• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penelitian tahap II diawali dengan uji promoter β-aktin yang dilakukan dengan menginjeksikan secara intramuscular plasmid pAct-GFP (Hidayani 2009) ke juvenil ikan mas ukuran 10-15 g/ekor. Konsentrasi DNA plasmid yang

29 diinjeksikan adalah 12,5 µg/100µL fosfat buffer salin (PBS). Total RNA diekstraksi dari otot tempat injeksi, insang, limpa dan ginjal ikan mas yang diinjeksi dengan pAct-GFP pada saat 24 jam pasca injeksi (hari pertama) dan 1 minggu pasca injeksi. Sementara itu untuk uji vaksin DNA pAct-GP25, total RNA diekstraksi dari jaringan/organ yang sama dengan pada pAct-GFP, tetapi dilakukan pada 24 jam, 2 minggu dan hari 4 minggu setelah injeksi. Ekstraksi RNA dilakukan menggunakan Isogen (Nippon Gen, Japan). Sintesis cDNA dilakukan dengan menggunakan kit Ready-To-Go You-Prime First-Strand Beads (Amersham Pharmacia Biotech, USA). Masing-masing dosis disuntikkan ke 10 ekor ikan dan selanjutnya ikan dipelihara pada tiga akuarium yang berbeda.

a. Isolasi RNA

Ikan yang telah divaksinasi diperiksa kandungan RNA-nya pada bagian bekas suntikan. Bagian bekas suntikan tersebut dipotong dengan skalpel steril, dikeluarkan secara aseptis dan langsung dimasukkan ke dalam tabung mikro

yang telah berisi 200 µl ISOGEN yang disimpan on-ice. Untuk meminimalkan pengaruh RNase, semua alat dan bahan isolasi RNA diperlakukan dengan air yang mengandung dietylpyrocarbonate (DEPC). Sebelumnya alat-alat yang akan digunakan dalam isolasi telah disterilisasi pada suhu 123oC selama 15 menit. Jaringan bekas suntikan digerus sampai hancur dengan menggunakan grinder, setelah hancur lalu ditambahkan ISOGEN sampai volume akhir 800 µl dan disimpan pada suhu ruang selama 5 menit agar terlisis sempurna. Setelah

itu ditambahkan 200 µl kloroform, divorteks selama 15 detik pada kecepatan sedang, lalu disimpan pada suhu ruang selama 2-3 menit. Selanjutnya tabung mikro disentrifugasi pada 12000 rpm, pada suhu ruang selama 5 menit. Supernatan yang terbentuk dimasukkan ke dalam tabung mikro yang telah berisi

400 µl isopropanol, dihomogenasi menggunakan vorteks pelan sampai homogen

dan selanjutnya disimpan pada suhu ruang selama 5-10 menit. Tabung disentrifugasi pada 12000 rpm, suhu 4oC selama 15 menit. Supernatan dibuang, lalu ditambahkan 1 ml etanol 70% dingin dan disentrifugasi pada 12000 rpm, suhu 4oC selama 15 menit. Supernatan dibuang, lalu dikering udarakan. Setelah

kering ditambahkan DEPC sebanyak 50 µl. Konsentrasi RNA total hasil isolasi diukur menggunakan alat pengukur konsentrasi RNA/DNA (merek Gene-Quant). Absorbansi diukur pada panjang gelombang 260 dan 280 nm.

30

b. Sintesis cDNA dan Amplifikasi PCR

Konsentrasi RNA dibuat 3 mikrogram dalam 30 µl DEPC, kemudian

dihomogenasi menggunakan vorteks dengan kecepatan rendah. Sebelumnya telah disiapkan inkubator dengan suhu 65oC, lalu tabung mikro dimasukkan ke dalam inkubator selama 10 menit. Selanjutnya tabung mikro dimasukkan ke dalam es selama 2 menit. Kemudian RNA dimasukkan ke dalam tabung ” First Strand Reaction Mix Beads” (white tube) yang telah berisi 2 butir bola putih.

Kemudian ditambahkan 3 µl primer ”dT3`RACE-VECT” (5`-

GTAATACGAATAACTATAGGGCACGCGTGG-

TCGACGGCCCGGGCTGGTTTTTTTTTTTTTTTTT-3`) dengan konsentrasi 1

µg/3 µl lalu dibiarkan selama 1 menit, setelah itu dihomogenasi menggunakan

vorteks dengan kecepatan rendah. Tabung mikro dimasukkan ke dalam inkubator dengan suhu 37oC, diinkubasi selama 1 jam. Hasil sintesis cDNA

ditambahkan 50 µl SDW steril.

Dalam proses amplifikasi PCR untuk cDNA gen GP25 digunakan primer GP. Satu mikrogram cDNA digunakan sebagai sampel untuk PCR, kemudian

dicampur dengan 1 µl primer forward maupun reverse (10 pmol/ µl), 1 µl dNTP, 1 µl Ex Taq buffer, 0.05 µl Ex Taq polymerase (TAKARA, Shiga, Jepang)

kemudian ditambahkan SDW sampai volume akhir menjadi 10 µl. Proses

polimerisasi dijalankan pada mesin PCR pada suhu 95oC selama 7 menit sebanyak 1 siklus; (95oC selama 30 detik; 62oC selama 30 detik; 72oC selama 1 menit) sebanyak 35 siklus; 72oC selama 5 menit sebanyak 1 siklus; dan 4oC (tak hingga). Hasil PCR dielektroforesis di agarose 0,7 % untuk melihat ada tidaknya gen GP25 yang teramplifikasi

Tahap III: Uji Tantang Skala Laboratorium

Uji tantang dilakukan dalam dua tahap. Uji tantang tahap I dilakukan pada bulan Desember 2008 sampai Februari 2009, sedangkan uji tantang tahap II dilakukan pada pertengahan bulan November sampai bulan Desember 2009. Ikan terlebih dahulu dibius dengan minyak cengkeh House Brand (PD.Eltra Raya Perkasa, Tangerang) dosis 0,04 ppt sebelum divaksinasi, diambil darahnya maupun diuji tantang dengan virus.

31

Preparasi Virus

Sebanyak 1 gram insang yang terinfeksi KHV digerus kemudian disuspensikan dengan 9 ml larutan PBS. Suspensi insang ini disentrifugasi dengan kecepatan 5000 rpm selama 30 menit pada suhu 4 oC. Supernatan yang dihasilkan diambil dan disaring dengan kertas milipore 0,45 µm. Supernatan ini diencerkan 1000 kali dengan PBS (1:1000).

Uji Tantang Tahap I

Ikan uji yang digunakan adalah ikan mas strain wildan dari daerah Cianjur. Ikan yang berukuran 10-15 gram tersebut diadaptasikan selama dua minggu sebelum perlakuan. Jumlah ikan yang digunakan sebanyak 60 ekor per perlakuan. Ikan dibagi menjadi dua kelompok, masing-masing kelompok sebanyak 30 ekor. Kelompok ikan pertama digunakan untuk pengamatan haematologi dan kelompok ikan kedua digunakan untuk pengamatan RPS. Perlakuan yang diberikan adalah vaksinasi dengan dosis 2,5 µg/100 µl, 7,5

µg/100 µl dan 12,5 µg/100 µl serta kontrol negatif (ikan tidak divaksinasi dan tidak diuji tantang) dan kontrol positif (ikan tidak divaksinasi dan diuji tantang). Selama masa adaptasi maupun perlakuan ikan diberi pakan berupa pelet sebanyak 2 kali sehari yaitu pagi dan sore.

Vaksinasi dilakukan selama 42 hari dan setelah itu ikan diuji tantang dengan virus KHV. Pengambilan dan pemeriksaan sampel darah dilakukan setiap minggu sampai satu bulan setelah uji tantang.

a. Pengamatan RPS (Relative Percent Survival)

Setelah diuji tantang maka mortalitas ikan dicatat setiap hari. Persentase mortalitas dideterminasi dari masing-masing perlakuan dan kelangsungan hidup relatif dihitung untuk masing-masing perlakuan vaksinasi dan dibandingkan dengan kontrol (Johnson et al. 1982 dalam Leong, 1986; Ellis 1988; Corbeil et al. 1999). Perhitungan dilakukan dengan rumus:

RPS = (1 - Mn )X 100 M0 Dimana:

RPS = relative percentage survival / tingkat kelangsungan hidup relatif Mn = % mortalitas ikan perlakuan ke-n

32

b. Pengambilan Sampel Darah

Pengambilan darah dilakukan setiap satu minggu sekali yang dimulai satu minggu setelah vaksinasi. Setiap sampling dilakukan pengambilan 3 ekor ikan untuk masing-masing perlakuan. Pengambilan sampel darah dilakukan dengan menggunakan spuit pada vena caudalis yang telah dibasahi dengan antikoagulan Na-sitrat 3,8 % untuk mencegah pembekuan darah. Darah yang telah terambil diberi antikoagulan dengan perbandingan 1:4 dengan jumlah darah yang diambil. Selanjutnya dilakukan pengamatan jumlah lekosit total, diferensial leukosit dan indeks fagositik.

c. Penghitungan Jumlah Leukosit Total

Penghitungan leukosit total dilakukan dengan cara mengencerkan darah terlebih dahulu dengan menggunakan larutan Turk’s. Penambahan larutan Turk’s yang bersifat asam akan menyebabkan sel darah mengalami lisis sehingga yang tertinggal hanya sel darah putih saja. Pencampuran dilakukan di dalam pipet pencampur berskala maksimum 11. Pipet ini berisi bulir berwarna putih yang berfungsi sebagai pengaduk. Untuk menghitung sel darah putih, darah dihisap dengan pipet pencampur sampai skala 0,5 dan selanjutnya ditambah dengan larutan Turk’s. Pipet digoyang membentuk angka delapan selama 3-5 menit sehingga darah tercampur rata.

Sebelum dilakukan penghitungan, dua tetes pertama dari campuran tersebut dibuang dan selanjutnya diteteskan pada haemacytometer tipe Neubauer dan ditutup dengan gelas penutup. Jumlah sel darah putih dihitung dengan bantuan mikroskop pada pembesaran 400 kali. Penghitungan dilakukan pada 5 kotak besar haemacytometer dengan rumus sebagai berikut (Nabib & Pasaribu 1989)

Σ leukosit = rataan Σ sel terhitung x ____1___________ x pengenceran Volume kotak besar

d. Aktivitas Fagositosis

Penghitungan indeks fagositosis dilakukan menurut Anderson dan Siwicki (1993), yaitu dengan memasukkan sampel darah dari ikan sampel ke

dalam mikrotiter plate sebanyak 50 µl dan ditambahkan suspensi

33

homogen dan diinkubasi selama 20 menit. Campuran darah dan bakteri diambil

sebanyak 5 µl, dibuat sediaan ulas dan dikeringudarakan. Ulasan darah

tersebut diwarnai dengan pewarna Giemsa selama 15 menit dan dicuci dengan air mengalir dan berikutnya dikeringkan dengan kertas tissue. Aktivitas fagositosis dihitung berdasarkan persentase sel yang menunjukkan proses fagositosis dari 100 jumlah sel yang dihitung.

Uji Tantang Tahap II

Ikan uji yang digunakan adalah ikan mas strain wildan dari daerah Cianjur. Ikan yang berukuran 10-15 gram tersebut diadaptasikan selama dua minggu sebelum perlakuan. Perlakuan yang diberikan adalah vaksinasi dengan dosis 2,5 µg/100 µl, 7,5 µg/100 µl dan 12,5 µg/100 µl serta kontrol negatif (ikan tidak divaksinasi dan tidak diuji tantang dan kontrol positif (ikan tidak divaksinasi dan diuji tantang). Tiap-tiap perlakuan dirancang dengan tiga kali ulangan. Selama masa adaptasi maupun perlakuan ikan diberi pakan berupa pelet sebanyak 2 kali sehari yaitu pagi dan sore. Vaksinasi dilakukan selama 28 hari dan setelah itu ikan diuji tantang dengan virus KHV. Gejala klinis diamati secara visual.

Uji Keamanan Vaksin

Bersamaan dengan uji tantang tahap kedua ini dilakukan vaksinasi ikan dengan vaksin DNA untuk melihat keamanan vaksin terhadap ikan yang divaksinasi. Keamanan vaksin dapat dibuktikan dengan membuat sayatan tipis jaringan ikan yang divaksinasi dan diamati secara mikroskopis (KinKelin 1988).

Uji keamanan vaksin dilakukan dengan menyuntik 10 ekor ikan mas berukuran 10-15 gram dengan vaksin DNA dengan dosis 12,5 µg per ekor. Ikan tersebut dipelihara dalam akuarium beraerasi dan diberi pakan pellet sebanyak dua kali per hari. Ikan ini diamati dan dicatat kelangsungan hidupnya. Untuk melihat kelainan jaringan atau organ secara mikroskopik dilakukan melalui pembuatan preparat jaringan. Preparat dibuat dari jaringan otot yang menjadi tempat penyuntikan vaksin, insang, limpa dan ginjal. Selanjutnya potongan jaringan diproses lebih lanjut untuk dibuat preparat dan diwarnai (Lampiran 5).

34

Analisis Data

Data yang diperoleh dari penelitian ini dianalisis secara deskriptif yang disajikan dalam bentuk tabel, grafik dan gambar. Untuk membedakan efektivitas dosis yang dikaitkan dengan penghitungan nilai RPS dianalisis dengan ANOVA dan diuji lanjut dengan uji BNT (beda nyata terkecil).

35

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tahap I: Pembuatan Konstruksi Vaksin Isolasi DNA Glikoprotein Koi Herpers Virus

Hasil yang diperoleh dari tahap pertama penelitian ini adalah fragmen DNA GP25 yang diisolasi dari isolat KHV lokal koleksi Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar (BRPBAT Bogor) yang berukuran 1,8 kbp (Gambar 5a) dan fragmen DNA yang siap dipurifikasi (Gambar 5b) dan yang telah dipurifikasi (Gambar 5c).

Gambar 5. Fragmen DNA GP25 yang diisolasi dari insang yang diduga kuat terinfeksi virus KHV (a); Fragmen GP25 KHV yang siap dipurifikasi (b); Fragmen DNA GP25 yang telah dipurifikasi (c) yang divisualisasikan di agarose dengan konsentrasi 0,7% dengan M adalah marker DNA (2- log ladder, Biolabs, England)

Fragmen DNA GP25 yang telah dipurifikasi tersebut siap diligasikan dengan vektor pGEMT-Easy (pT-Easy) sehingga terbentuk pT-GP25 (Lampiran 1). Konstruksi baru yang terbentuk ini siap diintroduksikan ke bakteri E.coli DH5-α melalui proses transformasi.

Transformasi pada E.coli Kompeten

Hasil transformasi berupa koloni bakteri yang berwarna biru dan putih. Koloni biru adalah koloni yang membawa plasmid pT-Easy tanpa sisipan gen

a )

b ) c )

1,8 kb p

1,8 kb p

36

glikoprotein. Koloni putih adalah koloni yang membawa plasmid pT-Easy dengan sisipan gen glikoprotein (Gambar 6).

Gambar 6. Hasil transformasi bakteri E.coli DH5α berupa koloni biru (b) dan koloni putih (p).

Plasmid pT-Easy adalah plasmid yang mudah digunakan sebagai vektor kloning. Plasmid ini berukuran 3 kb dan mengandung penanda seleksi warna koloni yaitu warna biru untuk klon yang tidak membawa sisipan gen asing dan warna putih untuk klon yang membawa sisipan gen asing.

Plasmid pT-Easy ini mengandung gen lacZ yang menyandi β-galaktosidase yang akan mengubah molekul 5-bromo-4-chloroindolyl-β-galactisidase (X-gal) yang ada di media dari tidak berwarna menjadi molekul yang berwarna biru. Gen lacZ ini diinduksi oleh IPTG (isopropylthiogalactoside). Apabila gen lacZ tersisipi oleh molekul DNA lain, maka lacZ tidak dapat diekspresikan. Sel yang mengandung plasmid ini tidak dapat mengubah X-gal menjadi berwarna biru. Dengan menambahkan IPTG dan X-gal pada media yang telah mengandung ampisilin, maka dapat dilakukan seleksi yaitu sel yang mengandung plasmid dan mempunyai sisipan pada daerah lacZ serta sel yang mengandung plasmid dan tidak mengandung sisipan pada daerah lacZ.

Koloni yang berwarna biru mengandung plasmid yang tidak tersisipi gen GP25. Koloni yang berwarna putih mengandung sisipan gen GP25 pada situs SalI. Koloni yang berwarna putih inilah yang selanjutnya diverifikasi lebih lanjut dengan

37

metode cracking yaitu dipecah selnya sehingga plasmid utuhnya dapat divisualisasikan di agarose 0,7% (Gambar 7).

Gambar 7. Fragmen DNA GP25 yang diverifikasi dengan metode cracking, tanda panah ( ) menunjukkan plasmid yang berukuran lebih besar daripada marker yaitu koloni biru (tanda + ).

Plasmid yang berukuran lebih besar daripada marker tersebut adalah plasmid pT-Easy yang telah tersisipi gen asing. Plasmid marker koloni biru adalah pT-Easy yang mengalami self-ligation atau tersambung dengan ujung plasmidnya sendiri sehingga ukuran plasmidnya tetap 3 kbp. Plasmid yang berukuran lebih besar berarti mengandung sisipan gen asing. Plasmid yang telah diverifikasi menggunakan PCR dengan primer F-GP dan R-GP menghasilkan fragmen DNA yang berukuran 1,8 kbp (Gambar 8). Hasil ini mengkonfirmasi koloni putih hasil transformasi ini memang membawa plasmid pT-GP25.

Gambar 8. Fragmen DNA hasil verifikasi dengan menggunakan PCR. Tanda ( ) menunjukkan fragmen GP25 yang tersisip di pT-GP25 Koloni bakteri transforman yang berwarna putih teramplifikasi menghasilkan fragmen DNA berukuran 1,8 kbp. Hal ini menunjukkan bahwa bakteri transforman tersebut mengandung plasmid yang tersisipi gen GP25. Bakteri transforman yang sudah diverifikasi dengan PCR tersebut selanjutnya disekuensing sehingga menghasilkan urut-urutan basa nitrogen (Gambar 9). Sekuen GP25 diawali dengan start codon (ATG) yang terdapat pada primer F-GP25 dan diakhiri dengan stop codon (TAA) yang terdapat pada primer R-GP.

1,8 kb p 2 kb p

38

Gambar 9. Hasil pengurutan sekuen GP25. Huruf miring di awal urutan nukleotida adalah primer forward (F-GP), sedangkan huruf miring di akhir adalah urutan primer reverse (R-GP).

Urutan nukleotida hasil sekuensing yang dianalisis dengan software Genetix Version 7 menghasilkan kesejajaran GP25 virus KHV asal Jepang, Amerika Serikat dan Israel (Gambar 10).

Gambar 10. Hasil penyejajaran (allignment) parsial GP25 asal Indonesia dengan GP25 KHV asal Israel, Jepang dan Amerika Serikat

Berdasarkan hasil analisis kemiripan (similarity) dengan menggunakan software BLAST 2.0 with gaps (WU-Blast 2; www.ebi.ac.uk) diketahui bahwa GP25 dari virus KHV asal Indonesia memiliki kemiripan yang tinggi (99%) dengan GP25 KHV asal Jepang, Amerika Serikat dan Israel (Gambar 11). Hanya ada tiga data (tiga isolat) di Bank Gen yang berkaitan dengan virus KHV. Perbedaan sekuen terletak pada urutan basa ke 69-71 dan 1630-1650. Ada perbedaan tiga basa dan sekitar 20 basa yang ada di GP25 KHV asal Indonesia yang tidak ada pada GP25 KHV asal ketiga negara yang lain. Selain itu ada juga sedikit perbedaan dimana ada basa nitrogen yang terdapat ketiga GP25 dari KHV asal Jepang, Amerika Serikat dan Israel, tetapi tidak terdapat pada GP25 asal Indonesia. Perbedaan ini akan menjadi kekhasan dari isolat KHV asal Indonesia yang membedakan dengan ketiga isolat asal negara lain.

39

Gambar 11. Hasil analisis kemiripan gen GP25 virus KHV asal Indonesia dengan virus KHV asal Jepang (strain TUMST1), Amerika Serikat ( strain KHV- U), dan virus KHV asal Israel (strain KHV-I). Persentase kemiripan ditunjukkan oleh kolom Identity.

Pembuatan Konstruksi Vaksin DNA

Vektor dasar yang digunakan untuk ekspresi gen GP25 (gen imunogenik) adalah pActD6 (Alimuddin et al. 2005). Plasmid pAct yang mengandung gen ∆6- desaturase- like (D6) ini terlebih dahulu harus dieleminasi gen D6-nya melalui proses digesti menggunakan enzim SalI sehingga dihasilkan dua fragmen yaitu pAct dan D6 (Gambar 12). Plasmid pAct yang berbentuk linier ini siap untuk diligasikan dengan fragmen GP25. GP25 merupakan hasil digesti pTGP25 menggunakan enzim SalI sehingga terbentuk dua fragmen yaitu pT-Easy dan GP25 (Gambar 13).

Gambar 12. Hasil digesti pActD6 dengan enzim SalI menjadi pAct dan D6, pAct ini akan menjadi tulang punggung (backbone) pembuatan konstruksi pAct-GP25

Gambar 13. Hasil digesti pT-GP25 dengan enzim SalI menjadi pT-Easy dan gen glikoprotein (GP25); dimana D adalah fragmen hasil digesti sedangkan K adalah kontrol plasmid yang tidak didigesti.

40

Setelah pAct diligasi dengan gen GP25 dihasilkan plasmid pAct-GP25 dengan ukuran sekitar 8,8 kbp. Hasil pembuatan konstruksi vaksin DNA melalui transformasi berupa koloni yang berwarna putih. Koloni bakteri transforman yang telah diverifikasi dengan menggunakan metode cracking (seperti verifikasi pada transformasi pertama yang menggunakan plasmid pT-Easy) menghasilkan plasmid DNA yang dapat diseleksi untuk diuji lanjut (Gambar 14).

Gambar 14. Hasil verifikasi dengan metode cracking terhadap hasil transformasi tahap kedua yang menggunakan plasmid pAct. Tanda panah ( ) menunjukkan klon bakteri yang dipilih untuk diuji lanjut; tanda positif (+) menunjukkan marker yang berasal dari koloni biru.

Kandidat koloni yang memenuhi syarat (tanda panah) yang telah diverifikasi dengan metode PCR menggunakan sepasang primer F-GP dan R-GP menghasilkan produk PCR sebesar 1,8 kbp (Gambar 15). Situs restriksi yang digunakan hanya satu jenis sehingga arah ligasi memiliki dua macam kemungkinan. Kemungkinan arah ligasi tersebut adalah start codon terligasi dengan promoter atau start codon terligasi dengan bagian terminator (poly A), begitu juga sebaliknya dengan stop codon. Plasmid yang telah diuji orientasi dengan primer F-GP an R-T7 menghasilkan fragmen DNA yang berukuran 2,1 kbp, yaitu pada koloni nomor 6, 17 dan 20 (Gambar 16).

41

Gambar 15. Hasil verifikasi plasmid dengan metode PCR menggunakan primer F-GP dan R-GP. Tanda ( ) menunjukkan fragmen GP25 yang tersisip dip Act-GP25.

Gambar 16. Terdapat 3 klon bakteri transforman yang memiliki orientasi ligasi yang benar yang ditunjukkan dengan adanya fragmen berukuran 2,1 kbp Orientasi ligasi yang benar akan menyambungkan promoter dengan start codon dan terminator/polyA bovine growth hormone dengan terminator (stop codon) (Gambar 17). Situs restriksi dalam peta tersebut sangat berguna dalam pembuatan konstruksi DNA vaksin baru dengan gen yang berbeda.

Gambar 17. Peta plasmid pAct-GP25. Act=promoter aktin; GP25=glikoprotein ORF 25; BGH=poly-A dari bovine growth hormone; E= Eco RI; S= Sal I; dan X= Xho I.

1,8 kb p 2 2,1 kb p (1,8 G P

42

Gambar 18. Perbandingan ukuran fragmen pT-GP yang berukuran 5,8 kb (3 kbp pT-Easy+1,8 kbp GP25) dan pAct-GP25 yang berukuran 8,8 kbp (3 kbp pBlueScript+3,7mBA+1,8 GP+0.3 BGH). M adalah marker DNA. Plasmid pAct-GP25 inilah yang dijadikan vaksin DNA untuk mencegah penyakit yang diakibatkan oleh virus KHV pada ikan mas maupun koi. Aktivitas plasmid sebagai vaksin ini perlu dibuktikan terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai vaksin.

Gen glikoprotein yang merupakan bahan aktif dari vaksin DNA ini berukuran 1,8 kbp atau tepatnya 1824 bp. Ukuran protein yang ditranslasi oleh sekuen gen ini setara dengan 66,94 kDa (1 bp = 36,7 Da). Imunogenisitas suatu antigen ditentukan oleh ukuran molekulnya. Vaksin DNA untuk lymphocystis disease virus (LCDV) pada ikan flounder mengandung bahan aktif gen imunogenik berukuran 800 bp atau setara dengan 29,36 kDa (Zheng et al. 2006). Bahan aktif ini terbukti imunogenik walaupun ukuran molekulnya lebih kecil dari bahan aktif vaksin DNA untuk KHV. Vaksin DNA KHV memiliki peluang dari sisi imunogenisitasnya. Imunogenisitas tidak semata-mata ditentukan oleh ukuran molekulnya akan tetapi juga ditentukan oleh faktor virulen. Faktor virulen adalah faktor yang bertanggung jawab terhadap sifat sakit. Tidak semua faktor virulen bersifat imunogenik. Oleh karena itu untuk membuktikan imunogenisitas dari antigen perlu dibuktikan lebih lanjut.

Tahap II: Uji Ekspresi

Efektivitas vaksin DNA dapat dilihat dari aktivitas promoternya. Aktivitas promoter β-aktin dapat dilihat dari kemampuannya dalam mengekspresikan gen yang dibawa serta dalam konstruksinya. Dalam penelitian ini uji aktivitas promoter dilakukan dalam mengekspresikan gen GFP (green fluorescent protein) dan GP25.

Ekspresi gen GFP dengan level relatif tinggi terdeteksi pada semua jaringan yang dianalisis, yaitu ginjal (G), insang (I), limpa (L) dan otot (O) pada jam ke-24

p Ac t-G P25 (8,8 kb p )

p TG P (5,8 kb p ) p T-G P25 (5,8 kb p )

43

(Gambar 19 A). Hal ini menunjukkan bahwa promoter β-aktin ikan medaka Jepang dapat aktif pada ikan mas. Ekspresi gen GFP masih terdeteksi seminggu setelah injeksi dilakukan (Gambar 19 B), meskipun tingkat ekspresinya lebih rendah dibandingkan dengan pada jam ke-24. Hal ini menunjukkan bahwa pAct-GFP dapat bertahan dan promoter β-aktin ikan medaka Jepang aktif pada otot, insang dan ginjal sampai seminggu setelah injeksi.

Gambar 19. Ekspresi gen GFP pada ginjal (G), insang (I), limpa (L), dan otot (O) ikan mas pada jam ke-24 (A) dan seminggu (B) setelah injeksi dengan pAct-GFP. Ekspresi gen β-aktin sebagai kontrol internal terdeteksi pada semua jaringan (C). K+: kontrol positif plasmid pAct-GFP, K-: kontrol negatif tanpa cetakan DNA.

Gambar 20.Ekspresi gen GP25 pada otot yang tidak diinjeksi (O-) dan otot yang diinjeksi (O+), insang (I), limpa (L) dan ginjal (G) pada hari keempat belas (setelah dua minggu) setelah injeksi. Ekspresi gen β-aktin sebagai kontrol internal terdeteksi pada semua jaringan dengan level yang relatif sama (C). Angka di sebelah kanan gambar merupakan ukuran DNA produk PCR.

Selanjutnya, hasil analisis RT-PCR pada ikan mas yang telah diinjeksi dengan pAct-GP25 menunjukkan bahwa ekspresi gen GP25 dapat terdeteksi setelah 14 hari injeksi pada semua jaringan yang diamati. Hal ini sejalan dengan sifat promoter β-aktin yang dapat aktif pada semua jaringan; bersifat ubiquitos (Volkaert et al. 1994). Perbedaan tingkat ekspresi antara gen GFP dan GP25

0,5 kb p 0,5 kb p 0,2 kb p 1,8 kb p 0,2 kb p

44

diduga berhubungan dengan sensitivitas primer untuk melekat pada cDNA cetakan dan ukuran fragmen DNA target PCR. Secara umum, target produk PCR yang berukuran lebih kecil akan lebih mudah diamplifikasi dibandingkan dengan DNA yang lebih besar. Panjang DNA target PCR dengan primer GP25 sekitar 1,8 kbp, sementara gen GFP sekitar 0,6 kbp.

Hasil ekspresi gen tersebut menunjukkan bahwa promoter β-aktin bersifat aktif. Promoter ini dapat mengekspresikan gen GFP dan gen GP25. Ekspresi gen dari vaksin DNA dalam waktu singkat (short-term expression) sudah cukup untuk membangkitkan respons imun. Respons imun dimulai oleh sel-sel APC (antigen presenting cells) yaitu sel-sel dendrit maupun makrofag setelah vaksinasi dengan

Dokumen terkait