• Tidak ada hasil yang ditemukan

III. METEDOLOGI PENELITIAN

3.2. Bahan dan Alat

Bahan – bahan yang digunakan dalam penelitian adalah :

1. Data curah hujan harian tahun 1985 – 2010 dari stasiun pengamatan hujan Katulampa, Gunung Mas, Citeko, dan Empang.

2. Data pias hujan tahun 2007 – 2010 yang diperoleh dari penakar hujan otomatik Stasiun pengamatan hujan Citeko.

3. Data debit aliran sungai harian Bendung Katulampa tahun 1985-2010.

4. Data penggunaan lahan DAS Ciliwung Hulu tahun 1985 dan 1990 yang merupakan hasil penelitian Sudadi et al. (1991).

5. Data penggunaan lahan DAS Ciliwung Hulu tahun 1994 dan 2001 yang merupakan hasil penelitian dari Janudianto (2004).

6. Citra Landsat ETM+ tahun 2010 yang diperoleh dari halaman website

www.usgsglovis.gov

Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi perangkat keras komputer dan perangkat lunak, yaitu : Arcview GIS 3.3, Microsoft Excel 2010,

Statistica 8.0, dan Minitab for Windows.

3.3. Metodologi

Penelitian ini menggunakan beberapa analisis. Analisis tersebut disajikan pada diagram alir tahapan penelitian seperti disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Diagram Alir Tahapan Penelitian

Data curah hujan harian stasiun citeko, katulampa, gunung mas, empang (1985 –

2010) dan data pias harian stasiun citeko (2007 – 2010)

Model persamaan hubungan penggunaan lahan, curah hujan, dan debit aliran

sungai DAS Ciliwung Hulu

Analisis Direct Runoff menggunakan straight line

method

Direct Runoff 1985 dan 2010

Citra landsat ETM+

2010

Analisis karakteristik hujan (Curah hujan harian, bulanan, tahunan, sifat hujan, dan erosivitas hujan) DAS Ciliwung Hulu

Analisis komponen utama

Teknik Pendugaan pertumbuhan eksponensial Data luas penggunaan lahan 1985,1990, 1994, 2001, 2010

Koreksi geometri dan pemotongan sesuai batas daerah penelitian Peta penggunaan lahan tahun 2010 Interpretasi dan digitasi

Analisis Regresi berganda

Hasil pendugaan pertumbuhan penggunaan lahan (1985 – 2010)

Debit Aliran Sungai h ≥ 80 cm (1985 – 2010) Curah hujan rata – rata bulanan dan Curah hujan

total tahunan (1985 – 2010) dan nilai erosivitas hujan DAS Ciliwung hulu

Model – model kecendrungan perubahan penggunaan lahan

3.3.1. Karakteristik Curah Hujan

Stasiun pengamatan hujan yang digunakan adalah stasiun pengamatan hujan Gunung Mas, Katulampa, Empang, dan Citeko. Data curah hujan harian didapat dari Balai Pengelolaan Sumberdaya Air Ciliwung – Cisadane, Bogor dan sebagian lagi didapat dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Citeko, Bogor. Distribusi curah hujan dihitung dengan menggunakan metode poligon

Thiessen (menggunakan software Arc GIS) berdasarkan lokasi stasiun pengukur

hujan dengan membuat poligon tertentu yang ditentukan luasannya. Curah hujan wilayah DAS Ciliwung Hulu dihitung dengan menggunakan persamaan :

...(1)

dimana,

X = curah hujan rata – rata DAS (mm) xi = curah hujan pada stasiun ke-i (mm) Ai = luas polygon stasiun ke-i

Evaluasi sifat hujan dihitung dengan menggunakan rumus simpangan baku. Curah hujan dengan metode simpangan baku diklasifikasikan menjadi lima sifat hujan, yakni :

1. Jauh di bawah Normal (JBN) JBN = x X – 1,5 SD 2. Di bawah Normal (BN)

BN = X – 1,5 SD < x X – 0,5 SD

3. Normal (N) ...(2) N = X – 0,5 SD < x X + 0,5 SD

4. Di atas Normal (AN)

AN = X + 0,5 SD < x X + 1,5 SD 5. Jauh di atas Normal (JAN)

JAN = x > X + 1,5 SD dimana,

x = curah hujan bulanan ke-i (mm) SD = standar Deviasi

Standar deviasi dihitung dengan menggunakan rumus :

SD =

...

...(3) dimana,

Xi = curah hujan bulanan pada stasiun ke-i n = banyaknya tahun pengamatan

3.3.2. Intensitas Hujan dan Intensitas Hujan 30 Menit

Intensitas curah hujan harian diperoleh dari pengolahan data pias hujan harian yang diperoleh dari penakar hujan otomatik stasiun pengamatan hujan Citeko selama periode (2007 – 2010). Analisis pias hujan dilakukan dengan membagi kurva kejadian hujan yang ada dalam data pias menjadi segmen hujan. Setiap segmen hujan menggambarkan jumlah curah hujan setiap bagian dan waktu hujan dalam menit untuk segmen bersangkutan. Intensitas hujan setiap segmen hujan (I) dihitung dengan persamaan :

Is =

x 60 ...(4)

dimana,

Is = intensitas hujan setiap segmen (mm/jam) Chs = jumlah curah hujan setiap segmen (mm)

Ts = lama (jangka waktu) hujan setiap segmen (menit)

Setelah diperoleh intensitas hujan dari setiap segmen, kemudian dicari Intensitas hujan maksimum selama 30 menit (I30) dari setiap data pias hujan harian. Intensitas hujan maksimum 30 menit (I30) diperoleh dengan cara mencari jumlah curah hujan tertinggi yang terjadi selama 30 menit dari seluruh segmen.

3.3.3. Erosivitas Hujan (EI30 )

Metode penghitungan erosivitas hujan yang digunakan adalah persamaan menurut Wischmeier dan Smith (1958). EI30 dihitung untuk setiap kejadian hujan dengan menggunakan persamaan:

EI30 = E (I30 . 10 -2 ) ...(5) dimana,

E = 210 + 89 log i

E = energi kinetik hujan (ton.m/ha)

I30 = intensitas hujan maksimum 30 menit (cm/jam)

i = intensitas hujan (cm/jam)

3.3.4. Teknik Pendugaan Perubahan Penggunaan Lahan

Data penggunaan lahan yang digunakan pada penelitian ini adalah data penggunaan lahan tahun 1985 dan 1990 yang merupakan hasil penelitian Sudadi

et al. (1991) serta data penggunaan lahan tahun 1994 dan 2001 yang merupakan

hasil penelitian Janudianto (2004). Data penggunaan lahan tahun 2010 diperoleh melalui pengolahan citra landsat ETM+ tahun 2010 dengan menggunakan

software ARCVIEW GIS 3.3.

Citra komposit (band combination)yang digunakan pada penelitian ini adalah citra komposit (band combination) RGB-543. Citra komposit RGB-543 menunjukkan hasil terbaik pada model daerah volkan seperti daerah DAS Ciliwung hulu, karena menampilkan warna natural dengan kontras warna paling tegas dan paling jelas dalam menampilkan bentuk permukaan bumi. Langkah selanjutnya adalah koreksi geometri citra terhadap peta penggunaan lahan hasil penelitian Sudadi et al. (1991) dan Janudianto (2004). Setelah citra asli terkoreksi, kemudian dilakukan pemotongan citra sesuai dengan batas wilayah penelitian.

Interpretasi citra dilakukan secara visual pada monitor komputer (onscreen

interpretation). Interpretasi citra menggunakan unsur-unsur interpretasi, seperti

unsur rona, warna, tekstur, pola, situs, dan asosiasi. Proses interpretasi dilakukan dengan membatasi daerah – daerah dengan melihat karakteristik kenampakkan masing – masing penutupan lahan pada citra yang dibantu dengan unsur – unsur interpretasi (Lillesand dan Kiefer, 1997). Karakteristik unsur interpretasi setiap penggunaan atau penutupan lahan dijelaskan pada Tabel 3.

Tabel 3. Karakteristik Penampakan Penggunaaan Lahan pada Citra Landsat ETM+

Penggunaan lahan Karakteristik penampakan pada citra landsat ETM+ Hutan lebat Bentuk dan pola yang tidak teratur dengan ukuran

yang cukup luas dan menyebar. Berwarna hijau tua sampai gelap, tekstur relatif kasar, ada bayangan igir-igir puncak gunung yang menunjukkan sebaran hingga daerah yang curam, dan identik dengan letaknya yang berada di sekitar puncak gunung.

Semak atau belukar Bentuk dan pola yang hampir serupa dengan hutan lebat. Berwarna hijau agak terang dengan tekstur yang lebih halus dibandingkan hutan lebat.

Kebun campuran Tekstur relatif kasar. Berwarna hijau bercampur dengan sedikit magenta, bentuk dan pola memanjang dijumpai pada lembah dan sepanjang sungai, seringkali bercampur dengan pemukiman.

Kebun teh Tekstur halus dan berwarna hijau muda

Lahan terbuka Warna putih hingga merah jambu dengan tekstur halus. Keberadaanya sangat sulit ditemukan pada citra, hal ini disebabkan karena luas sebarannya yang relatif kecil pada tahun 2010.

Pemukiman Tekstur halus sampai kasar, warna magenta, ungu kemerahan, pola bergerombol.

Sawah Tekstur kasar, warna hijau agak gelap bercampur dengan magenta dan biru.

Tegalan atau ladang Tekstur relatif sedang sampai kasar, hijau tua agak terang, bercampur dengan sedikit magenta dan kuning.

Sumber : Lillesand dan Kiefer (1997)

Perubahan penggunaan lahan di DAS Ciliwung hulu periode 1985 – 2010 diketahui dengan teknik pendugaan pertumbuhan atau peluruhan secara matematis (growth/decay function). Model ini dapat digunakan untuk menduga perubahan seiring dengan waktu serta perubahan seiring dengan ukuran atau jarak dari posisi referensi. Peubah yang diukur dengan menggunakan model ini adalah perubahan luas penggunaan lahan DAS Ciliwung Hulu tahun 1985 hingga 2010. Model yang digunakan untuk menduga luas penggunaan lahan DAS Ciliwung Hulu periode

1985 – 2010 adalah model pertumbuhan atau peluruhan eksponensial. Model ini dipilih karena merupakan model yang paling mendekati kemungkinan pergerakan perubahan penggunaan lahan. Pengertian model eksponensial itu sendiri merupakan model yang didasarkan pada persen (%) laju yang berubah – ubah. Kondisi seperti ini ditemui pada wilayah yang masih terus berkembang dalam hal pembangunannya. Pendugaan yang bersifat statistik ini akan menghasilkan nilai peluang, tingkat kepercayaan, dan nilai parameter koefisien determinasi. Model perubahan penggunaan lahan terbaik dipilih berdasarkan nilai koefisien determinasi (R2) terbesar. Model pertumbuhan eksponensial menggunakan persamaan sebagai berikut :

Pt Pt = P0 exp ( ...(6)

t

dimana,

Pt = luas penggunaan lahan pada saat t

P0 = luas penggunaan lahan pada t=0 (nilai data luas penggunaan tahun pertama) α = konstanta

t = tahun pengamatan

3.3.5. Analisis Aliran Permukaan Langsung (Direct Runoff)

Volume aliran permukaan langsung dapat diperoleh dengan memisahkan hidrograf dari aliran dasarnya (baseflow). Analisis hidrograf untuk menentukan besaran direct runoff yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode garis lurus (straight line method). Metode ini digunakan karena merupakan metode yang paling sederhana untuk mengetahui perubahan volume aliran permukaan langsung (direct runoff) DAS Ciliwung hulu pada tahun 1985 dan 2010. Tahapan analisis hidrograf adalah sebagai berikut :

1. Plotkan parameter debit aliran sungai (m3/dtk) pada koordinat ordinat dan parameter waktu pada koordinat absis.

2. Memisahkan antara komponen aliran dasar sungai (baseflow) dan aliran permukaan langsung (direct runoff) dengan menghubungkan dan menarik garis lurus titik – titik debit terendah pada hidrograf.

3. Menentukan besaran debit aliran dasar sungai (baseflow) dengan rumus : Baseflow = debit – titik baseflow...(7) 4. Menentukan besaran debit aliran permukaan langsung (direct runoff) dengan

rumus :

Direct runoff = debit – baseflow ...(8) 5. Mengkonversi satuan direct runoff (m3/dtk) menjadi satuan (m3)

3.3.6. Regresi Komponen Utama (PrincipleComponent Regression)

Analisis komponen utama pada dasarnya mentransformasi peubah – peubah bebas yang berkorelasi menjadi peubah – peubah baru yang orthogonal dan tidak berkorelasi dengan cara mereduksi dimensinya. Hal ini dilakukan dengan menghilangkan korelasi diantara peubah melalui transformasi peubah asal ke peubah baru (komponen utama) yang tidak berkorelasi (Gaspertz, 1995).

Sebelum menggunakan analisis regresi perlu diselidiki terlebih dahulu apakah semua asumsi statistik yang telah ditetapkan sudah terpenuhi. Salah satu asumsi yang harus dipenuhi adalah tidak terdapat multikolinearitas diantara peubah bebas. Menurut Soleh (2004), jika variabel – variabel bebas dalam keadaan multikolinier (saling berpengaruh), maka pendugaan koefisien regresi hanya dengan menggunakan metode regresi berganda cenderung memberikan hasil yang tidak stabil. Metode regresi komponen utama merupakan salah satu teknik yang digunakan untuk mengatasi variabel – variabel bebas yang saling berpengaruh (multikolinier). Metode ini merupakan gabungan antara analisis komponen utama dengan metode regresi berganda.

Model persamaan perubahan debit aliran sungai DAS Ciliwung hulu yang dihasilkan dari analisis regresi berganda menghasilkan multikolinearitas tinggi antar peubah bebas penggunaan lahan sehingga diperlukan suatu analisis antara untuk menghilangkan multikolinearitas tersebut. Analisis komponen utama (principle component analysis) merupakan analisis antara yang digunakan untuk menghilangkan multikolinearitas antar peubah penggunaan lahan.

Analisis komponen utama pada peubah penggunaan lahan hutan lebat, pemukiman, sawah, kebun campuran, dan tegalan menghasilkan sebuah komponen utama yang mewakili seluruh peubah penggunaan lahan. Komponen utama tersebut mampu mewakili keberagaman peubah bebas penggunaan lahan sebesar 98,1 %. Setelah didapat komponen utama yang mewakili seluruh peubah penggunaan lahan, kemudian dilakukan analisis regresi berganda antara debit aliran sungai sebagai (Y) dengan komponen utama yang mewakili peubah penggunaan lahan sebagai (W1) dan peubah curah hujan tahunan sebagai (X1) untuk mengetahui besarnya pengaruh masing – masing peubah bebas terhadap perubahan debit aliran sungai DAS Ciliwung hulu selama periode 1985 hingga 2010 (Tabel Lampiran 7).

Komponen utama pada hasil analisis regresi berganda kemudian ditransformasikan (dipecah) kembali menjadi peubah penggunaan lahan hutan lebat, kebun campuran, pemukiman, sawah, dan tegalan atau ladang sehingga dihasilkan model persamaan antara debit aliran sungai sebagai (Y) dan curah hujan tahunan (X1), hutan lebat (X2), kebun campuran (X3), pemukiman (X4), sawah (X5), dan tegalan atau ladang (X6).

3.3.6. Uji Statitistik

Dokumen terkait