• Tidak ada hasil yang ditemukan

CATATAN PARA AKHLI

Dalam dokumen Sejarah Kerajaan Tatar Sunda (Halaman 38-42)

Sesungguhnya, berita tentarrg pernah adanya sebuah kerajaan tertua di Nusantara, telah dilacak oleh N. J. Krom dalam buku Het

Hindoe-Tijdperk(1938:121), sebagaimana yang dikutip oleh Atja dan Edi S. Ekadjati,

dalam pendahuluan buku Pustaka Rajyarajya i Bhumi Nusantara I.I (1987: 31), antara lain sebagai berikut:

Een naukeurig gedateerd Chineesch bericht uit 132 n. C, lidjt weer aan onzekerheid van interpretatie. In dat jaar zond ke koningvan Yet–two, genaarnd Pien, een gezantschap naar Cina, en kreeg genoemde kmting Tiarrpien een eergeschenk. In den nanm van het land ia Yawadwipa, Java– eiland, herkencl, ruaaruit zou volgen dot op dit oogenblik het eilaed in kruestie door de Chineezen met em Sanskritnaarn werd genoerrzd; naar zoo dadelijk zal blijkery inderdacrdzees aannamelijk, dot het in dezen tjid zijn door de Hindoe's gegeven naccm reeds droeg Ueel zwakker stoat de

wedergave van den koningsnaarn nit den Dewawarnrarz, hetwelk de oudste ons bekende vorstnaam uit den Archipel zrnl z~n en teams zou veivrijzen, dot het hindoesiseeringsproces reeds een aanvang had gr?namen, hetzij dan dot een Hindoe er zich als leaning had neergezet of een Indonesisch vorst dien Indischen naam had aanvaard.

Untuk lebih dipahami, dikemukakan pula kutipan terjemahannya, antara lain sebagai berikut:

Suatu berita Tionghoa jang tertanggal seksama, dari tahun 132 sesudah Masehi mendjadi samar pula, oleh karena tidak dapat ditafsirkan dengan pasti. Dalam tahun itu tersebutlah radja Ye–tiao jang bernama Pien dan mengirimkan utusan ke Tiongkok dan radja Tiao–pien tersebut memperoleh hadiah kehormatan. Dalam nama tanah itu dapatlah dikenal Yawadwipa (Pulau Djawa), jang mana akan berarti, bahwa diwaktu itu pula telah disebut pada nama Sanskertanja oleh orang Tionghoa. Memang mungkin sekali, seperti akan ternjata nanti bahwa pulau itu pada waktu itu telah memakai nama jang diberikan oleh orang Hindu. Djauh lebih lemah tafsiran nama radja itu dengan Dewawarman, jang bukan sadja berarti, bahwa nama radja inilah kiranja jang tertua jang kita kenal di Nusantara, tetapi djuga akan menerangkan, bahwa proses penghinduan sudah dimulai pada waktu itu, baik oleh karena seorang Hindu telah datang menetap dan mendjadikan dirinja radja, maupun seorang radja Nusantara telah mengambil nama Hindu tersebut (Effendi, 1950:11).

Bahwa Ye–tiao telah mengirimkan duta ke Cina pada tahun 132 M, yang disebut di dalam Hou Han–shu, telah dicatat oleh beberapa orang sarjana. Wolters (1967: 258) menyebut keterangan dari Pelliot (1904: 266 69), yang menyarankan bahwa Ye–tiao adalah sebuah transkripsi yang permulaan tentang "jawa" dan kesimpulan dapat ditarik tentang hubungan Cina-Indonesia paling tua pada abad kedua Masehi. Stein (1974: 13642) mengemukakan alasan untuk percaya, di dalam hal ini, Ye–tiao terletak di perbatasan barat daya Cina, tetapi Demieville (1951:336) tidak mempercayainya. Ia menyebut bahwa: "Java' ia also a mainland South East

Asian toponym; it appears in Ram Khamhaeng's incription of 1292 in the contex of Laos". Sedangkan Fujita Toyohachi berpikir Ye–tiao adalah satu

bentuk alternatif dari Ssu–tiao dalam arti Ceylon. Hal ini katanya tidak mengherankan, jika penguasa Singhala mengirimkan satu perutusan ke Cina pada tahun 132 M., karena perutusan dari India Utara yang tertua dari tahun 89 M. (Atja & Ekadjati,1987:32).

Sartono Kartodirdjo, mengutip tulisan NJ. Krom dalam Hindoejavaanscht

Geschiedenis (1931), antara lain sebagai berikut:

Berita lainnya yang juga tidak dapat dipastikan kebenarannya ialah berita Cina yang berasal dari tahun 132 M. Di dalam berita itu disebutkan, bahwa raja Ye–tiao yang bernama Pien, meminjamkan meterai mas dan pita ungu kerajaannya kepada maharaja Tiao–pien. Menurut dugaan Sarjana Perancis G. Ferrand, Ye–tiao dapat disesuaikan dengan Yawadwipa, sedangkan Tiao– pien merupakan lafal Cina dari nama Sanskerta Dewawarman (Kartodirdjo,1977:3637 )

Untuk lebih jelasnya, D.G.E. Hall, Guru Besar Emiritus Sejarah Asia Tenggara Universitas London, mengemukakan hal yang sama, antara lain:

Bahwa laporan orang-orang Cina berikutnya, tahun 132, mungkin ada artinya dalam hubungan ini, seandainya interpretasi yang agak kurang pasti dari nama–nama yang disebut mempunyai nilai. Disebut upacara penerimaan oleh Kaisar Han untuk suatu perutusan yang membawa hadiah kehormatan dari seorang raja Ye-tiao bernama Tiao–pien. Apakah Ye–tiao merupakan terjemahan kedalam bahasa Cina dari istilah Sanskerta, Javadvipa, pulau Jawa, dan apakah nama raja itu sama dengan Dewawarman dalam bahasa Sanskerta?

Informasi yang nampaknya lebih pasti, datang dari akhli Ilmu Bumi asal Alexander bernama Claudius Ptolomy, yang menulis pada tahun 165 atau mungkin lebih awal lagi, dan jelas menggunakan sumber-sumber yang lebih tua lagi. Buku VII dari Geographianya, secara detail berisi tentang Asia Tenggara, yang menggambarkan negeri Perak dan negeri Mas dekat kota-kota di Semenanjung Mas, "Chryse Chersonesus". Di antara pulau–pulau Nusantara disebut "Barousai Lama", dihuni oleh pemakan daging manusia, "Sabadeibai Tiga", juga dihuni oleh pemakan daging manusia, dan pulau Yabadiou atau Sabadiou nama yang berarti negeri Jelai, yang dikatakan sangat subur dan menghasilkan emas banyak dan ibukotanya di ujung

sebelah baratnya, sebuah kota dagang bernarna Argyre atau Kota Perak (Hall, 1958 dalam Soewarsa,1988:1718).

Pendapat D. G. E. Hall, dipertegas lagl oleh Sartono Kartoclirdjo, sebagaimana yang dikemukakan dalam buku Sejarah Nasianal Indonesia II, adalah sebagai berikut:

Dalam buku Geographike, kita bertemu kembali dengan nama–nama tempat yang berhubungan dengan logam mulia, yaitu emas dan perak. Tempat– tempat tersebut ialah Argyre Chora, yaitu negeri Perak, Chryse Chora, negeri emas dan Chryse Chersonensos, semenanjung emas. Kitab ini menyebutkan pula nama tempat Iabadiou, yaitu Pulau Enjelai (Kartodirdjo,1977: 6).

Menggunakan sumber yang sama, pendapat Yogaswara yang dikutip oleh Halwany Michrob, mengemukakan antara lain sebagai berikut:

Berita yang paling meyakinkan tentang hubungan Banten dengan Eropa, India dan Cina adalah dengan ditemukannya peta yang dibuat oleh Claudius Ptolomeus. Peta ini dibuat pada tahun 165 M. berdasarkan tulisan geograf Starbo (27-14 SM) dan Plinius (akhir abad pertama masehi). Dalam peta ini digambarkan tentang jalur pelayaran dari Eropa ke Cina dengan melalui: India, Vietnam, ujung utara Sumatera, kemudian menyusuri pantai barat Sumatera, Pulau Panaitan, Selat Sunda, terus melalui Laut Tiongkok selatan sampai ke Cina (Yogaswara, dalam Michrob 1993: 32).

Bermula dari sebuah berita Cina dari zaman keluarga (dinasti) Han, memberitakan bahwa "raja Ye–tiao bernama Tiao–pien, mengirirrilcan utusannya ke Cina dalam tahun 132 Masehi". Ye–tiao diduga sama dengan Yawadwipa atau Yabadiu, dan nama Tiao–pien diduga sama dengan

Dewawarman. Menurut Ayatrohaedi, Tiao artinya Dewa, dan Pien artinya Warman.

Sasaran mengarah ke Jawa bagian Barat, karena berita itu dihubungkan pula dengan tulisan seorang ahli Ilmu Bumi Mesir bernama Claudius Ptolemeus, dalam bukunya Geographia yang ditulis kira–kira tahun 150 M. la. memberitakan, bahwa di dunia timur terdapat Iabadiou yang subur dan banyak menghasilkan emas. Di ujung barat Iabadio terletak (kota) Argyre. Iabadiou dapat dicapai setelah melalui 5 pulau Barousai dan 3 pulau Sabadibai.

Bila kedua berita dari Cina dan Ptolemeus ini digabungkan, dengan sendirinya diduga kuat, bahwa hal tersebut menyangkut sebuah kerajaan di ujung barat Pulau Jawa.

Hasan Mu'arif Ambary, pakar arkeologi Islam Universitas Indonesia, seperti yang dimuat dalam majalah Tempo (2000: 67), menyatakan bahwa pada abad ketiga, Ptolemeus sudah melakukan transaksi perdagangan di Palembang, dan menyebut kota itu dengan nama Barus, lantaran ia menukar minyak wangi dan keramik Yunani dengan kapur barus, yang merupakan hasil utama kawasan itu.

Kartogtafer Eropa pada abad ke–15–17 mana pun yang hendak mencari tahu sejarah Nusantata mulanya berangkat dari keterangan Claudius Ptolemeus (90–168 Masehi). Akhli matemarika dan astronom dari Alexandria ini adalah orang pertama yang membuat catatan perjalanan ancar-ancar letak Asia.

Hasan Mu'arif Ambary, pernah melakukan penggalian di Palembang, dan nyatanya, banyak keramik dari Yunani yang bercorak sama dengan penemuan di India, Cina, dan Persia. Temuan tersebut membuktikan bahwa sebelum zaman Gold, Glory and Gospel, sudah ada jalur bisnis di Asia. Rute Ptolemeus adalah Venesia, Iskandaria, Teluk Aden (Yaman), India, Barus, Cina, dan kembali ke Venesia. Temuan selanjutnya, berupa benda-benda keramik dari masa Dinasti Han, terdapat di Jawa Barat (Krom, terjemahan Effendi,1956:10). Tepatnya di pesisir pantai utara Banten (Lombard, 1996:15).

Berdasarkan temuan tersebut di atas, dapat diduga, bahwa Claudius Ptolemeus yang menempatkan Iabadiou dan Argyre dalam kartografnya, tentu dilakukan berdasarkan catatan pemetaan yang cermat.

Bahkan, Sartono Kartodirdjo, menduga Argyre yang dimaksud oleh Claudius Ptolemeus, dalam bukunya Geographia Hyphegesis, yang berarti perak, adalah "terjemahan" dari Merak, yang memang terletak di sebelah barat Pulau Jawa (Kartodirdjo,1977: 36).

Ayatrohaedi dan Edi S. Ekadjati dalam acara bedah naskah Sejarah Banten (18 Maret 2001 di Puri Salakanagara Pandeglang), sebagai Dewan Pakar menyimpulkan, bahwa Salakanagara memang pernah ada di pesisir barat Pandeglang dan merupakan kerajaan tertua di Nusantara.

Dalam dokumen Sejarah Kerajaan Tatar Sunda (Halaman 38-42)