• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PENDEKATAN TEORITIS

2.4 Definisi Operasional

1. Usia adalah selisih antara tahun responden dilahirkan hingga tahun pada saat penelitian dilaksanakan. Usia responden berada pada selang 15 tahun sampai 22 tahun dan dibagi ke dalam dua kategori, yaitu:

a. 15 sampai 18 tahun b. 19 sampai 22 tahun

2. Tingkat pendidikan formal adalah jenjang pendidikan formal terakhir yang pernah dilakukan responden. Dan dikategorikan menjadi:

a. Rendah : Tidak lulus SD hingga tamat SD b. Sedang : Lulus SMP

c. Tinggi : Lulus SMA

3. Jenis pekerjaan adalah cara yang paling sering digunakan reponden untuk mendapatkan penghasilan. Jenis pekerjaan responden dibagi ke dalam empat jenis, yaitu:

a. Usaha dagang : pedagang asongan, penjual koran, majalah, serta menjual sapu atau lap kaca mobil

b. Usaha di bidang jasa : pembersih bus, pengelap kaca mobil, pengatur lalu lintas, kuli angkut pasar, ojek payung, tukang semir sepatu dan kenek atau calo

c. Pengamen

d. Kerja serabutan, yaitu berganti-ganti pekerjaan.

4. Alasan utama menjadi anak jalanan adalah hal utama yang melatarbelakangi responden untuk menghabiskan sebagian besar waktunya di tempat umum. Alasan utama menjadi anak jalanan dibagi ke dalam tiga kategori yaitu:

a. Ekonomi keluarga yang rendah b. Disharmoni keluarga

5. Tipe anak jalanan adalah karakteristik anak jalanan berdasarkan pola hubungannya dengan keluarga. Anak jalanan dibagi ke dalam tiga tipe yaitu:

a. Children of the street¸ yaitu anak yang hidup dan bekerja di jalanan

dan tidak ada hubungan dengan keluarganya.

b. Children on the street, yaitu anak jalanan yang bekerja di jalanan dan

masih memiliki hubungan dengan keluarganya namun tidak teratur.

c. Vulnerable to be street children, yaitu anak yang rentan menjadi anak

jalanan dan masih memiliki hubungan teratur dengan keluarganya. 6. Pengalaman di rumah singgah adalah lama responden menjadi anak binaan

rumah singgah. RSBAP telah berdiri selama 12 tahun. Pengalaman anak jalanan di rumah singgah dibagi ke dalam tiga kategori, yaitu:

a. < 5 tahun

b. 5 tahun sampai 8 tahun c. > 8 tahun

7. Tingkat kekerasan yang dialami anak jalanan adalah frekuensi kekerasan berupa kekerasan fisik dan non-fisik yang dialami responden selama menjadi anak jalanan. Terdapat 20 pertanyaan yang diajukan kepada responden dan akan direspon dengan pilihan jawaban tidak pernah (skor 1), jarang (skor 2) atau sering (skor 3). Kemudian skor dari jawaban responden diakumulasikan dan dikategorikan ke dalam tiga kategori berdasarkan interval kelas, yaitu:

a. Rendah : skor ≤ 33,3

b. Sedang : skor antara 33,4 sampai 46,6 c. Tinggi : skor > 46,6

8. Tingkat kekerasan non-fisik adalah tingkat kekerasan terhadap mental responden yang dilakukan oleh orang tua, teman ataupun petugas keamanan, dan dibagi ke dalam tiga kategori berdasarkan interval kelas yaitu:

a. Rendah : skor ≤ 16,7

b. Sedang : skor antara 16,8 sampai 23,3 c. Tinggi : skor > 23,3

9. Tingkat kekerasan fisik adalah tingkat kekerasan terhadap fisik responden yang dilakukan oleh orang tua, teman ataupun petugas keamanan, dan dibagi ke dalam tiga kategori berdasarkan interval kelas yaitu:

a. Rendah : skor ≤ 16,7

b. Sedang : skor antara 16,8 sampai 23,3 c. Tinggi : skor > 23,3

10.Tingkat interaksi dalam rumah singgah adalah frekuensi aktivitas yang dilakukan anak jalanan di dalam rumah singgah yang dilihat dari tingkat kehadiran dan tingkat keakraban. Terdapat 13 pertanyaan yang diajukan kepada responden dan akan direspon dengan pilihan jawaban tidak pernah (skor 1), jarang (skor 2) atau sering (skor 3). Kemudian skor dari jawaban responden diakumulasikan dan dikategorikan ke dalam tiga kategori berdasarkan interval kelas, yaitu:

a. Rendah : skor ≤ 21,7

b. Sedang : skor antara 21,8 sampai 30,3 c. Tinggi : skor > 30,3

11.Tingkat kehadiran adalah frekuensi kehadiran responden dalam kegiatan yang diselenggarakan oleh rumah singgah. Tingkat kehadiran dikelompokkan ke dalam tiga kategori berdasarkan interval kelas, yaitu:

a. Rendah : skor ≤ 10

b. Sedang : skor 10,1 sampai 14 c. Tinggi : skor > 14

12.Tingkat keakraban adalah tingkat kedekatan hubungan responden dengan pembina dan anak binaan lainnya di rumah singgah. Tingkat keakraban dikelompokkan ke dalam tiga kategori berdasarkan interval kelas, yaitu:

a. Rendah : skor ≤ 11,7

b. Sedang : skor antara 11,8 sampai 16,3 c. Tinggi : skor < 16,3

13.Penilaian terhadap rumah singgah dioperasionalkan sebagai tingkat kepuasan anak jalanan mengenai fungsi (pelayanan) rumah singgah yang diterima oleh anak jalanan. Fungsi rumah singgah yang dinilai oleh anak jalanan, antara lain:

1) Tempat pertemuan (meeting point) yaitu rumah singgah merupakan tempat bertemu antara pekerja sosial dengan anak jalanan untuk menciptakan persahabatan dan kegiatan.

2) Pusat asesmendan rujukan yaitu rumah singgah memetakan kebutuhan dan masalah yang dihadapi anak jalanan serta mencari penyelesaiannya secara tepat dan cepat.

3) Fasilitator yaitu rumah singgah sebagai perantara anak jalanan dengan keluarga, keluarga pengganti, dan lembaga lain yang dapat bermanfaat bagi mereka.

4) Perlindungan yaitu rumah singgah sebagai tempat perlindungan anak dari kekerasan dan pelecehan seksual yang terjadi di jalanan.

5) Pusat informasi yaitu rumah singgah menyediakan informasi tentang bursa kerja, pendidikan, kursus keterampilan, pendidikan agama serta fasilitas yang menunjang.

6) Kuratif-rehabilitatif yaitu rumah singgah mengatasi permasalahan anak jalanan dan memperbaiki sikap dan perilaku sehari-hari yang akhirnya akan dapat menumbuhkan keberfungsian anak.

7) Akses terhadap pelayanan yaitu rumah singgah menyediakan akses kepada berbagai pelayanan sosial. Pelayanan yang diberikan yaitu menyediakan makan tiga kali sehari, tempat berlindung, pelayanan kesehatan, kasih sayang, uang saku dan pakaian.

8) Resosialisasi yaitu rumah singgah mengenalkan kembali norma, situasi dan kehidupan bermasyarakat bagi anak jalanan.

Sebanyak 26 pertanyaan diajukan kepada responden mengenai penilaian responden akan fungsi rumah singgah yang direspon dengan jawaban sangat tidak puas (skor 1), tidak puas (skor 2), puas (skor 3), dan sangat puas (skor 4). Penilaian anak jalanan terhadap pelayaan rumah singgah akan dikelompokkan ke dalam empat kategori berdasarkan interval kelas.

a. Sangat tidak puas : skor ≤ 45,5

b. Tidak puas : skor antara 45,6 sampai 65 c. Puas : skor antara 65,1 sampai 84,5 d. Sangat puas : skor > 84,5

14.Perilaku anak jalanan adalah tindakan yang dilakukan responden dan dapat dilihat dari kebiasaan hidup mereka, yaitu: lokasi tidur, lama di jalanan, kebiasaan dalam berpakaian, kebiasaan negatif seperti merokok dan memakai narkoba, hubungan sosial, kegiatan keagamaan, sopan santun, kebiasaan makan, kebiasaan bangun tidur, kebiasaan mandi, dan kebiasaan berobat. Perilaku anak jalanan diukur menurut sudut pandang anak jalanan bukan dari orang tuanya. Hal ini disebabkan keberadaan orang tua yang tersebar di berbagai lokasi di Indonesia. Sebanyak 20 pertanyaan diajukan mengenai perilaku dan jawaban meliputi: tidak pernah (skor 1), jarang (skor 2), sering (skor 3) dan selalu (skor 4). Kemudian skor jawaban dari setiap pertanyaan diakumulasikan dan dikelompokkan ke dalam empat kategori berdasarkan interval kelas, yaitu:

a. Buruk : skor ≤ 35

b. Kurang baik : skor antara 35,1 sampai 50 c. Baik : skor antara 50,1 sampai 65 d. Sangat baik : skor > 65

PENDEKATAN LAPANGAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Rumah singgah yang menjadi objek penelitian adalah Rumah Singgah Bina Anak Pertiwi di Jalan Bacang No.46 Kelurahan Jatipadang, Kecamatan Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Sebelum menentukan tempat penelitian, peneliti melakukan observasi melalui studi pustaka, internet dan artikel-artikel mengenai rumah singgah.

Pemilihan kasus dilakukan secara sengaja (purposive). Rumah Singgah Bina Anak Pertiwi dipilih karena telah melaksanakan berbagai pelayanan sosial kepada anak jalanan sejak tahun 1998 dan belum ada penelitian mengenai tpenilaian anak jalanan terhadap rumah singgah tersebut. Penelitian dilaksanakan mulai dari bulan November 2010 sampai dengan bulan Desember 2010.

3.2 Metode Penelitian

Metode penelitian yang dipilih adalah dengan menggunakan pendekatan kuantitatif yang didukung dengan data kualitatif. Metode kuantitatif yang digunakan adalah teknik survei dengan kuisioner. Metode penelitian survei merupakan suatu penelitian kuantitatif dengan menggunakan pertanyaan terstruktur yang sama kepada banyak orang, untuk kemudian seluruh jawaban yang diperoleh dicatat, diolah dan dianalisis. Data kualitatif digunakan untuk memperkuat metode kuantitatif sehingga didapatkan suatu pemahaman yang lebih mendalam.

Penelitian ini merupakan penelitian penjelasan (explanatory atau

confirmatory). Peneliti menghimpun fakta dan menjelaskan hubungan antar

variabel-variabel melalui pengujian hipotesa (Singarimbun, 2006). Peneliti memberikan gambaran yang lebih detail mengenai suatu gejala atau fenomena tentang anak jalanan dan rumah singgah. Peneliti juga menjelaskan hubungan antara faktor internal dan eksternal anak jalanan dengan penilaian anak jalanan terhadap pelayanan rumah singgah. Selain itu, peneliti menjelaskan bagaimana

keterkaitan antara penilaian anak jalanan terhadap pelayanan rumah singgah dengan perilaku mereka.

3.3 Teknik Pemilihan Responden dan Informan

Subjek dalam penelitian ini dibedakan menjadi responden dan informan. Informan yang dipilih dalam penelitian ini sebanyak tiga orang yaitu pimpinan Yayasan Bina Anak Pertiwi, pimpinan RSBAP dan seorang staff RSBAP. Responden dalam penelitian ini adalah anak jalanan yang terdaftar sebagai anak binaan RSBAP. Jumlah responden yang diambil dalam penelitian ini berjumlah 30 orang karena dalam penelitian ini data dianalisa dengan uji korelasi statistik, oleh karena itu jumlah sampel harus besar karena nilai-nilai atau skor yang diperoleh distribusinya harus mengikuti distribusi normal.

Peneliti menyusun kerangka sampling terlebih dahulu berdasarkan data anak binaan RSBAP karena yang menjadi anak binaan RSBAP tidak hanya anak jalanan namun ada pula dhuafa dan yatim piatu. Responden merupakan anak jalanan yang masih aktif mengikuti kegiatan RSBAP. Seluruh responden berjenis kelamin laki-laki. Setelah menyusun daftar nama anak jalanan binaan RSBAP kemudian dilakukan simple random sampling untuk mendapatkan responden yang akan dijadikan subjek penelitian. Teknik simple random sampling yakni sampel diambil sedemikian rupa sehingga setiap unit penelitian dari populasi mempunyai kesempatan atau peluang yang sama untuk terpilih sebagai sampel (Singarimbun, 2006). Simple random sampling dilakukan dengan teknik undian.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri atas data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari hasil penggalian informasi yang dilakukan melalui pengisian kuesioner dan wawancara. Sedangkan data sekunder yang dikumpulkan merupakan dokumen-dokumen yang tertulis, seperti data profil kelurahan, company profile rumah singgah, dan bahan pustaka yang mendukung penelitian ini.

Pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner di mana responden dipandu dalam menjawab kuesioner dan peneliti yang mengisikan jawaban ke

dalam lembar kuesioner. Data yang diperoleh melalui kuesioner adalah karakteristik responden, tingkat kepuasan anak jalanan dalam pelayanan rumah singgah dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, dan perubahan perilaku anak jalanan setelah mendapat pelayanan rumah singgah. Wawancara dilakukan kepada anak jalanan untuk mengetahui mengetahui kehidapan anak jalanan secara mendalam. Wawancara mendalam juga dilakukan kepada pihak pimpinan dan pembina dan staf RSBAP untuk mengkaji pelayanan sosial yang diberikan RSBAP kepada anak jalanan.

3.5 Teknik Analisis Data

Data yang diperoleh dengan menggunakan kuesioner terlebih dahulu diperiksa kelengkapannya, kemudian dilanjutkan dengan pengkodean dan pemberian skor pada setiap variabel. Setelah itu, skor dijumlahkan dan dikategorikan menggunakan teknik scoring secara normatif yang dikategorikan berdasarkan interval kelas:

Keterangan:

N = batas selang

Max = nilai maksimum yang diperoleh dari jumlah skor Min = nilai minimum yang diperoleh dari jumlah skor ∑k = jumlah kategori

Setelah itu, data kuantitatif dihitung persentasenya dan disajikan dalam bentuk pie chart dan tabulasi silang. Tabulasi silang digunakan untuk menelaah kecenderungan hubungan yang terjadi antar variabel. Data kualitatif yang diperoleh dari hasil wawancara mendalam disajikan secara deskriptif dengan mengutip hasil pembicaraan yang telah dilakukan. Data kualitatif yang diperoleh diintegrasikan dengan hasil kuesioner.

Data dari hasil kuesioner diolah menggunakan program Statistikal

Program for Sosial Sciences (SPSS version 16.0 for Windows), kemudian

diperoleh bersifat nominal dan ordinal, sehingga untuk menganalisis hubungan yang terjadi antara data tersebut dilakukan uji korelasi Chi-square,

Rank-spearman dan Mann-whitney.

Uji korelasi Chi-Square digunakan untuk mengetahui hubungan antar variabel nominal dengan variabel ordinal, yaitu untuk menguji hubungan antara faktor internal anak jalanan (jenis pekerjaan, alasan menjadi anak jalanan, dan tipe anak jalanan) dengan penilaian anak jalanan terhadap pelayanan rumah singgah. Sedangkan pengujian Rank Spearman digunakan untuk mengetahui hubungan antar dua variabel yang berskala ordinal dan tidak menentukan prasyarat data terdistribusi normal, yaitu untuk mengetahui hubungan antar faktor internal (usia, tingkat pendidikan, dan pengalaman di rumah singgah) dan faktor eksternal (tingkat kekerasan dan tingkat interaksi) dengan penilaian anak jalanan serta antara penilaian anak jalanan terhadap pelayanan rumah singgah dengan perubahan perilaku mereka.

Uji Mann-whitney digunakan untuk menguji apakah apakah dua mean

populasi sama/berbeda dengan skala pengukuran ordinal (Buckingham et.al., 2008). Uji Mann-whitney digunakan untuk mengetahuan perubahan perilaku anak jalanan ketika sebelum dan sesudah menjadi anak binaan rumah singgah.

GAMBARAN UMUM

4.1 Gambaran Umum Lokasi

Rumah Singgah Bina Anak Pertiwi berada di Jalan Bacang No. 46, Kelurahan Jati Padang, Kecamatan Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Pemilihan tempat ini didasarkan oleh dua pertimbangan yakni Pasar Minggu merupakan kantung anak jalanan yang merupakan lokasi pengedaran narkoba terbesar setelah Tanah Abang. Alasan kedua yaitu lokasi rumah singgah sangat strategis sehingga mudah dijangkau oleh anak jalanan. Pemilihan lokasi ini diharapkan dapat merangkul banyak anak jalanan.1

Kelurahan Jati Padang adalah salah satu bagian wilayah Kecamatan Pasar Minggu yang mempunyai luas 249,77 Ha. Kelurahan ini terbagi atas 10 Rukum Warga (RW) dan 10 Rukun Tetangga (RT) dengan batas wilayah sebagai berikut:

Utara : Jalan Pejaten Raya, berbatasan dengan Kelurahan Pejaten Barat Timur : Jalan Salihara dan Jalan Holtikultura, berbatasan dengan Kelurahan Pasar Minggu

Selatan : Jalan Ring Rood TB Simatupang, berbatasan dengan Kelurahan Kebagusan

Barat : Jalan Margasatwa dan Jalan Buncit Raya, berbatasan dengan Kelurahan Ragunan

Terdapat banyak tempat umum di Jati Padang dan daerah sekitarnya yang menjadi tempat perkumpulan anak jalanan, seperti: perempatan jalan dan pasar. Persimpangan jalan yang sering terdapat anak jalanan adalah pertigaan jalan antara Jalan Raya Ragunan dengan Jalan Warung Jati Barat. Perempatan jalan antara Jalan Warung Jati Barat, Jalan Pejaten Barat dan Jalan Pejaten Raya yang biasa disebut “Repul” merupakan tempat mengamen dan nongkrong anak jalanan. Tidak jauh dari Repul terdapat sebuah jembatan di mana di kolong jembatan tersebut dimanfaatkan oleh banyak anak jalanan untuk tempat tinggal. Tempat umum lain di sekitar daerah Jati Padang yang menjadi kantung jalanan adalah

1

Pasar Pasar Minggu. Banyak anak jalanan yang tinggal dan bekerja di pasar tersebut.

4.2 Gambaran Umum Rumah Singgah Bina Anak Pertiwi 4.2.1. Sejarah

Pada tahun 1997 terdapat sekelompok mahasiswa yang tergabung dalam sebuah kelompok kajian sosial akademis yang bernama Forum Studi Dialektika (FOSTUDIA). Forum tersebut beranggotakan mahasiswa-mahasiswa lintas perguruan tinggi yang memfokuskan pada permasalahan anak jalanan/ terlantar. Saat itu, jumlah anak jalanan semakin meningkat disebabkan terjadinya krisis ekonomi di Indonesia.

Aksi sosial yang dilakukan forum tersebut adalah berupa kepedulian terhadap nasib pendidikan anak jalanan dan terlantar yang kemudian diwujudkan dalam bentuk pendidikan luar sekolah paket A setara SD. Kegiatan pembelajaran tersebut awalnya dilaksanakan di Masjid Pasar Kebayoran Lama, tepatnya bulan Juni 1997, dengan warga belajar umumnya anak jalanan dan anak pemulung yang berjumlah 73 anak. Saat itu proses kegiatan pembelajaran bernaung di bawah sebuah yayasan sosial. Namun kegiatan kurang berjalan mulus karena ada kekurang-sepahaman antara kelompok mahasiswa dengan pihak yayasan sehingga kelompok mahasiswa berhenti untuk ikut serta dalam kegiatan tersebut.

Pada awal bulan Juni 1998 kelompok mahasiswa tersebut melanjutkan aksi sosial tersebut di daerah Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Kegiatan ini kemudian diberi nama Pusat Pembinaan dan Pemberdayaan Anak Jalanan (P3A). Kegiatan yang dilakukan ialah pendidikan agama dan Kejar Paket A dan B.

Kemudian kelompok mahasiswa tersebut mulai melakukan pendekatan dengan berbagai pihak seperti dosen dari beberapa perguruan tinggi, pihak swasta dan pihak pemerintah agar kegiatan yang dilakukan dapat berkesinambungan dan berbadan hukum. Kemudian pada tanggal 3 November 1998 kegiatan pembelajaran diresmikan dengan nama Yayasan Bina Anak Pertiwi.

Pada awalnya berdiri, Yayasan Bina Anak Pertiwi melaksanakan kegiatan pembelajaran di Masjid Al-Awwabin Polsek Pasar Minggu. Kegiatan tersebut

meliputi kegiatan pembelajaran kejar paket A setara SD dan kejar paket B setara SMP. Selain itu, pengelola melakukan pemetaan mengenai kebutuhan anak jalanan. Dari kegiatan tersebut diketahui kebutuhan anak jalanan akan tempat tinggal cukup tinggi maka dari itu pada tahun 1999 Yayasan Bina Anak Pertiwi menyewa rumah petakan di daerah Lenteng Agung. Tempat tersebut ternyata tidak cukup menampung anak jalanan yang jumlahnya semakin meningkat. Kemudian Yayasan Bina Anak Pertiwi berpindah lokasi ke Bojong Gede. Lokasi yang jauh dari jangkauan anak jalanan menyebabkan menurunnya anak jalanan yang mengikuti kegiatan pembelajaran. Pada tahun 2000 pengelola menyewa tempat berbagai lokasi di Kalibata dan pada tahun 2003 Yayasan Bina Anak Pertiwi membeli sebuah rumah di Jalan Bacang No. 46 Jati Padang, Pasar Minggu, Jakarta Selatan untuk tempat administrasi, pembinaan dan tempat singgah anak jalanan.

4.2.2. Visi, Misi dan Tujuan2

Visi Rumah Singgah Bina Anak Pertiwi (RSBAP) adalah meningkatkan taraf hidup serta kesejahteraan sosial masyarakat fakir miskin, terutama anak yatim, anak jalanan/terlantar serta anak kurang mampu menjadi anak bangsa yang konstruktif dan bermartabat sejalan dengan potensi yang dimilikinya untuk mewujudkan masa depan bangsa yang lebih berkualitas.

Misi RSBAP, yaitu (1) menumbuhkan rasa percaya diri yang tinggi, (2) menciptakan peluang kerja baru dengan mengembangkan pelatihan kerja, (3) menggali serta memberdayakan potensi yang dimilikinya agar menjadi manusia yang mandiri dan produktif, dan (4) mengembangkan peran serta masyarakat dan pihak-pihak terkait untuk turut serta mengentaskan dan memberdayakan fakir miskin, terutama anak yatim, anak jalanan /terlantar, dan anak kurang mampu.

Tujuan yang ingin dicapai dari pelaksanaan rumah singgah adalah: (1) mengembangkan sikap mental positif, (2) membangun akhlak al-karimah, (3) menggali serta memberdayakan potensi yang dimiliki warga belajar dan (4)

2

Memberikan gambaran akan kepastian masa depan dengan berbekal berbagai keterampilan kerja dan pengembangan usaha mandiri, serta penempatan kerja.

RSBAP dalam menjalankan aktivitasnya selalu bersama-sama masyarakat di mana kegiatan tersebut dilangsungkan. Adanya pengakuan masyarakat serta rasa memiliki yang sangat tinggi terhadap lembaga merupakan modal utama keberhasilan kelangsungan program. Maka dilakukan sinergi antara kepentingan lembaga dengan kebutuhan masyarakat. Pihak lembaga harus mengidentifikasi jenis-jenis kebutuhan, potensi yang dimiliki serta menampung berbagai aspirasi yang berkembang di masyarakat. Dengan demikian, program yang dirancang oleh lembaga adalah merupakan cerminan dari suatu kebutuhan serta harapan segmen-segmen masyarakat tertentu yang akan diberdayakannya. Bina Anak Pertiwi, dengan motto “bersama untuk bangsa”, telah melaksanakan berbagai program riil di masyarakat, seperti, bimbingan agama dan etika bermasyarakat, pendidikan dan pelatihan keterampilan kerja, pengembangan seni-budaya (minat dan bakat), pelayanan kesehatan dan kesejahteraan, pengembangan usaha mandiri serta penempatan kerja.

4.2.3. Struktur Organisasi

Struktur organisasi Rumah Singgah Bina Anak Pertiwi (Lampiran 1) terdiri dari seorang pimpinan yaitu Abdus Saleh Maller dibawah binaan Ahmad Zayadi. Terdapat seorang tenaga administrasi (Ali Muhtar), dua pendamping anak jalanan (Ali Santso dan Suhardi), dua staff (Siti Wahdah Zaini dan Suliyati Sanaf) dan dua Sakti Peksos (RR Zulia K. dan Novita Dewi).

Hubungan antara pimpinan dan beberapa pengelola RSBAP dengan anak binaan sangat dekat bahkan seluruh anak binaan menganggap ia sebagai keluarganya sendiri. Menurut mereka, pimpinan RSBAB dianggap sebagai orangtua dan kakaknya. Perhatian yang diberikannya kepada anak binaan membuat anak binaan merasa dianggap sebagai anggota dari sebuah keluarga. Namun terdapat pula beberapa pengelola yang memiliki hubungan yang tidak begitu dekat dengan anak binaan karena dalam melakukan pembinaan kepada anak binaan terdapat jarak di antara mereka.

Perekrutan pengelola RSBAP tidak didasarkan kriteria layaknya sebuah perusahaan mempekerjakan karyawan. Modal utama untuk menjadi pengelola adalah keikhlasan untuk memberikan pelayanan kepada anak jalanan. Pengelola RSBAP bertindak sebagai pembina anak jalanan. Sebagian besar pengelola di RSBAP merupakan volunteer. Namun ada pula pengelola atau pembina yang bekerja karena ditugaskan oleh Kementrian Sosial RI yakni Satuan Bakti Pekerja Sosial (Sakti Peksos). Sakti Peksos bertugas untuk memantau dan membantu pelaksanaan program-program pemberdayaan anak jalanan di rumah singgah.

4.2.4. Anak Binaan3

Anak binaan yang menjadi sasaran RSBAP adalah anak-anak putus sekolah, anak jalanan, serta anak kurang mampu yang rentan menjadi anak jalanan. Anak jalanan yang dibina di RSBAP seluruhnya berjenis kelamin laki-laki. RSBAP menggunakan kriteria usia untuk menentukan anak binaan yang akan mendapatkan pelayanan di RSBAP. Kriteria usia dipakai ketika anak jalanan tersebut terdaftar di RSBAP. Ada dua golongan usia yaitu usia tujuh sampai 18 tahun untuk sasaran yang berkaitan dengan pendidikan formal dan usia tujuh sampai 20 tahun untuk sasaran yang terkait dengan pembinaan secara keseluruhan. Pembinaan secara keseluruhan meliputi kegiatan peningkatan keterampilan hidup dan pembinaan metal spiritual.

Sasaran yang terkait dengan pendidikan formal yaitu anak jalanan yang berusia antara tujuh sampai 18 tahun yang memungkinkan untuk disekolahkan di

3

Hasil wawancara mendalam dengan pimpinan RSBAP 44%

39% 17%

Gambar 2. Jumlah Anak Jalanan yang Dibina Rumah Singgah Bina Anak Pertiwi Berdasarkan Kelompok Usia

15 sampai 18 tahun 19 sampai 22 tahun > 22 tahun

sekolah formal. Anak yang memiliki kemampuan dan keinginan yang tinggi untuk belajar akan dibiayai untuk melanjutkan ke sekolah formal.

Pada prakteknya, dalam proses pembinaan terdapat beberapa anak jalanan

Dokumen terkait