• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Konsep Hospitalisasi

5. Kesadaran diri, perawat harus menghindari konfrontasi secara langsung, duduk yang terlalu dekat dan berhadapan. Perawat secara non verbal selalu memberi dorongan, penerimaan, dan persetujuan jika diperlukan.

6. Sentuhan, jangan sentuh anak tanpa izin anak. Salaman dengan anak merupakan cara untuk menghilangkan stres dan cemas khususnya pada anak laki-laki. Sentuhan merupakan cara interaksi yang mendasar. Ikatan kasih sayang dibentuk oleh pandangan, suara dan sentuhan yang menjadi elemen penting dalam pembentukan ego, perpisahan, dan kemandirian.

2.2Konsep Hospitalisasi

2.2.1 Definisi Hospitalisasi

Hospitalisasi menurut Supartini (2005) adalah suatu proses yang karena suatu alasan yang berencana atau darurat, mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit, menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangannya kembali ke rumah. Selama proses tersebut, anak dan orang tua dapat mengalami berbagai kejadian yang menurut beberapa penelitian ditunjukkan dengan pengalaman yang sangat traumatik dan penuh dengan stres.

Jika seorang anak dirawat di rumah sakit, maka anak tersebut akan mudah mengalami krisis karena anak mengalami stress akibat perubahan baik terhadap status kesehatannya maupun lingkungannya dalam kebiasaan sehari-hari, anak mempunyai sejumlah keterbatasan dalam mekanismme koping untuk mengatasi masalah maupun kejadian-kejadian yang bersifat menekan. Berbagai perasaan yang sering muncul pada anak, yaitu cemas, marah, sedih, takut, dan rasa bersalah (Wong, 2008).

22

2.2.2 Stresor Hospitalisasi Anak Usia Sekolah

Menurut Wong (2008), stresor utama dari hospitalisasi antara lain: 1. Cemas akibat perpisahan

Secara umum anak usia sekolah lebih mampu melakukan koping terhadap perpisahan, stres dan sering kali disertai regresi akibat penyakit atau hospitalisasi dapat meningkatkan kebutuhan mereka akan keamanan dan bimbingan dari orang tua. Anak-anak usia sekolah pertengahan dan akhir dapat lebih cemas terhadap perpisahan dengan aktivitas mereka yang biasa dan teman sebaya daripada ketidakhadiran orang tua. Reaksi-reaksi yang umum terjadi pada anak usia sekolah seperti: kesepian, bosan, isolasi, dan depresi.

2. Kehilangan kendali

Anak usia sekolah biasanya rentan terhadap kejadian-kejadian yang dapat mengurangi rasa kendali dan kekuatan mereka, seperti rutinitas rumah sakit. Bagi anak usia sekolah, aktivitas ketergantungan seperti tirah baring yang dipaksakan, penggunaan pispot, ketidakmampuan memilih menu, kurangnya privasi, bantuan mandi di tempat tidur, atau berpindah dengan kursi roda atau brankar dapat menjadi ancaman langsung bagi rasa aman mereka. Meskipun semua prosedur ini tampak rutin dan tidak bermakna, namun prosedur tersebut tidak memungkinkan kebebasan memilih bagi anak-anak yang ingin “bertindak dewasa”. Selain lingkungan rumah sakit, penyakit juga dapat menyebabkan perasaan kehilangan kendali.

3. Cedera tubuh dan nyeri

Anak usia sekolah tidak begitu khawatir terhadap nyeri jika dibandingkan dengan disabilitas, pemulihan yang tidak pasti, atau kemungkinan kematian. Anak

23

yang menderita penyakit kronis lebih cenderung mengidentifikasi prosedur instrusif sebagai hal yang menimbulkan stres, sedangkan anak-anak yang menderita penyakit akut cenderung mengindikasikannya dengan gejala fisik. Pencarian informasi cenderung menjadi salah satu cara koping mempertahankan rasa kendali walau stres dan kondisinya yang tidak pasti.

Meskipun anak sekolah dapat bekerja sama selama pemeriksaan atau selama prosedur yang dilakukan pada area genital, hal ini biasanya sangat menimbulkan stres bagi mereka, terutama pada kasus praremaja yang mulai mengalami perubahan pubertas. Sebagian besar menghargai penjelasan prosedur yang diberikan dan tampak tidak begitu takut jika mereka mengetahui apa yang akan terjadi. Sebaliknya, anak yang lain berusaha untuk mendapatkan kendali dengan berupaya menunda kejadian tersebut.

2.2.3 Reaksi Anak Terhadap Sakit dan Hospitalisasi

Menurut Wong (2008), hospitalisasi adalah suatu keadaan krisis pada anak, saat anak sakit dan dirawat di rumah sakit sehingga anak harus beradaptasi dengan lingkungan rumah sakit. Reaksi anak terhadap krisis-krisis tersebut dipengaruhi oleh usia perkembangan mereka, pengalaman sebelumnya dengan penyakit, perpisahan, atau hospitalisasi, keterampilan koping yang mereka miliki dan dapatkan, keparahan diagnosis, dan sistem pendukung yang ada.

Reaksi anak terhadap sakit dan hospitalisasi di pengaruhi oleh beberapa faktor antara lain :

1) Perkembangan anak

Perkembangan anak terhadap sakit berbeda-beda sesuai tingkat perkembangan anak (Supartini, 2004). Berkaitan dengan umur anak, semakin

24

muda anak maka akan semakin sukar baginya untuk menyesuaikan diri dengan pengalaman di rumah sakit.

2) Pengalaman dirawat di rumah sakit sebelumnya

Supartini (2004) mengungkapkan apabila anak pernah mengalami hal yang tidak menyenangkan saat dirawat di rumah sakit sebelumnya, akan menyebabkan anak takut dan trauma, sebaliknya apabila saat dirawat di rumah sakit anak mendapatkan perawatan yang baik dan menyenangkan maka anak akan lebih kooperatif pada perawat dan dokter.

3) Dukungan keluarga

Anak akan mencari dukungan yang ada dari orang lain untuk melepaskan tekanan akibat penyakit yang dideritanya. Anak biasanya akan minta dukungan kepada orang terdekat dengannya misal orang tua atau saudaranya. Perilaku ini biasanya ditandai dengan permintaan anak untuk ditunggui selama dirawat di rumah sakit, didampingi saat dilakukan treatment padanya, minta dipeluk saat merasa takut dan cemas bahkan sangat merasa ketakutan.

4) Perkembangan koping dalam menangani stressor

Apabila mekanisme koping anak baik dalam menerima keadaan bahwa dia harus di rawat di rumah sakit maka akan lebih kooperatif anak tersebut dalam menjalani perawatan di rumah sakit.

Proses perawatan yang seringkali butuh waktu lama akhirnya menjadikan anak berusaha mengembangkan perilaku atau strategi dalam menghadapi penyakit yang dideritanya. Perilaku ini menjadi salah satu cara yang dikembangkan anak untuk beradaptasi terhadap penyakitnya. Menurut Wahyunin (2006), beberapa perilaku itu antara lain :

25

a. Penolakan (avoidance)

Perilaku dimana anak berusaha menghindar dari situasi yang membuatnya tertekan. Anak berusaha menolak treatment yang diberikan, seperti tidak mau disuntik, tidak mau dipasang infus, menolak minum obat, bersikap tidak kooperatif kepada petugas medis.

b. Mengalihkan perhatian

Anak berusaha mengalihkan perhatiaan dari pikiran atau sumber yang membuatnya tertekan. Perilaku yang dilakukan anak misalnya membaca buku cerita saat di rumah sakit, menonton TV saat dipasang infus, atau bermain mainan yang disukai.

c. Berupaya aktif (active)

Anak berusaha mencari jalan keluar dengan melakukan sesuatu secara aktif. Perilaku yang sering dilakukan misalnya menanyakan tentang kondisi sakitnya kepada tenaga medis atau orang tuanya, bersikap kooperatif terhadap petugas medis, minum obat teratur, beristirahat sesuai dengan peraturan yang diberikan.

d. Mencari dukungan (support seeking)

Anak mencari dukungan dari orang lain untuk melepasakn tekanan akibat penyakit yang dideritanya. Anak biasanya akan minta dukungan kepada orang yang dekat dengannya, misalnya dengan permintaan anak untuk ditunggui selama dirawat di rumah sakit, didampingi saat dilakukan treatment padanya, minta dipeluk atau dielus saat merasa kesakitan.

Dokumen terkait