• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III MERGER BANK UMUM DALAM PELAKSANAAN

B. Dasar Hukum Merger Bank Umum

Setiap tindakan hukum yang dilakukan di negara hukum haruslah mempunyai dasar hukumnya, begitu juga dengan tindakan hukum berupa merger bank umum. Bagi bank umum yang berbentuk badan hukum perseroan terbatas, maka dasar hukum untuk melakukan merger akan melibatkan cabang-cabang hukum lain

171

Tedy Fardiansyah, Op.,Cit., hlm.22-23. Ada dua pendapat yang saling berbeda mengenai pengaruh merger bank terhadap kompetisi harga dan kuantitas akibat persaingan yang tidak sempuran. Pertama, The Structure-Conduct Performance (SCP) yang menyatakan merger akan memperbesar pangsa pasar dari perusahaan hasil merger dan meningkatkan market power-nya. Hal ini akan mengurangi kompetisi dan akan membuat harga-harga menjadi naik. Kedua, The Efficient Structure (EC) lebih menekankan bahwa perbedaan-perbedan pada pangsa pasar akan mencerminkan efisiensi yang lebih tinggi dimana berkurangnya biaya-biaya dari perusahaan hasil merger. Secara keseluruhan pendapat mana yang akan terjadi mengiringi proses merger antarbank di Indonesia. Jika pendapat SCP yang mendominasi, konsolidasi perbankan ini akan berimplikasi pada kenaikan bunga pinjaman dan turunya bunga simpanan seiring dengan usaha bank untuk mengeksploitasi market power yang dimilikinya pascamerger. Sementara jika yang mendominasi adalah pendapat EC, maka yang terjadi sebaliknya, karena efisiensi yang diperoleh seharusnya diteruskan kepada para nasabah. Ibid.,hlm.8-9.

yang harus diperhatikan, hal ini dikarenakan dasar hukum untuk suatu merger sangat bersifat lintas sektor (cross sectoral). Dalam Undang-Undang Perbankan No.10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (selanjutnya disebut Undang-Undang Perbankan) mengenal dua macam

merger bank yaitu yang sukarela dan imperative.172

Merger sukarela adalah merger yang dilakukan secara sukarela oleh

masing-masing pemegang saham bank yang akan melakukan merger dalam rangka ekspansi usaha bank tersebut. Pasal 28 Undang-Undang Perbankan mengatur mengenai merger sukarela.173 Sedangkan merger imperative adalah merger yang merupakan pelaksanaan pelaksanaan dari perintah Bank Indonesia dalam rangka menyelamatkan suatu bank yang bermasalah. Dasar hukum bagi merger bank yang bersifat imperative adalah Pasal 37 ayat (2) Undang-Undang Perbankan,dimana dalam hal suatu bank mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya, maka Bank Indonesia dapat, antara lain melakukan tindakan agar bank melakukan merger atau konsolidasi dengan bank lain atau bank dijual kepada pembeli yang bersedia mengambil alih seluruh kewajiban bank tersebut.

Ketentuan merger dalam Undang-Undang Perbankan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah No.28 Tahun 1999 tentang Merger, Konsolidasi dan Akuisisi Bank Umum. Sedangkan mengenai tata cara pelaksanaan/prosedur merger bank, telah diatur dalam Surat Keputusan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia

172

Adrian Sutedi, Op.,Cit.,hlm.111 173

Pasal 28 Undang-undang Perbankan menyebutkan “merger, konsolidasi, dan akuisisi wajib terlebih dahulu mendapat izin Pimpinan Bank Indonesia.”

No.32/51/KEP/DIR tanggal 14 Mei 1999 tentang Persyaratan dan Tata Cara Merger, Konsolidasi dan Akuisisi Bank Umum dan Surat Edaran Direksi BI No.32/7/UPPB tanggal 14 Mei 1999 tentang Persyaratan dan Tata Cara Merger, Konsolidasi dan Akuisisi Bank Umum. Disamping harus dilaksanakan sesuai dengan Pasal 28 Undang-Undang Perbankan dan peraturan pelaksananya, bagi bank umum yang berbentuk badan hukum perseroan terbatas juga harus memperhatikan ketentuan umum (lex generalis) tentang merger dalam Undang-Undang No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut UUPT) dan peraturan pelaksananya yaitu Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1998 Tentang Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan Perseroan Terbatas. UUPT mengatur tentang merger diatur dalam Bab VIII dari Pasal 122 , Pasal 123, lalu Pasal 126 sampai dengan Pasal 129 serta Pasal 132.

Pasal 1 angka (9) UUPT menyebutkan:

“Penggabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu perseroan atau lebih untuk menggabungkan diri dengan perseroan lain yang telah ada yang mengakibatkan aktiva dan passiva dari perseroan yang menggabungkan diri beralih karena hukum kepada perseroan yang menerima penggabungan dan selanjutnya status badan hukum perseroan yang menggabungkan diri berakhir karena hukum.”

Berdasarkan pengertian diatas, jenis perusahaan yang tunduk pada peraturan

merger yang terdapat dan diatur dalam UUPT dan peraturan pelaksanaannya adalah

perusahaan yang berbentuk perseroan terbatas, dimana Pasal 1 angka (1) UUPT menyebutkan pengertian perseroan terbatas sebagai berikut:

“Perseroan Terbatas yang selanjutnya disebut perseroan adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksananya.”

Jadi, jenis perusahaan lain di luar perseroan terbatas tidak tunduk pada pengaturan merger dalam UUPT dan peraturan pelaksananya dan tidak semua perseroan terbatas yang dapat melakukan merger, kecuali perseroan terbatas yang telah mendapatkan status badan hukum.174 Selain itu bagi bank umum yang sudah go

public, maka selain ketentuan Undang-Undang Perbankan dan UUPT, maka

ketentuan tentang merger dalam hukum pasar modal juga harus diperhatikan. Bagi perseroan terbuka yang melakukan merger berlakulah Undang-Undang Pasar Modal No.8 Tahun 1995 dan peraturan pelaksananya yaitu Keputusan Ketua Bapepam No.Kep-52/PM/1997, yang terkenal dengan Peraturan No.IX.G-1 tentang Penggabungan Usaha atau Peleburan Usaha Perusahaan Publik atau Emiten. Dasar berlakunya hukum pasar modal untuk merger perseroan terbatas terbuka adalah Pasal 154 UUPT yang menyebutkan bagi perseroan terbuka berlaku ketentuan UUPT, jika tidak diatur lain dalam peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal. Dalam hal ini jika telah diatur dalam hukum pasar modal maka yang berlaku ketentuan hukum pasar modal (lex specialis). Akan tetapi peraturan perundang-undangan di

174

bidang pasar modal yang mengecualikan ketentuan UUPT tidak boleh bertentangan dengan asas hukum perseroan dalam UUPT.175