• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dominansi suatu jenis terhadap jenis-jenis lain di dalam tegakan dapat dinyatakan berdasarkan besaran-besaran berikut : (Soerianegara dan Indrawan, 1988)

a. Banyaknya individu dan kerapatan (Density) b. Persen penutupan dan luas bidang dasar c. Volume

d. Biomassa

e. Indeks Nilai Penting (Importance Value Index)

Untuk mendapatkan nilai yang lebih representative dan akurat digunakan Indeks Nilai Penting (INP) yang merupakan hasil penjumlahan dari kerapatan relatif, luas bidang dasar relatif dan frekuensi relatif. Penetapan dominansi jenis untuk tingkat pancang dan semai hanya berdasarkan nilai kerapatan relatif dan frekuensi relatif.

Peranan suatu jenis dalam komunitas dapat dilihat dari besarnya Indeks Nilai Penting (INP), dimana jenis yang mempunyai nilai INP tertinggi

merupakan jenis yang dominan. Hal ini menunjukkan bahwa jenis tersebut mempunyai tingkat kesesuaian terhadap lingkungan yang lebih tinggi dari jenis yang lainnya.

Selebihnya Sutisna (1981), juga menyatakan bahwa suatu jenis dapat dikatakan berperan jika nilai INP pada tingkat semai dan pancang lebih dari 10 %, sedangkan untuk tingkat tiang dan pohon lebih dari 15 %.

Pada Tabel 17 dan Tabel 18 dapat dilihat perubahan yang terjadi pada lima jenis pohon yang memiliki Indeks Nilai Penting yang paling tinggi untuk setiap tingkatan vegetasi disetiap plot pengamatan sebagai akibat dari kegiatan pemanenan kayu dan kegiatan penebangan jalur. Dari tabel terlihat sebagian besar jenis yang mendominasi pada setiap lokasi paling banyak berasal dari famili Dipterocarpaceae baik itu dari marga Shorea, Dipterocarpus, ataupun Hopea. Sedangkan jenis famili Non Dipterocarpaceae yang mendominasi hal ini dibuktikan dengan nilai INP yang tinggi adalah jenis Kumpang (Diospyros sp), Medang (Litsea firma), Nyatoh (Palaquium rostatum), Sawangdan Ubar (Dillenia pulchella).

Tabel 17. Daftar Jenis dengan INP Terbesar pada LOA 1981/1982 dan Et+0.

Kondisi Hutan Kelerengan (%) Jenis-Jenis Dominan

Semai INP (%) Pancang INP (%) Tiang INP(%) Pohon INP (%)

LOA 1981/1982

0-15

Shorea parvifolia 45.4 Litsea firma 34.3 Litsea firma 69.5 Litsea firma 49.5

Litsea firma 32.6 Mizzettia parviflora 29.0 Castanopsis sp 30.0 Dillenia pulchella 25.8

Dillenia pulchella 15.3 Dillenia pulchella 19.4 Dillenia pulchella 26.2 Shorea parvifolia 16.8

Mizzettia parviflora 15.2 Diospyros sp 11.4 Diospyros sp 15.8 Nephelium sp 16.4

Berabakan 7.8 Berabakan 9.4 Sawang 13.1 Castanopsis sp 14.6

15-25

Shorea parvifolia 47.4 Litsea firma 29.4 Litsea firma 73.0 Litsea firma 52.5

Litsea firma 29.4 Dillenia pulchella 17.6 Dillenia pulchella 33.0 Elaterospermum tapos 48.5

Dipterocarpus crinitus 13.7 Mizzettia parviflora 17.0 Diospyros sp 22.9 Shorea parvifolia 27.7

Elaterospermum tapos 11.3 Diospyros sp 10.4 Mizzettia parviflora 19.4 Dillenia pulchella 26.3

Dillenia pulchella 10.3 Castanopsis sp 10.2 Castanopsis sp 15.9 Ochanostachys amentaceae 20.3

25-45

Shorea parvifolia 31.4 Litsea firma 29.4 Litsea firma 54.2 Litsea firma 48.0

Litsea firma 28.4 Mizzettia parviflora 19.5 Mizzettia parviflora 27.0 Dillenia pulchella 20.1

Dipterocarpus crinitus 20.2 Dillenia pulchella 11.5 Dillenia pulchella 20.4 Shorea parvifolia 18.4

Shorea laevifolia 12.0 Shorea parvifolia 9.2 Diospyros sp 17.5 Ochanostachys amentaceae 13.2

Palaquium rostratum 11.9 Castanopsis sp 8.8 Berabakan 17.3 Elaterospermum tapos 13.0

Et+0

0-15

Shorea parvifolia 51.6 Litsea firma 29.5 Litsea firma 70.5 Litsea firma 38.9

Litsea firma 38.1 Mizzettia parviflora 29.5 Castanopsis sp 30.3 Dillenia pulchella 29.9

Dillenia pulchella 16.3 Dillenia pulchella 18.7 Dillenia pulchella 26.4 Nephelium sp 19.5

Mizzettia parviflora 12.3 Berabakan 11.4 Diospyros sp 16.2 Castanopsis sp 17.1

Berabakan 9.4 Diospyros sp 10.7 Kekalik 11.6 Mizzettia parviflora 15.9

15-25

Shorea parvifolia 35.4 Dillenia pulchella 23.7 Litsea firma 75.6 Elaterospermum tapos 57.2

Litsea firma 26.9 Mizzettia parviflora 19.5 Dillenia pulchella 31.2 Litsea firma 53.7

Dipterocarpus crinitus 16.3 Litsea firma 18.6 Diospyros sp 22.4 Dillenia pulchella 32.4

Elaterospermum tapos 13.1 Shorea parvifolia 12.4 Mizzettia parviflora 20.2 Ochanostachys amentaceae 24.9

Palaquium rostratum 12.4 Castanopsis sp 10.6 Castanopsis sp 15.3 Shorea parvifolia 19.0

25-45

Litsea firma 30.8 Litsea firma 28.3 Litsea firma 53.6 Eusideroxylon zwageri 14.6

Shorea parvifolia 27.5 Mizzettia parviflora 22.2 Mizzettia parviflora 25.7 Dillenia pulchella 23.4

Dipterocarpus crinitus 18.9 Dillenia pulchella 12.3 Dillenia pulchella 19.4 Surian 1.3

Shorea laevifolia 14.2 Shorea parvifolia 9.0 Berabakan 18.4 Sindora bruggemanii 1.2

10.4 8.9 16.8 0.8

Tabel 18. Daftar Jenis INP Terbesar pada Hutan Sebelum Penjaluran dan Hutan Setelah Penjaluran.

Kondisi Hutan Kelerengan (%)

Jenis-Jenis Dominan

Shorea parvifolia 18.7 Diospyros sp 15.4 Mizzettia parviflora 29.6 Litsea firma 33.1

Hopea sangal 16.2 Santiria tomentosa 14.1 Santiria tomentosa 20.4 Dillenia pulchella 25.0

Shorea leprosula 12.4 Mizzettia parviflora 9.1 Gluta rengas 18.3 Sawang 24.6

Gluta rengas 9.5 Gluta rengas 9.1 Dillenia pulchella 15.7 Diospyros sp 22.9

Artocarpus anisophyllus 9.0 Dipterocarpus crinitus 8.9 Palaquium rostratum 15.4 Dipterocarpus crinitus 20.2

15-25

Shorea leprosula 34.9 Diospyros sp 18.8 Palaquium rostratum 52.0 Litsea firma 28.1

Shorea parvifolia 34.5 Palaquium rostratum 18.2 Mizzettia parviflora 32.3 Sawang 24.4

Palaquium rostratum 12.4 Mizzettia parviflora 14.0 Blumeodendron sp 14.8 Diospyros sp 21.9

Gluta rengas 10.1 Kengkayas 12.3 Diospyros sp 14.8 Dipterocarpus crinitus 21.1

Diospyros sp 9.0 Berabakan 9.5 Kengkayas 14.1 Shorea leprosula 20.9

25-45

Shorea parvifolia 21.9 Palaquium rostratum 27.0 Palaquium rostratum 56.5 Sawang 37.4

Palaquium rostratum 16.1 Diospyros sp 23.9 Diospyros sp 40.2 Litsea firma 26.3

Macaranga hullettii 13.8 Mizzettia parviflora 20.6 Mizzettia parviflora 36.9 Diospyros sp 26.2

Mizzettia parviflora 12.2 Gluta rengas 11.4 Blumeodendron sp 19.0 Dipterocarpus crinitus 19.0

Lengkuham 10.8 Pentaspadon motleyi 10.3 Dracontomelon mangiferum 15.3 Dillenia pulchella 18.9

Setelah Penjaluran

0-15

Shorea parvifolia 21.0 Diospyros sp 15.8 Mizzettia parviflora 30.2 Litsea firma 32.5

Hopea sangal 16.4 Santiria tomentosa 15.7 Santiria tomentosa 20.5 Dillenia pulchella 22.7

Shorea leprosula 14.5 Dipterocarpus crinitus 10.5 Gluta rengas 17.1 Sawang 22.1

Artocarpus anisophyllus 11.3 Mizzettia parviflora 10.5 Dillenia pulchella 16.2 Dipterocarpus crinitus 20.9

Gluta rengas 11.2 Gluta rengas 8.7 Palaquium rostratum 15.9 Diospyros sp 19.8

15-25

Shorea leprosula 35.6 Diospyros sp 20.3 Palaquium rostratum 51.0 Litsea firma 28.9

Shorea parvifolia 32.3 Palaquium rostratum 17.7 Mizzettia parviflora 31.4 Sawang 25.8

Palaquium rostratum 13.5 Mizzettia parviflora 15.1 Diospyros sp 15.4 Shorea leprosula 24.1

Gluta rengas 10.0 Kengkayas 11.0 Blumeodendron sp 14.6 Dipterocarpus crinitus 22.1

Mizzettia parviflora 8.6 Gluta rengas 9.2 Kengkayas 13.9 Shorea parvifolia 18.5

25-45

Shorea parvifolia 21.2 Palaquium rostratum 29.0 Palaquium rostratum 58.6 Sawang 35.7

Palaquium rostratum 16.1 Diospyros sp 23.9 Diospyros sp 40.5 Litsea firma 25.2

Macaranga hullettii 14.0 Mizzettia parviflora 17.3 Mizzettia parviflora 35.1 Diospyros sp 24.7

Mizzettia parviflora 11.0 Pentaspadon motleyi 11.9 Blumeodendron sp 19.2 Dipterocarpus crinitus 18.0

Indeks Nilai Penting (INP) merupakan indikator yang sesuai untuk melihat pengaruh perubahan jumlah jenis dalam petak sebelum pemanenan, setelah pemanenan serta setelah pembuatan jalur tanam. Berkurangnya individu dalam satu jenis atau hilangnya jumlah jenis dalam kegiatan tersebut diatas menyebabkan bergesernya nilai INP jenis tersebut. Perubahan nilai INP ini juga mengakibatkan perubahan INP pada masing-masing jenis. Ada kalanya terdapat jenis yang menduduki peringkat bawah jenis yang lain, tetapi peringkat kedua jenis tersebut bisa berubah setelah kegiatan pemanenan.

Berdasarkan data dari Tabel 17 dapat dilihat bahwa pada LOA 1981/1982 dengan kelerengan 0-15% untuk vegetasi tingkat semai didominasi oleh jenis Shorea parvifolia, Medang, dan Ubar dengan INP masing-masing 45,4%, 32,6% dan 15,3%. Untuk vegetasi tingkat pancang didominasi oleh Medang, Pisang-pisang (Mizzetia parviflora) dan Ubar dengan INP masing-masing sebesar 34,3%, 29% dan 19,4%. Sementara itu untuk vegetasi tingkat tiang didominasi oleh Medang, Sampa (Castanopsis sp) serta Ubar dengan INP masing-masing 69,5%, 30% dan 26,2%. Dan untuk tingkat pohon didominasi oleh Medang, Ubar dan S. parvifolia dengan INP sebesar 49,5%, 25,8% dan 16,8%.

Jenis-jenis yang mendominasi vegetasi tingkat semai pada LOA 1981/1982 dengan kelerengan 15-25% antara lain S .parvifolia, Medang, dan Keruing (Dipterocarpus crinitus) dengan INP 47,4%, 29,4% dan 13,7%.

Untuk tingkat pancang didominasi oleh Medang, Ubar serta Pisang-pisang dengan INP masing-masing 29,4%, 17,6% dan 17%. Sementara untuk tingkat tiang didominasi oleh Medang, Ubar dan Kumpang (Diospyros sp) dengan INP sebesar 73%, 33% dan 22,9%. Medang, Kelampai (Elaterospermum tapos) serta S. parvifolia merupakan jenis-jenis yang mendominasi pada vegetasi tingkat pohon dengan INP masing-masing sebesar 52,5%, 48,5% dan 27,7%.

Jenis-jenis yang mendominasi vegetasi tingkat semai pada kelerengan 25-45% antara lain S. parvifolia, Medang, dan Keruing dengan INP sebesar 31,4%, 28,4% dan 20,2%. Vegetasi tingkat pancang didominasi oleh jenis Medang, Pisang-pisang, serta Ubar dengan INP 29,4%, 19,5% dan 11,5%.

Untuk vegetasi tingkat tiang jenis-jenis yang mendominasi hampir sama dengan tingkat pancang dengan INP yang berbeda yaitu sebesar 54,4%, 27%

dan 20,4%. Sedangkan untuk vegetasi tingkat pohon didominasi oleh Medang, Ubar dan S. parvifolia dengan INP berturut-turut sebesar 48,0%, 20,1% dan 18,4%.

Kegiatan pemanenan kayu menyebabkan perubahan peringkat pada beberapa jenis-jenis yang mendominasi. Sebagai contoh, pada kelerengan 15-25% untuk tingkat pancang, sebelum pemanenan kayu jenis medang berada pada peringkat pertama dengan INP 29,4%. Akan tetapi setelah dilakukan pemanenan kayu, jenis Medang turun ke peringkat ketiga dengan INP sebesar 18,6%. Dan peringkat pertama ditempati oleh Ubar dengan INP 23,7%.

Perubahan peringkat INP pada sistem silvikultur TPTI tidak mencolok, penurunan jumlah individu dalam satu jenis dan hilangnya jenis dalam satu petak tidak banyak, hal ini disebabkan pohon-pohon yang ditebang berdiameter besar. Berbeda dengan sistem silvikultur Tebang Jalur Tanam Indonesia (TJTI) dan Tebang Habis Permudaan Buatan (THPB) yang bersifat monocyclic (siklus tunggal) dan intensitas penebangan sangat besar menyebabkan pengurangan jumlah jenis besar bahkan terjadi pergantian jenis dengan cara permudaan buatan (Sularso, 1996).

Sedangkan berdasarkan Tabel 18 dapat dilihat bahwa pada kondisi hutan sebelum penjaluran dengan kelerengan 0-15% untuk vegetasi tingkat semai didominasi oleh jenis S. parvifolia, Emang (Hopea sangal) dan Pengerawan (Shorea leprosula) dengan INP 18,7%, 16,2% dan 12,4%. Untuk vegetasi tingkat pancang didominasi oleh Kumpang, Jamay (Santiria tomentosa) serta Pisang-pisang dengan INP masing-masing 15,4%, 14,1% dan 9,1%. Jenis Pisang-pisang, Jamay, dan Rengas (Gluta rengas) merupakan jenis-jenis yang mendominasi vegetasi tingkat tiang dengan INP 29,6%, 20,4% dan 18,3%. Dan untuk vegetasi tingkat pohon didominasi oleh Medang, Ubar dan Sawang dengan INP 33,1%, 25% dan 24,6%.

Jenis-jenis yang mendominasi pada kondisi hutan sebelum penjaluran dengan kelerengan 15-25% untuk vegetasi tingkat semai antara lain

Pengerawan, S. parvifolia serta Nyatoh dengan INP berturut-turut sebesar 34,9%, 34,5% dan 12,4%. Sedangkan Kumpang, Nyatoh serta Pisang-pisang mendominasi vegetasi tingkat pancang dengan INP masing-masing 18,8%, 18,2% dan 41%. Pada vegetasi tingkat tiang INP tertinggi dimiliki oleh Nyatoh, Pisang-pisang, Sibau (Blumeodendron sp) dengan INP 52%, 32,3%, 14,8%. Dan untuk vegetasi tingkat pohon didominasi oleh Medang, Sawang, Kumpang dengan INP sebesar 28,1%, 24,4% dan 21,9%.

Sedangkan pada kelerengan 25-45% vegetasi tingkat semai didominasi oleh S. parvifolia, Nyatoh, Purang dengan INP 21,9% 16,1%, 13,8%. Jenis Nyatoh, Kumpang, Pisang-pisang mendominasi vegetasi tingkat pancang dengan INP 27%, 23,9 dan 20,6%. Untuk vegetasi tingkat tiang didominasi oleh jenis-jenis yang mendominasi vegetasi tingkat pancang dengan nilai INP yang berbeda yaitu sebesar 56,5%, 40,2% dan 36,9%. Dan untuk vegetasi tingkat pohon didominasi oleh Sawang serta Kumpang dengan nilai INP 37,4% dan 26,3%.

Kegiatan penjaluran juga menyebabkan perubahan peringkat pada beberapa jenis yang mendominasi. Sebagai contoh, pada kelerengan 0-15%

untuk vegetasi tingkat pohon, sebelum kegiatan penjaluran jenis keruing berada pada peringkat kelima dengan INP 20,2%. Dan setelah dilakukan penebangan jalur, jenis keruing naik ke peringkat ke empat dengan INP sebesar 20,9%. Bergesernya kedudukan ini disebabkan terdapat jumlah individu dalam suatu jenis yang berkurang atau beberapa jenis mengalami menghilang.

Hilangnya jenis-jenis karena pemanenan kayu mempengaruhi komposisi dan struktur serta keseimbangan tegakan berhubungan dengan besarnya kerusakan tegakan tinggal. Untuk mencapai keseimbangan baru diperlukan waktu yang panjang dengan terbentuknya suksesi sekunder yang akan dipenuhi jenis-jenis pioneer atau pengembara seperti Macaranga sp, Anthocephalus sp, dan Dillania sp (Wiradinata et. al, 1985).

Dari uraian diatas terlihat bahwa jenis-jenis yang mendominasi merupakan jenis-jenis komersial seperti Shorea parvifolia, Medang (Litsea firma), Keruing (Dipterocarpus crinitus), Nyatoh (Palaquium rostratum), dll.

Selain itu ada juga jenis non komersial yang mendominasi pada beberapa tingkat permudaan seperti jenis Kumpang (Diospyros sp) dan Kelampai (Elaterospermum tapos).

Jenis-jenis yang ditemukan diatas, dapat juga dikelompokkan ke dalam tiga kelompok besar yaitu jenis komersial ditebang (KT), komersial tidak ditebang (KTT), dan non komersial (NK). Tingkat dominasi kelompok jenis tersebut dapat dilihat pada Tabel 19 dan Tabel 20.

Tabel 19. Indeks Nilai Penting Kelompok Jenis pada LOA 1981/1982 dan Et+0.

Kondisi

Hutan Kelerengan

(%) Kelompok Jenis

Tingkatan Vegetasi

Semai Pancang Tiang Pohon

LOA

Dari Tabel 19 dapat dilihat bahwa pada LOA 1981/1982 kelompok jenis komersial tidak ditebang lebih mendominasi terutama pada vegetasi tingkat pancang, tiang dan pohon kecuali tingkat pohon pada kelerengan 15-25%. Sedangkan pada kondisi Et+0 kelompok jenis komersial tidak ditebang juga mendominasi pada vegetasi tingkat pencang, tiang dan pohon. Kelompok jenis komersial ditebang baik itu pada kondisi LOA 1981/1982 ataupun Et+0, hanya mendominasi pada vegetasi tingkat semai saja.

Tabel 20. Indeks Nilai Penting Kelompok Jenis pada Kondisi Hutan Sebelum Penjaluran dan Hutan Setelah Penjaluran.

Kondisi

Hutan Kelerengan

(%) Kelompok Jenis

Tingkatan Vegetasi

Semai Pancang Tiang Pohon

Sebelum

Dari Tabel 20 terlihat bahwa baik pada kondisi hutan sebelum penjaluran atau setelah penjaluran, tidak ada satu kelompok jenis yang benar-benar mendominasi. Pada kelerengan 0-15% pada kedua kondisi hutan diatas kelompok jenis komersial ditebang mendominasi pada vegetasi tingkat semai dan pohon, sedangkan kelompok jenis komersial tidak ditebang mendominasi pada vegetasi tingkat pancang dan tiang.

Pada kondisi hutan sebelum penjaluran dengan kelerengan 15-25%

kelompok jenis komersial ditebang mendominasi pada vegetasi tingkat semai, tiang dan pohon. Sementara vegetasi tingkat pancang didominasi oleh kelompok jenis non komersial. Kegiatan penebangan jalur menimbulkan perubahan terutama pada vegetasi tingkat pohon. Untuk vegetasi tingkat pohon setelah penjaluran didominasi oleh kelompok jenis non komersial.

Sedangkan pada kondisi hutan sebelum penjaluran dan setelah penjaluran dengan kelerengan 25-45%, kelompok jenis yang mendominasi ialah kelompok jenis non komersial. Kegiatan penebangan jalur tidak terlalu menimbulkan perubahan terhadap jenis-jenis yang mendominasi.

Besarnya nilai INP suatu jenis memperlihatkan peranan suatu jenis dalam komunitas. Suatu jenis yang mempunyai nilai lebih besar dibanding dengan jenis lainnya menandakan bahwa suatu jenis tersebut paa suatu komunitas bisa dikatakan menguasai ruang atau mendominasi suatu komunitas. Hal ini dimungkinkan karena jenis tersebut mempunyai kesesuaian tempat tumbuh yang baik serta mempunyai daya tahan hidup yang lebih baik jika dibanding dengan jenis yang lain.

Dokumen terkait