BAB 4 HASIL PENELITIAN
4.2 Frekuensi Xerostomia
Tabel 6 menunjukkan frekuensi subjek penelitian yang mengalami xerostomia. Mayoritas subjek penelitian mengalami xerostomia yaitu sebanyak 66 orang (74,2%) sedangkan subjek yang tidak mengalami xerostomia sebanyak 23 orang (25,8%).
Tabel 6. Distribusi dan Frekuensi Pasien Penyakit Ginjal Kronis yang Menjalani Hemodialisis dengan Xerostomia
Xerostomia Frekuensi (f) Persentase (%)
Xerostomia (+) 66 74,2%
Xerostomia (-) 23 25,8%
Total 89 100%
Tabel 7 menunjukkan bahwa dari 59 subjek laki-laki, subjek yang mengalami xerostomia sebanyak 44 orang (49,4%) dan subjek laki-laki yang tidak mengalami xerostomia sebanyak 15 orang (16,8%). Subjek perempuan berjumlah 30 orang, di antaranya subjek yang mengalami xerostomia sebanyak 22 orang (24,8%) dan subjek yang tidak mengalami xerostomia sebanyak 8 orang (9%). Hasil uji statistik menggunakan Pearson chi-square memperlihatkan bahwa nilai signifikansi p = 1,00
atau p > sig α (0,05). Dengan demikian, Ho diterima atau Ha ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan xerostomia pada pasien hemodialisis.
Tabel 7. Tabulasi Silang antara Jenis Kelamin dengan Xerostomia pada Pasien Hemodialisis
Jenis Kelamin Xerostomia
Total Nilai p Ya (%) Tidak (%) Laki-laki 44 49,4% 15 16,8% 66,2% 1,00 Perempuan 22 24,8% 8 9% 33,8% Total 66 74,2% 23 25,8% 100%
Tabel 8 menunjukkan subjek penelitian yang berusia 30-59 tahun yang mengalami xerostomia sebanyak 28 orang (31,4%) dan subjek yang tidak mengalami xerostomia sebanyak 21 orang (23,6%). Subjek usia ≥ 60 tahun mayoritas mengalami
xerostomia yaitu sebanyak 38 orang (42,6%) dan subjek lansia yang tidak mengalami xerostomia sebanyak 2 orang (2,4%). Hasil uji statistik menggunakan Pearson chi-square memperlihatkan bahwa nilai signifikansi p < 0,001 atau p < sig α (0,05).
Dengan demikian, Ho ditolak atau Ha diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara usia dengan xerostomia pada pasien hemodialisis.
Tabel 8. Tabulasi Silang antara Usia dengan Xerostomia pada Pasien Hemodialisis
Usia Xerostomia Total Nilai p Ya (%) Tidak (%) 30-59 tahun 28 31,4% 21 23,6% 55% < 0,001 ≥ 60 tahun 38 42,6% 2 2,4% 45% Total 69 74% 20 26% 100%
Tabel 9 menunjukkan bahwa subjek penelitian yang menjalani hemodialisis jangka pendek (3-60 bulan) mayoritas mengalami xerostomia yaitu sebanyak 31 orang (34,8%), sedangkan yang tidak mengalami xerostomia sebanyak 22 orang (24,7%). Sama halnya pada pasien yang menjalani hemodialisis jangka panjang (>60
tidak mengalami xerostomia sebanyak 1 orang (1,1%). Hasil uji statistik menggunakan Pearson chi-square memperlihatkan bahwa nilai signifikansi p < 0,001
atau p < sig α (0,05). Dengan demikian, Ho ditolak atau Ha diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara lama menjalani hemodialisis dengan xerostomia.
Tabel 9. Tabulasi Silang antara Lama Menjalani Hemodialisis dengan Xerostomia Lama menjalani hemodialisis Xerostomia Total Nilai p Ya (%) Tidak (%) Hemodialisis jangka pendek (3-60 bulan) 31 34,8% 22 24,7% 59,5% < 0,001 Hemodialisis jangka panjang (>60 bulan) 35 39,4% 1 1,1% 40,5% Total 66 74,2% 23 25,8% 100%
BAB 5 PEMBAHASAN
Pada penelitian ini terdapat 89 orang subjek yang terdiri dari 59 orang subjek laki-laki (66,3%) dan 30 orang subjek perempuan (33,7%). Hal ini sesuai dengan penelitian Jungers et al yang menemukan hasil bahwa insiden penyakit ginjal kronis lebih banyak pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan.34 Garibotto et al
menyatakan bahwa hormon seksual mempengaruhi morfologi ginjal dan proses keparahan penyakit ginjal kronis antara pria dan wanita. Hormon estrogen dapat melindungi ginjal dari pengaruh radikal bebas pada glomerulus ginjal. Selain itu, estrogen juga mencegah terjadinya permbesaran glomerulus dan akumulasi matriks protein ekstraseluler (MPE) sehingga menghambat terjadinya glomerular sklerosis pada ginjal. Sebaliknya, hormon testosteron bersifat profibrotik yang dapat memicu deposisi MPE pada sel mesangial glomerulus yang mengakibatkan terjadinya ekspansi mesangial dan disfungsi ginjal. Beberapa penelitian menemukan bahwa sel-sel proinflamasi TNF-α dan interleukin 1β lebih tinggi pada sel mesangial pria.
Kondisi ini mengindikasikan adanya aksi profibrotik dan proinflamasi dari testosteron pada ginjal. Hal ini mengakibatkan proses keparahan penyakit ginjal yang lebih cepat pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan.35
Pada penelitian yang dilakukan, didapat pasien penyakit ginjal kronis yang berusia 30-59 tahun sebanyak 49 orang (55,1%) dan usia ≥ 60 tahun sebanyak 40
orang (44,9%). Terlihat persentase subjek lansia (≥ 60 tahun) lebih kecil
dibandingkan subjek usia 30-59 tahun. O’Hare et al menyatakan insidensi kematian pada penderita penyakit ginjal berhubungan dengan usia. Individu yang berusia lanjut (≥ 60 tahun) meninggal lebih cepat daripada individu yang berusia lebih muda,
walaupun individu tersebut sudah menjalani terapi pengganti ginjal (hemodialisis). Hal ini menyebabkan persentase individu lansia lebih kecil dibandingkan dengan subjek yang berusia lebih muda.36
Pada penelitian ini, mayoritas subjek hemodialisis mengalami xerostomia yaitu sebanyak 66 orang (74,2%) sedangkan subjek yang tidak mengalami xerostomia sebanyak 23 orang (25,%). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Bruda-Zwiech yang menemukan bahwa mayoritas pasien hemodialisis mengalami xerostomia. Penelitian tersebut menemukan hasil sebanyak 71,8% pasien hemodialisis mengalami xerostomia.9 Xerostomia pada pasien yang menjalani hemodialisis diakibatkan oleh beberapa faktor antara lain adalah adanya batasan asupan cairan, efek uremia, dan usia lanjut. Batasan asupan cairan pada pasien hemodialisis adalah faktor yang paling berperan terhadap terjadinya xerostomia. Batasan asupan cairan harus dilakukan karena apabila tidak, dapat menyebabkan penumpukan cairan tubuh dimana tubuh tidak mampu mengeluarkan cairan melalui urin. Tingkat ureum yang tinggi di dalam darah juga dapat mempengaruhi sel-sel pada kelenjar saliva sehingga menyebabkan penurunan laju aliran saliva. Pada pasien lanjut usia juga terdapat atrofi pada kelenjar saliva sehingga menyebabkan berkurangnya volume saliva. Ketiga hal inilah yang dapat menyebabkan xerostomia pada pasien penyakit ginjal kronis yang sedang menjalani hemodialisis.9,28,30
Pada penelitian ini, dari 59 subjek laki-laki, subjek yang mengalami xerostomia sebanyak 44 orang (49,4%) dan subjek laki-laki yang tidak mengalami xerostomia sebanyak 15 orang (16,8%). Dari 30 subjek perempuan, subjek yang mengalami xerostomia sebanyak 22 orang (24,8%) dan subjek yang tidak mengalami xerostomia sebanyak 8 orang (9%). Berdasarkan hasil tersebut tampak bahwa persentase subjek laki-laki yang mengalami xerostomia lebih besar daripada subjek perempuan. Pada tabel 7 didapat nilai P = 1,00 (P > 0,05) sehingga dapat disimpulkan tidak terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan xerostomia pada pasien hemodialisis. Hasil ini sama dengan penelitian Bots et al yang menemukan tidak terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan xerostomia. Menurut Bots et al, kebiasaan merokok dan minum alkohol pada laki-laki merupakan faktor resiko yang turut berperan serta terhadap timbulnya xerostomia pada pasien hemodialisis.6 Pada penelitian ini, peneliti tidak menganalisis faktor resiko tersebut pada subjek penelitian, sehingga tidak dapat diketahui dengan pasti penyebab xerostomia pada
laki-laki yang menjalani hemodialisis.
Pada penelitian ini, subjek yang berusia 30-59 tahun yang mengalami xerostomia sebanyak 28 orang (31,4%) dan subjek yang tidak mengalami xerostomia sebanyak 21 orang (23,6%). Subjek usia ≥ 60 tahun mengalami xerostomia yaitu
sebanyak 38 orang (42,6%) dan yang tidak mengalami xerostomia sebanyak 2 orang (2,4%). Didapatkan hasil bahwa persentase pasien hemodialisis berusia ≥ 60 tahun
yang mengalami xerostomia lebih besar dibandingkan dengan xerostomia pada pasien hemodialisis yang berusia 30-59 tahun. Pada tabel 8 didapat nilai p < 0,001 (p < 0,05) sehingga dapat disimpulkan terdapat hubungan antara usia dengan xerostomia pada pasien hemodialisis. Hal ini disebabkan karena pada pasien usia lanjut (usia ≥ 60
tahun) terjadi penurunan fungsi organ tubuh, termasuk juga penurunan fungsi kelenjar saliva. Kelenjar saliva pada pasien usia lanjut akan mengalami atropi sehingga terdapat penurunan laju aliran saliva yang menyebabkan xerostomia.28
Pada penelitian ini, subjek yang menjalani hemodialisis jangka pendek (3-60 bulan) mayoritas mengalami xerostomia yaitu sebanyak 31 orang (34,8%), sedangkan yang tidak mengalami xerostomia sebanyak 22 orang (24,7%). Sama halnya pada pasien yang menjalani hemodialisis jangka panjang (>60 bulan) mayoritas mengalami xerostomia, yaitu sebanyak 35 orang (39,4%) dan yang tidak mengalami xerostomia sebanyak 1 orang (1,1%). Tingkat kepercayaan pada tabel ini adalah sebesar 0,05. Pada tabel 9 didapat nilai P < 0,001 (P < 0,05) sehingga dapat disimpulkan terdapat hubungan antara lama menjalani hemodialisis dengan xerostomia.
Hasil penelitian ini sama dengan penelitian oleh Postorino et al pada tahun 2003 yang membandingkan laju aliran saliva pada pasien yang menjalani hemodialisis ≤ 6 tahun dan > 6 tahun. Penelitian tersebut menemukan adanya
hubungan antara xerostomia dengan lama menjalani hemodialisis. Pemeriksaan histopatologi kelenjar saliva pada pasien hemodialisis jangka panjang menemukan adanya atropi dan fibrosis pada kelenjar saliva yang merupakan faktor utama terjadinya xerostomia pada pasien hemodialisis jangka panjang.37
Hasil ini juga sesuai dengan pendapat beberapa sumber yang menyatakan adanya hubungan antara pasien penyakit ginjal kronis yang menjalani hemodialisis
dengan xerostomia. Xerostomia pada pasien penyakit ginjal kronis yang menjalani hemodialisis disebabkan oleh interaksi dari berbagai faktor, antara lain batasan asupan cairan, efek uremia, konsumsi obat-obatan, dan usia lanjut. 9,28-9,30 Batasan asupan cairan harus terus dipatuhi oleh pasien selama menjalani hemodialisis sehingga pasien sering mengeluh mulut kering dan rasa haus berlebihan.9 Pasien penyakit ginjal kronis memiliki kadar ureum dan zat-zat toksik yang tinggi di dalam darah sehingga menyebabkan penurunan fungsi kelenjar saliva.28,29 Konsumsi obat-obatan, terutama obat antihipertensi dapat menyebabkan depresi saraf otonom yang menyebabkan berkurangnya sekresi saliva.30 Pasien usia lanjut akan mengalami atropi pada kelenjar saliva sehingga dapat menyebabkan xerostomia.28
Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Bots et al yang membandingkan laju aliran saliva non stimulasi pada pasien dengan lama hemodialisis ≤ 24 bulan dan 24-60 bulan. Penelitian tersebut menemukan tidak terdapat hubungan antara lama menjalani hemodialisis dengan xerostomia. Perbedaan tersebut karena kategori hemodialisis jangka panjang yang singkat, yaitu selama 24-60 bulan.
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara lama menjalani hemodialisis dengan xerostomia pada pasien penyakit ginjal kronis. Terdapat hubungan antara usia dengan xerostomia pada pasien hemodialisis, tetapi tidak terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan xerostomia pada pasien hemodialisis.
Penelitian ini dilakukan dengan melihat xerostomia dari lama menjalani hemodialisis antara 3-60 bulan dan ≥ 60 bulan, diharapkan adanya penelitian lanjutan
yang membandingkan laju aliran saliva dari awal menjalani hemodialisis dan pada beberapa rentang waktu. Hal ini perlu dilakukan agar penurunan laju aliran saliva pada pasien hemodialisis dapat terlihat dengan jelas. Penelitian ini tidak mengidentifikasi berbagai faktor risiko yang berperan terhadap timbulnya xerostomia pada pasien hemodialisis. Untuk itu disarankan adanya penelitian lanjutan yang juga menganalisis faktor resiko yang mungkin berkaitan dengan terjadinya xerostomia pada pasien hemodialisis. Diharapkan adanya penelitian lanjutan dengan adanya batasan usia, yaitu hanya pada subjek yang belum mengalami menopause.
Pada pasien penyakit ginjal kronis yang menjalani hemodialisis jangka pendek maupun jangka panjang disarankan untuk menjaga kebersihan rongga mulut serta mengunyah permen karet tanpa gula untuk menstimulasi sekresi saliva. Hal ini dimaksudkan supaya pasien tidak merasa haus terus menerus dan dapat mematuhi batasan asupan cairan. Selain itu, peningkatan laju aliran saliva juga diharapkan dapat mengurangi keluhan xerostomia seperti kesulitan berbicara, mengunyah, dan menelan.
DAFTAR PUSTAKA
1. White SL, Chadban SJ, Jan S, Chapman RJ, Cass A. How can we achieve global equity in provision of renal replacement therapy. Bulletin of the World Health Organization 2008; 86 (3): 229-37.
2. U.S. Department of Health and Human Services. Kidney Disease Statistic for the United States 2012: 3-6.
3. Prodjosudjadi W, Suhardjono A. End stage renal disease in Indonesia: treatment development 2009: 56-7.
4. Haider SR, Tanwir F, Momin AI. Oral aspects of chronic renal failure. Pakistan Oral & Dental Journal 2013; 33 (1): 12-7.
5. Hamid MJAA, Dummer DC, Pinto LS. Systemic condition, oral findings and dental management of chronic renal failure patients: general considerations and case report. Braz Dent J 2006; 17(2): 166-70.
6. Bots CP, Brand HS, Veerman CIE et al. Interdialytic weight gain in patients on hemodialysis is associated with dry mouth and thirst. Kidney International 2004; 66(4): 1662-8.
7. Fan WF, Zhang Q, Luo LH, Niu JY, Gu Y. Study on the clinical significance and related factors of thirst and xerostomia in maintenance hemodialysis patients. Kidney Blood Press Res 2013; 374(4-5): 464-74.
8. Khausik A, Reddy SS, Umesh L, Devi BK, Santana N, Rakesh N. Oral and salivary changes among renal patients undergoing hemodialysis: a cross-sectional study. Indian J Nephrol 2013; 23(2): 125–9.
9. Bruda-Zwiech A, Joanna S, Rafal Z. Sodium gradient, xerostomia, thirst and interdialytic excessive weight gain: a possible relationship with hyposalivation in patients on maintenance hemodialysis. Int Urol Nephrol 2013; 30(2): 45-9.
10.Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta Pusat: Interna Publishing 2009: 1035-40
11.Levey AS, Eckardt KU, Tsukamoto Y et al. Definition and classification of chronic kidney disease: a position statement from kidney disease: improving global outcomes (KDIGO). Kidney International 2005; 67: 2089-97.
12.Longo D, Fauci AS, Kasper D et al. Harrison’s principles of internal medicine. 17th ed., New York: Mc Graw Hill 2008: 1761-71.
13.Murphree DD, Thelen SS. Chronic Kidney Disease in Primary Care. J Am Board Fam Med 2010; 23 (4): 542-50.
14.Callaghan CAO. Sistem ginjal at a glance. Alih Bahasa. Yasmine E. Jakarta: Penerbit Erlangga, 2006: 96-8.
15.Himmelfarb J, Ikizler TA. Hemodialysis. N Engl J Med 2010; 36(3): 1833-45 16.Parson FM. Haemodialysis. Postgraduate Medical Journal 1996; 35 (409):
625-30.
17.Thomas R, Kanso A, Sedor JR. Chronic kidney disease and its complications. Prim Care 2008; 35(2): 329-40.
18.Kidd EAM, Bechal SJ. Dasar-dasar karies. Alih Bahasa. Sumawinata N, Faruk S. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1992: 67-70.
19.Nagler RM. Salivary glands and the aging process: mechanistic aspects, health-status medicinal efficacy monitoring. Biogerontology 2004; 5 (4): 223-3
20.Navazesh M, Kumar SKS. Xerostomia: prevalence, diagnosis, and management. Compendium of Continuing Education in Dentistry 2011: 30-7. 21.Rantonen P. Salivary flow and composition in healthy and diseased adults.
Institute of Dentistry University of Helsinki 2003; 42(4): 16-20.
22.Scully C, Bagan JV. Adverse drug reaction in the orofacial region. Crit Rev Oral Biol Med 2004; 15 (4): 221-2.
23.Al SKM. Clinical management of salivary deficiency. A Review Article the Saudi Dental Journal 1992; 3(2): 77-80.
24.Pajukoski H, Meurman JH, Halonen P, Sulkava R. Prevalence of subjective dry mouth and burning mouth in hospitalized elderly patients and outpatients
in relation to saliva, medication, and systemic diseases. Oral Surg Oral Med Pral Pathol Oral Radiol Endod 2001; 92: 641-9.
25.Bartels CL. Xerostomia information for dentists: helping patients with dry
mout
Januari 2014)
26.Fox PC, Grisius MM. Salivary gland diseases. Burket’s Oral Medicine Diagnosis and Treatment. 10th ed., Hamilton: BC Dekker Inc 2003: 253-38. 27.Akar H, Akar CG, Carrero JJ, Stenvinkel P, Lindholm B. Systemic
consequences of poor oral health in chronic kidney disease patients. Clin J Am Soc Nephrol 2011; (6): 218-26.
28.Kaya M, Cermik TF, Ustun F, Sen S, Berkarda S. Salivary function in patients with chronic renal failure undergoing hemodialysis. Hell J Nucl Med 2002; 16(2): 117-20.
29.Epstein SR, Mandel I, Scopp IW. Salivary composition and calculus formation in patients undergoing hemodialysis. J Periodontol 1993; 51: 336– 338.
30.Arunkumar S, Kalappanavar AA, Annigeri RG, Shakuntala. Adverse oral manifestations of cardiovascular drugs. IOSR-JDMS 2012; 7: 64-71.
31.Sastroasmoro S, Ismael S. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Edisi 4. Jakarta: Sagung Seto, 2011: 112-113.
32.Depner TA, Daugirdas JT. Hemodialysis adequacy 2006. American Journal of Kidney Diseases 2006; (48): 16-8.
33.Chang L, Toner BB, Fukudo S et al. Gender, age, society, culture, and the patient perspective in the functional gastrointestinal disorders. Gastroenterology 2006; 120: 1435-41.
34.Jungers P, Chauveau P, Descamps-Latschka B et al. Age and gender related incidence of chronic renal failure in a French urban area: A prospective epidemiologic study. Nephrol Dial Transplan 1996; 11: 1542-46.
35.Garibotto G, Verzola D, Tosetti F, Gandolfo MT. Gender and progression of chronic kidney disease: insights from cellular studies. CIN 2007; 2-6.
36.O’Hare A, Choi A, Berthental D et al. Age affects outcomes in chronic kidney disease. J Am Soc Nephrol 2007; 18: 2758-65.
37.Postorino M, Catalono C, Martorano C et al. Salivary and lacrimal secretion is reduced in patients with ESRD. Am J Kidney Dis 2003; 42 (4): 722-8.
Lampiran 1
LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBYEK PENELITIAN
Saya, Ivan Sitompul mahasiswa yang sedang menjalani pendidikan dokter gigi di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara. Saya akan mengadakan penelitian dengan judul “Hubungan Pasien Penyakit Ginjal Kronis yang Menjalani Hemodialisis dengan Xerostomia”. Saya mengikutsertakan Bapak/Ibu dalam penelitian yang bertujuan untuk mengetahui hubungan pasien penyakit ginjal kronis yang menjalani hemodialisis (cuci darah) terhadap terjadinya xerostomia (mulut kering). Manfaat penelitian ini adalah memberi pengetahuan kepada Bapak/Ibu tentang lesi oral yang timbul dan dapat menjaga kesehatan rongga mulut agar tidak terjadi mulut kering.
Bapak/Ibu sekalian, pasien pasien penyakit ginjal kronis yang sedang menjalani cuci darah dapat mengalami mulut kering. Hal ini dapat menyebabkan kesulitan menelan makanan, sulit berbicara, perubahahan rasa kecap pada lidah, dan bila telah parah dapat menyebabkan rasa terbakar dalam mulut, sehingga memerlukan penjagaan kesehatan rongga mulut yang lebih baik.
Pemeriksaan akan saya lakukan setelah mendapatkan persetujuan dari Bapak/Ibu. Dalam pemeriksaan ini, Bapak/Ibu diminta untuk meludah ke dalam tabung pengumpul saliva selama setiap satu menit selama 5menit.
Partisipasi Bapak/Ibu dalam penelitian ini bersifat sukarela, tidak akan terjadi perubahan mutu pelayanan dari dokter dan komunitas bila Bapak/Ibu tidak bersedia mengikuti penelitian ini. Bapak/Ibu akan tetap mendapat pelayanan kesehatan standar rutin sesuai dengan standar prosedur pelayanan.
Pada penelitian ini, identitas Bapak/Ibu akan disamarkan. Hanya dokter peneliti, anggota peneliti, dan anggota komisi etik yang bisa melihat datanya. Kerahasiaan data Bapak/Ibu akan dijamin sepenuhnya. Bila data Bapak/Ibu dipublikasikan akan tetap dijaga.
Jika selama menjalankan penelitian ini akan terjadi keluhan pada Bapak/Ibu silahkan menghubungi saya Ivan Sitompul (HP : 087869916333).
Demikian informasi ini saya sampaikan. Atas bantuan, partisipasi dan kesediaan waktu Bapak/Ibu sekalian, saya ucapkan terima kasih.
Peneliti,
Lampiran 2
LEMBAR PERSETUJUAN SUBYEK PENELITIAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin : Laki-laki/Perempuan*)
Alamat :
Setelah mendapat keterangan dan penjelasan secara lengkap, maka dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan saya menandatangani dan menyatakan bersedia berpartisipasi pada penelitian ini.
Mahasiswa Peneliti Medan, 2014 Peserta Penelitian
(Ivan Sitompul) ( )
Keterangan : *) coret yang tidak perlu
Lampiran 3
LEMBAR PEMERIKSAAN PASIEN
No : Tanggal : A. DATA DEMOGRAFI Nama Lengkap : Umur : Jenis Kelamin : P / L Alamat : No. Hp/Telp : Pekerjaan : B. REKAM MEDIK Lama menjalani hemodialisis
Tanggal dimulai hemodialisis: ... 3 – 60 bulan
> 60 bulan
Frekuensi menjalani hemodialisis
Teratur Tidak Teratur
C. PENGUMPULAN SALIVA
Pengumpulan saliva dengan metode spitting ... mL/menit
Lampiran 5
OUTPUT PENELITIAN
Test Chi-Square antara jenis kelamin dengan xerostomia pada pasien hemodialisis
Chi-Square Tests Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided) Pearson Chi-Square .016a 1 .899 Continuity Correctionb .000 1 1.000 Likelihood Ratio .016 1 .899
Fisher's Exact Test 1.000 .546
N of Valid Cases 89
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7,75. b. Computed only for a 2x2 table
Test Chi-Square antara usia dengan xerostomia pada pasien hemodialisis
Chi-Square Tests Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided) Pearson Chi-Square 16.469a 1 .000 Continuity Correctionb 14.553 1 .000 Likelihood Ratio 18.904 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
N of Valid Cases 89
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10,34. b. Computed only for a 2x2 table
Test Chi-Square antara lama menjalani hemodialisis dengan xerostomia Chi-Square Tests Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided) Pearson Chi-Square 16.781a 1 .000 Continuity Correctionb 14.821 1 .000 Likelihood Ratio 20.633 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
N of Valid Cases 89
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9,30. b. Computed only for a 2x2 table
Lampiran 6
DATA INDUK PENELITIAN
No Umur
Jenis
Kelamin Kategori Usia
Lama menjalani hemodialisis Laju aliran saliva (mL/menit) Xerostomia 1 72 perempuan >60tahun 3-60 bulan 0,06 Ya
2 56 laki-laki 30-59tahun 3-60 bulan 0,16 Tidak 3 55 laki-laki 30-59tahun 3-60 bulan 0,02 Ya 4 61 laki-laki >60tahun 3-60 bulan 0,04 Ya 5 37 laki-laki 30-59tahun > 60 bulan 0,06 Ya 6 66 laki-laki >60tahun 3-60 bulan 0,06 Ya 7 71 laki-laki >60tahun 3-60 bulan 0,06 Ya 8 52 laki-laki 30-59tahun > 60 bulan 0,06 Ya 9 63 perempuan >60tahun 3-60 bulan 0,02 Ya 10 38 laki-laki 30-59tahun 3-60 bulan 0,12 Tidak 11 66 laki-laki >60tahun 3-60 bulan 0,02 Ya 12 60 laki-laki >60tahun 3-60 bulan 0,02 Ya 13 53 laki-laki 30-59tahun 3-60 bulan 0,1 Tidak 14 65 laki-laki >60tahun > 60 bulan 0,06 Ya 15 64 laki-laki >60tahun 3-60 bulan 0,02 Ya 16 56 laki-laki 30-59tahun 3-60 bulan 0,02 Ya 17 51 laki-laki 30-59tahun > 60 bulan 0,04 Ya 18 62 perempuan >60tahun 3-60 bulan 0,02 Ya 19 30 laki-laki 30-59tahun 3-60 bulan 0,14 Tidak 20 66 perempuan >60tahun > 60 bulan 0,06 Ya 21 66 laki-laki >60tahun > 60 bulan 0,04 Ya 22 56 perempuan 30-59tahun 3-60 bulan 0,1 Tidak 23 69 laki-laki >60tahun 3-60 bulan 0,16 Tidak 24 48 perempuan 30-59tahun 3-60 bulan 0,1 Tidak 25 58 perempuan 30-59tahun 3-60 bulan 0,16 Tidak 26 65 perempuan >60tahun 3-60 bulan 0,02 Ya 27 54 laki-laki 30-59tahun > 60 bulan 0,06 Ya 28 79 laki-laki >60tahun 3-60 bulan 0,04 Ya 29 34 laki-laki 30-59tahun 3-60 bulan 0,32 Tidak 30 72 perempuan >60tahun 3-60 bulan 0,06 Ya 31 69 laki-laki >60tahun 3-60 bulan 0,06 Ya 32 64 laki-laki >60tahun 3-60 bulan 0,02 Ya 33 67 laki-laki >60tahun 3-60 bulan 0,14 Tidak 34 64 perempuan >60tahun > 60 bulan 0,04 Ya
35 62 perempuan >60tahun 3-60 bulan 0,06 Ya 36 62 laki-laki >60tahun 3-60 bulan 0,02 Ya 37 50 laki-laki 30-59tahun > 60 bulan 0,06 Ya 38 68 laki-laki >60tahun 3-60 bulan 0,06 Ya 39 49 perempuan 30-59tahun 3-60 bulan 0,1 Tidak 40 58 perempuan 30-59tahun 3-60 bulan 0,12 Tidak 41 73 perempuan >60tahun > 60 bulan 0,02 Ya 42 50 laki-laki 30-59tahun 3-60 bulan 0,08 Ya 43 48 laki-laki 30-59tahun > 60 bulan 0,06 Ya 44 33 laki-laki 30-59tahun 3-60 bulan 0,14 Tidak 45 53 laki-laki 30-59tahun 3-60 bulan 0,12 Tidak 46 52 perempuan 30-59tahun > 60 bulan 0,08 Ya 47 45 laki-laki 30-59tahun 3-60 bulan 0,14 Tidak 48 54 laki-laki 30-59tahun 3-60 bulan 0,08 Ya 49 78 perempuan >60tahun > 60 bulan 0,04 Ya 50 36 perempuan 30-59tahun > 60 bulan 0,08 Ya 51 68 perempuan >60tahun 3-60 bulan 0,06 Ya 52 65 laki-laki >60tahun 3-60 bulan 0,06 Ya 53 57 perempuan 30-59tahun 3-60 bulan 0,06 Ya 54 43 perempuan 30-59tahun > 60 bulan 0,06 Ya 55 44 perempuan 30-59tahun 3-60 bulan 0,08 Ya 56 42 laki-laki 30-59tahun > 60 bulan 0,06 Ya 57 62 perempuan >60tahun 3-60 bulan 0,06 Ya 58 60 laki-laki >60tahun > 60 bulan 0,02 Ya 59 58 laki-laki 30-59tahun 3-60 bulan 0,22 Tidak 60 72 laki-laki >60tahun 3-60 bulan 0,06 Ya