• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN UMUM PENGATURAN SINGLE

C. Dampak Single Presence Policy bagi Perbankan

Implementasi single presence policy yang dikeluarkan pada bulan Oktober 2006 mulai berdampak di tahun 2008. Hal ini dapat terlihat berkurangnya jumlah bank umum dari 128 bank menjadi 124 bank, dimana untuk memenuhi kebijakan ini bank terutama melakukan dengan cara merger. Ada 7 bank yang telah melakukan

merger terkait dengan implementasi single presence policy tersebut. Ketujuh bank

tersebut adalah sebagai berikut:116

1. PT. Bank Harmoni International ke dalam PT. Bank Index Selindo, yang merupakan kelanjutan akuisisi yang dilakukan sebelumnya.

2. PT. Bank Haga dan PT. Bank Hagakita ke dalam PT. Bank Rabobank International Indonesia.

3. PT. Bank Lippo, Tbk. ke dalam PT. Bank Niaga, Tbk., yang selanjutnya berubah nama menjadi PT. Bank CIMB Niaga, Tbk.

Peta kepemilikan bank umum juga ikut berubah dimana total aset pangsa bank yang dimiliki pihak asing meningkat dari 42% menjadi 48%, walaupun begitu jumlah bank milik pemerintah dan pihak nasional masih lebih banyak daripada bank yang dimiliki pihak asing yaitu masing-masing 75 dan 49 bank.117Hal lain yang perlu dicermati dalam pelaksanaan single presence policy ini adalah dampaknya terhadap posisi bank-bank milik pemerintah. Dimana single presence policy tidak memberikan pengecualian terhadap bank-bank pemerintah, dari tiga opsi yang diberikan, opsi

116

Laporan Pengawasan Perbankan 2008, hlm. 12 dalam situs resmi Bank Indonesia di www.bi.go.id. Diakses pada tanggal 12 Mei 2009.

117

manakah yang sebaiknya dipilih untuk bank-bank pemerintah ini. Pemilihan opsi tersebut harus sesuai dengan tujuan yang ditetapkannya single presence policy yaitu untuk mendorong konsolidasi perbankan dan mendukung efektivitas pengawasan perbankan, dimana diharapkan akan terjadi pengurangan jumlah bank dan membentuk bank yang kokoh dari sudut permodalan. Untuk mengetahui opsi mana yang seharusnya diterapkan untuk mendukung kebijakan Bank Indonesia tersebut, berikut akan dijelaskan ketiga opsi tersebut:118

1. Divestasi atau penjualan saham. Melalui divestasi atau penjualan saham, kepemilikan atau pengendalian suatu bank dapat beralih kepada pihak lain, baik melalui penawaran sekunder di pasar modal maupun instrumen lainnya. Namun, divestasi tidak akan mencapai tujuan dari konsolidasi tersebut, karena bank yang dijual tidak bubar dan jumlah bank masih tidak berkurang. Dengan divestasi, tidak terjadi sebuah konsolidasi, namun yang ada hanyalah peralihan kepemilikan atau pengendalian.

2. Merger atau konsolidasi. Melalui merger dan atau konsolidasi, dua bank atau

lebih akan bergabung baik dengan nama baru maupun tidak. Bank-bank yang digabungkan bisa merupakan masih satu grup pengendalian, atau berbeda grup. Namun, dalam konteks single presence policy, maka bank-bank yang digabungkan merupakan berada di bawah satu grup pengendalian. Dengan merger atau peleburan, modal dan aset dari beberapa bank akan bersatu dan menjadi besar. Namun, upaya ini penuh resiko dan mahal, serta berdampak pada

118

ketenagakerjaan yang berujung pada pengangguran, akan tetapi bila dilihat dari tujuan konsolidasi perbankan yang dijabarkan dalam API, maka merger dan atau peleburan dapat mengkonsolidasikan dan mengurangi jumlah bank yang ada di Indonesia, di samping mampu meningkatkan efisiensi pengawasan dari Bank Indonesia.

3. Pembentukan bank holding company. Dengan adanya upaya ini dapat menjadi jalan keluar yang lebih murah dibandingkan dengan melakukan merger, dimana pemegang saham pengendali membentuk bank induk yang bertugas mengkonsolidasikan dan mengendalikan secara langsung kegiatan bank-bank yang berada dibawahnya. Namun, melalui upaya ini jumlah bank tidak berkurang melainkan bertambah dan tidak pula dapat mencapai tujuan dari konsolidasi perbankan maupun peningkatan efisiensi pengawasan perbankan.

Berdasarkan hal diatas berikut kelebihan dan kekurangan dari masing- masing opsi dari penerapan single presence policy tersebut:

Tabel 1: Pro dan Kontra Tiga Opsi Single Presence Policy

No Opsi Pro Kontra

1 Mengurangi Porsi

Kepemilikan pada Bank Lain

- Lebih mudah dari segi pengawasan oleh Bank I ndonesia

- Dominasi asing atas perbankan dapat dikurangi

-

- Pemerintah tidak mempunyai kontrol lagi atas bank BUMN

Berkurangnya pendapatan pemerintah dari dividen bank BUMN

2 Merger atau Konsolidasi - Lebih mudah pengawasan dari Bank I ndonesia

- Muncul bank kuat berskala

internasional

- Pemerintah masih mendapat dividen

Perlunya usaha keras dan terarah untuk menyatukan bank-bank dengan segala perbedaan yang ada.

- Menambah beban pemerintah -

e

dari segi pengangguran

- Pemerintah tidak dapat secara langsung mengontrol.

- Berpengaruh bagi harga saham bank yang telah go public.

Pemerintah harus menyediak 3 Mem

an

Sumber: Ryan Kiryanto, :Konsolidasi Perbankan Nasional Menuj Seminar

disampaikan di Jakarta, 2 Ju http://rahmansaleh.files.wordpress.com/2007/08/best-practice-ko

bentuk Bank Company

Holding -L san Bank

I ndonesia

bih mudah dari segi pengawa

-

dana yang besar untuk akuisisi saham bank yang dikuasai karena melalui proses tender offer di pasar modal.

u Best Prsctice, Makalah

ni 2007, dalam nsolidasi-perbankan-

indonesia-2-juni-2007.ppt.

Dari tiga opsi tersebut, maka merger merup upaya mengkonsolidasikan perbankan, akan tetapi bagi

merger akan memberikan polemik tersendiri. Hal ini dikarenakan bank-bank

pemerintah tersebut (Bank Mandiri, Bank Tabungan Negara, Bank Nasional Indonesia dan Bank Rakyat Indonesia) memiliki pangsa pasar yang berbeda-beda.

sinergi akan

menemui hambatan dari segi yuridis seperti melanggar Peraturan Pemerintah No.28 Tahun 19

akan opsi yang tepat dalam bank-bank pemerintah, opsi

Adanya perbedaan pangsa pasar sehingga bila digabung tidak akan menciptakan seperti yang diharapkan. Selain itu merger bank-bank pemerintah

99 tentang Merger, Konsolidasi dan Akuisisi Bank, dimana bahwa jumlah aktiva bank hasil merger atau konsolidasi tidak melebihi 20% dari total asset perbankan nasional, sedangkan jika digabung diperkirakan pangsa asset bank

pemerintah menjadi 38%.119 Sedangkan opsi untuk menjual memang patut dipertimbangkan karena bukti empiris menunjukkan bahwa perusahaan swasta seringkali beroperasi lebih efisien dibandingkan perusahaan negara. Di sektor perbankan kepemilikan pemerintah menunjukkan kaitan yang erat dengan lambannya perkembangan sektor keuangan serta pertumbuhan produktivitas yang rendah. Studi yang dilakukan setelah privatisasi menunjukkan terjadinya peningkatan dalam portofolio pinjaman dan peningkatan efesiensi.120Akan tetapi, melepaskan kepemilikan pemerintah pada bank BUMN tentunya menimbulkan pro dan kontra. Di negara berkembang, isu kepemilikan pemerintah versus kepemilikan swasta atas perusahaan memang merupakan perdebatan hangat karena besarnya dominasi perusahaan milik pemerintah dalam kegiatan perekonomian sehingga pengalihan kepemilikan dari pemerintah kepada swasta merupakan masalah serius sehingga sering sarat dengan kepentingan politik. Isu yang tidak kalah pentingnya dalam melakukan privatisasi adalah munculnya masalah pemutusan hubungan kerja.121

Opsi yang terakhir yaitu pembentukan bank holding company, merupakan opsi yang paling sederhana dan yang paling memungkinkan untuk diterapkan untuk bank-bank BUMN ini. Hal ini dikarenakan untuk menghindari pemutusan kerja massal. Perusahaan induk ini wajib bertindak sebagai penentu arah strategis bagi

119

Ryan Kiryanto, “Perlu Hati-hati Mengkonsolidasikan Bank BUMN”, dalam http://www.majalahtrust.com/danlain-lain/kolom/1546.php. Diakses pada tanggal 12 April 2009.

120

Bismar Nasution, Hukum Kegiatan Ekonomi.,Loc.,cit., hlm.205. 121

Zulkarnain Sitompul, “ Merger, Akuisisi dan Konsolidasi ….”,Loc.cit. Karakteristik perusaha

tusan kerja dan

an negara yaitu sering kali kelebihan karyawan. Kondisi dapat dilihat dari ratio antara asset dan karyawan. Dengan privatisasi, maka sebagian dari karyawan tersebut akan mengalami pemu

bank-bank yang menjadi anak perusahaannya dan sekaligus mengkonsolidasikan laporan keuangan bank-bank tersebut. Perusahaan holding dapat berupa hasil pendirian badan hukum baru atau menunjuk salah satu bank sebagai holding. Akan tetapi, ada beberapa masalah dalam penunjukan induk perusahaan diantara bank BUMN tersebut.122 Masalah tersebut antara lain: 1. pembentukan holding akan memperpanjang mekanisme pengambilan keputusan. Sebelumnya direksi bank BUMN cukup langsung melapor kepada Menteri Negara BUMN, jika dalam holding, maka direksi bank BUMN harus melapor kepada perusahaan induk, lalu perusahaan induk melapor kepada Menteri Negara BUMN; 2. Selain itu, mendirikan holding menimbulkan kerumitan hukum, UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas mewajibkan setiap perusahaan memiliki kegiatan usaha, sedangkan ketentuan Bank Indonesia menetapkan perusahaan holding tidak boleh melakukan kegiatan usaha selain menjadi pemegang saham bank. Bank Holding Company wajib bertindak sebagai penentu arah strategis bagi bank-bank yang menjadi anak perusahaannya dan sekaligus mengkonsolidasikan laporan keuangan bank-bank tersebut.123

Polemik yang terjadi terkait dengan konsolidasi bank pemerintah ini pada akhirnya ditentukan oleh kebijakan kompromistis antara Bank Indonesia dengan pemerintah yaitu dalam Pasal 7 PBI No.8/16/PBI/2006 disebutkan apabila dalam

122

“Dilema Bank Plat Merah : Antara Merger atau Holding” dalam http://majalahkontstan.com.

123

Zulkarnain Sitompul, Merger, Akusisi, dan …..Loc.,cit. Perbedaan pengaturan tersebut dikarenakan pada perumusan pasal-pasal yang tertuang dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas lebih ditujukan untuk mengatur perusahaan yang berbentuk tunggal (single company) belum ada mengatu

i sudah mulai berkembang di Indonesia.

r secara spesifik tentang perusahaan yang berbentuk holding company, padahal pada prateknya jenis perusahaan in

proses konsolidasi menimbulkan tingkat kompleksitas permasalahan yang tinggi, maka terbuka ruang untuk tidak memaksakan proses konsolidasi itu secepatnya dalam hal ini ak

Mendorong Konsolidasi Perbankan sebagai Implementasi Arsitektur

njutrnya disingkat dengan API). Sejak pertama kali diluncurkan pada awal tahun 2004, API

an diberikan perpanjangan waktu dari jangka waktu yang diberikan. Dalam hal ini, pilihan manapun yang akan diambil, satu hal yang penting adalah pilihan itu harus bertujuan untuk menciptakan bank dan sistem perbankan yang sehat, efisien, tangguh dan mampu bersaing dalam era globalisasi dan perdagangan bebas.

D. Relevansi Merger Bank Umum dengan Single Presence Policy dalam

Perbankan Indonesia.

Seluruh kebijakan Bank Indonesia di bidang perbankan diletakkan sebagai bagian dari kerangka kebijakan Arsitektur Perbankan Indonesia (sela

diimplementasikan secara penuh pada tahun 2006.124 Selanjutnya untuk mempercepat

124

Pada tahun 2006, Bank Indonesia telah mengeluarkan beberapa kebijkan yaitu dimulai pada awal

menerbitkan beberapa perubahan ketentuan untuk mendorong peningkatan peran perbankan dalam

Perubahan Penghitungan Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) untuk Kredit Usaha Kecil, ad

Good Corporate Governance (GCG) Bagi Bank Umum; (6) Mediasi Perbankan; dan (7) Perubahan Kegiatan Usaha Bank Umum Konvensional Menjadi Bank Umum yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasar

nsolidasi perbankan pada 2010. Pakto 20

Januari 2006 atau yang dikenal dengan Pakjan 2006. Melalui Pakjan 2006, Bank Indonesia pembiayaan ekonomi. Langkah kebijakan tersebut sekaligus merupakan upaya memperkuat fondasi perbankan sesuai dengan arah yang di gariskan dalam API. Perubahan dan penyesuaian ketentuan yang tertuang dalam Pakjan 2006 meliputi : (1) Penilaian Kualitas Aktiva bank umum; (2) Pelaksanaan Penahapan Penetapan Kualitas yang Sama (uniform classification) untuk Aktiva Produktif; (3) Kredit Pemilikan Rumah dan Kredit Pegawai/Pensiunan; (4) Penerapan Manajemen Risiko secara

Konsolidasi bagi Bank yang Melakukan Pengendalian terh ap Perusahaan Anak; (5) Pelaksanaan

kan Prinsip Syariah, dan Pembukaan Kantor Bank yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah oleh Bank Umum Konvensional. Lalu pada bulan Oktober, Bank Indonesia juga mengeluarkan beberapa paket kebijakan yang dikenal dengan Pakto 2006. Adapun penerbitan Pakto 2006 dimaksudkan untuk lebih mengoptimalkan intermediasi perbankan dengan tetap memperhatikan aspek kehati-hatian, serta mendorong tercapainya ko

06 mencakup perubahan ketentuan mengenai : (1) BMPK; (2) Good Corporate Governance; (3) Perlakuan Khusus Terhadap Kredit Bank Bagi Daerah Tertentu di Indonesia Yang Terkena

terwujudnya industri perbankan yang sehat, kuat dan efisien, Bank Indonesia telah merumuskan arah kebijakan perbankan yang kiranya akan mengisi dinamika industri perbankan nasional pada beberapa waktu mendatang, yaitu:125

1. Pertama, akselerasi proses konsolidasi industri perbankan. Melalui kebijakan

API, Bank Indonesia telah menetapkan program konsolidasi industri perbankan sebagai salah satu inisiatif pokok yang mengarahkan gerak langkah industri perbankan nasional ke depan. Adapun skenario program konsolidasi bagi penyehatan dan penguatan industri perbankan tersebut terdiri dari :

a. skenario konsolidasi yang bersifat market driven; b. skenario konsolidasi yang bersifat directives;

c. skenario konsolidasi yang bersifat sebagai kewajiban (heavy handed). Skenario – skenario tersebut pada dasarnya merupakan sebuah rangkaian program kegiatan yang bersifat sequential dan saling mengisi satu sama lainnya, apabila efektivitas dari skenario yang lebih awal belum memberikan hasil sebagaimana yang diharapkan.

2. Kedua, reorientasi mekanisme dan pola kerja industri perbankan nasional kedepan

yang lebih akomodatif terhadap kebutuhan perekonomian nasional;

Bencana Alam; (4) Kepemilikan Tunggal pada Perbankan Indonesia; dan (5) Insentif dalam Rangka Konsolidasi Perbankan. Laporan Pengawasan Perbankan 2006, hlm.,24 dalam situs resmi Bank Indonesia di www.bi.go.id. Diakses pada tanggal 13 Desember 2008.

125

Burhanuddin Abdullah, Jalan Menuju Stabilitas-Mencapai Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan, (Jakarta: LP3ES Indonesia, 2005), hlm. 35-36.

3. Ketiga, implementasi langkah – langkah penguatan infrastruktur sistem keuangan.

Sistem perbankan yang sehat dan efisien membutuhkan keberadaan infrastruktur yang memadai;

n poin pertama arah kebijakan perbankan di atas, Bank Indonesia

hal ini terutama penegakan Pilar 1 API yaitu Penguatan

penguatan struktur perbankan ini adalah dalam 10 tahun mendatan

asing bank, yaitu

4. Keempat, membawa industri perbankan nasional untuk berada pada level of

playing field, dan

5. Kelima, penguatan aspek – aspek prudensial perbankan dan peningkatan fungsi

intermediasi. Berdasarka

menetapkan program konsolidasi industri perbankan sebagai langkah untuk menerapkan API, dalam

Struktur Perbankan Indonesia dan Pilar 3 yaitu Sistem Pengawasan yang Independen dan Efektif. Sasaran dalam

g tercipta stratifikasi bank ke dalam empat kategori yaitu: 126

1. hanya ada 2 sampai 3 bank yang berpotensi dan mampu beroperasi dalam skala internasional dengan modal diatas Rp.50 triliun,

2. kemudian ada 3 sampai 5 bank umum nasional dengan cakupan usaha yang sangat luas dan beroperasi secara nasional, yaitu bank yang memiliki modal antara Rp.10 triliun sampai dengan 50 triliun,

3. dan 30 sampai 50 bank umum kegiatan usahanya fokus pada segmen tertentu sesuai kapabilitas dan kompetensi masing-m

126

Agus Budiarto, “Membangun Fundamental Perbankan yang Kuat”, Media Indonesia, 26 Januari 2004.

bank yang memiliki modal antara Rp. 100 miliar sampai dengan Rp. 10 triliun,

4. sementara itu bank yang modalnya dibawah Rp.100 milyar akan masuk ke

a. bagaan perbankan melalui penguatan modal yang sepadan

b.

asi, kualitas sumber daya manusia dan praktek standar uai dengan

hingga mampu

nya melalui pengawasan bank secara terkonsolidasi. dalam kategori Bank Perkreditan Rakyat atau bank dengan kegiatan usaha terbatas.

Dengan demikian konsolidasi perbankan ini bertujuan untuk :127 Memperkuat kelem

dengan kebutuhan investasi untuk menjawab tantangan kedepan;

Mendorong perbankan untuk melakukan persiapan yang lebih matang dalam bidang teknologi inform

manajemen risiko, sehingga pada tahun 2011 bank dapat beroperasi ses strata bank yang dipilih;

c. Mendorong perbankan untuk memiliki daya saing yang tinggi se

mendukung pertumbuhan ekonomi minimum per tahun serta menghadapi globalisasi dan tantangan eksternal yang semakin kompleks.

d. Dengan konsolidasi perbankan diharapkan terjadi peningkatan efetivitas pengawasan bank, khusus

Tahap – tahap konsolidasi perbankan dilakukan dalam beberapa periode yaitu sebagai berikut:128

I. Periode 2004-2005 :

127 Ibid. 128

Lampiran Konsolidasi dalam situs Bank Indonesia di www.bi.go.id. Diakses pada tanggal 5 Januari 2009.

Pada periode ini konsolidasi dilakukan dengan mengedepankan pendekatan pasar (market driven approach). Namun demikian, fakta menunjukan bahwa industr

erger dan akuisisi bagi bank yang tidak mungkin mencapai secara organik atau dengan menambah modal masih memer

i perbankan belum melakukan upaya upaya kearah konsolidasi sesuai yang diharapkan. Inisiatif m

modal inti minimum

lukan arahan ( direction ) dari Bank Indonesia.

II. Periode 2005-2007 :

A. Bagi Bank dengan modal inti dibawah Rp100 miliar

1) Pada periode ini arah yang lebih menjamin tercapainya modal inti minimum Rp100 miliar pada akhir tahun 2010 dilakukan dalam bentuk akselerasi dengan mewajibkan bank – bank untuk memiliki modal inti minimum sebesar

hir 2007;

iliar dapat melakukan

et mencapai modal inti minimum Rp80 miliar Rp 80 miliar pada ak

2) Bank yang memiliki modal inti jauh dibawah Rp 80 m

merger dengan bank lain atau bank jangkar dan atau menambah modal dengan target mencapai modal inti minimum Rp80 miliar pada akhir tahun 2007; 3) Bank yang memiliki modal inti mendekati Rp80 miliar dapat melakukan

penambahan modal dengan targ pada akhir tahun 2007.

1) Bank Indonesia mengarahkan agar bank melakukan peningkatan kinerja dengan menetapkan kriteria Bank Kinerja Baik (BKB)129 yang harus dicapai selambat – lambatnya pada akhir tahun 2007;

bagai Bank Kinerja Baik

r dapat menjadi Bank Jangkar

pai dengan akhir tahun 2007;

an kegiatan usahanya dengan fokus yang telah ditetapkan masing – masing bank;

2) Bagi bank – bank yang telah memenuhi kriteria se

(BKB) dan memenuhi kriteria tertentu dapat digolongkan dalam kelompok bank yang berpotensi menjadi Bank Jangkar;130

3) Bagi yang berpotensi menjadi Bank Jangka

apabila memiliki keinginan dan strategi bisnis untuk menjadi konsolidator; 4) Bagi bank – bank yang belum memenuhi kriteria BKB diberikan kesempatan

untuk memenuhi kriteria BKB paling lambat sam

5) Bagi bank – bank yang sudah tergolong BKB pada akhirnya tahun 2005 diharapkan untuk terus mempertahankan status tersebut dan mengembangk

129

Bank Kinerja Baik (BKB) adalah bank-bank yang memenuhi kriteria selama 3 tahun terakhir sebagai berikut: 1. Memiliki modal inti lebih besar Rp.100 miliar; 2. Memiliki tingkat kesehatan secara keseluruhan tergolong sehat (sekurang-kurangnya peringkat komposit 2) denga faktor manajemen tergolong baik; 3. Memiliki rasio kewajiban pemenuhan modal minimum (CAR) sebesar 10 %; 4. Memiliki tata kelola (governance) dengan rating yang baik. Status BKB tersebut akan dievaluasi oleh Bank Indonesia secara berkala. Ibid.

130

BKB berpotensi untuk menjadi Bank Jangkar apabila memenuhi kriteria sebagai berikut: 1. Bank memiliki kapasitas untuk tumbuh dan berkembang dengan baik, didukung dengan permodalan yang kuat dan stabil serta memiliki kemampuan mengabsorpsi resiko dan mendukung kegiatan usaha. Hal ini tercermin dari minimum CAR 12 % dan rasio modal inti (Tier 1) minimum 6%; 2. Bank juga memiliki kemampuan untuk tumbuh secara berkesinambungan yang tercermin dari profitabilitas yang baik. Hal ini tercermin dari rasio Return on Asset (ROA) minimal 1,5 %; 3. Bank berperan dalam mendukung fungsi intermediasi perbankan guna mendorong pembangunan ekonomi nasional yang tercermin dari pertumbuhan ekspansi kredit sesuai dengan prinsip kehati-hatian. Hal ini tercermin dari pertumbuhan ekspansi kredit secara riil minimum 22% per tahun atau LDR minimum 50% dan rasio non performing loan (NPL) di bawah 5% (net); 4. Bank telah menjadi perusahaan terbuka atau memiliki rencana untuk menjadi perusahaan terbuka dalam waktu dekat; 5. Bank memiliki kemampuan dan kapasitas untuk menjadi konsolidator dengan tetap memenuhi kriteria sebagai BKB. Ibid.

6) Untuk keperluan pengawasan, Bank Indonesia akan melakukan pengujian untuk menetapkan kategori BKB, Non-BKB dan Bank Jangkar setiap akhir tahun;

III. Periode 2008-2010 :

A. Bagi Bank yang sebelumnya memiliki modal inti minimum dibawah Rp100

miliar

1) Bank tidak mencapai modal inti Rp80 miliar pada tahun 2007

Bank tersebut dikenakan sanksi pembatasan kegiatan usaha dan diberi masa tuk menyesuaikan dengan pembatasan kegiatan usaha

ada akhir tahun 2010. Sanksi tersebut antara lain berupa :

b. Mem

emerintah dan

k telah mencapai modal inti Rp.80 miliar pada akhir tahun 2007

transisi selama 1 tahun un

tersebut. Sanksi akan terus berlaku walaupun bank dapat memenuhi modal inti minimum p

a. Tidak melakukan kegiatan usaha sebagai bank umum devisa;

batasi penyediaan dana per debitur dan atau per kelompok peminjam dengan plafon atau baki debet paling tinggi Rp.500 juta (dengan tetap mengikuti ketentuan Batas Maksimum Pemberian Kredit) kepada seluruh pihak ketiga tidak termasuk Sertifikat Bank Indonesia, penyediaan dana kepada P

Bank;

c. Membatasi jumlah maksimum dana pihak ketiga yang dapat dihimpun bank sebesar 10 x modal inti; dan atau

d. Menutup seluruh jaringan kantor bank yang berada di luar wilayah provinsi kantor pusat bank.

Bank dimaksud wajib meneruskan upaya peningkatan modal dengan target mencapai modal inti minimum Rp.100 miliar selambat-lambatnya pada akhir tahun

capai modal inti Rp.100 miliar pada akhir tahun 2007

apat memenuh

iar

dicapai

k telah menjadi Bank Jangkar sebelum atau pada akhir 2007

fungsinya sebagai

oses perizinan untuk perluasan aktivitas usaha yang dinilai lebih berisiko.

2010.

3) Bank telah men

Bank dimaksud wajib melakukan upaya peningkatan kinerja agar d i kriteria menjadi BKB selambat-lambatnya pada akhir tahun 2010.

B. Bagi Bank yang sebelumnya memiliki modal inti minimum diatas Rp.100

mil

1) Bank telah menjadi BKB sebelum atau pada akhir tahun 2007

Bank wajib mempertahankan kinerja sebagai BKB dan atau melakukan upaya penguatan permodalan sesuai dengan strata bank yang didinginkan dan

selambat-lambatnya pada akhir tahun 2010.

2) Ban

Bank wajib mempertahankan status bank jangkar dan melakukan

konsolidator sesuai dengan rencana bisnis yang disepakati dengan Bank Indonesia dengan hasil akhir dicapai selambat-lambatnya pada akhir tahun 2010.

3) Bank Non-BKB

Selama tenggang waktu tersebut (2008-2010), Bank Indonesia akan terus melakukan pengujian terhadap pemenuhan kriteria BKB dan apabila belum memenuhi kriteria BKB akan dikenakan disincentive berupa pengetatan pr

IV. Periode 2010 dan seterusnya :

1. B

kegiatan usaha .1 huruf a, b, c dan d.

a.

ka bank tersebut akan

l telah terbentuk sesuai dengan strata yang

uarkannya API yaitu untuk

d uatan struktur

a

ank yang akhir tahun 2007 telah memiliki modal inti minimum Rp.80

miliar dan tidak berhasil mencapai Rp.100 miliar pada akhir tahun 2010.

Bank dimaksud dikenakan sanksi pembatasan kegiatan usaha dan diberi masa transisi selama 1 tahun untuk menyesuaikan dengan pembatasan

sebagaimana dimaksud pada butir III.A