• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

2.1 Definisi IP + Perhitungan IP

Intensitas serangan adalah tingkat serangan atau tingkat kerusakan tanaman yang disebabkan oleh Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) yang dinyatakan secara kuantitatif atau kualitatif (Anonymousa, 2013). Intensitas serangan adalah besarnya serangan penyakit pada suatu area pertanaman yang dapat dinyatakan secara kuantitatif (Anonymous b, 2013).

Menghitung Intensitas penyakit dapat digunakan rumus : I =

x 100%

Keterangan :

I= Intensitas penyakit (%)

n= Jumlah daun yang menunjukkan skor tertentu N= Jumlah daun yang diamati

z= scoring terbesar

v=skor untuk kategori serangan terberat keparahan

(Faria,2011) 2.2 Definisi Musuh Alami

Musuh alami adalah organisme yang ditemukan di alam yang dapat membunuh serangga sekaligus, melemahkan serangga, sehingga dapat mengakibatkan kematian pada serangga, dan mengurangi fase reproduktif dari serangga (Djafaruddin, 2007). Musuh alami adalah suatu mahluk hidup (organisme yaitu Predator, Parasitoid, dan Patogen) yang dapat mengendalikan hama penyakit dan gulma (OPT) (Triharso, 2010).

Macam-macam serangga yang bertindak sebagai musuh alami adalah sebagai berikut :

a. Predator

Predator adalah organisme yang memangsa organisme lainnya untuk kebutuhan makannya. Karakteristik umum dari predator adalah :

1. Membunuh dan memakan mangsanya lebih dari satu hingga mencapai

2. Ukuran tubuhnya relatif lebih besar dibanding mangsanya.

3. Sifat predasi terdapat pada stadia pra dewasa dan dewasa.

4. Stadia larva/nimfa yang aktif sebagai predator dibantu oleh organ sensorik dan lokomotorik.

5. Perkecualian hanya pada tabuhan predator yang menyimpan mangsanya untuk progeninya.

(Purnomo, 2010) b. Parasitoid

Parasitoid serangga adalah serangga yang stadia pra dewasanya menjadi parasit pada atau di dalam tubuh serangga lain, sementara imago hidup bebas mencari nectar dan embun madu sebagai makanannya. Perbedaan definisi atara parasitoid dan parasita dalah :

1. Parasitoid selalu menghabiskan inangnya didalam perkembangannya, sedangkan parasit tidak.

2. Inang parasitoid adalah serangga juga, sedangkan parasit tidak.

3. Ukuran tubuh parasitoid bisa lebih kecil atau sama dengan inangnya, sedangkan parasit pasti lebih kecil dari inangnya.

4. Parasitoid dewasa tidak lagi melakukan aktivitas parasitasi, akan tetapi hanya disaat masih pada stadia pra dewasa, sementara parasit dalam seluruh stadia hidupnya melakukan parasitasi.

5. Parasitoid hanya berkembang pada satu inang dalam siklus hidupnya, sedangkan parasit tidak.

(Purnomo, 2010) c. Entomopatogen

Entomopatogen adalah organisme heterotrof yang hidup sebagai parasit pada serangga. Cendawan entomopatogen merupakan salah satu jenis bioinsektisida yang dapat digunakan untuk mengendalikan hama tanaman.

Cendawan entomopatogen termasuk dalam enam kelompok mikroorganisme yang dapat dimanfaatkan sebagai bioinsektisida, yaitu cendawan, bakteri, virus, nematoda, protozoa dan ricketsia.

(Anonymousc, 2013)

d. Patogen Serangga

Patogen serangga adalah mikroorganisme (cendawan, bakteri, virus, protozoa, nematode, dan mikroba lainnya) yang dapat menyebabkan infeksi dan menimbulkan penyakit pada serangga hama.

(Anonymousd, 2013) e. Mikroorganisme Antagonis Penyakit

Penggunaan Agen Pengendali Hayati (APH) dalam mengendalikan organisme pengganggu tanaman (OPT) semakin berkembang karena cara ini lebih unggul dibanding pengendalian berbasis pestisida. Beberapa keunggulan tersebut adalah:

1. Aman bagi manusia, musuh alami;

2. Dapat mencegah timbulnya ledakan OPT sekunder;

3. Produk tanaman yang dihasilkan bebas dari residu pestisida;

4. Terdapat disekitar pertanaman sehingga dapat mengurangi ketergantungan petani terhadap pestisida sintetis; dan

5. Menghemat biaya produksi karena aplikasi cukup dilakukan satu atau dua kali dalam satu musim panen.

Berbagai spesies mikroorganisme telah berhasil ditemukan dan dievaluasi keefektifannya sebagai APH tanaman. Beberapa APH yang telah diteliti diuraikan berikut ini:

1. Bakteri

Kelompok bakteri yang telah banyak diteliti dan digunakan untuk APH adalah genus Bacillus. Diantaranya B. polimyxa, B. subtilis, dan B. thuringiensis. Berdasarkan hasil pengujian di laboratorium dan rumah kaca, B. subtilis nomor isolate BHN 13 yang disolasi dari perakaran tanaman amarilis di Cibadak, Sukabumi, dapat mengendalikan penyakit rebah kecambah yang disebabkan oleh R.

solani pada tanaman krisan. Diduga antibiotik yang dikeluarkan bakteri tersebut dapat menekan pertumbuhan dan perkembangan R. solani.

Pada genus Pseudomonas, yang berpotensi sebagai APH penyakit tanaman antara lain adalah Pf. APH ini kebanyakan berada pada

mengendalikan penyakit bercak daun akibat infeksi P. phaseicola pada buncis, penyakit layu Fusarium oxysporum pada gladiol, serta penyakit layu bakteri Ralstonia solanacearum pada cabai, tomat, dan jahe. Selain itu, Pf nomor isolate 9 yang ditumbuhkan pada media King’B yang mengandung FeCl3 dan disuspensikan kedalam larutan 0,1 M MgSO4

dapat menekan serangan penyakit akar bengkak yang disebabkan oleh Plasmodiophora brassicae pada tanaman caisin hingga 72,51% dan mempertahankan hasil panen sebanyak 84,15%.

Pf mengeluarkan antibiotik, siderofor, dan metabolit sekunder lainnya yang sifatnya dapat menghambat aktivitas mikroorganisme lain.

Siderofor, seperti pyoverdin atau pseudobacin diproduksi pada kondisi lingkungan tumbuh yang miskin ion Fe. Senyawa ini menghelat ion Fe sehingga tidak tersedia bagi mikroorganisme lain. Ion Fe sangat diperlukan oleh spora F. oxysporum untuk berkecambah. Dengan tidak tersedianya ion Fe maka infeksi F. oxysporum ke tanaman berkurang.

Beberapa jenis antibiotik yang diproduksi oleh Pf adalah pyuloteorin, oomycin, phenazine-1-carbo-xylic acid atau 2,4-diphloroglucinol.

Antibiotik ini efektif menghambat perkembangan populasi dan penyakit yang ditimbulkan oleh cendawan Gaeumannomyces tritici, Thielaiopsis basicola, dan R. solanacearum.

Di samping menekan perkembangan populasi dan aktivitas patogen tanaman, Pf dapat memacu ketahanan tanaman terhadap penyakit. Pf strain G32r dapat memacu aktivitas enzim fenilalanin amoliase, suatu enzim yang terlibat dalam pembentukan gen ketahanan tanaman tembakau. Selain itu, bakteri P. gladioli, P. putida, dan P. aeruginosa serta Xanthomonas malthophillia (Xm) dapat digunakan sebagai APH penyakit tanaman.

2. Cendawan/Jamur

Kelompok cendawan yang telah digunakan sebagai APH penyakit tanaman adalah Trichoderma harzianum dan Gliocladium sp. Pada tahun 2002 telah berhasil diproduksi secara massal biofungisida berbahan aktif T. harzianum dalam bentuk butiran dan tepung yang

bernama Naturalindo. Biaya produksinya berkisar Rp12.000/kg.

Cendawan lain yang berpotensi sebagai APH penyakit tanaman adalah F. oxysporum nonpatogenik (Fo NP). Beberapa peneliti melaporkan, Fo NP efektif mengendalikan penyakit layu Fusarium pada ubi jalar dan strawberi. Fo NP strain 10-AM dapat memacu pembentukan gen ketahanan pada setek panili terhadap infeksi penyakit busuk batang panili (BBP) dan lebih efektif dibanding fungisida yang biasa digunakan oleh petani. Dengan demikian, untuk memperoleh setek panili bebas penyakit BBP, Fo NP sangat berpotensi menggantikan fungisida sintetis atau teknologi lainnya yang biasa digunakan untuk itu.

3. Actinomycetes

Salah satu kelompok actinomycetes yang telah diteliti dan digunakan sebagai APH penyakit tanaman adalah Streptomycetes.

Mikroba antagonis ini mengandung antibiotik, efektif mengendalikan cendawan R. solani dan F. oxysporum pada kapas, dan sebagai perlakuan benih pada tomat untuk mengendalikan penyakit layu bakteri R. solanacearum. Biakan Streptomyces spp. nomor isolat A 20 efektif menekan serangan Sclerotium rolfsii pada tanaman paprika.

4. Virus

Penggunaan virus sebagai APH penyakit tanaman biasanya dengan strain virus yang dilemahkan, kemudian diinokulasikan pada tanaman.

Metode ini sering disebut dengan inokulasi silang (cross protection) atau imunisasi sehingga tanaman menjadi kebal. Di Indonesia, virus yang dilemahkan, yang dikenal dengan nama Carna-5, terbukti efektif mengendalikan penyakit virus mozaik yang disebabkan oleh cucumber mozaic virus (CMV) pada tanaman tomat dan cabai hingga 96,17%.

Produk ini telah dipasarkan dengan nama dagang BiaRiv-3.

(Annadiah, 2009)

2.3 Mekanisme Peranan Musuh Alami dalam Menjaga Stabilitas Produksi

Dokumen terkait