• Tidak ada hasil yang ditemukan

Secara etimologi, demokrasi ialah kekuasaan atau kedaulatan rakyat, kekuasaan tertinggi berada dalam keputusan rakyat, rakyat berkuasa, pemerintahan berasal dari rakyat dan kekuasaan oleh rakyat.1

Sedangkan secara terminologi, demokrasi adalah suatu keadaan negara di mana dalam sistem pemerintahannya kedaulatan berada di tangan rakyat, kekuasaan tertinggi berada dalam keputusan bersama rakyat, rakyat berkuasa, pemerintahan rakyat dan kekuasaan oleh rakyat.2

Sebagaimana telah kita ketahui, bahwasanya organisasi pakar hukum Internasional, International Commission of Jurists (ICJ) yang secara intens melakukan kajian terhadap konsep negara hukum dan unsur-unsur esensial di dalamnya,3 telah merumuskan beberapa syarat pemerintahan demokratis di bawah

rule of law4, yakni sebagai berikut:

1

Masykuri Abdillah, Demokrasi di Persimpangan Makna, (Yogyakarta: Tiara Wacana,

1999), h. 71. Lihat juga Miriam Budiarjo, Demokrasi di Indonesia: Demokrasi Parlementer dan Demokrasi Pancasila, (Jakarta: Gramedia, 1996), h. 50.

2

A. Ubaedillah, dkk, Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani, cet. III, (Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007), h. 131.

3

P.S. Atiyah, Law and Modern Society, (Oxford: Oxford University Press, 1995), h. 106.

4

Albert Venn Dicey memperkenalkan istilah rule of law yang secara sederhana diartikan dengan keteraturan hukum. Lihat Majda El-Muhtaj, Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi Indonesia,

cet. II, (Jakarta: Kencana, 2007),, h. 24, dan lihat lebih lanjut A.V. Dicey, An Introduction to The Study of The Law of The Constitution, (London: Mac Millan, 1973), h. 202-203.

1. Perlindungan konstitusional, artinya selain menjamin hak-hak individual, konstitusi harus pula menentukan tekhnis-prosedural untuk memperoleh perlindungan atas hak-hak yang dijamin;

2. Lembaga kehakiman yang bebas dan tidak memihak; 3. Pemilihan umum yang bebas;

4. Kebebasan menyatakan pendapat;

5. Kebebasan berserikat/berorganisasi dan beroposisi; 6. Pendidikan kewarganegaraan.5

Lalu terdapat pula unsur-unsur yang diperlukan bagi tegaknya suatu negara yang demokratis, sebagaimana yang dikemukakan oleh Tim Indonesian Center for Civic Education (ICCE) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yakni adalah:

1. Partai Politik;

2. Pemilihan Umum (Pemilu)6

Dengan demikian dapat difahami bahwa pemilihan umum merupakan salah satu syarat dan unsur terbentuknya pemerintahan atau negara yang demokratis. Hal tersebut tidak lepas pula dari peranan partai politik sebagai unsur lainnya yang membentuk pemerintahan atau negara demokratis.

Jimly Asshiddiqie, menjelaskan bahwasanya hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku tidak boleh ditetapkan dan diterapkan secara sepihak oleh dan/atau hanya untuk kepentingan penguasa secara bertentangan dengan

5

Majda El-Muhtaj, Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi Indonesia, h. 27. 6

prinsip demokrasi. Karena hukum memang tidak dimaksudkan untuk hanya menjamin kepentingan segelintir orang yang berkuasa, melainkan menjamin kepentingan akan rasa adil bagi semua orang tanpa terkecuali. Dengan demikian negara hukum (rechtstaat) yang dikembangkan bukanlah absolute rechtstaat, melainkan democratische rechtstaat atau negara hukum yang demokratis.7

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum.8 Miriam Budiardjo menjelaskan mengenai sistem pemerintahan Negara Indonesia dengan mengacu kepada Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, yang salah satunya yaitu Negara Indonesia berdasar atas Hukum (Rechtsstaat) tidak berdasar atas kekuasaan belaka (Machtsstaat).9

Pendapat yang sama juga disampaikan oleh H. Nur Ahmad Fadhil Lubis, di dalam buku Shari’a and Politics in Modern Indonesia, yakni: "Constitutionally, the conduct of the government is to be based on the rule of law, since Indonesia is a rechtstaat (Negara hukum or a state based on law), not a machtstaat (a state based on power), (Secara konstitusional, pelaksanaan pemerintah harus didasarkan pada

7

Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), h. 132. 8

Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. Lihat Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi, cet. X, (Jakarta: Sekretariat Jendral Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, 2006), h. 64.

9

Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008), h.

aturan hukum, karena Indonesia adalah rechtstaat (negara hukum), bukan machtstaat

(negara yang berdasarkan kekuasaan)”.10

Selanjutnya, Indonesia dapat dikatakan sebagai democratische rechtstaat atau negara hukum yang demokratis, sebagaimana yang telah diungkapkan oleh Jimly Asshiddiqie, apabila Indonesia mampu menjamin kepentingan akan rasa adil bagi semua orang dengan tidak menjamin kepentingan segelintir orang yang berkuasa, karena agar tidak terjadi penyelewengan kekuasaan.

Untuk mewujudkan Negara Indonesia sebagai negara hukum yang demokratis dan adil tanpa adanya penyelewengan kekuasaan, maka perlu adanya suatu mekanisme pelaksanaan pemerintahan atas dasar prinsip-prinsip demokrasi, mekanisme itu antara lain melalui pemilihan umum (pemilu) yang dilaksanakan secara teratur serta kompetisi yang terbuka dan sederajat diantara partai-partai politik yang ada di Indonesia.11

Hal tersebut ditegaskan pula oleh pendapat Samuel Huntington dalam bukunya Political Order in Changing Societies, sebagaimana yang dikutip oleh R. Wiliam Liddle, ia mengugkapkan bahwa satu-satunya cara untuk menciptakan pemerintahan yang stabil sekaligus demokratis adalah melalui organisasi politik.

10 H. Nur Ahmad Fadhil Lubis, “The States Legal Policy and The Develoment of Islamic Law

in Indonesian’s New Order”, dalam Arskal Salim dan Azyumardi Azra, ed., Shari’a and Politics in

Modern Indonesia, (Singapore: Institute of South Asian Studies (ISEAS), 2003), h. 52. 11

Organisasi yang dimaksudkan Huntington adalah partai politik, yaitu suatu lembaga paling orisinal dalam sistem politik modern.12

Selanjutnya dapat difahami bahwa untuk dapat mewujudkan Negara Indonesia sebagai negara hukum yang demokratis dan adil tanpa adanya penyelewengan kekuasaan, selain harus diselenggarakannya partisipasi politik melalui pemilu dan melalui perwakilan rakyat yang representative sebagaimana diwujudkan dalam mekanisme partai politik sebagai salah satu wadah penyelenggara pemilu rakyat yang tentunya tidak akan lepas dari peran dan dukungan rakyat sebagai warga negara, juga harus diselenggarakan berdasarkan prinsip-prinsip moral yang menjunjung tinggi hak asasi manusia (HAM) sebagai kodrat yang diberikan Tuhan serta penghargaan dan penerapan kebebasan dan persamaan.13

Maka dengan demikian, demokrasi di Indonesia diwujudkan dalam suatu pemilihan umum yang digariskan dan diatur dalam konstitusi Negara, yakni Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pemilihan umum tersebut dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali,14 dan diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat,

12

R. William Liddle, Partisipasi dan Partai Politik, Penerjemah: Tim Penerjemah Pustaka Utama Garfiti, cet. I, (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1992) h. 13-14.

13

Saiful Mujani, Muslim Demokrat: Islam, Budaya Demokrasi, dan Partisipasi Politik di Indonesia Pasca Orde Baru, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2007), h. 192.

14

Pasal 22E ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. Lihat

Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945 dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi,

Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.15

Sebelum Presiden dan Wakil Presiden dipilih secara langsung (oleh rakyat), umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil, yakni sebelum amandemen UUD 1945 (amandemen ketiga), Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh MPR.16 Adapun pemilihan Presiden dan Wakil Presiden oleh MPR kurang demokratis.17

Selanjutnya, dalam usaha untuk mewujudkan demokratisasi pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, maka hanya dapat dilakukan melalui pembaharuan UUD 1945. Pembaharuan UUD 1945 dapat dilakukan dengan dua cara. Pertama, pembaharuan dalam kerangka sistem UUD 1945. Kedua, pembaharuan di luar kerangka sistem UUD 1945. Pembaharuan dalam kerangka sistem UUD 1945 dilakukan dengan pengembangan praktik ketatanegaraan baik dalam bentuk kebiasaan ketatanegaraan maupun melalui berbagai peraturan perundang-undangan biasa. Sedangkan Pembaharuan di luar kerangka sistem UUD 1945 hanya mungkin dilakukan apabila ada perubahan resmi (amandemen resmi) terhadap UUD 1945, khususnya ketentuan mengenai pemilihan Presiden. Perubahan ini seyogianya menuju pada pemilihan langsung (popular vote) Presiden dan Wakil Presiden, dan

15

Pasal 22E ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. Lihat Ibid, h.

74. 16

Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, h. 204. 17

Jimly Asshiddiqie dan Bagir Manan, Gagasan Amandemen UUD 1945 dan Pemilihan

sepanjang ada keterbukaan, kebebasan, tidak ada tekanan, rakyat akan memilih Presiden (dan Wakil Presiden) yang terbaik.18

Oleh karena telah disahkannya perubahan Keempat UUD 1945 dalam sidang tahunan MPR 2002 maka mekanisme pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara langsung telah ditentukan secara final ketentuan pokoknya. Dalam rumusan Pasal 6A ayat (4) yang sempat tertunda karena belum berhasil mendapatkan kesepakatan dalam

sidang tahunan MPR 2001 dinyatakan: “Dalam hal tidak ada pasangan Calon

Presiden dan Wakil Presiden terpilih, dua pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum, dipilih oleh rakyat secara langsung, dan pasangan yang memperoleh suara rakyat terbanyak dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden.

Dengan demikian rumusan norma Pasal 6A selengkapnya berbunyi: “(1) Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat; (2) Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum; (3) Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang mendapatkan suara lebih dari lima puluh persen dari jumlah suara dalam pemilihan umum dengan sedikitnya dua puluh persen suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia, dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden; (4) Dalam hal tidak ada pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden terpilih, dua

18

Jimly Asshiddiqie dan Bagir Manan, Gagasan Amandemen UUD 1945 dan Pemilihan

pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum dipilih oleh rakyat secara langsung dan pasangan yang memperoleh suara rakyat terbanyak dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden; (5) Tata cara pelaksanaan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden lebih lanjut diatur dalam undang-undang”.19 Maka dengan demikian, secara khusus pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden di Indonesia pada saat ini diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, sebagaimana mandat dari UUD NRI 1945.20

Hal ini menunjukan bahwa untuk pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden telah berlaku mekanisme yang demokratis, adil dan sesuai dengan konstitusi. Adapun pemilu Presiden dan Wakil Presiden yang dimaksud ialah pemilihan umum untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.21 Dengan kata lain, pemilu Presiden dan Wakil Presiden adalah pemilihan umum secara langsung untuk memilih jabatan Presiden dan Wakil Presiden.22

19

Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme, h. 181-182. 20

Pasal 6A ayat (5) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. Lihat

Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945 dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi,

h. 74. 21

Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden. Lihat pula Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum.

22

M. Bambang Pranowo, ed., Multi Dimensi Ketahanan Nasional, cet. I, (Jakarta: Pustaka Alvabet, 2010), h. 120.

B. Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Sebelum Amandemen UUD