• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III SISTEM PROTEKSI PETIR

IV.2 Besarnya Kebutuhan Bangunan Akan Sistem Proteksi Petir…

Kebutuhan bangunan akan proteksi petir ditentukan dengan cara klasifikasi area tempat bangunan atau dengan perhitungan menggunakan parameter hari guruh

38

Soli Akbar Hutagaol : Studi Tentang Sistem Penangkal Petir Pada BTS (Base Transceiver Station) (Aplikasi pada PT. Telkomsel - Banda Aceh ), 2010.

dimana gedung itu berada dan koefisien-koefisien lain yang diperlukan tergantung dari standar yang di pilih atau digunakan.

Suatu instalasi proteksi petir harus dapat melindungi semua bagian dari suatu bangunan, termasuk manusia dan peralatan yang ada didalamnya terhadap bahaya dan kerusakan akibat sambaran petir. Di dalam tilisan ini akan di bahas penentuan besar kebutuhan bangunan akan proteksi petir menggunakan standar Peraturan Umum Instalasi Penangkal Petir (PUIPP), Standar Nasional Indonesia (SNI 03-7015-2004).

Instalasi-instalasi bangunan yang berdasarkan letak, bentuk, penggunaannya dianggap mudah terkena sambaran petir dan perlu diberi penangkal petir adalah :

1. Bangunan-bangunan tinggi, seperti menara-menara, gedung-gedung bertingkat, cerobong-cerobong pabrik

2. Bangunan-bangunan penyimpanan bahan mudah terbakar atau meledak misalnya seperti pabrik amunisi, gudang penyimpanan bahan peledak, gudang penyimpanan cairan atau gas yang mudah terbakar, dan lain-lain 3. Bangunan-bangunan untuk umum, misalnya gedung-gedung bertingkat,

gedung pertunjukan, gedung sekolah, stasiun, dan lain-lain

4. Bangunan-bangunan yang berdasarkan fungsi khusus perlu dilindungi secara baik, misalnya museum, gedung arsip Negara, dan lain-lain.

39

Soli Akbar Hutagaol : Studi Tentang Sistem Penangkal Petir Pada BTS (Base Transceiver Station) (Aplikasi pada PT. Telkomsel - Banda Aceh ), 2010.

Besarnya kebutuhan suatu bangunan akan suatu instalasi penangkal petir ditentukan oleh besarnya kemungkinan kerugian serta bahaya yang di timbulkan bila bangunanan tersebut tersambar petir

Besarnya kebutuhan tersebut dapat ditentukan secara empiris berdasarkan indeks-indeks yang menyatakan factor-faktor tertentu seperti ditunjukan pada lampiran A dan merupakan penjumlahan (R) dari indeks-indeks tersebut. Sehingga di dapat perkiraan bahaya akibat sambaran petir (R) adalah :

R = A + B + C + D + E (3)

Dimana

A : Bahaya berdasarkan jenis bangunan B : Bahaya berdasarkan konstruksi bangunan C : Bahaya berdasarkan tinggi bangunan D : Bahaya berdasarkan situasi bangunan E : Bahaya berdasarkan hari guruh yang terjadi

Apabila menurut data-data yang ada dimassukkan ke dalam persamaan … diatas, maka selanjutnya dapat di ambil kesimpulan mengenai perlu atau tidaknya sistem proteksi petir eksternal digunakan. Jika nilai nilai R > 13, maka bangunan tersebut dianjurkan menggunakan sistem proteksi petir. (Besar indeks dapat di lihat pada lampiran A).

Jelas bahwa semakin besar nilai R, semakin besar pula bahaya serta kerusakan yang ditimbulkan oleh sambaran petir, berarti semakin besar pula kebutuhan bangunan tersebut akan adanya suatu sistem penangkal petir.

40

Soli Akbar Hutagaol : Studi Tentang Sistem Penangkal Petir Pada BTS (Base Transceiver Station) (Aplikasi pada PT. Telkomsel - Banda Aceh ), 2010.

IV.2.2. Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI 03-7015-2004)

Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI 03-7015-2004), pemilihan tingkat proteksi yang memadai untuk suatu sistem proteksi petir berdasarkan pada frekuensi sambaran petir langsung setempat (Nd) yang diperkirakan ke struktur yang di proteksi dan frekuensi sambaran petir tahunan setempat (Nc) yang diperbolehkan. Kerapatan kilat petir ketanah atau kerapatan sambaran petir ke tanah rata-rata tahunan di daerah tempat suatu struktur barada dinyatakan sebagai :

Ng = 0,04 x Td1,25/ km2/ tahun (4)

Diman Td adalah jumlah hari guruh per tahun yang diperoleh dari data isokeraunic level di daerah tempat struktur yang akan di proteksi yang dikeluarkan oleh Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG).

Frekuensi rat-rata tahunan sambaran petir langsung Nd ke bangunan dapat di hitung :

Nd = Ng x Ae x 10-6 / tahun (5)

Dimana Ae adalah area cakupan ekivalen dari bangunan (m2) yaitu daerah permukaan tanah yang di anggap sebagai struktur yang mempunyai frekuensi sambaran langsung tahunan.

Adapun area cakupan ekivalen (Ae) tersebut dapat di hitung berdasarkan persamaan di baawah ini :

Ae = ab + 6h (a+b) + 9 h2 (6)

Dimana :

a : panjang dari bangunan tersebut (m) b : lebar dari bangunan tersebut (m)

41

Soli Akbar Hutagaol : Studi Tentang Sistem Penangkal Petir Pada BTS (Base Transceiver Station) (Aplikasi pada PT. Telkomsel - Banda Aceh ), 2010.

h : tinggi bangunan yang di proteksi (m)

pengambilan keputusan perlu atau tidaknya memasang sistem proteksi petir pada bangunan berdasarkan perhitungan Nd dan Nc dilakukan sebagai berikut :

a. Jika Nd≤ Nc tidak perlu ssitem proteksi

b. Jika Nd > Nc diperlukan sistem proteksi petir dengan efisiensi :

E = 1 − Nc / Nd (7)

Maka setelah di hitung nilai E (efisiensi Sistem Proteksi Petir) sesuai dengan persamaan (7), setelah itu dapat ditentukan tingkat proteksinya sesuai dengan tingkat proteksi table 4.1.

Tabel 4.1. Efisiensi Sistem Proteksi Petir

Tingkat Proteksi Efisiensi SPP

I 0,98

II 0,95

III 0,90

IV 0,80

Setelah diketahui tingkat proteksi berdasarkan table 4.1, maka dapat

ditentukan sudut proteksi ( °) dari penempatan suatu terminasi udara, radius bola

yang di pakai, maupun ukuran jala (konduktor horizontal) sesuai dengan tabel 4.2. di bawah ini :

Tabel 4.2. Daerah Proteksi dari Terminasi Udara sesuai dengan tingkat proteksi

42

Soli Akbar Hutagaol : Studi Tentang Sistem Penangkal Petir Pada BTS (Base Transceiver Station) (Aplikasi pada PT. Telkomsel - Banda Aceh ), 2010.

proteksi R (m) ° ° ° ° Jala (m)

I 20 25 * * * 5

II 30 35 25 * * 10

III 45 45 35 25 * 15

IV 60 55 45 35 25 20

* Hanya menggunakan metode bola bergulir dan jala dalam kasus ini

IV.3. PRINSIP PROTEKSI TERHADAP SAMBARAN PETIR DENGAN MENGGUNAKAN LIGHTNING CONDUCTOR

Prinsip utama proteksi terhadap sambaran petir menggunakan lightning conductor aalah mengalihkan sambaran petir ke lightning conductor sehingga tidak menyambar objek yang di proteksi. Sebagai alat proteksi, ada dua fungsi utama lightning conductor pada posisi ini; pertama sebagai tameng atau perisai, dan kedua sebagai pemberi jalan termudah untuk disambar petir.

43

Soli Akbar Hutagaol : Studi Tentang Sistem Penangkal Petir Pada BTS (Base Transceiver Station) (Aplikasi pada PT. Telkomsel - Banda Aceh ), 2010.

Gambar 4.1. prinsip proteksi terhadap sambaran petir dengan menggunakan lightning conduktor

Sebagaimana terlihat pada gambar 4.1.a, ketika step leader turun mendekati bumi, maka pada saat itu pembentukan upward streamer dari lightning conductor lebih cepat dan lebih tinggi daripada benda yang di proteksi. Hal ini terjadi karena posisi lightning conductor yang lebih tinggi da lebih runcing sehingga muatan yang terkumpul juga kemungkinan lebih banyak dan lebih cepat. Pada tahap ini, lightning conductor bersifat “mengorbankan diri” sebagai jalan termudah bagi step leader untuk melepaskan muatan membentuk sambaran petir yang sempurna.

Kemudian pada gambar 4.2.b, karena upward streamer dari lightning conductor lebih tinggi, maka kemungkinan untuk lebih dahulu tersentuh atau masuk ke zona jarak sambaran lebih besar, sehingga pertemuan antara upward streamer dari lightning conductor dengan step leader terjadi lebih dahuludan sambaran petir yang

44

Soli Akbar Hutagaol : Studi Tentang Sistem Penangkal Petir Pada BTS (Base Transceiver Station) (Aplikasi pada PT. Telkomsel - Banda Aceh ), 2010.

terjadi menyambar lightning conductor. Pada tahap ini lightning conductor berfungsi sebagai tameng atau perisai yang mengambil alih sambaran petir. Selanjutnya, muatan yang d i lepaskan saat sambaran ini dialirkan kebumi melalui elektroda pentanahan sehingga tidak merusak objek yang dilindungi sampai akhirnya sambaran petir berhenti.

IV.4. ZONA PROTEKSI LIGHTNING CONDUCTOR

Istilah zona proteksi diguanakan untuk menyatakan lingkup proteksi lightning conductor, yaitu seberapa banyak suatu daerah yang dapat di cakup oleh lightning conductor sehingga pada daerah tersebut memiliki kemungkinann yang keci untuk disambar petir. Posisi lightning conductor yang vertikal membuat tampak atasnya hanya berupa suatu titik, sehingga bila, step leader mendekati lightning conductor dari arah manapun akan mengalami reaksi yang sam ( tanpa kondisi khusus ).

Hal ini menggambarkan secara umum bahwa perilaku lightning conductor dalam melindungi daerahnya cenderung untuk membentuk suatu lingkup volum dengan lightningconductor sebagai sumbu. Beberapa pendapat peneliti mengenai bentuk volume zona proteksi lightning conductor terliha pada gambar 4.2.

45

Soli Akbar Hutagaol : Studi Tentang Sistem Penangkal Petir Pada BTS (Base Transceiver Station) (Aplikasi pada PT. Telkomsel - Banda Aceh ), 2010.

Gambar 4.2. beberapa teori tenteng zona proteksi Lightning Conductor

Bidang dasar zona proteksinya merupakan suatu lingkaran dengan lightning conductor sebagai titik pusat. Oleh sebab itu, untuk menyatakan kemampuan proteksi lightning conductor digunakan sebutan ”Radius Proteksi” atau jari-jari proteksi, yaitu jarak terluar ( terjauh ) dari pusat lingkaran yang masih dapat dilindungi oleh lightningconductor. Sebagaimana terlihat pada gambar 4.2. diatas, gambaran zona proteksi Razevig cukup lengkap dan dapat dinyatakan dengan persamaan berikut:

46

Soli Akbar Hutagaol : Studi Tentang Sistem Penangkal Petir Pada BTS (Base Transceiver Station) (Aplikasi pada PT. Telkomsel - Banda Aceh ), 2010.

di mana: rx = radius proteksi

hx = tinggi maksimum objek yang di proteksi h = tinggi total penangkal petir

Dari persamaamn diatas, terlihat bahwa menurut Razevig radius proteksiberubah-ubah mengikuti perubahahan tinggi benda yang di proteksi. Ssementara untuk peneliti lain tidak ada keterangan yang menjelaskan lebih lanjut mengenai radius proteksi ini. Bahkan beberapa peneliti yaitu Anderson (1879), lodge (1892), Walter (1937) memberikan kesimpulan bahwa tidak ada kekhususan atau hal khusus yang dapat menggambarkan secara lengkap mengenai zona proteksi lightning conductor.

IV.5. RANCANGAN SISTEM TERMINASI UDARA MENURUT SNI

Dokumen terkait