BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
1 Data dan informasi proyek yang kurang lengkap
3. Kenaikan harga material
4. Kwalitas tenaga kerja yang buruk 5. Tingginya harga sewa/peralatan
6. Cara pembayaran yang tidak tepat waktu 7. Selalu terjadi penundaan pekerjaan
8. Adanya kebijaksanaan keuangan dari pemerintah.
3. Judul : Analisis Faktor-Faktor Penyebab Pembengkakan Realisasi Biaya Terhadap Rencana Anggaran Pelaksanaan Pada Proyek Konstruksi Gedung Peneliti : 1. Gede Wira Hadinata
2. Mayun Nadiasa
3. Ida Ayu Rai Widhiawati
Abstrak : Proyek merupakan suatu kegiatan sementara yang berlangsung dalam jangka waktu terbatas, dengan alokasi sumber daya tertentu dan dimaksudkan untuk menghasilkan produk yang kriteria mutunya telah digariskan dengan jelas. Dengan banyaknya pihak yang terlibat pada proyek konstruksi, maka dapat berpotensi terjadinya masalah dalam melaksanakan proyek sangat besar. Suatu proyek konstruksi dapat dikatakan berhasil apabila mampu memenuhi tujuan suatu proyek yaitu: proyek dapat diselesaikan tepat waktu, sesuai dengan biaya yang direncanakan, dan kualitas yang diisyaratkan. Oleh karena itu, sebelum
melaksanakan proyek konstruksi perlu perencanaan yang matang agar proyek tersebut dapat berjalan dengan lancar.
Berdasarkan hasil analisis pada penelitian yang telah penulis lakukan dapat disimpulkan bahwa:
1. Faktor-faktor yang menjadi penyebab pembengkakan realisasi biaya proyek terhadap RAP terdiri dari 32 faktor diantaranya adalah Pemilihan alat berat, biaya sewa peralatan, dan pemilihan material yang digunakan.
2. Hubungan yang terjadi antara faktor-faktor pada poin 1 yang menyebabkan pembengkakan realisasi biaya proyek terhadap RAP dimana nilai R sebesar 0,539 yang bermakna hubungannya sedang. 3. Pemilihan alat berat merupakan sub faktor yang paling dominan
penyebab pembengkakan realisasi biaya proyek, hasil ini didapat pada analisis sub faktor yang termasuk dalam kelas 1 dan mempunyai nilai loading faktor sebesar 0,863.
2.3 Manajemen Proyek Konstruksi
Manajemen proyek adalah suatu cara / metode untuk mencapai suatu hasil dalam bentuk bangunan atau infrastruktur dengan menggunakan sumber daya yang efektif melalui tindakan-tindakan perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, dan koordinasi suatu proyek dari awal (gagasan) hingga berakhirnya proyek untuk menjamin pelaksanaan proyek secara tepat waktu, tepat biaya, dan tepat mutu (Ervianto, 2002).
Tujuan Manajemen Konstruksi adalah mengelola fungsi manajemen atau mengatur pelaksanaan pembangunan sedemikian rupa sehingga diperoleh hasil yang optimal sesuai dengan persyaratan (spesification) untuk keperluan pencapaian tujuan ini, perlu diperhatikan pula mengenai mutu bangunan, biaya yang digunakan dan waktu pelaksanaan Dalam rangka pencapaian hasil ini selalu diusahakan pelaksanaan pengwasan mutu (Quality Control), pengawasan biaya (cost Control) dan pengawasan waktu pelaksanaan (time control). Ketiga pengawasan ini harus dilaksanakan dalam waktu yang bersamaan. Penyimpangan yang terjadi dari salah satu hasil kegiatan pengawasan dapat berakibat hasil pembangunan tidak sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan. Manajemen konstruksi mempunyai ruang lingkup yang cukup luas, karena mencakup tahapan kegiatan sejak awal pelaksanaan pekerjaan sampai dengan akhir pelaksanaan yang berupa hasil pembangunan. Tahapan kegiatan tersebut pada umumnya dibagi menjadi empat tahapan, yaitu:
a. Perencanaan (planning)
Perencanaan adalah suatu proses yang mencoba meletakkan dasar tujuan dan sasaran termasuk menyiapkan segala sumber daya untuk mencapainya. Perencanaan memberikan pegangan bagi pelaksanaan mengenai alokasi sumber daya untuk melaksanakan kegiatan (Imam Soeharto, 1997). Secara garis besar, perencanaan berfungsi untuk meletakkan dasar sasaran proyek, yaitu penjadwalan, anggaran dan mutu.
b. Pengorganisasian (organizing)
Organisasi merupakan alat yang vital dalam pengendalian dan pelaksanaan proyek. Organisasi proyek dikatakan berhasil jika mampu mengendalikan
tiga hal utama yaitu mutu, waktu dan biaya. Suatu organisasi mempunyai ciri-ciri adanya sekelompok orang yang bekerja sama atas dasar hak, kewajiban dan tanggung jawab masing-masing. Dalam organisasi suatu proyek dijelaskan batasan-batasan tugas dan tanggung jawab sesuai dengan kedudukan dan fungsi masing-masing. Dengan adanya batasan-batasan tersebut dapat dihindari adanya tumpang tindih tugas, maupun pelemparan tanggung jawab, sehingga semua permasalahan yang timbul dapat ditanggulangi secara menyeluruh, terpadu dan tuntas.
c. Pelaksanaan (execution)
Kegiatan pelaksanaan meliputi kegiatan pelaksanaan pekerjaan di lapangan dalam rangka mewujudkan bangunan yang akan dibangun. Dalam kegiatan pelaksanaan ini, hubungan kerja antara unsur-unsur pelaksana pembangunan perlu diatur sehingga masing-masing unsur dapat bekerja sesuai dengan bidangnya dan selalu tunduk dan taat kepada peraturan dan ketentuan yang telah disepakati bersama.
d. Pengawasan (controlling)
Kegiatan pengawasan dilaksanakan dengan tujuan agar hasil pelaksanaan pekerjaan bangunan sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan. Untuk keperluan ini tugas pengawas sangat penting terutama dalam pembimbingan dan pengarahan pelaksanaan pekerjaan. Hasil akhir dari pelaksanaan pembangunan pada umumnya ditentukan oleh hasil kegiatan pengawasan.
2.4 Komponen Penting dalam Estimasi Biaya Proyek
Proses pengendalian biaya proyek konstruksi melibatkan berbagai macam komponen diantaranya kontrak, material, unsur–unsur biaya proyek, change order, dan data proyek berupa gambar rencana. Oleh karena itu sangat diperlukan suatu manajemen proyek yang baik yang dapat mengatur, mengendalikan, dan mengkoordinasi kegiatan pelaksanaan proyek.
a. Estimasi biaya
Estimasi biaya adalah prediksi perhitungan atau perkiraan seluruh biaya proyek konstruksi yang dilakukan di tahap awal, dengan menganalisis setiap jenis pekerjaan, sumber daya, volume pekerjaan, dan harga satuan yang dipakai. Estimasi biaya digunakan untuk mengetahui berapa besar total biaya proyek yang akan dikeluarkan, yang bertujuan untuk merencanakan dan mengendalikan sumber daya yang ada, untuk kepentingan kelangsungan proyek (Soeharto,2001).
b. Kontrak
Kontrak adalah persetujuan yang memuat aspek-aspek prinsipil yang bersifat mengikat dan harus dipenuhi oleh penyedia jasa dan kontraktor, dan didalam persetujuan itu juga harus memuat syarat atau kelengkapan aspek subjektif dan objektif (Ervianto, 2002). Dalam proyek konstruksi, kontrak diartikan persetujuan dan merupakan dokumen yang harus dipatuhi dan dilaksanakan bersama antara pihak yang telah sepakat untuk saling terikat. Namun perlu diingat, tidak semua persetujuan dan transaksi akan dilanjutkan dalam bentuk kontrak, kecuali telah memenuhi 2 (dua) aspek utama yakni saling menyetujui serta adanya permintaan dan penawaran.
c. Material Konstruksi
Material konstruksi adalah semua bahan yang dibutuhkan untuk menyelesaikan bagian pekerjaan dalam satu kesatuan pekerjaan konstruksi (Ibrahim, 1996). Pada umumnya penyediaan material konstruksi di lapangan dilakukan bertahap, hal ini erat hubungannya dengan tersedianya gudang untuk menyimpan material, dan juga dari segi pembayarannya.
d. Unsur-unsur biaya proyek
Unsur-unsur biaya proyek merupakan keseluruhan dari biaya yang dikeluarkan dari pelaksanaan suatu proyek. Biaya yang terlibat dalam pelaksanaan konstruksi dibedakan atas biaya langsung dan biaya tidak langsung.
2.5 Biaya proyek
Biaya proyek adalah biaya-biaya yang diperlukan untuk tiap pekerjaan dalam menyelesaikan suatu proyek. Secara garis besar biaya proyek dapat dibagi menjadi dua yaitu :
2.5.1 Biaya Langsung ( Direct Cost )
Biaya langsung merupakan biaya untuk segala sesuatu yang akan menjadi komponen permanen hasil akhir proyek (Soeharto, 1995). Biaya langsung terdiri dari biaya-biaya yang langsung berhubungan dengan konstruksi ataupun suatu proyek tertentu, antara lain:
a. Biaya bahan/material b. Upah buruh
c. Biaya peralatan d. Biaya subkontraktor
2.5.2 Biaya Tidak Langsung ( Indirect Cost )
Biaya tidak langsung adalah pengeluaran untuk manajemen, supervisi dan pembayaran material serta jasa untuk pengadaan bagian proyek yang tidak akan menjadi instalasi atau produk permanen, tetapi diperlukan dalam rangka proses pembangunan proyek (Soeharto, 1995). Biaya tidak langsung terdiri dari:
a. Biaya overhead
b. Biaya tak terduga c. Keuntungan/profit d. Penalti/bonus
Dalam suatu keadaan tertentu, penalti dan bonus dapat dianggap sebagai biaya tidak langsung yang dapat mempengaruhi biaya keseluruhan (Pilcher, 1992). Biaya langsung dan tidak langsung secara keseluruhan membentuk biaya proyek, sehingga pada pengendalian dan estimasi biaya, kedua jenis biaya ini perlu diperhatikan. Baik biaya langsung maupun biaya tak langsung akan berubah sesuai dengan waktu dan kemajuan proyek. Meskipun tidak dapat diperhitungkan dengan rumus tertentu, tapi pada umumnya makin lama proyek berjalan maka makin tinggi kumulatif biaya tak langsung diperlukan (Soeharto, 1995).
2.6 Cost engineering
Cost Engineering adalah suatu bidang engineering yang meliputi penerapan prinsip-prinsip ilmiah dan teknik dengan menggunakan pengalaman dan pertimbangan-pertimbangan engineering dalam masalah-masalah estimasi biaya, pengendalian biaya dan ekonomi teknik (Asiyanto,2003). Cost Engineering terbagi menjadi dua bidang besar yaitu :
a. Cost estimate (Estimasi biaya) b. Cost Control (Pengendalian biaya)
Peran seorang cost engineer ada dua yaitu, memperkirakan biaya proyek dan mengendalikan (mengontrol) realisasi biaya sesuai batasan-batasan yang ada pada estimasi. Dalam proyek konstruksi, terutama pada proyek-proyek yang besar, peranan cost engineer penting sekali dalam pelaksanaan proyek agar tidak terjadi kekacauan keuangan (financial chaos) yang disebabkan oleh lemahnya estimasi maupun kontrol.
2.6.1 Estimasi Biaya (Cost Estimate)
Estimasi pada hakekatnya adalah upaya untuk menilai atau memperkirakan suatu nilai melalui analisis perhitungan dan berlandaskan pada pengalaman. Jika ditujukan untuk memperkirakan pembiayaan konstruksi, estimasi pada hakekatnya merupakan upaya penerapan konsep rekayasa berlandaskan pada dokumen pelelangan, kondisi lapangan, dan sumber daya kontraktor (Dipohusodo, 1996). Ada 2 estimate untuk fisik bangunan yaitu versi owner yang sering disebut Owner Estimate (OE) dan versi kontraktor yang disebut sebagai Bid Price (harga penawaran). (Asiyanto, 2003).
a. Owner Estimate, yaitu estimate yang dibuat oleh cost engineer dari pihak owner, untuk dipergunakan sebagai dasar pertimbangan dalam menilai penawaran yang diajukan kontraktor.
b. Bid price, yaitu estimate yang dibuat oleh cost engineer dari pihak kontraktor, yang akan diajukan oleh kontraktor sebagai harga penawaran dari proyek sesuai dokumen yang diberikan.
Bagi owner nilai kontrak proyek adalah merupakan biaya yang harus dibayar, sedangkan bagi kontraktor, nilai kontrak proyek merupakan pendapatan yang akan diterimanya. Kehandalan suatu estimasi tergantung pada kelengkapan informasi yang tersedia pada tahapan dimana estimasi dilakukan. Secara garis besarnya terdapat tiga kelompok informasi pokok yang diperlukan yaitu : a. Informasi tentang proyek dan bagian-bagiannya lengkap dengan
gambar-gambar dan spesifikasi teknis. Keseluruhan dokumen tersebut berguna untuk menghitung volume segenap pekerjaan dan menentukan metode konstruksinya.
b. Informasi tentang sumber daya, yang sangat diperlukan pada saat kontraktor mulai merencanakan operasinya di lapangan, yaitu informasi mengenai tenaga kerja serta sumber daya lain tersedia.
c. Informasi tentang harga, yang biasanya dikuasai dengan lebih baik oleh kontraktor yang berhasil. Kontraktor biasanya mempunyai pengetahuan lebih baik mengenai harga layak terbaru untuk berbagai material dan sumber daya lain (Dipohusodo, 1996).
Pemilihan metode estimasi tergantung pada mutu informasi yang tersedia. Estimasi (taksiran) biaya akhir konstruksi berlangsung melalui empat langkah utama yaitu :
a. Estimasi pendahuluan yang digunakan dalam tahap brifing dan didasarkan atas catatan biaya untuk proyek serupa.
b. Estimasi terinci, disiapkan oleh kelompok manajer proyek menjelang tender, berdasarkan kuantitas akurat yang diukur dari gambar kerja serta harga dari dokumen proyek sebelumnya.
c. Jumlah kontrak, merupakan pedoman biaya yang baik untuk klien dalam kontrak harga tetap, tetapi kurang berarti dalam situasi lain.
d. Estimasi operasional, biasanya disiapkan oleh kontraktor, berdasarkan rencana pelaksanaan (Austen, 1994).
2.6.2 Pengendalian Biaya ( Cost Control )
Biaya (cost) merupakan salah satu aspek yang penting dalam manajemen, dimana biaya yang mungkin timbul harus dikendalikan seminimum mungkin (Natan ,1986). Pengendalian biaya harus memperhatikan faktor waktu, karena terdapat hubungan yang erat antara waktu penyelesaian proyek dengan biaya-biaya proyek yang bersangkutan atau aktivitas pendukungnya. Tujuan praktis dari kontrol biaya adalah untuk menekan biaya/pengeluaran serendah mungkin (to minimize cost). Secara umum ada 2 metode pengontrolan biaya (cost control) yaitu :
a. Konsep Unit Produksi (Unit of Production Concept), metode ini memberikan gambaran sekilas mengapa dan dimana terjadi penyimpangan-penyimpangan biaya. Keunggulan metode ini mudah untuk mendapatkan biaya rencana, tetapi agak sulit untuk menghitung biaya kenyataan per pos pekerjaan.
b. Konsep Jenis Biaya (Trade Concept), memberikan gambaran bagian/unit manakah yang membuat masalah (regu yang mana dan sebagainya).
Pemakaian metode tergantung dari sistem yang dianut oleh perusahaan dan besarnya proyek. Untuk proyek yang besar biasanya menggunakan metode konsep unit produksi sedangkan untuk proyek yang kecil menggunakan metode konsep jenis biaya (Fahirah F, 2005)
2.7 Pelaksanaan Proyek Konstruksi
Pelaksanaann proyek konstruksi dimulai dari tahap perencananaan yang meliputi pengumpulan data, penelitian, studi kelayakan, perencanaan fisik pembuatan gambar rencana, penyusunan peraturan dan persyaratan), pengerjaan proyek konstruksi di lapangan, dan pengawasan pekerjaan. Didalam pelaksanaan proyek konstruksi, terdapat orang–orang atau badan yang melaksanakan pekerjaan tersebut.
1. Gambar rencana
Gambar rencana adalah gambar dari pekerjaan yang akan dilaksanakan secara lengkap, yang dapat memberikan informasi sedetail mungkin sehingga tidak terdapat keraguan dalam pelaksananannnya (Ervianto,2002). Gambar rencana biasanya terdiri dari gambar situasi,
gambar denah, gambar tampak, gambar potongan melintang, gambar potongan memanjang, gambar tambahan, dan gambar konstruksi yang dilengkapi dengan hitungan konstruksi.
2. Perubahan desain (Change order)
Change Order adalah usulan perubahan tertulis antara pemilik dan kontraktor untuk mengubah beberapa kondisi dari dokumen kontrak awal seperti menambah atau mengurangi pekerjaan. Adanya perubahan ini dapat mengubah spesifikasi biaya kontrak, jadwal pembayaran, dan jadwal proyek (Soeharto, 2001). Menurut Santoso (2002) Change order
merupakan suatu kesepakatan antara pemilik dan kontraktor untuk menegaskan adanya revisi biaya dan jumlah kompensasi biaya kepada kontraktor yang terjadi pada saat pelaksanaan konstruksi, setelah penandatanganan kontrak kerja antara pemilik dan kontraktor.
3. Time schedule (Rencana Kerja)
Time schedule (Rencana Kerja) adalah suatu pembagian waktu terperinci yang disediakan untuk masing-masing bagian pekerjanan, mulai dari bagian awal sampai dengan bagian pekerjaan akhir (Soehartono, 2001). Sebelum menyusun Time schedule, hal–hal yang harus diperhatikan antara lain keadaan lapangan, kemampuan tenaga kerja, penyediaan bahan bangunan, gambar kerja, dan peralatan kerja.
4. Kontraktor
Kontraktor adalah orang atau badan yang menerima dan menyelenggarakan pelaksanaan pekerjaan sesuai biaya yang ditetapkan berdasarkan gambar rencana, peraturan, dan syarat-syarat kontrak
(Ervianto, 2002). Kontraktor dapat berupa perusahaan perseorangan yang berbadan hukum atau sebuah badan hukum yang bergerak dalam bidang pelaksanaan pekerjaan.
2.8 Pembengkakan Biaya (cost overrun)
Pembengkakan biaya (cost overrun) adalah biaya konstruksi suatu proyek yang pada saat tahap pelaksanaan, melebihi (budget) anggaran proyek yang ditetapkan di tahap awal (estimasi biaya), sehingga menimbulkan kerugian yang signifikan bagi pihak kontraktor (Santoso, 2002). Cost overrun yang terjadi pada suatu proyek konstruksi dapat disebabkan oleh faktor intern maupun factor
ekstern dari proyek konstruksi itu sendiri. Pembengkakan biaya (cost overrun) itu sendiri dibagi dalam tiga tahap, yaitu:
a. Pembengkakan Biaya (Cost Overrun) Pada Tahap Awal Proyek Konstruksi
b. Pembengkakan Biaya (Cost Overrun) Pada Saat Proses Proyek Konstruksi
c. Pembengkakan Biaya (Cost Overrun) Pasca Konstruksi
Dengan adanya manajemen proyek yang baik dimulai dari estimasi awal sampai tahap akhir proyek, maka Cost Overrun pada suatu proyek dapat dicegah atau dihindari.
2.8.1 Pembengkakan Biaya (Cost Overrun) Pada Tahap Awal Proyek Konstruksi
Pada tahap awal sebelum dilaksanakannya proyek bisa terjadi pembengkakan biaya (cost overrun), itu terjadi dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti :
1. Faktor Material (Uchechukwu, 1993)
Dalam pelaksanaan proyek, material perlu dikontrol kualitasnya agar sesuai dengan permintaan pemilik (owner). Tidak adanya control kualitas material dapat menyebabkan peningkatan frekuensi pekerjaan ulang karena tidak sesuai dengan spesifikasi material. Dalam hal ini, pekerjaan ulang yang diakibatkan kesalahan pemakaian material akan memerlukan tambahan biaya baik untuk tenaga kerja, material maupun biaya tidak langsung.
2. Faktor Informasi (Harrison, 1981)
Informasi proyek yang berupa kondisi lapangan, gambar, dan spesifikasi sangat menunjang ketelitian estimasi. Kondisi lapangan dapat berupa keadaan dan sifat tanah, bangunan dan fasilitas pendukung, perencanaan disain proyek yang meliputi arsitek, sipil, elektrik, maupun mekanik. Informasi yang kurang lengkap akan menimbulkan ketidak tepatan estimasi biaya sehingga berpeluang menimbulkan pembengkakan biaya.
3. Faktor Sumber Daya Manusia (Imam Suharto, 1995)
Perencanaan penyediaan sumber daya manusia untuk tiap proyek tidak sesuai dengan kebutuhan akan berpengaruh terhadap biaya proyek, karena tahap dalam pelaksanaan proyek membutuhkan jumlah tenaga kerja yang berbeda.
4. Peralatan (Indriani, 1999)
Untuk kegiatan yang memerlukan peralatan pendukung harus dapat dideteksi secara jelas. Jenis, kapasitas, kemampuan dan kondisi peralatan harus sisesuaikan dengan kegiatannya. Estimasi harga/sewa peralatan yang tidak tepat akan mengakibatkan terjadinya pembengkakan biaya.
2.8.2 Pembengkakan Biaya (Cost Overrun) Pada Saat Proses Proyek Konstruksi
Pada saat proses konstruksi berlangsung, banyak faktor yang dapat menyebabkan terjadinya pembengkakan biaya. Beberapa faktor tersebut antara lain:
1. Manajer proyek yang tidak kompeten/cakap (Imam Soeharto, 1995)
Manajer proyek sangat berpengaruh pada proses perencanaan, organisasi, dan memimpin serta mengendalikan pelaksanaan pekerjaan. Untuk itu diperlukan manajer yang memiliki pengetahuan dan pengalaman dalam lingkup proyek yang menjadi tanggung jawabnya. Manajer harus memiliki kecakapan dalam mengatur pekerjaan dan mengatur tenaga kerja, yang mempengaruhi produktivitas pekerja.
2. Kualitas yang buruk dari pekerja kontraktor (Imam Soeharto, 1995)
Kualitas yang uruk dari pekerja akan mempengaruhi produktivitas kerja yang dihasilkan. Akibat produktivitas yang rendah menyebabkan biaya proyek akan bertambah dari yang direncanakan.
3. Tidak memperhatikan faktor resiko pada proyek (Imam Soeharto, 1995) Faktor ini bertujuan menutup kemungkinan adanya resiko yang dapat terjadi selama proses konstruksi, seperti terjadinya kecelakaan kerja. Kecelakaan kerja dapat terjadi selama pelaksanaan proyek yang mengakibatkan cacat secara fisik, hilangnya semangat kerja, dan trauma. Hal ini akan memerlukan tambahan biaya untuk semua yang berhubungan dengan pengobatan. Tidak diperhitungkannya factor resiko akan mengakibatkan pembengkakan biaya apabila resiko benarbenar terjadi dilapangan.
4. Banyak hasil pekerjaan yang harus diulangi/diperbaiki karena cacat/salah (Kraiem dan Dickmann, 1987)
Faktor ini lebih mengarah pada masalah mutu/kualitas pelaksanaan pekerjaan, baik secata struktur atau pelaksanaan akhir yang dipengaruhi gambar proyek, penjadwalan proyek, dan kualitas tenaga kerja. Pada dasarnya semua pengulangan/perbaikan akibat cacat/salah memerlukan tambahan biaya baik untuk material maupun tenaga kerja. Hal itu berarti proyek tersebut mengalami pembengkakan biaya.
5. Tidak adanya Project Statistic Report (Imam Suharto, 1995)
Laporan dari berbagai hal yang ada dalam proyek dapat digunakan sebagai acuan dan dasar pertimbangan bagi pimpinan proyek yang sedang berlangsung, sehingga apabila terlihat ada indikasi terjadinya pembengkakan biaya dan waktu, maka dapat diantisipasi sedini mungkin.
6. Koordinasi dan komunikasi yang kurang baik dalam organisasi kontraktor (Ahuja, 1984)
Komunikasi adalah kunci awal bagi keberhasilan kerja tim. Dalam pelaksanaan proyek konstruksi, koordinasi memerlukan komunikasi yang baik agar masing-masing kelompok tidak terjadi pekerjaan yang tumpang tindih. Sebagai contoh pengulangan pekerjaan atau kesalahan dalam spesifikasi material sehingga dapat menyebabkan pembengkakan biaya proyek.
2.8.3 Pembengkakan Biaya (Cost Overrun) Pasca Konstruksi
Meskipun proyek sudah berakhir masa konstruksinya, bukan berarti tanggung jawab kontraktor selesai begitu saja. Demikian pula dengan pembengkakan biaya, pada saat pasca konstruksi masih ada peluang terjadinya pembengkakan biaya. Faktor penyebab terjadinya pembengkakan biaya pasca konstruksi menurut Imam Soeharto (1995) antara lain:
1. Adanya klaim dari pengembang karena produk yang dihasilkan tidak sesuai dengan mutu yang diharapkan.
2.9 Analisis Data Penelitian
2.9.1 Analisa Statistik Deskriptif
Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu obyek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antara fenomena yang diselidiki. Termasuk tentang hubungan, kegiatan-kegiatan, sikap-sikap, pandangan-pandangan, serta proses-proses yang sedang berlangsung dan pengaruh-pengaruh dari suatu fenomena. Fenomena-fenomena tertentu sehingga merupakan suatu studi komperatif (Moh. Nazir, 2003: 54-55).
Analisa Statistik Deskriptif berguna untuk mendapatkan informasi yang bersifat deskriptif mengenai variabel-variabel penelitian. Statistik deskriptif adalah untuk menganalisa data yang terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat suatu kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi. Sehingga analisa ini bersifat mendukung analisa data selanjutnya.
Deskripsi atau penggambaran sekumpulan data secara visual dapat dilakukan dalam 2 bagian yaitu :
a. Deskripsi dalam bentuk tulisan / teks. Deskripsi tulisan terdiri atas bagian-bagian yang penting yang menggambarkan isi data secara keseluruhan, seperti mean (rata-rata) data, standar deviasi, varians data, dan sebagainya. b. Deskripsi dalam bentuk gambar/grafik. Grafik sebuah data biasanya
disajikan untuk melengkapi deskripsi berupa teks, agar data tampak lebih impresif dan komunikatif.
2.9.2 Uji Validitas dan Reliabilitas a. Uji Validitas
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukan tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Suatu instrumen yang valid mempunyai validitas tinggi, sebaliknya instrumen yang kurang valid mempunyai produktivitas rendah. Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan. Cara untuk menguji validitas adalah sebagai berikut :
1. Mendefinisikan secara operasional konsep yang akan diukur, yaitu dengan (1) mencari definisi dan merumuskan tentang konsep yang akan diukur yang telah ditulis para ahli dalam literatur, (2) kalau sekiranya tidak ditemukan dalam literatur maka untuk lebih mematangkan definisi dan rumusan konsep tersebut peneliti harus mendiskusikannya dengan para ahli. (3) menanyakan langsung kepada calon responden penelitian mengenai aspek-aspek konsep yang akan diukur. Dari jawaban yang diperoleh peneliti dapat membuat kerangka konsep dan kemudian menyusun pertanyaan yang operasional.
2. Melakukan uji coba skala pengukuran yang dihasilkan dari langkah pertama kepada sejumlah responden. Responden diminta untuk menjawab apakah mereka setuju atau tidak setuju dari masing-masing pertanyaan. Sangat disarankan agar jumlah responden untuk uji coba, minimal 30 orang agar distribusi skor (nilai) akan lebih mendekati kurva normal.
3. Mempersiapkan tabel tabulasi jawaban
4. Menghitung korelasi antara masing-masing pernyataan dengan skor total dengan menggunakan rumus teknik korelasi produk moment.
Adapun rumusnya adalah :
� = �Σ − Σ . Σ √ �Σ − Σ . �Σ − Σ Keterangan :
r : koefisien korelasi, Y : produktivitas pekerja Xi : elemen variabel bebas