• Tidak ada hasil yang ditemukan

Data debit minimum bulanan tahun 1990, 2001 dan 2010

Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember

1990 198558 130674 44190 106698 10128 64398 29194 64398 106698 44190 132474 132474 198558

2001 343200 106698 83904 249209 29194 411675 44190 18720 29144 64398 106698 10128 411675

2010 22200 629968 307647 90046 216914 216914 113417 441980 276246 276246 161986 216914 629968

Tahun Q max (lt/dtk) Qmax tahunan 

(lt/dtk)

Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember

1990 10128 2647 4508 1216 4508 1216 1216 2647 1216 500 2647 2647 500

2001 4508 4508 4508 4508 1216 1216 1216 4508 1216 1216 4508 1216 1216

2010 5048 11883 11883 1310 1310 1310 5048 5048 11883 5048 11883 1310 1310

Tahun Qmin tahunan 

(lt/dtk) Q min (lt/dtk)

I. PENDAHULUAN 1.2 Latar Belakang

Sebagian besar wilayah DKI Jakarta adalah dataran yang letaknya lebih rendah dari permukaan laut. Kota ini dialiri oleh tiga belas sungai yang bermuara di Laut Jawa. Saat ini Jakarta juga merupakan kota dengan jumlah penduduk tertinggi di Indonesia dan jumlah ini terus bertambah karena daya tarik kota ini sebagai pusat perekonomian. Perpaduan antara kondisi geografis dengan dataran yang rendah dan dialiri oleh banyak sungai, serta kian rusaknya lingkungan hidup akibat tekanan pertumbuhan penduduk, menyebabkan Jakarta kian lama kian rentan terhadap ancaman bencana banjir (Kompas, 2007).

Banjir adalah peristiwa yang terjadi ketika aliran air yang berlebihan merendam daratan. Banjir di Kota Jakarta berkaitan erat dengan banyak faktor seperti antara lain, pembangunan fisik di kawasan tangkapan air di hulu yang kurang tertata baik, urbanisasi yang terus meningkat, perkembangan ekonomi dan perubahan iklim global.

Salah satu sungai yang bermuara di Jakarta adalah sungai Ciliwung, hulu sungai ini berada di dataran tinggi yang terletak di perbatasan Kabupaten Bogor dan Kabupaten Cianjur, atau tepatnya di Gunung Gede, Gunung Pangrango dan daerah Puncak serta melintasi Kota Bogor, Kabupaten Bogor, Depok, dan Jakarta.

DAS adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai beserta anak-anak sungainya. DAS berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami. DAS merupakan satu ekosistem yang terdiri dari hulu, tengah dan hilir. Ekosistem DAS hulu merupakan bagian penting karena mempunyai fungsi perlindungan terhadap seluruh bagian DAS (Asdak, 2010).

DAS Ciliwung merupakan satu dari beberapa DAS yang tergolong kritis, dan termasuk DAS super prioritas. Penetapan DAS Prioritas ini dilakukan oleh Kementerian Kehutanan, Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Pekerjaan Umum karena suatu DAS telah mengalami gangguan sehingga diperlukan upaya konservasi dengan segera. Pada dasarnya, DAS Ciliwung mempunyai karakteristik yang hampir sama dengan DAS kritis lainnya, akan tetapi ada beberapa hal yang menyebabkan DAS Ciliwung lebihmendapat sorotan. Pertama

wilayah hilir DAS Ciliwung mencakup ibukota Negara (DKI Jakarta) yang sangat kaya akan berbagai aset nasional dan pemukiman penduduk. Kedua kerusakan wilayah hulu DAS Ciliwung tidak semata-mata sebagai akibat dari kegiatan pertanian, tetapi juga oleh tumbuhnya pemukiman dan prasarana lainnya yang tidak berwawasan lingkungan. Ketiga wilayah hulu DAS Ciliwung merupakan kawasan wisata yang terus berkembang sehingga hal itu mengakibatkan terjadinya tekanan terhadap sumberdaya air semakin berlanjut (Lewolaba, 1997).

Leopold dan Dunne (1978) dalam Sudadi et al. (1991) mengatakan secara umum perubahan penggunaan lahan akan mengubah: (1) karakteristik aliran sungai, (2) total aliran permukaan, (3) kualitas air dan (4) sifat hidrologi yang bersangkutan. Komponen hidrologi yang terkena dampak kegiatan pembangunan di dalam DAS meliputi koefisien aliran permukaan, koefisien regim sungai, nisbah debit maksimum-minimum, kadar lumpur atau kandungan sedimen sungai, laju, frekuensi dan periode banjir serta keadaan air tanah (Suripin, 2002).

Berkaitan dengan kenyataan yang telah dipaparkan sebelumnya, perlu dilakukan suatu kajian mengenai perubahan penutupan/penggunaan lahan di daerah sub DAS Ciliwung Hulu dan dinamikanya. Khususnya mengenai pengaruh perubahan penutupan/penggunaan lahan terhadap perubahan karakteristik hidrologi DAS.

1.2 Tujuan

1. Menganalisis penutupan/penggunaan lahan dan perubahannya di kawasan sub DAS Ciliwung Hulu pada tahun 1990, 2001 dan 2010.

2. Menganalisis pengaruh perubahan penutupan/penggunaan lahan terhadap karakteristik hidrologi DAS (frekuensi banjir, kualitas banjir, debit maksimum, debit minimum dan rasio debit maksimum-minimum).

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Citra Landsat

Landsat 5 diluncurkan pada 1 Maret 1984, sekarang ini masih beroperasi pada orbit polar membawa sensor TM (Thematic Mapper) yang mempunyai resolusi spasial 30 x 30 m pada band 1, 2, 3, 4, 5 dan 7. Sensor TM mengamati obyek-obyek di permukaan bumi dalam 7 band spektral yaitu band 1, 2 dan 3 adalah sinar tampak (visible), band 4, 5 dan 7 adalah infra merah dekat, infra merah menengah, dan band 6 adalah infra merah termal yang mempunyai resolusi spasial 120 x 120 m. Luas liputan satuan citra adalah 175 x 185 km pada permukaan bumi. Landsat 5 mempunyai kemampuan untuk meliput daerah yang sama pada permukaan bumi pada setiap 16 hari pada ketinggian orbit 705 km (Sitanggang dalam Siddik, 2008).

Program Landsat merupakan yang tertua dalam program observasi bumi. Landsat dimulai tahun 1972 dengan satelit Landsat-1 yang membawa sensor MSS multispektral. Setelah tahun 1982, Thematic Mapper TM ditempatkan pada sensor MSS. Pada April 1999 Landsat-7 diluncurkan dengan membawa ETM+scanner. Saat ini, hanya Landsat-5 dan 7 yang masih beroperasi.

Sistem Landsat merupakan milik Amerika Serikat yang mempunyai tiga instrument pencitraan, yaitu RBV (Return Beam Vidicon), MSS (multispectral Scanner) dan TM (Thematic Mapper) (Jaya dalam Siddik, 2008). RBV merupakan instrumen semacam televisi yang mengambil citra snapshot dari permukaan bumi sepanjang track lapangan satelit pada setiap selang waktu tertentu. MSS merupakan suatu alat scanning mekanik yang merekam data dengan cara men-scanning permukaan bumi dalam jalur atau baris tertentu TM juga merupakan alat scanning mekanis yang mempunyai resolusi spectral, spatial

dan radiometric.

Interpretasi citra adalah perbuatan mengkaji foto udara atau citra dengan maksud untuk mengidentifikasi obyek dan menilai arti pentingnya objek tersebut. Di dalam pengenalan obyek yang tergambar pada citra, ada tiga rangkaian kegiatan yang diperlukan yaitu deteksi, identifikasi dan analisis. Deteksi ialah pengamatan atas adanya obyek, identifikasi ialah upaya mencirikan obyek yang telah dideteksi dengan menggunakan keterangan yang cukup, sedangkan analisis

ialah tahap mengumpulkan keterangan lebih lanjut. Interpretasi citra dapat dilakukan secara visual maupun digital (Somantri, 2009).

Interpretasi visual dilakukan pada citra hardcopy atau yang tertayang pada monitor komputer. Interpretasi visual adalah aktivitas visual untuk mengkaji gambaran muka bumi yang tergambar pada citra untuk tujuan identifikasi objek dan menilai maknanya. Unsur-unsur dalam interpretasi yaitu :

a.Bentuk: merupakan konfigurasi atau kerangka suatu obyek. Bentuk beberapa obyek demikian mencirikan sehingga citranya dapat diidentifikasi langsung hanya berdasarkan kriteria ini.

b.Ukuran obyek: dipertimbangkan sehubungan dengan skala foto udara. c.Pola: Hubungan spasial obyek. Pengulangan bentuk umum tertentu atau

pola hubungan merupakan karakteristik bagi banyak obyek alamiah maupun bangunan dan akan memberikan suatu pola yang memudahkan penafsir untuk mengidentifikasi pola tersebut.

d.Bayangan: Bentuk atau kerangka bayangan dapat memberikan gambaran profil suatu obyek dan obyek di bawah bayangan hanya dapat memantulkan sedikit cahaya dan sukar diamati pada foto.

e.Rona: adalah warna atau kecerahan relatif suatu obyek pada foto. f.Tekstur: Frekuensi perubahan rona pada citra fotografi.

g.Situs: Lokasi obyek dalam hubungannya dengan obyek yang lain. (Liliesand and Kiefer, 1997)

Interpretasi citra digital yaitu aktivitas mengkaji gambaran muka bumi dengan menggunakan bantuan software untuk menginterpretasi citra satelit seperti Erdas Imagine atau ENVI.

2.2 Penutupan/Penggunaan Lahan

Istilah penutupan lahan berkaitan dengan jenis kenampakan yang ada di permukaan bumi. Istilah penggunaan lahan berkaitan dengan kegiatan manusia pada bidang lahan tertentu (Liliesand and Kiefer, 1997). Karakteristik penutupan/penggunaan lahan suatu wilayah sangat dipengaruhi oleh kondisi bio- fisik maupun sosial ekonomi masyarakatnya (Haryadi, 2007).

Dalam artikel Beni Raharjo mengutip Townshend dan Justice (1981) penutupan lahan adalah perwujudan secara fisik (visual) dari vegetasi, benda

alam, dan unsur-unsur budaya yang ada di permukaan bumi tanpa memperhatikan kegiatan manusia terhadap obyek tersebut. Sedangkan Barret dan Curtis (1982), mengatakan bahwa permukaan bumi sebagian terdiri dari kenampakan alamiah (penutupan lahan) seperti vegetasi, salju, dan lain sebagainya. Sebagian lagi berupa kenampakan hasil aktivitas manusia (penggunaan lahan).

Penggunaan lahan merupakan hasil akhir dari setiap bentuk campur tangan kegiatan (intervensi) manusia terhadap lahan di permukaan bumi yang bersifat dinamis dan berfungsi untuk memenuhi kebutuhan hidup baik material maupun spiritual. Penggunaan lahan dapat dikelompokan ke dalam dua golongan besar yaitu penggunaan lahan pertanian dan penggunaan lahan bukan pertanian. Penggunaan lahan pertanian dibedakan atas penyediaan air dan komoditas diusahakan dan dimanfaatkan atau atas jenis tumbuhan atau tanaman yang terdapat di atas lahan tersebut. Berdasarkan hal ini dikenal macam penggunaan lahan seperti tegalan (pertanian lahan kering atau pertanian pada lahan tidak beririgasi), sawah, kebun kopi, kebun karet, padang rumput, hutan produksi, hutan lindung, padang alang-alang, dan sebagainya. Penggunaan lahan bukan pertanian dapat dibedakan ke dalam lahan kota atau desa (pemukiman), industri, rekreasi, pertambangan dan sebagainya (Arsyad, 2006).

Tabel 1 merupakan pedoman klasifikasi penutupan/penggunaan lahan yang diberikan oleh Bakosurtanal.

Sumber: (BAKOSURTANAL, 2000 dalam Surlan 2002) 2.3 Jenis Penutupan/Penggunaan Lahan

Penelitian ini membagi/mengelompokkan penutupan/penggunaan lahan menjadi tujuh kategori, masing-masing yaitu hutan lebat, hutan semak/belukar, kebun teh, kebun campuran, pemukiman, sawah, dan tegalan.

Tingkat I Tingkat II Tingkat III

1. Daerah perkotaan dan terbangun

Permukiman perkotaan Permukiman perkotaan Perdagangan, jasa, industri Perdagangan, jasa, industri Transportasi, komunikasi,

utilities

Transportasi, komunikasi, utilitis

Lahan terbangun lainnya Lahan terbangun lainnya Bukan lahan terbangun Bukan lahan terbangun

2. Daerah pedesaan

Permukiman pedesaan Permukiman pedesaan

Lahan bervegetasi diusahakan

Sawah irigasi Sawah tadah hujan Sawah pasang surut Tegalan

Perkebunan Lahan bervegetasi tidak Hutan lahan kering

Diusahakan

Hutan lahan basah Belukar

Semak Rumput

Lahan tidak bervegetasi (lahan kosong)

Lahan terbuka Lahar, dan lava Beting pantai Gosong sungai Gemuk pasir Tubuh perairan Danau Waduk Tambak Rawa Sungai Kelurusan Kelurusan

Tabel 1. Rekomendasi Klasifikasi Penutupan/Penggunaan Lahan untuk Pemetaan Tematik Dasar Indonesia

Harimurti dalam Janudianto (2004) memberikan definisi dan batasan yang jelas mengenai tipe penggunaan lahan di atas. Definisi dari masing-masing penggunaan lahan di atas yaitu :

• Hutan Lebat: Wilayah yang ditutupi oleh vegetasi pepohonan baik alami maupun yang dikelola dengan tajuk yang rimbun dan besar/lebat.

• Hutan Semak/Belukar: Hutan yang telah dirambah atau dibuka, merupakan area transisi dari hutan lebat menjadi kebun atau lahan pertanian, bisa berupa hutan dengan semak atau belukar dengan tajuk yang relatif kurang rimbun.

• Kebun Campuran: Daerah yang ditumbuhi vegetasi tahunan satu jenis maupun campuran baik dengan pola acak, maupun teratur sebagai pembatas tegalan.

• Permukiman: Kombinasi antara jalan, bangunan, pekarangan dan bangunan itu sendiri.

• Sawah: Daerah pertanian yang ditanami padi sebagai tanaman utama dengan rotasi tertentu yang biasanya diairi sejak saat pertanaman hingga beberapa hari sebelum panen.

• Tegalan: Daerah yang umumnya ditanami tanaman semusim, namun pada sebagian lahan tidak ditanami dengan vegetasi. Vegetasi yang umum dijumpai seperti padi gogo, singkong, jagung, kentang, kedelai, dan kacang tanah.

• Kebun Teh: merupakan daerah yang digunakan sebagai perkebunan teh baik yang diusahakan pemerintah maupun pihak swasta.

2.4 Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan

Identifikasi perubahan penggunaan lahan pada suatu DAS merupakan suatu proses mengindentifikasi perbedaan keberadaan suatu objek atau fenomena yang diamati pada waktu yang berbeda di DAS tersebut. Indentifikasi perubahan penggunaan lahan memerlukan suatu data spasial temporal (Suarna et al., 2008).

Penggunaan lahan secara umum dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu faktor alami seperti iklim, topografi, tanah atau bencana alam dan faktor manusia berupa aktivitas manusia pada sebidang lahan. Faktor manusia dirasakan berpengaruh lebih dominan dibandingkan dengan faktor alam karena sebagian

besar perubahan penggunaan lahan disebabkan oleh aktivitas manusia dalam memenuhi kebutuhannya pada sebidang lahan yang spesifik (Vink dalam Sudadi

et al., 1991).

Tabel 2 adalah hasil analisis perhitungan luas penutupan/penggunaan lahan menurut penelitian Sudadi et al. tahun 1981, 1985 dan 1990. Serta hasil analisis perhitungan luas penutupan/penggunaan lahan menurut penelitian Janudianto tahun 1994 dan 2001 di wilayah sub DAS Ciliwung Hulu.

Sumber: Sudadi et al. (1991) dan Janudianto (2004) 2.5 Daerah Aliran Sungai

Definisi daerah aliran sungai dapat berbeda-beda menurut pandangan dari berbagai aspek. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air, daerah aliran sungai adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan.

Menurut Departemen Kehutanan (2001), daerah aliran sungai (DAS) adalah suatu daerah tertentu yang bentuk dan sifat alaminya sedemikian rupa, sehingga merupakan kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya yang melalui daerah tersebut dalam fungsinya untuk menampung air yang berasal dari curah hujan dan sumber air lainnya dan kemudian mengalirkannya melalui sungai utamanya (single outlet). Sub DAS adalah bagian DAS yang menerima air hujan

Ha % Ha % Ha % Ha % Ha % Hutan Lebat 4469.47 29.96 3869.93 25.94 3143.39 21.07 3143.02 21.07 2993.53 20.06 Hutan Semak/Belukar 881.3 5.91 479.39 3.21 873.46 5.85 512.06 3.43 278.69 1.87 Kebun Campuran 1076.96 7.22 1317.45 8.83 1151.73 7.72 1586.41 10.63 1582.01 10.60 Kebun Karet 57.51 0.39 188.53 1.26 0 0.00 0 0.00 0 0.00 Kebun Tteh 2928.05 19.62 3166.06 21.22 3838.64 25.73 3759.16 25.20 3094.77 20.74 Lahan Terbuka 73.65 0.49 540.7 3.62 107.15 0.72 44.44 0.30 11.7 0.08 Pemukiman 699.84 4.69 1765.58 11.83 2482.24 16.64 3016.01 20.21 3954.88 26.51 Sawah 3833.4 25.69 3417.76 22.91 2703.87 18.12 2490.25 16.69 1363.73 9.14 Tegalan/Ladang 899.95 6.03 174.72 1.17 619.63 4.15 368.77 2.47 1640.83 11.00 Total 14920.13 100.00 14920.13 100 14920.13 100.00 14920.13 100.00 14920.13 100.00 Penutupan/Penggunaan Lahan 1981 1985 1990 1994 2001

dan mengalirkannya melalui anak sungai ke sungai utama. Setiap DAS terbagi habis ke dalam sub DAS – sub DAS.

Menurut Asdak (2010), DAS adalah suatu wilayah daratan yang secara topografik dibatasi oleh punggung-punggung gunung yang menampung dan menyimpan air hujan untuk kemudian menyalurkannya ke laut melaluli sungai utama. Wilayah daratan tersebut dinamakan daerah tangkapan air (DTA atau

catchment area) yang merupakan suatu ekosistem dengan unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam (tanah, air dan vegetasi) dan sumberdaya manusia sebagai pemanfaat sumberdaya alam.

Menurut Suripin (2002), DAS dapat didefinisikan sebagai suatu wilayah yang dibatasi oleh alam, seperti punggung-punggung bukit atau gunung maupun batas buatan seperti jalan atau tanggul dimana air hujan turun di wilayah tersebut memberi kontribusi aliran ke titik kontrol (outlet). Menurut Kamus Webster

dalam Suripin (2002), DAS adalah suatu daerah yang dibatasi oleh pemisah topografi, yang menerima hujan, menampung, menyimpan dan mengalirkan ke sungai dan seterusnya ke danau atau ke laut.

Daerah Aliran Sungai merupakan satu ekosistem yang terdiri atas komponen biotis dan abiotis yang saling berinteraksi membentuk satu kesatuan yang teratur. Aktivitas satu komponen ekosistem selalu mempengaruhi ekosistem yang lain. DAS dibagi menjadi daerah hulu, tengah dan hilir. Secara biogeofisik, daerah hulu DAS dicirikan oleh hal-hal berikut merupakan daerah konservasi, mempunyai kerapatan drainase lebih tinggi, merupakan daerah dengan kemiringan lereng besar (lebih dari 15%), bukan merupakan daerah banjir, pengaturan pemakaian air dipengaruhi oleh pola drainase dan jenis vegetasi umumnya merupakan tegakan hutan. Ekosistem DAS hulu merupakan bagian yang penting karena mempunyai fungsi perlindungan terhadap seluruh bagian DAS (Asdak, 2010).

2.6 Siklus Hidrologi

Hidrologi merupakan ilmu yang mempelajari proses penambahan, penampungan dan kehilangan air di bumi. Air yang jatuh ke bumi dalam bentuk hujan, embun, salju akan mengalami berbagai peristiwa kemudian akan menguap

ke udara menjadi awan dalam bentuk hujan, salju dan embun yang kemudian akan kembali jatuh ke bumi.

Sebagian besar air hujan yang jatuh menguap sebelum sampai ke bumi (evaporasi). Pada tempat yang terdapat tumbuhan atau benda lain air hujan akan ditahan (intersepsi), air hujan yang tertahan sebagian akan menguap ke udara, sebagian lagi jatuh ke permukaan tanah (lolosan tajuk/through fall) sedangkan sebagian yang lain akan mengalir di permukaan tumbuhan kemudian sampai ke permukaan tanah (aliran batang/stem flow). Bagian air hujan yang sampai ke permukaan tanah akan mengalir di permukaan tanah disebut aliran permukaan (runn off) atau masuk ke dalam tanah disebut infiltrasi. Air infiltrasi bisa menjadi air bawah tanah, menguap ke udara atau diserap tanaman.

Presipitasi atau curah hujan merupakan curahan atau jatuhnya air dari atmosfer ke permukaan bumi dan laut dalam bentuk berbeda. Presipitasi adalah faktor utama yang mengendalikan proses daur hidrologi suatu DAS (Arsyad, 2006).

2.7 Aliran Permukaan

Aliran Permukaan adalah air yang mengalir di atas permukaan tanah atau bumi. Bentuk aliran inilah yang paling penting sebagai penyebab erosi. Faktor- faktor yang mempengaruhi limpasan/run off terdiri dari dua kelompok, yakni kelompok meteorologi yang diwakili oleh hujan dan elemen daerah pengaliran yang menyatakan sifat fisik dari daerah pengaliran. Elemen meteorologi terdiri dari jenis presipitasi, intensitas curah hujan, lamanya curah hujan, distribusi curah hujan dalam daerah limpasan, arah pergerakan hujan serta curah hujan terdahulu dan kelembaban tanah. Elemen daerah pengaliran terdiri dari kondisi penggunaan tanah (land use), luas daerah pengaliran, kondisi topografi daerah pengaliran dan jenis tanah (Arsyad, 2006).

Aliran permukaan memiliki sifat-sifat yang mempengaruhi kemampuannya untuk menimbulkan erosi. Sifat-sifat tersebut yaitu diantaranya jumlah aliran permukaan menyatakan jumlah air yang mengalir di permukaan tanah untuk suatu massa hujan atau massa tertentu dinyatakan dalam tinggi kolom air (mm atau cm) atau dalam volume air (m3) dan laju aliran permukaan (debit) adalah banyaknya atau volume air yang mengalir melalui suatu titik per satuan

waktu dinyatakan dalam m/detik atau m/jam. Besarnya debit dinyatakan dengan persamaan:

Q = AV

Q adalah debit air, A adalah luas penampang saluran dan V adalah kecepatan air melalui penampang tersebut.

Debit aliran permukaan berubah menurut waktu yang dipengaruhi oleh terjadinya hujan. Pada musim hujan debit akan mencapai maksimum dan pada musim kemarau akan mencapai minimum. Rasio debit maksimum (Qmax) terhadap debit minimum (Qmin) menunjukkan keadaan DAS yang dilalui sungai. Semakin kecil rasionya, semakin baik keadaan vegetasi dan penggunaan lahan DAS dan sebaliknya (Arsyad, 2006).

2.8 Banjir

Banjir adalah air yang melebihi kapasitas tampung di dalam tanah, saluran air, sungai, danau atau laut karena kelebihan kapasitas air dalam tanah, saluran air, sungai, danau, dan laut akan meluap dan mengalir cukup deras menggenangi dataran atau daerah yang lebih rendah di sekitarnya. Hal itu sesuai dengan sifat air yang selalu mengalir dan mencari tempat-tempat yang lebih rendah (Kristianto, 2010).

Dalam istilah teknis, banjir adalah aliran air sungai yang mengalir melampaui kapasitas tampung sungai dan dengan demikian aliran air akan melewati tebing sungai dan menggenangi daerah di sekitarnya (Asdak, 2010). Faktor-faktor Penyebab Banjir:

1. Pengaruh aktivitas manusia: pembangunan pemukiman, mengubah pemanfaatan hutan menjadi budidaya, pembangunan di sekitar sepadan sungai, sampah dll.

2. Kondisi Alam yang bersifat tetap: kondisi geografi daerah yang sering terkena badai, angin muson barat daya membuat hujan deras terutama india dan asia tenggara. Daerah dengan topografi cekung.

3. Peristiwa Alam yang bersifat dinamis: hujan dalam jangka waktu panjang atau hujan deras berhari-hari, penurunan muka tanah atau amblesan, pendangkalan dasar sungai karena sedimen yang terlalu tinggi.

Jenis-jenis Banjir berdasarkan Penyebabnya dan Proses terjadinya di Indonesia menurut Kristianto (2010):

1. Banjir Bandang

Banjir bandang terjadi saat penjenuhan air terhadap tanah di wilayah tersebut berlangsung sangat cepat hingga tidak dapat diserap lagi. Air yang tergenang lalu berkumpul dan mengalir dengan cepat di daerah-daerah dengan permukaan rendah. Akibatnya, segala macam yang dilewatinya dikelilingi oleh air dengan tiba-tiba. Banjir bandang terjadi begitu cepat sehingga setiap detik begitu sangat berharga.

2. Banjir Sungai

Banjir sungai umumnya terjadi akibat curah hujan yang terjadi di daerah aliran sungai (DAS) secara luas yang berlangsung cukup lama. Selanjutnya air hujan yang tidak tertampung lagi di sungai meluap sehingga menimbulkan banjir dan genangan di daerah sekitarnya. Banjir sungai umumnya akan menjadi banjir besar secara perlahan, dan tergolong banjir musiman yang dapat berlanjut sampai berhari-hari bahkan berminggu-minggu.

3. Banjir Pantai

Banjir pantai adalah banjir yang terkait dengan terjadinya badai tropis. Air laut membanjiri daratan akibat satu atau perpaduan dampak gelombang pasang, badai, atau tsunami (gelombang pasang).

2.9 Sistem Peringatan Dini Banjir

Early warning system (EWS) atau Sistem Peringatan Dini merupakan sebuah tatanan penyampaian informasi hasil prediksi terhadap sebuah ancaman kepada masyarakat sebelum terjadinya sebuah peristiwa yang dapat menimbulkan resiko. EWS bertujuan untuk memberikan peringatan agar penerima informasi dapat segera siap siaga dan bertindak sesuai kondisi, situasi dan waktu yang tepat. Prinsip utama dalam EWS adalah memberikan informasi cepat, akurat, tepat sasaran, mudah diterima, mudah dipahami, terpercaya dan berkelanjutan. Berdasarkan data Pengendalian Banjir Dinas PU DKI Jakarta, informasi dari petugas pemantau ketinggian air di hulu menempati poisisi yang sangat penting (ACF dan European Comission Humanitarian Aid, 2011).

Peringatan dini dikeluarkan sesaat sebelum terjadinya bencana banjir. Selama ini, sistem peringatan dini banjir di Indonesia disampaikan berdasarkan tahapan kondisi siaga yang didasarkan tinggi muka air di beberapa pos pengamatan dan pintu air. Contohnya di DKI Jakarta, kondisi siaga ditentukan berdasarkan tinggi muka air di pos Depok, Katulampa dan Manggarai. Berikut ini contoh kondisi siaga di DKI Jakarta berdasarkan tinggi muka air dari ketiga pos tersebut:

• Siaga IV : Kondisi normal dimana Katulampa <80 cm, Depok <200 cm dan Manggarai <750 cm

• Siaga III : Katulampa 80 cm, Depok 200 cm dan Manggarai 750 cm

• Siaga II : Katulampa 150 cm, Depok 270 cm dan Manggarai 850 cm

• Siaga I : Katulampa 200 cm, Depok 350 cm dan Manggarai 950 cm (Promise Indonesia, 2009)

2.10 Pengaruh Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan terhadap Karakteristik Hidrologi

Dokumen terkait