• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi penggunaan lemak terproteksi dalam ransum sapi laktasi terhadap produksi susu sapi dan proporsi asam lemak tidak jenuh

Dalam dokumen Upaya peningkatan asam lemak tidak jenuh (Halaman 128-141)

susu sapi perah

Materi yang digunakan pada tahap ini adalah 8 ekor sapi perah laktasi milik UPTD Dinas Pertanian Propinsi DIY, rumput raja, konsentrat produksi koperasi Warga Mulya, lemak terproteksi, reagen untuk analisis proksimat (bahan kering, bahan organik, protein kasar, lemak kasar dan serat kasar), reagen untuk analisis komposisi susu (lemak, protein, laktosa) serta reagen untuk analisa profil asam lemak susu dan plasma darah. Berdasarkan pada pertimbangan status laktasi dan bobot badan, ternak dibagi dalam dua kelompok sebanyak masing-masing 4 ekor per kelompok. Kelompok pertama adalah kelompok kontrol yang mendapat pakan konsentrat tetapi tanpa suplementasi lemak terproteksi dan kelompok kedua adalah kelompok perlakuan yang

103 menerima pakan konsentrat dengan suplementasi lemak terproteksi sebanyak 10% dari jumlah konsentrat. Sapi-sapi percobaan diberikan ransum basal berupa hijauan rumput raja dan konsentrat sebanyak 6 kg per ekor per hari sesuai program pemberian pakan yang dilakukan oleh pihak UPTD. Lemak terproteksi dibuat dari campuran susu skim afkir dan minyak sawit mentah dengan perbandingan 3:1 kemudian disemprot dengan formaldehide dengan kadar 1,5%.

Rancangan percobaannya adalah simple cross-over design dan masing-masing berlangsung selama 4 minggu per periode, 3 minggu adaptasi dan 1 minggu koleksi. Sampel pakan, sisa pakan dan feces diambil setiap hari sebanyak 250 g dan dikomposit per sapi per periode, sampel susu diambil pada pemerahan pagi dan sore hari sebanyak 200 ml dan disimpan dalam freezer untuk analisis selanjutnya. Sampel darah diambil pada hari terakhir periode koleksi pada 1 jam sebelum makan dan 4 jam setelah pemberian pakan pagi. Sampel darah kemudian disentrifuse selama 15 menit pada kecepatan putaran 3000 rpm untuk diambil plasmanya dan disimpan dalam freezer untuk analisis profil asam lemak darah.

Pengamatan dilakukan pada produksi dan komposisi susu, konsumsi dan kecernaan nutrien (bahan kering, bahan organik, lemak kasar, protein kasar, serat kasar), serta profil asam lemak plasma darah dan profil asam lemak susu. Untuk sampel pakan, sisa pakan dan feces penentuan bahan kering, bahan organik dan serat kasar menggunakan metode AOAC, lemak kasar mengggunakan metode Soxhlet, protein kasar menggunakan metode Kjeldahl. Profil asam lemak susu dan plasma darah dianalisis menggunakan gas kromatografi, lemak susu dianalisis dengan metode Babcock, laktosa susu diuji menurut Sudarmadji et al. (1984), dan protein susu dianalisis dengan metode

104 Lowry. Data konsumsi pakan, kecernaan pakan, produksi susu, komposisi susu dan profil asam lemak yang diperoleh dianalisis variansi dengan rancangan beralih (Cross-Over Design) (Gaspersz, 1991).

Hasil dan Pembahasan

Tahap 1. Evaluasi proteksi lemak dalam rumen secara in vitro.

Pada uji kecernaan in vitro, hasil penyabunan menunjukkan kecernaan bahan kering maupun bahan organik lebih rendah, baik pada tingkat 1 (pencernaan rumen) maupun pada tingkat 2 (pencernaan pasca rumen) dibandingkan proteksi menggunakan kapsulasi protein formaldehid . Dari hasil ini dapat dikatakan bahwa proteksi dengan penyabunan memberikan daya proteksi yang kuat sehingga pada pencernaan pasca rumen tetap rendah tingkat degradasinya. Kecernaan in vitro bahan kering dan bahan organik lemak terproteksi dengan kadar formaldehid atau kadar CaCl2 yang berbeda menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata baik pada pencernaan rumen maupun pasca rumen.

Perbedaan metode proteksi tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar asam lemak bebas pada tingkat 1 (rumen) tetapi memberikan pengaruh yang sangat nyata pada tingkat 2 (di pasca rumen). Pada tingkat 2, pada metode penyabunan, perbedaan kadar formaldehid memberikan perbedaan nyata terhadap kadar asam lemak bebas. Perbedaan metode proteksi memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap angka yod, baik pada tingkat 1 maupun pada tingkat 2.

Metode proteksi kapsulasi formaldehid dilakukan uji tambahan yaitu uji kecernaan protein berdasar metode kecernaan in vitro Tilley dan Terry dan uji tingkat degradasi protein menurut metode Lowry. Dari hasil uji diperoleh bahwa

105 protein terproteksi sempurna pada pencernaan rumen, hal ini dapat dikatakan semua protein membentuk ikatan silang yang stabil yang tidak terdegradasi pada pencernaan rumen (tingkat 1). Kadar formaldehid 1,5% memberikan hasil kecernaan protein pada tingkat 2 yang paling besar.

Pada uji kecernaan in sacco, nilai DT dari semua kelompok perlakuan mempunyai nilai yang tinggi (>70%). Perbedaan kadar formaldehid memberikan nilai DT yang berbeda, dengan nilai tertinggi pada kadar formaldehid 0,5% dan terendah pada kadar formaldehid 2,0%. Kadar formaldehid 1,5% memberikan nilai a yang lebih rendah dari kadar 2,0% tetapi mempunyai nilai b dan c yang sama dengan kadar 2,0%.

Tahap II. Evaluasi penggunaan lemak terproteksi terhadap parameter fermentasi rumen, profil asam lemak digesta duodenum dan profil asam lemak plasma darah.

Parameter fermentasi rumen yang berupa pH, kadar VFA dan kadar NH3 saat sapi diberi pakan lemak terproteksi tidak mengalami perubahan. Hal ini bisa diartikan bahwa pemberian suplemen lemak terproteksi tidak mempengaruhi proses degradasi dan fermentasi di dalam rumen sehingga nilai pH, VFA maupun NH3 tidak berbeda bila dibandingkan dengan nilai pH, VFA maupun NH3 saat sapi tidak diberi suplemen protein lemak terproteksi. Jumlah VFA dan kinetikanya dalam rumen dapat mengindikasikan jumlah energi yang tersedia untuk ternak dan juga dikaitkan dengan aktivitas mikrobia rumen (Van Soest, 1994). Dengan tidak adanya perbedaan antara nilai VFA cairan rumen saat sapi diberi suplementasi protein lemak terproteksi dan saat sapi tidak diberi suplementasi protein lemak terproteksi mengindikasikan bahwa aktivitas mikrobia rumen tidak terganggu dengan adanya suplementasi tersebut walaupun proteksinya menggunakan formaldehid.

106 Profil asam lemak digesta intestinum pada semua titik pengambilan sampel (1 jam sebelum makan dan 1, 3, 5 jam sesudah makan) tidak ada perbedaan antara saat sapi diberi suplementasi protein lemak terproteksi dan saat sapi tidak diberi suplementasi protein lemak terproteksi. Kecenderungan perubahan profil asam digesta intestinum terjadi satu jam sesudah pemberian pakan terutama pada peningkatan kadar asam lemak palmitoleat dan penurunan asam lemak stearat. Kecenderungan peningkatan total asam lemak tidak jenuh terjadi pada pengambilan sampel 1, 3, dan 5 jam setelah pemberian pakan dengan peningkatan total asam lemak tidak jenuh terbesar pada pengambilan sampel 3 jam sesudah pemberian pakan yaitu sebesar 43,2%.

Profil asam lemak pada plasma darah tidak ada perubahan antara saat sapi diberi suplementasi protein lemak terproteksi dan saat sapi tidak diberi suplementasi protein lemak terproteksi baik pada pengambilan sampel satu jam sebelum pemberian pakan maupun empat jam setelah pemberian pakan. Tidak adanya perbedaan profil asam lemak di dalam plasma antara sapi saat diberi dan saat tidak diberi suplemen protein lemak terproteksi menunjukkan adanya kemampuan homeostatis darah, yaitu kemampuan untuk menjaga keseimbangan zat.

Tahap III. Evaluasi penggunaan lemak terproteksi dalam ransum sapi laktasi terhadap produksi susu sapi dan proporsi asam lemak tidak jenuh susu sapi perah.

Pemberian suplemen lemak terproteksi pada sapi-sapi perah laktasi tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap konsumsi BK, BO, SK dan ETN, sedangkan konsumsi PK dan LK dipengaruhi oleh suplementasi lemak terproteksi. Penggunaan minyak sawit mentah sebagai sumber asam lemak mempunyai palatabilitas yang cukup baik karena baunya yang tidak menyengat

107 seperti minyak ikan, sehingga tidak mempengaruhi konsumsi BK, BO, SK dan ETN. Peningkatan konsumsi PK dan LK pada sapi yang diberi suplementasi lemak terproteksi dikarenakan suplementasi lemak terproteksi tersebut menaikkan kadar PK dan LK pada konsentratnya, sehingga dengan tingkat konsumsi yang berbeda nyata dengan sapi yang tidak mendapat lemak terproteksi menyebabkan konsumsi PK dan LK juga meningkat.

Suplementasi lemak terproteksi pada sapi perah laktasi tidak mempengaruhi kecernaan BK, BO, PK, SK dan ETN, kecuali kecernaan LK. Kekhawatiran bahwa penambahan lemak dalam pakan akan mempengaruhi kecernaan serat ternyata tidak terjadi dengan tidak adanya perbedaan kecernaan serat antara sapi yang diberi lemak terproteksi dan yang tidak diberi lemak terproteksi.

Produksi lemak susu secara nyata dipengaruhi oleh suplementasi lemak terproteksi. Produksi susu sangat ditentukan oleh prekursor pembentuk susu dan energi (Owen, 1987). Lemak mempunyai densitas energi yang lebih tinggi dibanding karbohidrat dan protein. Energi yang lebih banyak tersedia pada sapi yang mendapat suplementasi lemak terproteksi (Lohrenz et al., 2010), juga efisiensi sintesis susu yang lebih tinggi (Pantoja et al., 1996; Husveth et al., 2010) yang mungkin menyebabkan produksinya cenderung lebih tinggi dibanding sapi yang tidak mendapat suplementasi lemak terproteksi.

Suplementasi lemak terproteksi tidak mempengaruhi kadar lemak susu, bahan kering susu,kadar protein susu dan berat jenis susu. Penambahan lemak dalam pakan biasanya menyebabkan peningkatan produksi susu dan lemak susu tetapi hanya sedikit mempengaruhi kadar lemak susu (Fox dan McSweeney, 1998). Bahan kering susu tidak berbeda nyata karena komposisi susu yang tidak

108 berbeda nyata antara sapi yang diberi suplementasi lemak terproteksi dan sapi yang tidak diberi suplementasi lemak terproteksi. Kadar protein yang tidak berbeda nyata mungkin dikarenakan peningkatan protein pakan pada sapi yang disuplementasi lemak terproteksi lebih dimanfaatkan untuk energi karena produksi susu untuk sapi-sapi yang diberi suplemen lemak terproteksi juga cenderung meningkat, sehingga asam amino yang untuk sintesis protein susu tidak terdapat perbedaan antara yang diberi suplemen dan yang tidak diberi suplemen. Berat jenis susu juga tidak mengalami perbedaan antara kedua kelompok sapi, baik yang diberi suplemen lemak terproteksi maupun yang tidak diberi lemak terproteksi. Berat jenis dipengaruhi oleh kadar air, kadar lemak dan bahan kering tanpa lemak. Tidak adanya perbedaan yang nyata pada kadar lemak susu dan bahan kering susu dari kedua kelompok sapi menyebabkan berat jenis dari kedua kelompok sapi tersebut juga tidak mengalami perbedaan yang nyata.

Profil asam lemak susu antara sapi yang diberi suplemen lemak terproteksi dan yang tidak diberi suplemen lemak terproteksi hanya berbeda nyata pada asam lemak kaprat (C10:0), asam lemak laurat (C12:0) dan asam lemak oleat (C18:1). Terjadi kecenderungan peningkatan asam lemak tidak jenuh. Hal ini mungkin dikarenakan aktivitas desaturasi dari Δ-9 desaturase dalam kelenjar mamae yang menyebabkan terjadi kenaikan mufa sebanyak 20,9%. Kadar asam lemak palmitat (C16:0) dan asam lemak stearat (C18:0) yang tinggi pada sapi yang diberi suplemen lemak terproteksi mungkin dikarenakan lemak yang digunakan untuk suplementasi adalah minyak sawit yang mempunyai kandungan asam lemak palmitat dan oleat cukup tinggi, sedangkan sintesis asam lemak palmitat susu setengahnya berasal dari pakan dan untuk stearat hampir semuanya dari

109 pakan yang ditransfer ke kelenjar mamae (Walstra dan Jennes dalam Lin et al., 1996). Suplementasi lemak terproteksi menyebabkan penurunan total asam lemak jenuh rantai menengah (C10 – C14) susu. Penurunan asam lemak jenuh rantai menengah menjadi hal yang menguntungkan karena asam lemak jenuh rantai menengah diindikasikan sebagai asam lemak yang paling responsif terhadap peningkatan kolesterol (LDL) (Antongiovani et al., 2003). Penurunan asam lemak rantai menengah ini juga menunjukkan adanya penghambatan sintesis de novo asam lemak di dalam kelenjar mamae karena adanya peningkatan asam lemak rantai panjang dalam pakan (Leonardi et al., 2005).

Kesimpulan

Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa metode proteksi lemak dengan kombinasi kapsulasi protein formaldehid lebih efektif dibanding dengan metode penyabunan. Kadar formaldehid 1,5% memberikan efek yang lebih efektif untuk proteksi dibandingkan kadar formaldehid yang lain. Suplementasi lemak terproteksi pada pakan sapi sebanyak 8% dari ransum tidak mempengaruhi parameter fermentasi rumen, dan cenderung meningkatkan total asam lemak tidak jenuh pada digesta duodenum dan plasma darah. Suplementasi lemak terproteksi sebesar 10% dari pakan tambahan mempengaruhi konsumsi lemak kasar dan protein kasar, sedangkan konsumsi bahan kering, bahan organik, ekstrak tanpa N dan serat kasar tidak terpengaruh. Kecernaan pakan dan nutrien tidak terpengaruh dengan adanya suplementasi tersebut kecuali kecernaan lemak kasar. Suplementasi lemak terproteksi meningkatkan produksi lemak susu, tetapi tidak mempengaruhi komposisi susu. Proporsi asam lemak rantai panjang tidak jenuh pada susu juga mengalami

110 peningkatan tetapi hanya oleat yang peningkatannya signifikan, sedangkan proporsi asam lemak rantai medium mengalami penurunan.

111

SUMMARY

Lilis Hartati. Improvement of milk fatty acid qualities through the supplementation of protected fat supplementation . Supervisor: Ali Agus, Budi Prasetyo Widyobroto, Lies Mira Yusiati.

Background

The long-chain fatty acids composition in milk can be modified through feed manipulation by supplementing dairy cows ration with unsaturated fatty acids. To maintain nutrient quality of the feed in the rumen, the supplemented unsaturated fatty acids should be protected from hydrolysis and hydrogenation.

The protection is needed to shield the fatty acids from hydrolysis and hydrogenation, but does not affect the fiber digestion process by ruminal microbes (Bayourthe etal., 1994; Rotunno et al., 1998 and Harvatine and Allen, 2006). Fat can be protected through the saponification process that stabilizes fatty acids molecules in the rumen (Bayourthe et al., 1993; Bayourthe et al., 1994) or being protected with formaldehyde substance, which in turn will protect fat from hydrolysis and hydrogenation in the rumen (Gulati et al., 2005). Both of the methods give various results in milk production and composition.

The use of organic fat in desirable amount in dairy cattle feed does not give any risk on the reduction of milk fat content or rumen metabolic disorders (Palmquist, 1996), increase milk production (Leonardi et al ., 2005) The fat can be used as the source of long-chain unsaturated fatty acid (PUFA) for milk fatty acid synthesis (Lacasse et al., 2002; Bauman and Lock, 2006). The supplementation of fat addition in the ruminant’s diets will reduce the short-chain fatty acids (C6 – C16) and increase the long-chain fatty acids (C18) content (Fearon et al, 1994).

112 The reason why we suggest to chose the crude palm oil is because Indonesia is the largest producer of palm oil in the world. Studies on the use of protected fat in dairy cows have been done in the European countries. However, the differences in climate conditions and nutritional quality of local feed ingredients might cause different results when the study is being done in Indonesia. Therefore, some modifications in the research methodologies might be useful to maximize the results of the treatment. In addition, adjustment of the methods should also be in accordance with the issue of applicability. For that reasons, the benefits of fat protection method and its effects on fermentation process in the rumen, as well as milk production and quality, will be obtained from this study.

Objective of research

The aims of this study were to determine the most effective method of fat protection; to study the effects of protected fat supplementation on rumen fermentation, profile of fatty acids and blood plasma in the duodenal digesta; and to study the effects of the use of protected fat in the diets of lactating dairy cow on nutrient consumption and digestibility, fatty acids profile of the blood plasma , milk production and composition, as well as the profile of milk fatty acids.

Benefits of research

The benefit of this study was that the resultscan be used as a reference in selecting the type of protection fat method, as aconsideration in using protected fat in the ration formulation to increase milk production and milk quality especiallybecause it is rich in long-chain unsaturated fatty acids, and became a

113 reference for researchers and students who are doing a research in the same field.

Basic theory

Giving fat in ruminant rations is very limited due to excessive fat will decrease fiber digestibility in the rumen. Fat protection from rumen degradation and rumen hydrogenation processes will reduce its influence on the process of fermentation in the rumen, and therefore it will not affect nutrient digestibility in the rumen, increasing the energy density of the ration, and there will be a direct transfer of long chain fatty acids in milk and body tissues.

Fatty acids synthesis in milk derived from short-chain volatile fatty acids of rumen fermentation, feed fatty acids and fatty acid resulted from the mobilization of body fat. Dietary protected fat (rumen undegraded) will be hydrolyzed in the abomasums and absorbed in the intestinal. Dietary vegetable fat that has high unsaturated fatty acid content and protected from rumen digestion will be a source of unsaturated fatty acids in milk fatty acid synthesis.

From the description above it is necessary to do a research on the provision of protected fat on dairy cows feed in Indonesia which has increasingly high demand for functional milk. This research is conducted to identify the effect of protected fat on feed digestibility, milk production and composition, especially the composition of fatty acids in milk.

Hypothesis

The hypothesis of this study was that protein capsulation and formaldehyde protection methodwas more effective than saponification method, dietary protected fat did not affect rumen fermentation and increased milk

114 production and milk unsaturated fatty acids content of dairy cows and did not affect the feed nutrients digestibility.

Materials and Methods Phase 1. Evaluation of protected fat by in vitro method

The material used in this research stage were crude palm oil (CPO) expired skim milk product of PT Sari Husada, CaCl2,, NaOH, formaldehyde, chemicals for the analysis of crude protein, chemicals for analysis of free fatty acids, chemicals for analysis Jodium numbers and chemical for the analysis of degraded protein. At this stage, protection of crude palm oil used 2 methods. The method used was saponification with calcium salts and capsulation with formaldehyde-protected protein matrix. The production of calcium soap was made by mixing 4 parts of palm oil with 1 part of NaOH and CaCl 2.. CaCl 2 used with levels of 0.25, 0.5, 0.75, and 1.0%. Protected fat protein was made by mixing 3 parts of protein (using expired skim milk) with 1 part of CPO, then sprayed with 37% of formaldehyde. To determine the optimal levels of the formaldehyde formaldehyde with level 0.5, 1.0, 1.5, and 2%.

The effectiveness of protection wass tested based on the digestibility trials in vitro according to Tilley and Terry (1963) and the subsequent method that gave better results in further was tested in sacco. Parameters observed for in vitro assays were the dry matter digestibility, organic matter digestibility, free fatty acids and jodium number, for capsulation and formaldehyde method was also tested for crude protein digestibility based on Tilley and Terry digestibility and protein degraded by the Lowry method. In sacco trials, the parameters measured were the percent loss of dry matter. Analysis of dry matter by AOAC (2005),

115 crude protein used the Kjeldahl method, while the free fatty acid analysis followed the method Mehlenbacher (1960) by Sudarmadji et al. (1984). The jodium number was measured by titration (Sudarmadji et al., 1984). Variance of data was analyzed using analyze of variance by nested completely randomized design, if its significant was continued least significance difference test (Astuti, 1981).

Phase II. Evaluation of protected fat on rumen fermentation parameters,

Dalam dokumen Upaya peningkatan asam lemak tidak jenuh (Halaman 128-141)

Dokumen terkait