. Pada tahun 2011 kabupaten/kota yang memiliki angka rata-rata lama sekolah terendah adalah kota Subulussalam sebesar 7,61 tahun, kemudian disusul Nagan Raya sebesar 7,75 tahun dan Aceh Singkil sebesar 7,77 tahun. Angka tertinggi di Kota Banda Aceh sebesar 12,20 tahun, diikuti Kota Sabang sebesar 10,59 tahun dan Kota Langsa sebesar 10,51 (Tabel 2.8).

Tabel 2.8

Angka Rata-Rata Lama Sekolah di Aceh Tahun 2007 – 2011 C. No Kabupaten/Kota Tahun 2007 2008 2009 2010 2011 1 Simeulue 7.60 8.00 8.30 8.52 8,62 2 Aceh Singkil 7.70 7.70 7.74 7.76 7,77 3 Aceh Selatan 8.20 8.20 8.28 8.43 8,44 4 Aceh Tenggara 9.30 9.30 9.34 9.35 9,36 5 Aceh Timur 8.40 8.40 8.49 8.49 8,51 6 Aceh Tengah 9.27 9.29 9.44 9.52 9,7 7 Aceh Barat 8.20 8.20 8.23 8.48 8,54 8 Aceh Besar 9.48 9.48 9.51 9.55 9,77 9 Pidie 8.60 8.60 8.65 8.67 8,72 10 Bireuen 9.20 9.20 9.23 9.26 9,28 11 Aceh Utara 9.10 9.10 9.12 9.15 9,19

12 Aceh Barat Daya 7.50 7.50 7.63 7.72 8,01

13 Gayo Lues 8.70 8.70 8.71 8.71 8,73 14 Aceh Tamiang 8.40 8.40 8.77 8.78 8,85 15 Nagan Raya 7.32 7.32 7.34 7.57 7,75 16 Aceh Jaya 8.70 8.70 8.71 8.72 8,73 17 Bener Meriah 8.49 8.49 8.53 8.77 8,81 18 Pidie Jaya 8.00 8.00 8.38 8.64 8,68 19 Banda Aceh 11.86 11.86 11.91 12.09 12,2 20 Sabang 10.13 10.23 10.36 10.55 10,59 21 Langsa 9.70 9.88 10.04 10.45 10,51 22 Lhokseumawe 9.70 9.70 9.91 9.99 10,04

No Kabupaten/Kota Tahun

2007 2008 2009 2010 2011

23 Subulussalam 7.50 7.50 7.58 7.59 7,61

ACEH 8.50 8.50 8.63 8.81 8.90

Sumber :Badan Pusat Statistik, Aceh Info 2012

Kesenjangan juga terjadi antara laki-laki dan perempuan. Rata-rata lama sekolah penduduk laki-laki tercatat sebesar 9,20 sedangkan rata-rata lama sekolah penduduk perempuan sebesar 8,50. Dengan kata lain, rata-rata penduduk laki-laki berpendidikan tamat SMP/MTs dan telah memasuki tahun pertama jenjang pendidikan menengah sedangkan rata-rata penduduk perempuan hanya berpendidikan sampai kelas tiga SMP/MTs dan tidak tamat.

2.1.2.2.2 Kesehatan

A. Umur Harapan Hidup

Umur Harapan Hidup (UHH) menggambarkan panjang umur penduduk dalam suatu wilayah. Secara umum, UHH orang Aceh tidak banyak mengalami peningkatan selama periode 2007-2011. UHH hanya sedikit meningkat dari 68,4 di tahun 2007 menjadi 68.8 di tahun 2011, dan masih terdapat disparitas UHH antar kabupaten/kota.

Tabel 2.9

Umur Harapan Hidup di Aceh Tahun 2007-2011

No Kab/Kota 2007 2008 2009 2010 2011 1 Simeulue 62.75 62,84 62,91 62,98 63,05 2 Aceh Singkil 64.27 64,46 64,69 64,92 65,1 3 Aceh Selatan 66.61 66,71 66,82 66,93 67,03 4 Aceh Tenggara 69.11 69,16 69,19 69,22 69,26 5 Aceh Timur 69.41 69,52 69,63 69,74 69,8 6 Aceh Tengah 69.31 69,42 69,53 69,64 69,7 7 Aceh Barat 69.69 69,78 69,87 69,97 70,06 8 Aceh Besar 70.42 70,52 70,64 70,75 70,81 9 Pidie 68.94 69,11 69,32 69,53 69,68 10 Bireuen 72.22 72,28 72,32 72,35 72,39 11 Aceh Utara 69.41 69,52 69,63 69,74 69,80

12 Aceh Barat Daya 66.30 66,49 66,74 66,99 67,19

13 Gayo Lues 66.73 66,84 66,96 67,08 67,15 14 Aceh Tamiang 68.09 68,18 68,27 68,37 68,47 15 Nagan Raya 69.31 69,42 69,53 69,64 69,7 16 Aceh Jaya 67.84 67,91 67,97 68,02 68,08 17 Bener Meriah 67.31 67,41 67,52 67,63 67,69 18 Pidie Jaya 68.91 69,02 69,13 69,24 69,30

19 Kota Banda Aceh 69.99 70,24 70,56 70,88 71,15

20 Kota Sabang 70.10 70,36 70,69 71,02 71,30

No Kab/Kota 2007 2008 2009 2010 2011 22 Kota Lhokseumawe 69.70 70,00 70,41 70,81 71,17 23 Subulussalam 65.40 65,54 65,71 65,89 66,01 ACEH 68.40 68,50 68,60 68,70 68,80 Sumber: BPS, 2012 B. Angka Kematian

1. Angka Kematian Bayi

Angka Kematian Bayi (AKB) dihitung dari jumlah angka kematian bayi dibawah usia satu tahun per 1.000 kelahiran hidup pada satu tahun tertentu. Berdasarkan hasil Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 AKB di Aceh adalah 47 per 1.000 kelahiran hidup. Angka ini jauh lebih tinggi dari angka rata-rata nasional yang hanya 34 per 1.000 kelahiran hidup. AKB masih cukup bervarasi antar kabupaten/kota dan masih relatif tinggi di daerah pedesaan, pada keluarga miskin dan anak-anak yang dilahirkan dari keluarga yang berpendidikan rendah.

2. Angka Kematian Balita

Angka Kematian Balita (AKABA) adalah jumlah anak yang meninggal sebelum mencapai usia lima tahun yang dinyatakan sebagai angka per 1.000 kelahiran hidup. Dari laporan SDKI 2012 diketahui bahwa AKABA di Aceh masih tinggi yakni 52 per 1.000 kelahiran (nasional 43 per 1.000 kelahiran hidup). Diperkirakan AKABA juga lebih tinggi pada keluarga yang berpendidikan rendah, keluarga dengan status sosial ekonomi rendah dan pada keluarga yang tinggal didaerah pedesaan yang tidak menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat.

3. Angka Kematian Ibu

Angka Kematian Ibu (AKI) juga merupakan salah satu indikator penting dalam menentukan derajat kesehatan masyarakat. Jumlah ibu yang meninggal akibat kehamilan, persalinan dan nifas di Aceh masih relatif tinggi, melebihi rata-rata nasional. SDKI 2007 melaporkan bahwa AKI di Aceh masih sebesar 238 per 100.000 kelahiran hidup, sedangkan rata-rata AKI nasional sudah mencapai 228 per 100.000 kelahiran hidup, dan target MGDs 2015 sebesar 102 per 100.000 kelahiran hidup.

C. Status Gizi

1. Prevalensi Balita Kekurangan Gizi

Secara umum status gizi masyarakat di Aceh sudah menunjukkan perbaikan. Prevalensi balita gizi buruk dan kurang di Aceh menurun dari 26,5 % pada tahun 2007 menjadi 23,7 % pada tahun 2010, namun angka ini masih berada di atas angka rata-rata nasional yang telah mencapai 17,9%.

Gambar 2.2

Grafik Prevalensi Balita Kekurangan Gizi

Sumber: Riskesdas 2007 dan Riskesdas 2010

2. Prevalensi Balita Pendek

Jumlah anak pendek (stunting) di Aceh masih sangat tinggi dan prevalensinya hanya menurun sedikit. Pada tahun 2007 prevalensi stunting di Aceh mencapai 44,6 % dan pada tahun 2010 hanya menurun sedikit menjadi 38,9 %.

Gambar 2.3.

Grafik Prevalensi Balita Pendek Tahun 2007 dan 2010

3. Prevalensi Balita Kurus

Angka balita kurus juga terjadi penurunan di Aceh, pada tahun 2007 prevalensinya 18,3% turun menjadi 14,2% pada tahun 2010

Gambar 2.4.

Grafik Prevalensi Balita Kurus Tahun 2007 dan 2010

Sumber: Riskesdas 2007 dan Riskesdas 2010

D. Angka Kesakitan

1. Penyakit Tidak Menular

Penyakit infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan penyebab kesakitan tertinggi anak balita di Aceh, Prevalensi ISPA sebesar 36,6% dan jauh di atas angka nasional sekitar 25% . Selain ISPA, TB paru, malaria, dan demam berdarah dengue (DBD) masih menjadi permasalahan kesehatan utama di Aceh. HIV dan AIDS juga telah ditemukan di Aceh. Secara kumulatif sejak tahun 2004 sampai dengan akhir tahun 2011 ditemukan sekitar 112 kasus ( HIV 24 kasus dan AIDS 88 kasus) yang tersebar di 20 kabupaten/kota dan 18 kasus diantaranya meninggal.

Sementara itu kualitas pelayanan imunisasi dasar harus mendapat perhatian di Aceh karena masih terdapat penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Ditinjau dari aspek keterjangkauan program dicapai 62,1% dari target 80%, dan tingkat perlindungan dicapai 69% dari target 90%. Dengan melihat tingkat capaian program ini maka diperkirakan kasus penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi seperti tetanus neonatorum, campak, dan hepatitis , kemungkinan masih ditemukan.

2. Penyakit Tidak Menular

Angka kematian penyakit tidak menular (PTM) meningkat dari 41,7% pada tahun 1995 menjadi 59,5% pada tahun 2007. Hasil Riskesdas tahun 2007 memperlihatkan bahwa prevalensi penyakit jantung dan stroke di Aceh menempati urutan pertama di Indonesia.

Penduduk yang bemasalah dengan gigi dan mulut di Aceh sebesar 30,5%. Prevalensi tertinggi penyakit gigi dan mulut adalah karies gigi dan sebagian besar dialami pada anak sekolah.

Penyakit tidak menular lainnya yang juga penting untuk mendapat perhatian adalah cedera. Prevalensi cedera secara total (dengan berbagai sebab) di Aceh sebesar 5,2% dan urutan tiga terbanyak sebagai penyebab cedera meliputi jatuh 48,2%, kecelakaan transportasi darat 35,4%, dan terluka benda tajam /tumpul 18,1%. Upaya pencegahan kecelakaan khususnya kecelakaan akibat kerja menjadi issue program yang harus dicermati mengingat angka kejadian cendrung meningkat, demikian juga hubungan koordinasi dengan sekor terkait yang harus dilakukan.

3. Gangguan Mental Emosional

Gangguan mental emosional merupakan suatu keadaan yang mengindikasikan individu mengalami suatu perubahan emosional yang dapat berkembang menjadi keadaan patologis apabila terus berlanjut. Hasil riskesdas tahun 2007 menunjukan prevalensi gangguan mental emosional di Aceh sebesar 14,1 persen, lebih tinggi dibandingkan angka nasional yang hanya 12,36 persen. Di Kabupaten Aceh Selatan, gangguan mental emosional mencapai 32,1 persen, tertinggi dibandingkan kabupaten/kota lainnya di Aceh.

E. Kesehatan Lingkungan

Kondisi lingkungan memberikan kontribusi yang sangat besar pada derajat kesehatan masyarakat. Indikator yang digunakan untuk mengukur kondisi kesehatan lingkungan yaitu akses terhadap air bersih, akses terhadap sanitasi yang layak, penggunaan bahan bakar memasak, dan penanganan sampah. Rumah tangga dengan

akses terhadap sumber air terlindungi sebesar 74,5% Penggunaan sumur galian merupakan sumber air terbesar (44,5%) yang digunakan oleh rumah tangga di Aceh. Sisanya menggunakan sumber air dari ledeng/perpipaan (13,6%), pompa (1,5%), penampungan air hujan dan mata air (4,1%), air kemasan (1,2%). Persentase rumah sehat di Aceh mencapai 62,5 %. Proporsi rumah tangga yang memiliki akses yang baik terhadap jamban sehat sebesar 64,2% dan tempat sampah yang sehat sebesar 63,9%, serta pengelolaan air limbah sehat sebesar 61,2% (Profil Kesehatan Aceh, 2011).

2.1.2.3 Fokus Seni Budaya dan Olahraga

Saat ini Aceh memiliki 1.133 sanggar (grup) kesenian yang tersebar di 23 kabupaten/kota. Aceh memiliki khasanah budaya tinggi dengan beragam jenis kesenian seperti tarian (debus, seudati, saman, ranup lampuan, pemulia jamee, marhaban, rapai geleng, didong dan prang sabilillah), sastra (pantun, syair, hikayat) dan seni lukis (kaligrafi).

Dalam bidang olahraga, Aceh memiliki 36 klub olah raga sesuai dengan jenis olah raga yang digemari oleh masyarakat seperti klub sepak bola, badminton, tenis meja, futsal, volley, renang, sepeda, tinju, panjat tebing, lari dan senam sehat. Klub olah raga tersebut pada umumnya bernaung di bawah organisasi keolahragaan.

Selain itu, untuk mendukung kegiatan berbagai jenis olah raga ini dibangun gedung olah raga terdiri dari gedung olah raga milik pemerintah sebanyak 56 unit dan milik swasta 5 unit (Tabel 2.10)

Tabel 2.10

Atlet, Pelatih, Sekolah, Klub dan Gedung Olah Raga

No Jumlah Atlet/Pelatih/Sekolah/Club/gedung Satuan Jumlah Keolahragaan

1 Jumlah Atlet yang Ada Orang 1.826

2 Jumlah Atlet Usia Dini Orang 319

3 Jumlah Atlet Berprestasi Orang 1.234

4 Jumlah Pelatih Orang 181

5 Jumlah Atlet yang Menerima Penghargaan Orang 20

6 Jumlah Pelatih Penerima Penghargaan Orang 20

No Jumlah Atlet/Pelatih/Sekolah/Club/gedung Satuan Jumlah

8 Jumlah Organisasi / Induk Olahraga Daerah / Kab /

Kota Unit 36

9 Jumlah Sekolah Olahraga Unit 1

10 Jumlah Klub Olahraga Klub 755

11 Jumlah Gedung Olahraga Milik Sekolah Unit 56

12 Jumlah Gedung Olahraga Milik Swasta Unit 5

13 Jumlah Gedung Olahraga Milik Masyarakat Unit 3

14 Jumlah Lapangan Olahraga Terbuka Unit 755

15 Jumlah Gedung Kepemudaan Unit 5

16 Jumlah Stadion Olahraga Unit 26

17 Jumlah Stadion Mini Olahraga Unit 46

18 Jumlah Lapangan Olahraga Tertutup Menurut Cabang

Olahraga Unit 284

19 Jumlah Publik Space Olahraga Unit 23

20 Koordinator Sarana Prasarana Olahraga dan

Kepemudaan Unit 1

Kepemudaan

1 Jumlah pemuda Orang 1.336.994

2 Jumlah organisasi/ induk daerah Unit 69

3 Jumlah organisasi kepemudaan politik (OKP) OKP 69

4 Jumlah unit kegiatan kemahasiswaan/siswa Unit 10

5 Jumlah organisasi kepemudaan yang menerima

penghargaan Unit 69

6 Jumlah pemuda yang menerima penghargaan Orang 10

7 Jumlah paguyuban Unit 23

Sumber : BPS, 2012

Dokumen terkait