• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

1.6 Kerangka Berpikir …

1.6.2 Folklor

Menurut Taylor via Danandjaja (2003: 31) folklor adalah bahan-bahan yang diwariskan oleh tradisi, baik melalui kata-kata dari mulut atau oleh adat-istiadat dari praktik. Menurut kajian ilmiah (Danandjaja, 2003: 31), folklor dapat diartikan sebagai tradisi lisan dan adat-istiadat (oral and customary tradition). Folklor adalah sebagian dari kebudayaan yang tersebar dan diwariskan secara turun-temurun dan tradisional di antara anggota-anggota kelompok apa saja, dalam versi yang berbeda-beda, baik dalam bentuk lisan, maupun contoh yang disertai dengan perbuatan.

Menurut Endaswara (2005:11) folklor berasal dari kata folklore (bahasa Inggris). Jika dieja menjadi folk-lore. Folk artinya ‘rakyat’ dan lore artinya ‘tradisi’.

Folk adalah kelompok atau ciri-ciri kolektif pengenal kebudayaan yang membedakan

dituturkan secara oral (lisan) dan turun-temurun. Folklor berarti tradisi rakyat yang sebagian disampaikan secara lisan, yaitu kelisanan menjadi kebijakan folklor.

Folklor adalah kebudayaan kolektif yang terbatas dan diwariskan secara turun-temurun, baik secara lisan maupun tulisan yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat (Danandjaja, 2002). Selain itu, menurut Danandjaja (2002), folklor adalah bagian dari kebudayaan yang bersifat tradisional, tidak resmi

(unofficial). Di dalamnya termasuk semua pengetahuan, pengertian, nilai-nilai, sikap,

perasaan, dan kepercayaan dalam bentuk-bentuk tradisional yang disampaikan melalui kata-kata yang keluar dari mulut atau melalui contoh-contoh adat kebiasaan masyarakat (Danandjaja, 2003: 34).

Menurut Budiman (1979: 14) folklor sebagai bagian dari kebudayaan yamg mempunyai tanda-tanda pengenal yaitu (1) penyebarannya secara lisan atau perbuatan, yaitu dengan melalui tutur kata dari mulut ke mulut atau dengan menirukan perbuatan orang lain yang telah menjadi tradisi dalam masyarakat, dan langsung secara turun temurun, (2) bersifat tradisional, artinya disebarkan dalam bentuk yang secara relatif tetap, atau dalam bentuk standar, dan tersebar di antara kelompok tertentu, dalam waktu yang cukup lama, (3) folklor tersebar dalam versi yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan karena cara penyebarannya pada dasarnya adalah dari mulut ke mulut, bukan melalui tulisan atau rekaman, sehingga mudah mengalami perubahan, (4) nama pencipta suatu folklor biasanya sudah tidak diketahui lagi, (5) folklor biasanya mempunyai bentuk klise berupa ungkapan-ungkapan tradisional yang stereotip, pemilihan kata atau kalimat yang membantu.

Folklor (Brunvand via Danandjaja, 2002: 21-22) dapat digolongkan ke dalam tiga kelompok besar berdasarkan tipenya: (1) folklor lisan (verbal folklore), (2) folklor sebagian lisan (partly verbal folklore), dan (3) folklor bukan lisan (non verbal

folklore). Folklor lisan adalah folklor yang bentuknya memang murni lisan.

Bentuk-bentuk (genre) folklor yang termasuk ke dalam kelompok besar ini antara lain (a) bahasa rakyat (folk speech) sepert logat, julukan, pangkat tradisional,, dan titel kebangsawanan; (b) ungkapan tradisional, seperti peribahasa, pepatah, pemeo; (c) pertanyaan tradisional, seperti teka-teki; (d) puisi rakyat, seperti pantun, gurindam, syair; (e) cerita prosa rakyat seperti mite, legenda, dongeng; (f) nyanyian rakyat. Fungsi dari folklor lisan yaitu sebagai penghibur atau sebagai penyalur perasaan yang terpendam.

Folklor sebagian lisan adalah folklor yang bentuknya merupakan campuran unsur lisan dan unsur bukan lisan. Kepercayaan rakyat, misalnya takhayul dan pernyataan yang bersifat lisan ditambah dengan gerak isyarat yang dianggap mempunyai makna gaib. Bentuk-bentuk folklor yang terbentuk dalam kelompok ini, selain kepercayan rakyat adapula permainan rakyat, teater rakyat, tari-tarian rakyat, adat-istiadat, upacara, pesta rakyat, dan lain-lain.

Folklor bukan lisan adalah folklor yang bentuknya bukan lisan, walaupun cara pembuatannya diajarkan secara lisan. Kelompok ini dapat dibagi menjadi dua subkelompok, yakni yang material dan non-material. Yang tergolong material antara lain: arsitektur rakyat (bentuk asli rumah daerah, bentuk lumbung padi, dan sebagainya), kerajian tangan rakyat, pakaian dan perhiasan adat, makanan dan

minuman rakyat, dan obat-obatan tradisional. Sedangkan yang termasuk non-material anata lain: gerak isyarat tradisional (gesture), bunyi isyarat untuk komunikasi rakyat (kentongan) dan musik rakyat.

Suatu komisisi internasional yang terdiri dari para folkloris yang telah dibentuk oleh UNESCO untuk mendiskusikan cara-cara “mengamankan folkor” mendefinisikan folklor sebagai suatu ciptaan (creations) dari suatu kelompok atau individu yang berorientasi pada kelompok dan berdasarkan pada tradisi yang merefleksikan cita-cita dari suatu komunitas sebagai suatu ungkapan jati diri kebudayaan masyarakatnya; batasan-batasan, standar-standar, dan nilai-nilainya diwariskan secara lisan, mencontoh atau dengan cara lain. Bentuk-bentuknya mencakup bahasa, kesusastraan, musik, tari, permainan-permainan, mitologi, ritual, adat-istiadat, karya seni, arsitektur, dan kesenian lainnya (Danandjaja, 2003: 35).

Dari uraian di atas, folklor merupakan salah satu sarana komunikasi yang memainkan peranan penting dalam masyarakat tradisional, dalam menjaga kelestarian adat-istiadat yang berlaku dalam masyarakat. Skripsi ini membahas tentang proses upacara adat kematian, proses upacara adat setelah pemakaman, dan makna serta fungsi upacara adat kematian Suku Dayak Embaloh di Kalimantan Barat. Dalam penelitian ini, digolongkan sebagai folklor sebagian lisan karena diwariskan secara lisan, masih dilaksanakan oleh Suku Dayak Embaloh dari dahulu sampai sekarang, dan dilaksanakan secara turun-temurun sampai anak cucu mereka. Penyebaran dan pewarisan upacara tersebut disebarkan melalui tutur kata dari mulut ke mulut atau dengan contoh yang disertai dengan gerak isyarat dari satu generasi ke generasi

berikutnya. Selain itu, upacara adat kematian Suku Dayak Embaloh disebarkan dalam bentuk relaif tetap atau dalam bentuk standard an disebarkan di antara kolektif tertentu dalam waktu yang cukup lama atau beda generasi.

Upacara adat kematian yang tertulis merupakan hasil penelitian dari wawancara langsung dengan tokoh adat atau seseorang yang benar-benar mengetahui proses upacara adat kematian dan sering terlibat langsung di dalam upacara tersebut. Berdasarkan penelitian tersebut, upacara adat kematian merupakan ungkapan tradisonal yang mencerminkan pola pikir dan pandangan hidup Suku Dayak Embaloh. Selain itu, upacara adat kematian dan upacara adat setelah pemakaman merupakan salah satu kepercayaan yang menjadi latar belakang upacara-upacara lingkaran hidup (life cycle) Suku Dayak Embaloh.

1.7Metode Penelitian

Dokumen terkait