• Tidak ada hasil yang ditemukan

Skala Ekonomis, Infrastruktur, Biaya Transportasi dan Perdagangan Kajian teori ekonomi pembangunan menjelaskan bahwa untuk

KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Teoritis

3.1.1. Skala Ekonomis, Infrastruktur, Biaya Transportasi dan Perdagangan Kajian teori ekonomi pembangunan menjelaskan bahwa untuk

menciptakan dan meningkatkan kegiatan perekonomian diperlukan sarana infrastruktur yang memadai. Teori yang mengkaitkan pentingnya infrastruktur dengan pertumbuhan ekonomi diantaranya Teori Pertumbuhan Harrod Domar, Solow, dan Teori Pertumbuhan Endogenous yang dimotori oleh Romer (1986) dan Lucas (1988).

Pada teori pembangunan modern yang dipelopori beberapa ekonom seperti Chenery, Hirshman, Laibenstein, Lewis, Myrdal, Rostow, Scitovsky dan Streeten mengenai pentingnya perdagangan internasional dalam menstimulasi pertumbuhan ekonomi. Konsep perdagangan internasional pertama kali muncul diperkenalkan oleh Adam Smith pada awal abad ke-19 dengan teori keunggulan absolut (absolute comparative). Jika sebuah negara lebih efisien daripada (atau memiliki keunggulan absolut terhadap) negara lain dalam memproduksi suatu komoditi, namun kurang efisien dibanding (atau memiliki kerugian absolut terhadap) negara lain dalam memproduksi komoditi lainnya, maka kedua negara tersebut dapat memperoleh keuntungan dengan cara masing-masing melakukan spesialisasi dalam memproduksi komoditi yang memiliki keunggulan absolut, dan menukarkannya dengan komoditi lain yang memiliki kerugian absolut.

Teori Adam Smith kemudian disempurnakan oleh David Ricardo (1817) dengan hukum keunggulan komparatif (The Theory of Comparative Advantage) dalam bukunya yang berjudul Principles of Political Economy and Taxation. Berbeda dengan konsep keunggulan absolut yang menekankan pada biaya riil yang lebih rendah, keunggulan komparatif lebih melihat pada perbedaan harga relatif antara dua input produksi sebagai penentu terjadinya perdagangan. Menurut hukum keunggulan komparatif, meskipun sebuah negara kurang efisien dibanding (atau memiliki kerugian absolut terhadap) negara lain dalam memproduksi kedua komoditi, namun masih tetap terdapat dasar untuk melakukan perdagangan yang menguntungkan kedua belah pihak. Negara pertama harus melakukan spesialisasi dalam memproduksi dan mengekspor komoditi yang memiliki kerugian absolut lebih kecil (komoditi dengan keunggulan komparatif) dan mengimpor komoditi yang memiliki kerugian absolut lebih besar (komoditi yang memiliki kerugian

komparatif). Kedua teori di atas seringkali disebut sebagai teori perdagangan klasik.

Teori klasik Ricardo tersebut selanjutnya dikembangkan oleh Heckscher- Ohlin (H-O) dengan The Theory of Factor Proportions (1949 – 1977). Teori Perdagangan H-O mengemukakan penjelasan mengenai perdagangan internasional yang belum mampu dijelaskan dalam teori keunggulan komparatif.Teori Klasik Comparative advantage menjelaskan bahwa perdagangan internasional dapat terjadi karena adanya perbedaan dalam productivity of labor antar negara. Namun teori ini tidak memberikan penjelasan mengenai penyebab perbedaaan produktivitas tersebut. Teori H-O kemudian mencoba memberikan penjelasan mengenai penyebab terjadinya perbedaan produktivitas tersebut. Teori H-O menyatakan penyebab perbedaaan produktivitas karena adanya jumlah atau proporsi faktor produksi yang dimiliki (endowment factors) oleh masing-masing negara, sehingga selanjutnya menyebabkan terjadinya perbedaan harga barang yang dihasilkan. Oleh karena itu teori modern H-O ini dikenal sebagai ‘The Proportional Factor Theory”.

Model H-O mengatakan bahwa walaupun tingkat teknologi yang dimiliki sama, perdagangan internasional akan tetap terjadi apabila ada perbedaan kepemilikan faktor produksi (factor endowment) diantara masing-masing negara. Satu negara dengan kepemilikan kapital berlebih akan berspesialisasi dan mengekspor komoditi padat kapital (capital-intensive goods), dan sebaliknya negara dengan kepemilikan tenaga kerja berlebih akan memproduksi dan mengekspor komoditi padat tenaga kerja (labor-intensive goods). Namun demikian konsep perdagangan internasional di atas, baik teori perdagangan absolut Adam Smith, keunggulan komparatif Ricardo maupun teori H-O mengasumsikan tidak ada biaya transportasi.

Seiring berkembangnya perekonomian, konsep perdagangan internasional pun terus berkembang, namun masih tetap menggunakan konsep keunggulan komparatif yang dikembangkan sebelumnya. Krugman dan Obstfeld (2000) menjelaskan bahwa perdagangan antar negara terjadi karena adanya dua alasan, yaitu: (1) karena negara-negara tersebut berbeda satu sama lain, dan (2) negara- negara melakukan perdagangan dengan tujuan untuk mencapai skala ekonomi

(economies of scale) dalam produksi. Artinya, seandainya setiap negara bisa membatasi kegiatan produksinya untuk menghasilkan sejumlah barang tertentu saja, maka mereka berpeluang memusatkan perhatian dengan segala sumberdaya yang dimilikinya sehingga dapat menghasilkan barang-barang tersebut dengan skala yang lebih besar sehingga lebih efisien dibandingkan jika negara tersebut mencoba memproduksi berbagai jenis barang secara sekaligus.

Perbedaan sumberdaya yang dimiliki menyebabkan setiap negara berusaha menghasilkan produk yang bisa diproduksinya dengan biaya yang relatif lebih murah dibanding mengimpor. Perbedaan sumberdaya ini juga memungkinkan untuk menjualnya produk ke negara lain yang memproduksinya dengan biaya yang relatif lebih mahal. Hal ini akan menyebabkan timbulnya perbedaan harga, sehingga terdapat alternatif pilihan apakah negara akan menjual atau membeli produk dari negara lain. Pada gilirannya akan terjadi spesialisasi dalam perdagangan. Salah satu atau kedua negara yang terlibat dalam perdagangan akan memperoleh manfaat berupa keuntungan perdagangan. (Caves et. al., 1993; Chacoliades, 1978; Dunn dan Mutti (2000); dalam Salvatore, 2000).

Skala ekonomis sendiri meliputi skala ekonomis eksternal dan skala ekonomis internal. Skala ekonomis eksternal (external economies of scale) akan tercipta apabila jumlah biaya per unit sudah tergantung pada besarnya industri, sementara skala ekonomis internal (internal economies of scale) terjadi jika biaya per unit tergantung pada besarnya satu perusahaan, sehingga tidak perlu dikaitkan dengan besarnya industri yang bersangkutan (Krugman and Maurice 2000). Skala ekonomis eksternal dan internal menimbulkan implikasi yang berbeda terhadap struktur suatu industri. Suatu industri dimana skala ekonomisnya bersifat eksternal yaitu tidak ada keunggulan khusus bagi perusahaan-perusahaan yang memiliki skala besar, biasanya akan terdiri dari banyak perusahaan kecil, dan strukturnya akan berkembang menjadi persaingan sempurna. Namun sebaliknya, jika skala ekonomis internal memberikan perusahaan-perusahaan besar suatu keunggulan biaya atas perusahaan-perusahaan kecil, akan menciptakan struktur pasar persaingan tidak sempurna (Salvatore 1997).

Namun demikian perdagangan saja tidak cukup, walaupun perdagangan dapat menstimulus pertumbuhan ekonomi, terdapat faktor lain yang turut menentukan yaitu infrastruktur dan kelembagaan. Infrastruktur merupakan salah satu faktor yang turut menentukan perdagangan. Salah satu infrastruktur yang sangat penting dalam perdagangan adalah infrastruktur transportasi yang akan memengaruhi biaya transportasi.

Pentingnya biaya transportasi mulai diperkenalkan oleh Krugman pada tahun 1979 melalui teori perdagangan baru (New Trade Theory). Dalam teori perdagangan baru ini, tidak seperti dalam teori-teori sebelumnya, perdagangan antar negara tidak tergantung dari keunggulan komparatif. Menurut Krugman (1979) perdagangan antar negara dapat tetap terjadi dan menguntungkan walaupun tidak terdapat keunggulan komparatif. Teori ini mulai dikembangkan karena berdasarkan fakta, sebagian besar perdagangan internasional terjadi antar negara yang memiliki faktor produksi serupa. Teori perdagangan baru menjelaskan perdagangan intra industri yang umumnya terjadi antar negara dalam satu wilayah regional yang memiliki faktor produksi serupa (Muusa 2010).

Teori ini menjelaskan bahwa perdagangan antar negara disebabkan masing-masing negara berusaha mencapai skala ekonomi. Karena adanya skala ekonomis, tidak ada negara yang dapat menghasilkan seluruh ragam produk, sehingga walaupun kedua negara tersebut bersama-sama menghasilkan sejumlah produk manufaktur misalnya, mereka akan menghasilkan barang-barang manufaktur yang berbeda. Selain itu, konsumen menyukai variasi pilihan dalam produk yang dikonsumsinya. Dibukanya perdagangan internasional akan meningkatkan ragam produk yang dapat dikonsumsi karena meningkatnya pasar. Meningkatnya pasar selanjutnya akan menguntungkan bagi produsen untuk meningkatkan produksinya. Jika suatu negara menghasilkan produk dengan ragam yang terbatas, maka negara itu dapat memproduksi dalam jumlah yang lebih besar. Dengan demikian akan lebih efisien jika dilakukan perdagangan dengan negara lain dibandingkan jika negara itu memproduksi semua ragam produk sendiri.

Teori tersebut mengalami perkembangan pada tahun 1980, dimana menurut Krugman, peningkatan pasar tidak menyebabkan increasing return to

scale pada perusahaan produsen. Perdagangan internasional hanya terjadi akibat konsumen lebih menyukai ragam produk yang tinggi dalam konsumsinya. Asumsi dalam teori ini adalah masing-masing negara hanya memproduksi satu jenis barang. Suatu negara akan memproduksi barang yang memiliki tingkat permintaan tertinggi di negaranya dan mengimpor ragam barang lainnya. Perdagangan internasional yang melibatkan pertukaran produk-produk dari sektor industri yang sama disebut sebagai perdagangan intra-industri (intra-industry), sedangkan perdagangan antar-industri adalah melibatkan pertukaran produk- produk yang berbeda. Pada dasarnya perdagangan intra-industri didasari motif untuk meraih keuntungan yang bersumber dari skala ekonomis produksi. Artinya, persaingan internasional mendorong setiap perusahaan atau pabrik untuk membatasi model atau tipe produknya agar dapat mengerahkan sumberdayanya untuk menghasilkan produk yang terbatas dengan kualitas terbaik dan harga bersaing. Arti penting perdagangan intra industri semakin penting ketika tarif dan berbagai hambatan perdagangan lainnya dikurangi bahkan dihapuskan yang diawali di Kawasan Eropa tahun 1958 (Salvatore 1997).

Tidak seperti pada teori perdagangan sebelumnya yang mengasumsikan biaya transportasi antar negara adalah “nol”, maka dalam teori perdagangan baru sudah memasukkan asumsi adanya biaya transportasi dalam perdagangan antar negara. Biaya transportasi memberikan pengaruh langsung yang sangat besar terhadap perdagangan baik perdagangan domestik maupun internasional, yakni dengan meningkatkan harga atau komoditi yang diperdagangkan, baik bagi negara pengekspor maupun bagi negara pengimpor. Selain itu biaya transportasi juga memberikan pengaruh tidak langsung terhadap lokasi penyelenggaraan produksi dan pusat-pusat kegiatan industri terutama yang berskala internasional yang meliputi : pertama, industri yang berorientasi pada sumberdaya (resource oriented industries) yaitu industri yang cenderung berlokasi pada pusat sumber bahan baku yang diperlukan (industri pertambangan, industri baja, industri kimia dasar, dan industri alumunium). Industri ini umumnya memiliki biaya transportasi dalam penyediaan bahan bakunya relatif lebih tinggi dibandingkan biaya transportasi produk yang dihasilkannya ketika diantarkan ke konsumen. Kedua, industri yang

berorientasi pasar (market oriented industries) yaitu industri-industri yang menghasilkan barang lebih berat daripada bahan bakunya. Dengan kata lain biaya transportasi bahan bakunya relatif lebih rendah daripada biaya transportasi produk jadinya seperti industri minuman dan makanan. Selama proses produksi bobot produknya terus bertambah. Perusahaan induk biasanya hanya mengirimkan sirup pekat yang merupakan bahan bakunya ke cabang-cabang produksi yang tersebar di berbagai tempat yang berdekatan dengan pasar, Di tempat itulah kemudian biang sirup tadi akan dicampur dengan air dalam jumlah yang lebih banyak untuk kemudian dikemas/dibotolkan, sehingga produk jadinya yaitu minuman ringan yang sudah dikemas/dibotolkan jauh lebih berat daripada bahan bakunya yang hanya berupa biang sirup. Ketiga, industri yang bersifat lincah (footloose industries) yaitu sektor-sektor industri yang menghasilkan barang dengan biaya transportasi bahan baku dan biaya transportasi produk jadinya tidak terlalu berbeda. Industri-industri ini cenderung memiliki nilai investasi yang tinggi, cendedrung menyerap banyak tenaga kerja, dan mudah memasuki pasar mana saja dan mudah berpindah-pindah, karena tidak terikat dengan keharusan untuk dekat dengan sumber bahan baku maupun pasar, sehingga mobilitasnya relatif tinggi (Salvatore 1997).

Menurut Salvatore (2004) keberadaan biaya transportasi tidak mengubah prinsip-prinsip dasar keunggulan komparatif atau keuntungan perdagangan. Namun karena biaya transportasi merupakan suatu bentuk penghambat dalam setiap pergerakan barang dan jasa, maka unsur biaya ini mengandung implikasi-implikasinya yang sangat penting terhadap mekanisme perekonomian dunia terbuka oleh berbagai faktor atau variabel ekonomi. Pengaruh infrastruktur terhadap biaya perdagangan khususnya biaya transportasi dan volume perdagangan dapat dilihat pada Gambar 3.

Sx Negara 1

Negara 2

Ekspor 1 Impor 1 Dx Ekspor 2 Impor 2 A B D C A B C D

Gambar 3. Pengaruh Infrastruktur Terhadap Perdagangan

Berdasarkan Gambar 3 dapat dilihat bahwa buruknya kualitas infrastruktur di suatu negara yang dalam hal ini di negara pengekspor (negara 1) akan meningkatkan biaya perdagangan khususnya biaya transportasi sehingga biaya produksi secara keseluruhan meningkat sehingg a penawaran

ekspor (Sx) menurun menjadi S’x. Demikian halnya di negara pengimpor

(negara 2) karena harga barang-barang yang diimpor menjadi naik, maka

jumlah yang diimpor juga akan menurun (dari Dx menjadi D’x).

Sx Dx E1 E’1 E2 D’x E’β 100 100

Kualitas infrastruktur khususnya kualitas infrastruktur transportasi dapat memengaruhi biaya transportasi. Kualitas infrastruktur transportasi yang baik dapat mereduksi biaya transportasi perdagangan yang akan memengaruhi perdagangan dan perekonomian (Kelejian dan Robinson, 2006). Reduksi biaya transportasi akan menyebabkan harga barang-barang impor menjadi lebih murah sehingga biaya produksi barang yang menggunakan barang impor sebagai input intermediate menjadi lebih murah. Demikian juga dengan produk final, dengan biaya transportasi yang lebih murah akan menyebabkan harga produk yang diterima konsumen pun lebih murah. Barang ekspor, barang intermediate maupun barang final yang diimpor yang lebih murah akan mengakibatkan peningkatan permintaan terhadap barang-barang tersebut (perdagangan meningkat), sehingga produksi meningkat yang pada akhirnya mempu menciptakan lapangan kerja serta meningkatkan pertumbuhan ekonomi (Gambar 4).

Kualitas infrastruktur juga dapat menciptakan atau memperkuat keunggulan komparatif. Hasil studi Yeaple dan Golub (2002) menemukan bahwa perbedaan dalam kualitas infrastruktur publik antar negara dapat menjelaskan perbedaan dalam produktivitas faktor total. Selain itu, karena setiap sektor berbeda dalam bagaimana mereka menggunakan layanan intensif yang berkaitan dengan infrastruktur dan seberapa besar ketergantungan mereka pada infrastruktur yang baik, dampak kualitas infrastruktur terhadap produktivitas faktor total berbeda antar sektor. Yeaple dan Golup (2002) menemukan bahwa kualitas infrastruktur jalan tampaknya sangat penting bagi pertumbuhan produktivitas di sektor peralatan transportasi dan untuk mengkhususkan diri dalam produksi tekstil dan pakaian. Oleh karena itu, kualitas infrastruktur berdampak pada pola spesialisasi dan perdagangan internasional.

Sumber : Kelejian and Robinson (2006

Gambar 4. Keterkaitan Infrastruktur Terhadap Perekonomian 3.1.2. Kelembagaan, Biaya Transaksi dan Perdagangan

Akhir-akhir ini para ekonom seperti James Anderson dan Douglas Marcoiller (2002), James Rauch (2001), dan Alan Deardorff (2004) sepakat bahwa kualitas kelembagaan yang buruk berpengaruh terhadap perdagangan secara negatif dengan meningkatnya biaya perdagangan.

Dalam perspektif lain, ekonom melihat bahwa kualitas kelembagaan sebagai faktor yang penting bagi negara berkembang untuk memfasilitasi perdagangan internasional dan dengan cara demikian mentransfer penemuan teknologi baru dalam memacu perekonomian dan mencapai ketertinggalan

Kualitas Infrastruktur Biaya Transportasi Harga Barang Ekspor Barang Impor

Intermediate Barang Final

Peningkatan Permintaan Peningkatan Permintaan Peningkatan Permintaan

Peningkatan Produksi dan Lapangan Kerja

pertumbuhan (Barro dan Salai-Martin 1997). Perdagangan pada dasarnya mencoba untuk mendesiminasi ide dan teknologi dari negara maju ke negara berkembang. Kualitas kelembagaan memainkan peranan penting dan membantu negara berkembang untuk mengambil keunggulan dari ketertinggalan mereka dengan bergabung dengan perdagangan internasional. Lebih jauh lagi, kualitas kelembagaan yang lebih baik juga diperlukan untuk membuat struktur insentif untuk menarik investasi langsung asing dan untuk investor domestik untuk bergabung dengan kegiatan ekspor yang menguntungkan. Oleh karena itu, kualitas kelembagaan berperan sebagai penghubung antara perdagangan dan pertumbuhan. Selain itu juga dapat memfasilitasi ekspor untuk memiliki peran positif pada pertumbuhan dan dapat mempengaruhi pertumbuhan.

Kualitas kelembagaan dapat menurunkan biaya transaksi. Biaya transaksi adalah biaya yang harus ditanggung akibat adanya informasi yang tidak sempurna (imperfect information), banyak pelaku ekonomi yang berperilaku oportunistik, dan rasionalitas pelakunya terbatas (bounded rationaltity). Menurut Hoff dan Stiglitz (1993), biaya transaksi terjadi karena adanya informasi yang tidak simetris (asymetri information) yang mengakibatkan pasar tidak bersaing sempurna atau pasar mengalami kegagalan (market failure). Pada kondisi market failure tersebut, harga yang dihadapi oleh setiap pelaku dalam pasar bervariasi. Biaya transaksi meliputi biaya transportasi, pencarian, negosiasi, seleksi, koordinasi, monitoring dan pelaksanaan. Biaya transaksi pada akhirnya akan menyebabkan aktivitas ekonomi menjadi tidak efisien atau mengalami inefisiensi.

Dampak kualitas kelembagaan terhadap ekspor

Berdasarkan Redding dan Venables (2004b), persamaan ekspor dapat dielaborasi lebih jauh dengan memasukkan sisi suplai. Dari sisi suplai, keuntungan perusahaan di negara i adalah sebagai berikut.

………. (1)

Total output masing-masing perusahaan yaitu . Sisi paling kanan dari persamaan adalah biaya, dimana adalah biaya tetap, dan adalah input marjinal. Teknologi diasumsikan menjadi tipe Cob Douglas dimana terdapat 3 input yaitu (1) faktor primer immobile internasional yang diintrepetasikan dalam

tenaga kerja pada tingak harga w, (2) faktor primer mobile internasional dengan harga k, (3) input intermediet dengan harga yang dikombinasikan dalam produksi barang ekspor. Eksponen α, , dan adalah faktor dimana α + + = 1.

Dihadapkan dengan fungsi permintaan, maksimisasi profit perusahaan akan membentuk harga ( fob yaitu

………. (2)

Dimana

……… (3)

Persamaan di atas menunjukkan bahwa harga penjualan antara perusahaan pengekspor di tiap negara berbeda tergantung pada biaya transportasi. Harga fob memiliki kenaikan harga yang sama melebihi biaya marjinal. Dengan menuliskan kembali persamaan ekspor ke dalam harga fob, dimana j ≠ i, maka

………... (4)

Dimana adalah total ekspor perusahaan di negara i dan dapat dituliskan dalam dua konsep geografis akses pasar dan akses suplaier. Dengan mensubstitusikan persamaan di atas ke persamaan sebelumnya, maka nilai total ekspor adalah sebagai berikut.

……….. (5)

Dimana SA adalah akses suplaier, FMA adalah akses pasar asing, dan

. ……… (6)

Dekomposisi di atas akan membantu dalam memahami perbedaan komponen biaya dari perusahaan eksportir. Hal ini juga akan membantu melengkapi penemuan awal Redding dan Venables (2004a) yang menyatakan bahwa kualitas kelembagaan akan mempengaruhi ekspor melalui pengaruhnya dalam biaya komparatif ( ), yang mana dianalogikan dengan akses suplaier lokal. Seperti yang dapat dilihat dalam hubungan sisi suplai, kualitas kelembagaan mempengaruhi performa ekspor juga secara langsung atau melalui akses suplaier lokal. Aspek kepastian dari kelembagaan dapat mempengaruhi biaya perdagangan dan . Aspek lain dari kualitas kelembagaan dapat mempengaruhi ekspor secara ekslusif melalui sejumlah barang yang diproduksi ( ) dan implikasinya secara

tidak langsung melalui akses suplaier (Elbadawi et al. 2006). Kelembagaan juga dapat mempengaruhi ekspor secara langsung. Pengaruh langsung dapat dilihat melalui sejumlah determinan yang menunjukkan efek faktor harga , , dan atau pada produktifitas, (Elbadawi et al. 2006). Oleh karena itu kualitas kelembagaan mempengaruhi performa ekspor dalam beberapa cara yang memengaruhi kemampuan suplaier di negara eksportir. Beberapa pengaruh dapat diestimasi dengan persamaan perdagangan bilateral standar.

Model di atas memberikan jutifikasi yang bagus dalam hal bagaimana kualitas kelembagaan berdampak pada performa ekspor. Model dapat menjadi pelengkap yang bagus bagi model Anderson dan Marcouiller (2002) yang menyatakan bahwa kualias kelembagaan yang buruk berpengaruh terhadap perdagangan internasional melalui peningkatan harga impor pada sisi permintaan. 3.1.3. Perdagangan Internasional sebagai Pendorong Pertumbuhan

Ekonomi

Ahli ekonomi Klasik dan Neo Klasik percaya bahwa perdagangan internasional merupakan pendorong positif dan kuat terhadap pembangunan ekonomi. Untuk meningkatkan pembangunan perlu fokus pada kegiatan ekspor, terutama produk sektor industri yang disebut sebagai export promotion. Peningkatan ekspor membuka peluang bagi perolehan devisa yang sangat dibutuhkan untuk mengimpor barang-barang konsumsi, bahan baku dan penolong serta barang-barang kapital. Strategi ini dikenal dengan strategi kebijakan substitution import. Berdasarkan teori perdagangan, dengan melakukan perdagangan internasional dapat menimbulkan transfer knowledge yang dapat meningkatkan efisiensi dalam penggunaan input, sehingga akan mempercepat pembangunan ekonomi (Hogendorn, 1996; Cyper and Dietz, 1997) dalam Parningotan (2000).

Dunn dan Mutti (2004) menjelaskan bahwa sumberdaya sebuah negara dapat mengalami pertumbuhan misalnya angkatan kerja meningkat karena pertumbuhan penduduk, atau kapital stok fisik bertumbuh melalui net investasi. Pertumbuhan faktor ini menyebabkan kurva kemungkinan produksi bergeser ke kanan yang berarti kapasitas negara untuk berproduksi sedang naik. Pertumbuhan yang terjadi ini kemudian akan berinteraksi dengan kondisi permintaan dalam

negeri dan luar negeri menentukan efek akhir pada output, termasuk kegiatan perdagangan yaitu ekspor dan impor, dan term of trade.

Apabila semua faktor produksi negara tumbuh pada tingkat yang sama dan semua industri mengalami constant return to scale dan teknologi tidak mengalami perubahan, maka pertumbuhan kapasitas ini menyebabkan kurva kemungkinan produksi bergeser ke kanan dalam proporsi yang sama dan disebut sebagai pertumbuhan yang netral. Jika pada kondisi ini term of trade negara tidak mengalami perubahan dan elastisitas income of demand untuk kedua barang sama dengan satu, maka sebuah negara akan terus memproduksi kedua komoditi yang diperdagangkan dalam proporsi yang sama sehingga baik impor makanan dan ekspor pakaian negara tersebut akan meningkat sebanding dengan kenaikan output atau pertumbuhan ekonomi. Namun, jika permintaan negara tersebut untuk makanan (komoditi yang diimpor) meningkat lebih dari pada proporsi kenaikan income, maka ekspor dan impor negara tersebut juga akan meningkat dengan proporsi yang lebih besar dibanding proporsi kenaikan output, yang berarti pertumbuhan bias kepada perdagangan. Sebaliknya jika elastisitas income untuk makanan adalah inelastis maka pertumbuhan ekonomi dikatakan tidak memberikan pengaruh yang kuat pada pertumbuhan perdagangan (Zhang, 2008; Dunn dan Mutti, 2004). Pertumbuhan ekonomi yang tercipta tidak selamanya memberikan dampak menguntungkan bagi sebuah negara. Feenstra (2002) dan juga Dunn dan Mutti (2004) menjelaskan kasus di mana pertumbuhan ekonomi yang terjadi tidak memberikan keadaan better off bagi negara melainkan keadaan worse off. Hal ini disebabkan karena terjadi penurunan dalam term of trade negara tersebut. Pertumbuhan ekonomi yang terjadi mendorong adanya peningkatan ekspor yang mana peningkatan ekspor tersebut mampu mendorong penurunan dalam term of trade sehingga penurunan harga ini menyebabkan penurunan dalam konsumsi yang menunjukkan bahwa masyarakat mengalami worse off dibanding keadaan sebelumnya. Kondisi ini disebut sebagai "pertumbuhan immiserizing" dan sering terjadi pada negara-negara berkembang yang mengekspor produk-produk primer dan mengimpor produk-produk manufaktur dari negara-negara industri maju. Berbagai bukti empiris dijelaskan para peneliti tentang hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan perdagangan

internasional. Parningtan (2000) menjelaskan bahwa jenis dan jumlah komoditi ekspor dapat ditingkatkan berarti penurunan ekspor dalam produk primer akan dapat diantisipasi. Hal ini menunjukkan adanya keuntungan dinamis yang dapat dicapai di mana keuntungan tersebut akan mendorong terciptanya inovasi yang dapat meningkatkan skala ekonomi (economies of scale) yang akhirnya dapat meningkatkan pertumbuhan dan kinerja makroekonomi. Hal ini menjelaskan bahwa dengan berbagai metode yang digunakan oleh para peneliti disetiap negara