• Tidak ada hasil yang ditemukan

Cara pengolaan lahan yang dilakukan petani padi dalam mengkonversikan lahan pertanian padi keperkebunan kelapa sawit di

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Daerah Penelitian

2. Cara pengolaan lahan yang dilakukan petani padi dalam mengkonversikan lahan pertanian padi keperkebunan kelapa sawit di

Nagari Sidodadi Kecamatan Kinali Kabupaten Pasaman Barat ?

Wawancara dengan Bapak SK (65 Tahun) pada tanggal 30 september 2015 tentang gaya hidup petani setelah melakukan konversi lahan padi menjadi perkebunan kelapa sawit sebagai berikut :

Gambar IV.11 : wawancara dengan bapak SK 65 tahun (Dokumentasi pada tanggal 31 Agustus 2015)

“Nek go ngolah ladang sawet podo karo ngolah ladang sawet lione opo umumme ngonolah,nek ngolah ladang sawet yo di olah karo dewe wae tros yo karo nganggo alat tradisional, alesanne yo urong due alat-alat seng apek opo canggihlah, nek keluhan karo kendalaya yo alhamdulilah

teko sak iki yo ora eneklah, nek duek seng tak tokke yo ngolah sawet palengan gor lebeh kurange yo go Rp. 200.000 kro luase gor loro hektar”

Artinya :

“Untuk pengelolaan kebun sawit sama dengan pengelolaan kebun sawit pada umumnya, ada pembibitan, pembuatan lobang, membuat saluran irigasi. Dalam pengelolaan kebun sawit bapak sendiri yang ngelola dan masih menggunakan alat yang tradisional karena bapak belum mempunyai alat modern. Kalau masalah kendala dalam pengelolaan kebun sawit itu sudah pasti ada, karena dalam pengelolaan bapak masih menggunakan alat yang tradisional dan itu membutuhkan waktu yang lama. Masalah biaya yang dikeluarkan tergantung luas lahan sawit yang dimiliki”.

Wawancara dengan Bapak SN (50 Tahun) pada tanggal 30 september 2015 tentang cara pengelolaan perkebunan sawit :

Gambar IV.12 : wawancara dengan Bapak SN 50 tahun (Dokumentasi pada tanggal 31 Agustus 2015)

”Kalau pangolahan sawit nan apak karajoan mambuek lubang sawit jarak 8-9 meter, sudah mambuek lubang baru bisa ditanam bibit sawit, dalam pangolahan apak mangarajoan surang paliang ado urang karajo agak duo urang. Kalau alaik nan apak pakai masih manggunoan alaik tradisonalnyo. Kalau kendalanyo palingan dalam mambuek lubang sabaok dalam mabuek lubang tu kadang-kadang tanahnyo ado batu payah untuak digali. Kalau masalah biaya nan apak kaluan indaklah banyak do. Kiro-”

Artinya :

“Kalau pengelolaan perkebunan sawit yang bapak lakukan itu membuat lobang sawit dengan jarak 8-9 M, setelah pembuatan lubang kemudian pemberian pupuk pada lubang setelah itu baru bisa di tanam bibit sawit. Dalam pengelolaan bapak mengelola sendiri di bantu dengan tenaga kerja 2 orang. Kalau masalah alat yang digunakan bapak masih menggunakan alat yang tradisional, kendala yang ditemukan palingan dalam pembuatan lobang, karena dalam pembuatan lobang kadang-kadang tanahnya berbatu sehingga sulit untuk digali. Kalau soal biaya yang bapak keluarkan tidak terlalu banyak, sekitar Rp. ± 300.000, itu udah termasuk upah 2 orang tenaga kerjanya”.

Selanjutnya wawancara dengan Bapak AL (48 Tahun), Bapak ZL (58 Tahun), dan Bapak MZ (44 Tahun), juga menuturkan hal yang serupa mengenai pengolahan lahan sawit sebagai berikut :

Gambar IV.13 : wawancara dengan bapak AL, 48 tahun ZL 58 tahun dan MZ 44 tahun (Dokumentasi pada tanggal 31 Agustus 2015)

“Nek seng bapak olah yokaro carane di resek-resek disek panggone seng uwes enek kui sek, tro di kei jara go nandor sawet kui sekitar 9 x 10 m, yo pasti enek tujanne la nek ini sawet wes gede yo ora di ganggu ureppe, la nek kebunne bapak iki ra terlalu luas, dadi bapak ngerjanek dewe wae, alat seng bapak gunakne ngango alat singso, ladan kebun ne bapak ki neg rawa makakne bapak jugakl kanggo alat tradisional go cangkol

jugakl go gawe irigasi opo kalenan ngono, yoben tanduran sawetki iso cepet kembangn ngono, panglingan kendala sek bapak temui gor hama, la sak iki rego pupok yo lumayan larang sak iki, biasane bapk apek ngona yo jileh duek karo toke sawet, tapi sak iki kan rego sawet anjlok mrdok, dadi ra wani jeleh koyo biasane”

Artinya :

“Pengelolaan sawit yang bapak lakukan dengan cara membersihkan lahan yang sudah ada terlebih dahulu, jarak tanam antar pohon 9 x 10m tujuannya supaya nanti setelah sawit ini besar tidak terganggu pertumbuhannya. Perkebunan sawit yang bapak miliki tidak terlalu luas dan bapak memutuskan untuk mengelola sendiri kebun sawit bapak. Untuk pengelolaan sawit bapak sudah menggunakan sinso, lahan perkebunan sawit terdapat didaerah rawa maka jadi bapak juga menggunakan alat tradisional seperti cangkul untuk pembuatan irigasi agar tanaman sawit mudah berkembang dengan cepat. Kendala yang sering bapak temui dalam pengelolaan sawit yaitu banyaknya hama, harga pupuk mahal. Biasanya untuk keperluan pengelolaan sawit bapak meminjam uang kepada pembeli sawit tetapi karena harga sawit yang murah saat ini, pembeli sawit tidak bisa meminjamkan uang seperti biasanya”.

Selanjutnya wawancara dengan Bapak TN (40 Tahun), Bapak SN (40 Tahun), juga menuturkan hal yang serupa mengenai pengolahan lahan sawit sebagai berikut :

Gambar IV.14 : wawancara dengan bapak TN 40 tahun (Dokumentasi pada tanggal 31 Agustus 2015)

“Pangolahan lahan nan apak karajoan biasonyo pambibitan sawit, mambuek lubang tu baru ditanam. Sawit nan apak punyo labiah dari duo tumpak tu apak ndak talok mangalolanyo surang makonyo apak

mangarajoan urang untuak pangolahannyo. Waktu pengolahan sawit tu alaik nan apaak pakai masin babat untuak manabang rumpuik supayo sawit ko ndak taganggu dalam partumbuhannyo. Kalau kendala dalam pengelolaan sawit ko palingan mancari urang untuak namuach karajo tu nan payah. Karano urang tu alah banyak karajo ka pabrik, nyo ingin karajo nan tatap supao bisa manuhi kabutuhan hidupnyo, kalau harago tu tagantuang bibit sawit nan apak punyo.

Artinya :

“Pengelolaan lahan yang bapak lakukan biasanya terlebih dahulu dilakukan dengan cara pembibitan sawit, pembuatan lobang dan baru menanami bibit yang sudah layak ditanami. Karena sawit yang bapak miliki melebihi dua titik jadi bapak tidak sanggup untuk mengelolanya sendiri maka dari itu bapak butuh karyawan untuk pengelolaannya. Dalam pengelolaan sawit bapak menggunakan mesin babat untuk membabat rumput agar tanaman sawit tidak terganggu pertumbuhannya dan. Kendala yang bapak temui dalam pengelolaan sawit diantaranya sulitnya mencari tenaga kerja untuk menggelola sawit, dengan bannyaknya masyarakat yang sudah beralih pekerjaannya ke Perusahaan karena masyarakat tersebut ingin mencari pekerjaan yang tetap agar kebutuhannya terpenuhinya. Kalau untuk biaya pengelolaan sawit tergantung harga bibit sawit yang bapak inginkan,”.

Selanjutnya wawancara dengan Ibuk SS (48 Tahun), menuturkan hal tentang pengolahan lahan sawit sebagai berikut :

Gambar IV.14 : wawancara dengan Ibuk SS 48 tahun (Dokumentasi pada tanggal 31 Agustus 2015)

“Nek go pengelolaan seng bapak lakukne yo teko mulai pembibitan sawet te, tros ngeresik e ladange kui, tros di tandor, tros gek dipopok, nek pengolahan iki bapak dewe seng ngolah e, teko mulai nandur sampek panen kui bpak dewe, yo tapi kadang-kadang bapak golek wong kerjo,alat seng

bapak enggo yo berupa sabet, cangkul, parang teng go nyemprot hama, nek masalh yo palengan go kurang modal opo duek ngonolah dan ijek karo alat seng sederhana wae”

Artinya :

“Pengelolaan lahan yang bapak lakukan dimulai dari pembibitan sawit, pembersihan lahan, penanaman, pemupukan. Untuk pengelolaan sawit, bapak lakukan sendiri mulai dari perawatan sampai panen tapi kadang-kadang bapak upahkan kepada orang lain sebagai pekerja di kebun sawit bapak. Alat yang bapak gunakan berupa sabit, cangkul, parang, teng untuk pemberantasan hama. Kendala yang yang ditemukan dalam pengelolaan sawit kurangnya modal, dan masih dengan alat yang sederhana”.

3. Pembahasan

Pada pembahasan ini akan dibahas hasil penelitian Studi Tentang Konversi Lahan Pertanian Padi Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit di Desa Sidodadi Kenagarian Kinali Kecamatan Kinali Kabupaten Pasaman Barat

Pertama, Pendapatan petani padi sawah setelah melakukan konversi lahan padi menjadi perkebunan kelapa sawit di Desa Sidodadi yaitu setelah melakukan konversi lahan masyarakat Sidodadi pendapatannya mengalami peningkatan sehingga masyarakat sidodadi bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti kebutuhan pokok, pendidikan dan lain sebagainya. Pendapatan merupakan selisih antara penerimaan dan semua biaya, atau dengan kata lain pendapatan meliputi pendapatan kotor atau penerimaan total dan penerimaan bersih. Pendaptan kotor atau penerimaan total adalah nilai produksi komoditas pertanian secara keseluruhan sebelum dikurangi biaya produksi ( Rahim, dkk :2007).

Menurut Rosjidi dalam Irawan (2013) menyatakan bahwa pendapatan adalah peningkatan jumlah aktiva atau penurunan jumlah

kewajiban perusahaan, yang timbul dari transaksi penyerahan barang dan jasa atau aktivitas usaha lainnya, dalam suatu periode yang dapat diakui dan diukur berdasarkan prinsip akuntansi berlaku umum. Pengertian yang dikemukakan oleh Rosjidi bermaksud bahwa, penyerahan barang atau jasa atau aktivitas usaha lainnya itu adalah yang berhubungan secara langsung dengan kegiatan untuk memperoleh laba usaha yang dapat mempengaruhi terhadap jumlah pemilik.

Kedua, Gaya hidup masyarakat sidodadi setelah melakukan konversi lahan yaitu gaya hidup masyarakat sidodadi setelah konversi lahan mengalami peningkatan karna bisa di lihat dari bentuk rumahnya, yang dulu permanen dan sekarang sudah permanen, kemudian sudah memiliki kendaraan lebih dari satu yang digunakan untuk keperluan sehari-hari. Pendapatan merupakan selisih antara penerimaan dan semua biaya, atau dengan kata lain pendapatan meliputi pendapatan kotor atau penerimaan total dan penerimaan bersih. Pendaptan kotor atau penerimaan total adalah nilai produksi komoditas pertanian secara keseluruhan sebelum dikurangi biaya produksi ( Rahim, dkk :2007).

Istilah gaya hidup (lifestyle) sekarang ini kabur. Sementara istilah ini memiliki arti sosiologis yang lebih terbatas dengan merujuk pada gaya hidup khas dari berbagai kelompok status tertentu, dalam budaya konsumen kontemporer istilah ini mengkonotasikan individualitas, ekspresi diri, serta kesadaran diri yang semu. Tubuh, busana, bicara, hiburan saat waktu luang, pilihan makanan dan minuman, rumah, kendaraan dan pilihan hiburan, dan seterusnya dipandang

sebagai indikator dari individualitas selera serta rasa gaya dari pemilik atau konsumen (Fatherstone dalam Sudarwati, 2007).

Ketiga, Pengelolaan lahan yang di lakukan petani melakukan konversi lahan perkebunan kelapa sawit di desa sidodadi, Pengelolaan kebun sawit sama dengan pengelolaan kebun sawit pada umumnya, yang dipergunakan alat-alat seperti parang, cangkul, singso dan lain-lain, dengan menggunakan tenaga kerja 2 sampai 3 orang dengan biaya yang di keluarkan ± Rp. 300.000 perhari.

Menurut Hermon (2006) pengolahan tanah pada dasarnya adalah setiap manipulasi mekanik terhadap tanah yang bertujuan untuk menciptakan kondisi tanah yang baik untuk pertumbuhan tanaman. Disamping untuk menggemburkan tanah, pengolahan lahan juga dimaksudkan pula untuk membalik tanah agar sisa-sisa tanaman terbenam sehingga tidak menimbulkan kompetisi terhadap tanaman yang dibudidayakan, namun dapat bermanfaat sebagai pupuk.

Pengertianpengelolaan

menurut soekanto adalah suatu proses yang dimulai dari proses perencanaan, pengaturan, pengawasan, pergerakan sampai dengan proses terwujudnya tujuan. Pengertian pengelolaan menurut prajudi ialah pengedalian dan pemanfaatan semua faktor sumber daya yang menurut suatu perencanaan di perlukan untuk penyelesaian suatu tujuan kerja tertentu. Pengertian penggelolaan menurut balderton yaitu menggerakan, mengorganisasikan dan mengarahkan usaha manusia untuk

memanfaatkan secara efektif material dan faselitas untuk mencapai suatu tujuan.

BAB V PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dari hasil penelitian terhadap Studi Tentang Konversi Lahan Pertanian Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit di Desa Sidodadi Kenagarian Kinali Kecamatan Kinali Kabupaten Pasaman Barat :

1. Pendapan petani setelah melakukan konversi lahan pertanian padi menjadi perkebunan kelapa sawit di Desa Sidodadi yaitu setelah melakukan konversi lahan masyarakat Sidodadi pendapatannya mengalami peningkatan sehingga masyarakat Sidodadi bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti kebutuhan pokok, pendidikan dan lain sebagainya.

2. Gaya hidup masyarakat Sidodadi setelah melakukan konversi lahan yaitu gaya hidup masyarakat Sidodadi setelah konversi lahan mengalami peningkatan karna bisa di lihat dari bentuk rumahnya, yang dulu permanen dan sekarang sudah permanen, kemudian sudah memiliki kendaraan lebih dari satu yang digunakan untuk keperluan sehari-hari.

3. Pengelolaan lahan yang di lakukan petani melakukan konversi lahan perkebunan kelapa sawit di nagari Sidodadi, pengelolaan kebun sawit sama dengan pengelolaan kebun sawit pada umumnya, yang dipergunakan alat-alat seperti parang, cangkul, sinsaw dan lain-lain,

dengan menggunakan tenaga kerja 2 sampai 3 orang dengan biaya yang di keluarkan ± Rp. 300.000 perhari

B. Saran

Adapun saran yang penulisan kekukakan dalam penelitian adalah:

1. Diharapkan pada petani dapat meperdulikan pendapatan untuk kebutuhan keluarga dan anaknya

2. Diharapkan pada penulis agar dapat membantu dalam memberi informasi kepada petani padi sawah yang mengkonversikan lahan pertanian padi menjadi perkebunan kelapa sawit

3. Sebagai acuan bagi peneliti untuk melakukan penelitian yang selanjutnya