• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dampak trauma oklusi terhadap jaringan periodontal

Dalam dokumen Konservasi Stomatognatik Punya 2010 (Halaman 31-38)

2.3 Hubungan Restorasi dan Oklusi

2.3.5 Dampak trauma oklusi terhadap jaringan periodontal

Trauma karena oklusi (trauma from occlusion) adalah cedera (injury) yang terjadi pada jaringan periodonsium akibat tekanan oklusal yang diterima periodonsium telah melampaui kemampuan adaptasinya. Dengan demikian istilah trauma karena oklusi adalah menggambarkan cedera atau kerusakan yang terjadi pada periodonsium, bukan tekanan oklusalnya. Oklusi yang tekanannya telah menimbulkan cedera tersebut dinamakan oklusi yang traumatik (traumatic

occlusion). Trauma oklusi dapat menyebabkan kerusakan pada ligamen

periodontal, struktur jaringan keras gigi, pulpa, sendi temporomandibula, jaringan lunak mulut, resorpsi akar dan sistem neuromuscular. Penyebab dari trauma oklusi adalah gigi yang elongasi, tambalan gigi yang berlebih, adanya beban yang berlebihan mengenai gigi dan durasinya, adanya hipertrofi dan hipertonus dari otot mastikasi, dan adanya penyimpanan oklusi.21

Akibat dari trauma oklusi adalah keberadaan wear facets pada gigi, penebalan sementum, fraktur akar, mobiliti gigi, migrasi gigi, impaksi makanan sebagai kurangnya kontak antara gigi yang berbatasan, dan kemungkinan lain, bruxsim dan gangguan sendi temporomandibula, serta fraktur mahkota gigi pada

margin servikal atau fraktur casp juga terjadi sebagai hasil dari trauma oklusi.13

Stabilitas metabolis dan struktural ligamen periodontal dan tulang alveolar bergantung pada stimulasi mekanis kekuatan oklusal. Efek kekuatan oklusal pada periodonsum dipengaruhi oleh besar, arah, durasi dan frekuensi kekuatan itu. Peningkatan besar kekuatan menyebabkan pelebaran ligamen periodontal. Durasi dan frekuensi kekuatan oklusal mempengaruhi respon tulang. Tekanan konstan menyebabkan resorpsi, sedangkan kekuatan intermiten memicu pembentukan tulang.14

Terdapat klasifikasi trauma berdasarkan durasinya yaitu trauma akut dan trauma kronis. Trauma oklusal dapat bersifat akut jika disebabkan oleh kekuatan eksternal atau bersifat kronis jika disebabkan oleh kekuatan internal (kontak prematur, grinding). Trauma ini tidak hanya disebabkan oelh perubahan kekuatan oklusal, tapi juga karena berkurangnyakapasitas periodonsium menahan kekuatan oklusal teresebut, atau oleh kombinasi keduanya.14

Sedangkan trauma oklusal kronis dibagi menjadi trauma primer dan trauma sekunder. Trauma oklusal primer adalah efek dari kekuatan abnormal pada jaringan periodontal yang sehat/ normal (tanpa inflamasi), disebabkan oleh kekuatan nonfisiolgis dan berlebih pada gigi. Kekuatan yang diterima bisa satu arah (kekuatan orthodontis) atau berlawanan arah (kekuatan jiggling). Kekuatan

jiggling menyebabkan perubahan histologis ligamen lebih kompleks dan peningkatan mobilitas gigi yang nyata karena titik rotasi (fulkrum) lebih dekat ke apeks. Dengan kata lain trauma oklusi primer terjadi ketika perubahan periodonsium disebabkan hanya karena oklusi. Sedangkan trauma oklusal sekunder adalah efek kekuatan oklusal pada periodonsium yang sakit, terjadi ketika kapasitas adaptif periodonsium berkurang karena telah ada kelainan sistemis atau kehilangan tulang.14

Tekanan oklusal normal adalah ketika gigi mendapat tekanan fungsional tanpa melebihi kapasitas adaptasi jaringan pendukung dibawahnya sehingga tidak melukai jaringan tersebut. Kemampuan jaringan periodonsium untuk beradaptasi terhadap tekanan oklusal berbeda- beda pada setiap orang atau pada orang yang sama namun waktunya berbeda.23

Trauma oklusi periodontal adalah lesi degeneratif yang terjadi akibat tekanan oklusal yang melebihi kapasitas adaptif dari jaringan perodonsium. Trauma oklusi dapat dinyatakan sebagai diagnosis ketika kerusakan pada jaringan periodonsium memang berhubungan dengan oklusi. Tidak seperti luka pada ginggivitis dan periodontitis, yang dimulai dari jaringan ginggiva, luka karena trauma oklusi dimulai dari ligamen periodontal dan meliputi sementum dan tulang

alveolar.23

Pada kondisi normal, terjadi kontak stimultan antara gigi atas dan bawah, pada oklusi sentris maupun pada gerak artikulasi pada waktu mandibula

berfungsi. Ketidakseimbangan oklusi terjadi bila gigi yang berkontak terlebih dahulu pada regio tertentu jumlahnya kurang dari 50 % dari jumlah gigi di regio tersebut atau satu atau dua gigi berkontak terlebih dahulu. Bila hambatan terjadi pada waktu oklusi sentris disebut kontak prematur, sedangkan jika terjadi pada gerak artikulasi disebut dengan blocking.23

Beberapa faktor penyebab dapat meningkatkan tekanan pada jaringan periodonsium, yaitu:

Ketidakseimbangan oklusi

a. Hambatan oklusal pada waktu oklusi sentris ( kontak prematur) dan gerak artikulasi (blocking).

Ketika kontak prematur terjadi, gigi yang terlibat harus dapat bergerak sehingga gerakan mandibula dapat sepenuhnya normal atau jika giginya kaku, mandibula didefleksikan dari jalur penutupan normal sehingga terjadi oklusal side. Hasil dari kontak abnormal ini dapat terjadi langsung atau tidak langsung pada gigi yang bersangkutan.

- Langsung

Ketika tekanan oklusal meningkat, efek tekanan akan diterima langsung oleh gigi yang terlibat. Pada umumnya, jika terjadi atrisi jaringan periodonsium tetap sehat, tetapi sejumlah kasus menunjukan bahwa walaupun atrisi terjadi, kerusakan jaringan periodonsium tetap ada terutama jika terdapat iritan lokal, misalnya plak yang menurut sejumlah ahli hal ini berhubungan dengan terbentuknya poket insert of money

- Tidak langsung

Arah dari pergeseran yang mana mengakhiri penutupan sentrik tergantung dari iklinasi cusp yang terlibat. Kontak prematur pada inklinasi yang mengarah ke mesial pada cusp bagian atas akan menghasilkan pergeseran ke depan.

b. Gigi hilang tidak diganti

Ketika gigi bagian proksimal tidak didukung oleh gigi tetangganya karena telah diekstraksi, tekanan oklusal menekan periodonsium dan mengakibatkan gigi semakin lama menjadi

miring. Tekanan oklusal pada gigi yang miring menjadi semakin divergen pada poros gigi. Hilangnya gigi fungsional akan menghasilkan perubahan hubungan dan keseimbangan tekanan diantara gigi-gigi. Jika kerusakan periodontal sudah terjadi, tekanan ini memperberat kerusakan. Kejadian ini hampir tidak dapat dihindari, karena kerusakan yang terjadi pada kontak normal yang disebabkan oleh tipping pada gigi, akan menuju pada impaksi dan stagnasi makanan yang menghasilkan inflamasi ginggiva dan formasi pocket.

c. Perbandingan Mahkota-Akat Tidak Seimbang ( PMATS) d. Kontak edge-to-edge

e. Alat prostetik dan restorasi yang buruk

Jika restorasi terlalu tinggi, gigi akan bertemu dengan lawannya terlebih dahulu pada penutupa sentrik dan terkadang pada hubungan lain. Hal ini lebih sering terjadi pada restorasi dengan hubungan sentrik yang tepat, tetapi tidak tepat pada gerakan lateral dan protrusive

Kebiasaan buruk bruxism.

Pengaruh tekanan oklusi traumatik terhadap jaringan periodonsium dapat terjadi melalui tiga tingakatan, yaitu cedera atau luka, perbaikan dan adaptasi perubahan bentuk dari jaringan periodonsium.

1. Tahap 1 : Cedera/ Luka

Besar, lokasi dan pola kerusakan jaringan tergantung pada besar, frekuensi dan arah gaya yang menyebabkan kerusakan tersebut. Tekanan berlebih yang ringan akan menstimulasi resorpsi pada tulang alveolar disertai terjadinya pelebaran ruang ligamen periodontal. Tegangan berlebih yang ringan juga menyebabkan pemanjangan serat- serat ligamen periodontal serta aposisi tulang alveolar. Pada area dimana terdapat peningkatan tekanan, jumlah pembuluh darah akan berkurang dan ukurannya mengecil. Sedangkan pada area yang ketegangannya meningkat, pembuluh darahnya akan membesar.

Tekanan yang sangat besar menyebabkan pelebaran ligamen periodontal, trombosis, pendarahan dalam jaringan, robeknya ligamen periodontal dan resorpsi tulang alveolar. Tekanan yang sangat besar hingga dapat menenkan akar kearah tulang, dapat menyebabkan nekrosis pada ligamen periodontal yang masih vital yang bersebelahan dengan daerah nekrotik dan sumsum tulang trabekula. Proses ini dinamakan undermining resorption.22

2. Tahap 2 : Perbaikan

Ketika tulang teresorpsi tekanan oklusal yang berlbebih, tubuh berusaha menggantikan tulang trabekula yang tipis dengan tulang baru. Proses ini dinamakan “formasi tulang penahan” atau buttressing bone formation untuk mengkompensasi kehilangan tulang. Hal ini adalah gambaran proses reparatif yang berhubungan dengan trauma oklusi.22

3. Tahap 3 : Adaptasi perubahan bentuk dari jaringan periodonsium

Ketika proses perbaikan tidak dapat menandingi kerusakan yang diakibtakan oklusi, jaringan periodonsium merubah bentuk dalam usaha untuk menyesuaikan struktur jaringan dimana tekanan tidak lagi melukai jairngan. Hasil dari proses ini adalah penebalan pada ligamen periodontal yang mempunyai bentuk funnel pada puncak dan angular pada tulang tanpa formasi poket dan terjadi kelonggaran pada gigi yang bersangkutan.

Fase cedera menunjukkan peningktan pada daerah resorpsi dan penurunan pada daerah formasi tulang, sedangkan fase perbaikan menunjukkan peningkatan formasi dan penurunan resorpsi tulang. Setelah pengadaptasian perubahan bentuk jairngan periodonsium, maka resorpsi dan formasi tulang akan kembali normal.

Trauma oklusi terjadi bila tekanan yang jatuh pada permukaan gigi melebihi kemampuan adaptasi jaringan

periodonsium sehingga menimbulkan kerusakan jairngan periodonsium.22,25

Inflamasi pada jaringan periodonsium tidak bisa dipisahkan dari pengaruh oklusi. Karena oklusi adalah monitor konstan dari jaringan periodonsium, oklusi mempengaruhi respon dari jaringan periodonsium terhadap inflamasi dan menjadi faktor resiko pada semua penyakit periodontal. Peran dari trauma oklusi pada gingivitis dan periodontitis lebih dapat dimengerti apabila jaringan periodonsium dibagi menjadi dua zona yaitu zona iritasi dan zona ko-destruksi.22

Zona iritasi terdiri atas interdental gingiva dan tepi yang dibatasi oleh serat-serat gingiva. Ini merupakan awal terjadinya gingivitis dan poket periodontal. Iritan lokal yang menginisiasi terjadinya gingivitis dan poket mempengaruhi tepi gingiva, tetapi oklusi terjadi pada jaringan pendukung dan tidak mempengat=ruhi

gingiva. Tepi gingiva tidak terpengaruh dengan adanya trauma oklusi karena supalai darah dari tepi gingiva sudah cukup. Selama inflamasi hanya terjadi pada gingiva maka hal tersebut tidak dipengaruhi oleh tekanan oklusal. Namun jika inflamasi dari

gingiva meluas ke jaringan periodonsium, inflamasi memasuki zona ko-destruksi. Iritasi lokal menyebabkan peradangan pada tepi

gingiva papila interdental sehingga penetrasi peradangan ke jaringan dibawahnya merusak serabut gingiva di sekitar perlekatanya pada sementum. Kemudian peradangan ini menyebar ke jaringan penyangga yang lebih dalam yang disebut sebagai zona ko-destrukssi, melalui jalan :22

1. Interproksimal ( interproximal pathways )

BAB 3 PENUTUP 3.1 Kesimpulan

Stomatognatik dalam praktek kedokteran gigi merupakan ilmu yang mempertimbangkan hubungan antara gigi-geligi, rahang, persendian

temporomandibula, kraniofasial dan oklusi gigi. Termasuk dalam fungsi stomatognatik adalah pengunyahan makanan, penelanan, pernafasan, dan berbicara. Fungsi utama sistem stomatognatik adalah oklusi. Oklusi adalah perubahan hubungan permukaan gigi geligi pada maksila dan mandibula, yang terjadi selama pergerakan mandibula dan berakhir dengan kontak penuh dari gigi geligi pada kedua rahang. Oklusi terjadi karena adanya interaksi antara dental system, skeletal system dan iluscular system. Sedangkan restorasi bertujuan untuk membentuk gigi seperti semula sehingga dapat berfungsi kembali, memberi kekuatan untuk menahan daya kunyah atau daya lain seperti trauma, clenching, atau bruxism.

Untuk dapat mengembalikan fungsi normal stomatognatik yang meliputi pengunyahan makanan, penelanan, pernafasan, dan berbicara perlu dilakukan prosedur restorasi gigi yang normal agar tidak menimbulkan disfungsi dari sistem tersebut.

Dalam dokumen Konservasi Stomatognatik Punya 2010 (Halaman 31-38)

Dokumen terkait