• Tidak ada hasil yang ditemukan

Waktu dan Tempat Penelitian

Untuk analisis pewilayahan hujan, penelitian ini mengambil kasus Provinsi Sulawesi Selatan dan untuk analisis tingkat produksi kakao ditambah empat kabupaten yang merupakan sentra produksi kakao, yaitu (1) Bone, (2) Luwu, (3) Pinrang, (4) Soppeng. Penelitian dilaksanakan di Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi – Bogor. Kegiatan penelitian mulai bulan Juni 2009 sampai Juni 2010.

Bahan dan Alat Data yang digunakan meliputi :

1. Data curah hujan harian periode Januari 1990 – Desember 2007 dari 157 stasiun pengamatan curah hujan yang tersebar di Provinsi Sulawesi Selatan (Sumber: BMKG, Balitklimat).

2. Data administrasi kabupaten dan kecamatan Provinsi Sulawesi Selatan (Sumber: BPS, 2008)

3. Data produksi tahunan komoditas perkebunan kakao di Provinsi Sulawesi Selatan (Sumber : BPS, 2009).

4. Peta pengunaan lahan (Rupa Bumi Indonesia) Skala 1 : 250.000. (Sumber: Bakosurtanal, 2000).

5. Seperangkat peralatan komputer, meliputi PC-Pentium beserta printer, dan alat tulis lainnya. Piranti lunak yang digunakan antara lain pengolah citra dan gambar (ArcGIS versi 9.1), pengolah data (MS Excel, Minitab), dan pengolah kata (MS Word, MS Power Point).

Metode Penelitian

Penelitian diawali dengan pengumpulan data, penyusunan dan pengembangan basis data yang digunakan dalam penelitian. Data dan informasi yang diperlukan mencakup data curah hujan harian, data administrasi kabupaten dan kecamatan, data produksi kakao, peta rupa bumi Indonesia.

Penyusunan peta Sulawesi Selatan dan sebaran stasiun hujan

Tahap awal adalah pembuatan peta dasar yang akan dijadikan acuan untuk peta lainnya yaitu peta Sulawesi Selatan dan sebaran stasiun hujan (Gambar 5) yang disusun dari peta administrasi (ID kabupaten dan kecamatan, Lampiran 1) dan lokasi stasiun (lintang, bujur dan ketinggian). Untuk menentukan posisi stasiun terpilih (lintang dan bujur) digunakan peta rupa bumi (RBI) tahun 1984 skala 1 : 250.000.

Gambar 5. Peta Sebaran Stasiun Hujan Provinsi Sulawesi Selatan

Pengolahan data curah hujan untuk analisis pola dan tipe hujan wilayah Data curah hujan yang terkumpul di seluruh wilayah Sulawesi Selatan kurang lebih 157 stasiun. Karena kualitas data yang beragam dan penyebaran stasiun yang tidak merata, maka dilakukan seleksi dan pemilihan stasiun yang layak untuk dimanfaatkan dalam analisis pewilayahan. Tahapan seleksi tersebut mencakup pemilihan stasiun yang memiliki data kontinyu dengan panjang catatan data tidak kurang dari 10 tahun. Data curah hujan bulanan dan tahunan dari stasiun yang terpilih (142 stasiun hujan) selanjutnya digunakan untuk analisis tipe hujan (sangat kering, kering, sedang, basah dan sangat basah), pola hujan (equatorial, monsunal dan lokal) dan pewilayahan hujan (IDW, NN dan OK).

Secara detil analisis pola hujan adalah; data curah hujan bulanan dari periode beberapa tahun dibuat rata-rata bulanannya dari data rata-rata bulanan selanjutnya dilihat periode bulan basah dan bulan kering dengan kriteria bulan kering <60 mm dan bulan basah >100 mm. Suatu wilayah dikatakan memiliki pola monsunal apabila terdapat perbedaan yang mencolok antara bulan basah dan bulan kering dan bulan basahnya terjadi satu kali puncak dalam satu tahun. Wilayah dengan pola equatorial apabila terjadi dua kali puncak bulan basah atau bulan kering dalam setahun (bimodal). Untuk pola lokal jika tidak terlihat dengan jelas periode bulan basah dan bulan keringnya (Gambar 6). Untuk menentukan tipe iklim suatu wilayah digunakan data curah hujan tahunan berdasarkan kriteria yang terdapat pada Tabel 2.

Pola Hujan Monsunal

0 100 200 300 400 500 600 700 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Bulan C u ra h hu ja n bu la na n ( m m )

Gambar 6. Pola Hujan Monsunal, Equatorial dan Lokal

Pengolahan dan analisis pewilayahan hujan

Berdasarkan informasi besarnya curah hujan tahunan pada setiap stasiun dan peta sebaran stasiun dilakukan pengelompokan stasiun-stasiun curah hujan dengan pendekatan analisis interpolasi : IDW, NN dan OK menggunakan perangkat lunak ArcGIS versi 9.1.

Secara detil penjelasan analisis pewilayahan hujan adalah : Data curah hujan tahunan dari 142 stasiun hujan di gunakan sebagai masukan pada tabel sebaran stasiun (Lampiran 2). Selanjutnya dengan menggunakan perangkat lunak ArcGIS versi 9.1. buka file sebaran stasiun pilih Spatial Analisys-Interpolate to

Raster-Inverse Distance Weighting/Kriging/Natural Neighbor (Gambar 7). Dalam pewilayahan hujan dengan metode OK, model semivariogram yang digunakan adalah exponential. Nilai parameter variogram yang digunakan adalah major range; 1, Partial Sill; 0.4 dan Nugget; 0.2.

Pola Hujan Equatorial

0 100 200 300 400 500 600 700 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Bulan C ur a h H uj a n B ul a na n ( m m

Pola Hujan Lokal

0 100 200 300 400 500 600 700 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Bulan C ur a h H uja n B ul a na n ( m m

Gambar 7. Pewilayahan Hujan dengan Perangkat Lunak ArcGIS Versi 9.1

Membandingkan keakuratan tiga metode interpolasi pewilayahan hujan Dengan mempertimbangkan pola hujan, hasil interpolasi dari ketiga metode tersebut selanjutnya di bandingkan dengan data hasil observasi menggunakan validasi silang (Isaaks and Srivastava, 1989, pp. 351–368). Kriteria pembanding yang digunakan adalah mean square error (MSE) prediksi yang mengukur perbedaan kuadrat rata-rata antara curah hujan sebenarnya z(u) dengan hasil estimasi z*(u):

(8)

Dimana n = 142 data stasiun curah hujan di Sulawesi Selatan. Algoritma dikatakan akurat apabila nilai dari kriteria (MSE) mendekati 0.

Pengolahan data produksi perkebunan untuk analisis klasifikasi tingkat produksi kakao

Data produksi perkebunan yang digunakan untuk analisis klasifikasi tingkat produksi perkebunan adalah data setiap kabupaten dan kecamatan dari empat kabupaten yang merupakan sentra produksi kakao di Sulawesi Selatan yaitu; Bone, Luwu, Pinrang, dan Soppeng. Dari setiap kabupaten diperoleh data produksi berupa luas tanam (hektar) dan hasil produksi (ton) tahunan

perkecamatan dari tahun 1985-2008. Selanjutnya data tahunan dirata-rata sehingga diperoleh data produksi perkebunan kakao rata-rata tahunan perkecamatan dalam ton/ha. Tabel 5 menyajikan klasifikasi tingkat produksi perkebunan kakao untuk Provinsi Sulawesi Selatan berdasarkan data produksi perkebunan kakao rata-rata tahunan.

Tabel 5. Klasifikasi Tingkat Produksi Tanaman Kakao di Sulawesi Selatan Produksi (ton/ha) Klasifikasi

< 0,5 Rendah

0,5 - 1,0 Sedang

> 1,0 Tinggi

Sumber: Diolah dari data BPS, 1985-2008

Analisis tingkat produksi kakao berdasarkan pewilayahan hujan

Tahap berikutnya adalah menganalisis tingkat produksi kakao dengan melakukan klasifikasi produksi kakao (rendah, sedang, dan tinggi) pada tingkat kabupaten dan kecamatan untuk empat kabupaten. Secara detil analisis tingkat produksi kakao adalah, pertama untuk klasifikasi tingkat produksi kakao perkabupaten digunakan peta Sulawesi Selatan. Data produksi kakao perkabupaten dimasukkan pada tabel Sulawesi Selatan setelah setiap kabupaten memiliki nilai produksi, tahap selanjutnya adalah mengklasifikasikan menjadi tiga kelas produksi yaitu; rendah, sedang, tinggi. Kedua, untuk klasifikassi tingkat produksi kakao perkecamatan diawali dengan mengestrak Kabupaten Pinrang (12 kecamatan), Soppeng (8 kecamatan), Bone (27 kecamatan) dan Luwu (21 kecamatan) dari peta dasar Propinsi Sulawesi Selatan. Selanjutnya data produksi kakao perkecamatan di masukkan pada tabel masing-masing kabupaten. Setelah masing-masing kabupaten dan kecamatan memiliki nilai produksi, tahap selanjutnya adalah mengklasifikasikan menjadi tiga kelas produksi.

Peta produksi kakao selanjutnya ditelaah dengan peta pewilayahan hujan dan peta pola hujan untuk menghasilkan informasi spasial tingkat produksi kakao berdasarkan pola hujan dan kriteria curah hujan untuk kesesuaian lahan komoditas kakao.

Dokumen terkait