• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PROSEDUR PEMBUBARAN PERSEROAN TERBATAS

C. Organ Perseroan Terbatas

2. Direksi

Direksi adalah organ perseroan yang bertanggung jawabpenuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan1perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran

dasar. Direksi kedudukannya sebagai eksekutif dalam perseroan, tindakannya dibatasi oleh anggaran dasar perseroan.72

PT sebagai badan hukum dalam melakukan perbuatan hokum melalui pengurusnya yaitu Direksi. Tanpa adanya pengurus, badan hukum itu tidak akan dapat berfungsi. Ketergantungan antara badan hukum dan pengurus menjadi sebab mengapa antara badan hukum dan Direksi lahir hubungan fidusia (fiduciary duties)

di mana pengurus selalu pihak yang dipercaya bertindak dan

menggunakanwewenangnya hanya untuk kepentingan perseroan semata.73 Dalam

kedudukannya sebagai pengurus perseroan. Direksi mempunyai tugas untuk mewakili perseroan. Sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 92 ayat (1) Undang-undang PerseroanTerbatas yaitu :

a. Mengatur dan menjalankan kegiatan-kegiatan usaha perseroan; b. Mengelola kekayaan perseroan; dan

c. Mewakili perseroan di dalam dan di luar pengadilan.

Pengaturan pengurusan dan sampai dimana tugas-tugas dari pengurusan, biasanya harus dilihat dari anggaran dasar/akta pendirian tiap-tiap perseroan.74

Selanjutnya sesuai aturan Pasal 98 ayat (2) Undang-undang Perseroan Terbatas, jika Direksi terdiri lebih dari satu orang, maka yang berwenang mewakili perseroan adalah setiap anggota Direksi.

72

Gatot Supramono,Hukum Perseroan Terbatas Yang Baru,Djambatan, Jakarta 1996, hal. 4

73Ridwan Khairandy dan Camelia Malik,Good Corporate Governance, (Yogyakarta : Kreasi

Total Media,) Tahun 2007, halaman.36

Walaupun demikian apabila dalam anggaran dasar telah ditentukan Direktur Utama saja yang berhak mewakili perseroan, maka anggota Direksi lainnya tidak dapat mewakili kecuali jika Direktur Utama memberi kuasa kepadanya. Direksi dalam menjalankan tugasnya mengurus perseroan diwajibkan dengan itikad baik. Kewajiban tersebut ditegaskan dalam Pasal 97 ayat (2) Undang-undang Perseroan Terbatas, bahwa setiap anggota Direksi wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha perseroan. Ini berarti setiap anggota Direksi agar dapat menghindari perbuatan yang menguntungkan kepentingan pribadi dengan merugikan kepentingan perseroan. Sehubungan dengan hal ini pasal 104 ayat (4) Undang-undang Perseroan Terbatas menyatakan bahwa anggotaDireksi tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian perseroan apabila dapat membuktikan :

a. Kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;

b. Telah melakukan pengurusan dengan itikad baik, kehati-hatiandan penuh tanggungjawab untuk kepentingan perseroan dansesuai dengan maksud dan tujuan perseroan;

c. Tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupuntidak langsung atas tindakan pengurusan yang dilakukan; dan

d. Telah mengambil tindakan untuk mencegah terjadinya kepailitan. Sejalan dengan prinsip siapa yang berwenang mengangkat,dialah yang berwenang memberhentikannya. Karena anggotaDireksi diangkat oleh RUPS, maka yang berwenang memberhentikannya adalah RUPS pula. Dalam Undang-undang

Perseroan Terbatas pemberhentian anggota Direksi diatur dalam Pasal 105 dan Pasal 106 Undang-undang Perseroan Terbatas.

Oleh karena tindakan pengurusan meliputi ruang lingkup yang sangat luas, maka Pasal 97 ayat (2) UUPT membebankan kewajiban bagi direksi untuk melakukan tindakan pengurusan tersebut dengan itikad baik dan penuh tanggungjawab. Itikad baik dalam hal ini memiliki makna secara objektif yang berarti bahwa prestasi yang dilakukan direksi dan cara direksi melaksanakan tugas dan kewenangannya mengurus perseroan harus senantiasa mengindahkan norma-norma hukum, kepatutan dan kesusilaan. Dengan demikian itikad baik pada direksi mengandung suatu kewajiban bagi direksi untuk senantiasa mengutamakan kepentingan perseroan semata-mata, serta tidak memanfaatkan kedudukannya yang strategis tersebut untuk memperoleh manfaat, baik secara langsung maupun tidak langsung, dari perseroan secara tidak adil, serta menghindari benturan kepentingan antara kepentingan pribadi direksi dengan kepentingan perseroan.75

Direksi dengan demikian mengembang kewajiban fiduciary (fiduciary duty)

dalam menjalankan wewenangnya yang sangat luas dan mandiri tersebut. Prinsip

fiduciary duty merupakan prinsip tanggungjaab direksi yang meletakkan direksi

sebagai trustee atau pemegang amanah, sehingga seorang direktur haruslah mempunyai kepedulian dan kemampuan (duty of caredan duty of loyality),beritikad baik, memiliki loyalitas yang tinggi terhadap perseroan dan kejujuran terhadap

75Gunawan Widjaya,Risiko Hukum Sebagai Direksi, Komisaris dan Pemilik PT,(Jakarta :

perseroan yang dipimpinnya dengan derajat yang tinggi.76 Sedikit saja direksi

menyimpang dari kewajiban fiduciarinya maka kepada direksi dapat dimintakan pertanggungjawaban secara pribadi.

Pasal 97 ayat (3) menyatakan bahwa setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sesuai dengan kewajiban fiduciarinya. Dengan demikian sedikit saja direksi menyimpang dari kewajiban fiduciarinya dan hal tersebut mengakibatkan kerugian bagi perseroan atau pihak lain, maka kepada direksi dapat dimintakan pertanggungjawaban secara pribadi atas tindakannya tersebut. Dalam hal Direksi terdiri atas 2 (dua) anggota Direksi atau lebih, tanggung jawab sebagaimana dimaksud diatas berlaku secara tanggung renteng bagi setiap anggota Direksi sesuai ketentuan ayat (4) Pasal 97 dari UUPT.

UUPT terkait dengan tanggungjawab Direksi, menganut prinsip presumsi bersalah (presumption of guilt) bagi semua anggota direksi.77 Hal ini berarti bahwa

apabila terjadi kerugian terhadap perseroan yang lahir dari tindakan pengurusan oleh direksi, maka diasumsikan bahwa seluruh anggota direksi bersalah dan secara tanggung renteng bertanggungjawab penuh terhadap kerugian perseroan tersebut. Namun meskipun demikian, patut diketahui bahwa tidak seluruhnya kerugian perseroan dapat dimintakan pertanggungjawabannya kepada direksi, terlebih lagi

76Bismar Nasution, “UU No. 40 Tahun 2007 Dalam Perspektif Hukum Bisnis ; Pembelaan

Direksi Melalui PrinsipBusiness Judgment Rule,disampaikan pada Seminar Bisnis 46 Tahun FE USU, (Medan: Sumatera Utara, 2007), halaman 6

77Munir Fuady,Perseroan Terbatas Paradigma Baru,(Bandung : PTCitra Aditya Bakti,

mengingat kerugian merupakan risiko melekat (inherent risk) dari suatu keputusan bisnis. Oleh karena itu, dalam hukum perseroan dikenal doktrin business judgment rule.

Doktrinbussiness judgment ruleadalah suatu pembelaan kepada direksi untuk melepaskan diri dari tanggungjawab pribadi atas kerugian perseroan, apabila anggota direksi yang bersangkutan dapat membuktikan bahwa tindakan pengurusan yang dilakukannya diyakini sebagai tindakan yang terbaik bagi perseroan dan dilakukannya secara jujur, beritikad baik dan tindakan tersebut tidak bertentangan dengan hukum dan anggaran dasar perseroan. Sungguhpun kemudian ternyata tindakan tersebut keliru dan tidak menguntungkan atau bahkan merugikan Perseroan, maka RUPS dan bahkan pengadilan pun tidak dapat melakukan second guess

terhadap keputusan bisnis direksi tersebut. 78 Doktrin ini sejalan dengan ketentuan

Pasal 97 ayat (5) UUPT yang berbunyi sebagai berikut :

Anggota Direksi tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) apabila dapat membuktikan:

a. kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;

b. telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan;

c. tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian; dan

d. telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut.

78

Bismar Nasution, “ Pertanggungjawaban Direksi dalam Pengelolaan Perusahaan” makalah disampaikan pada Seminar Nasional Sehari dalam Rangka Menciptakan Good Corporate Governance pada Sistem Pengelolaan dan Pembinaan BUMN Persero, di selenggarakan oleh Inti Sarana Informatika, (Yakarta, Hotel Borobudur , 8 Maret 2007), halaman. 4.

Sebagai perbandingan beberapa pengadilan di Amerika Serikat berpendapat bahwa pertimbangan (judgment) Direksi tidak dapat dilindungi oleh doktrin business

judgment rule apabila pertimbangan direksi tersebut didasarkan pada suatu

kecurangan (fraud), mengandung benturan kepentingan (conflict of interest),

perbuatan yang melanggar hukum (illegality) dan menimbulkan kerugian bagi perseroan sebagai akibat kelalaian berat (gross negligency)dari Direksi.79Setidaknya

terdapat tiga ukuran untuk memutuskan apakah suatu kerugian disebabkan oleh keputusan bisnis yang tepat, sehingga dapat terhindar dari pelanggaran duty of care

direksi, yaitu :

a. Direksi memiliki informasi tentang masalah yang akan diputuskan dan percaya bahwa informasi tersebut benar.

b. Tidak memiliki kepentingan dengan keputusan dan memutuskannya dengan itikad baik

c. Memiliki dasar yang rasional untuk mempercayai bahwa keputusan yang diambil adalah yang terbaik bagi perusahaan.80

Oleh karena itu sangat penting bagi Direksi untuk memperhatikan prinsip kehati-hatian dalam menjalankan tugas dan wewenangnya mengurus kepentingan perseroan. Sebagai contoh dari standar “kehati-hatian” itu, antara lain, misalnya : (1) Anggota Direksi tidak boleh melakukan kegiatan-kegiatan atas beban biaya

perseroan, apabila tidak memberikan sama sekali atau memberikan sangat kecil manfaat pribadi yang diperoleh oleh anggota direksi yang bersangkutan. Meskipun demikian, hal itu dapat dikecualikan apabila dilakukan atas beban biaya representasi jabatan dari anggota direksi yang bersangkutan berdasarkan keputusan RUPS.

79Ibid.,halaman. 5 80Ibid.,halaman. 5

(2) Anggota Direksi tidak boleh menjadi pesaing bagi perseroan yang dipimpinnya, misalnya dengan mengambil sendiri kesempatan bisnis yang seyogianya disalurkan kepada perseroan.

(3) anggota direksi harus menolak untuk mengambil keputusan mengenai sesuatu hal yang diketahuinya atau sepatutunya diketahui akan dapat mengakibatkan perseroan melanggar ketentuan perundang-undangan yang berlaku, sehingga perseroan terancan dikenai sanksi oleh otoritas yang berwenang, misalnya izin usahanya dicabut atau dibekukan kegiatan usahanya, atau digugat oleh pihak lain.

(4) anggota direksi dengan sengaja atau karena kelalaiannya telah tidak melakukan atau telah tidak cukup melakukan upaya atau tindakan yang perlu diambil untuk mencegah timbulnya kerugian bagi perseroan.

(5) anggota direksi dengan sengaja atau karena kelalaiannya telah tidak melakukan atau telah tidak cukup melakukan daya atau tindakan yang perlu diambil untuk meningkatkan keuntungan perseroan.81