KETERWAKILAN PEREMPUAN DI DPRD SUMATERA BARAT TAHUN 2014
III.I Mengeksplorasi Budaya Matrilineal yang Berkembang dalam Kehidupan Bermasyarakat di Provinsi Sumatera Barat
III.2 Gambaran Umum Adat dan Agama di Sumatera Barat
III.2.3 Fungsi dan Peranan Penghulu dalam Kepemimpinan di Minangkabau
Jika dilihat dari artinya, kata penghulu bersala dari kata “Hulu” yang artinya pangkal. Dari penjelasan di atas sudah jelas bagi kita semua bahwa penghulu berarti kepala kaum. Semua penghulu bergelar datuk. Datuk artinya orang berilmu (datu -datu) yang dituakan. Kedudukan penghulu dalam nagari tidak sama atau kedudukan penghulu
bertingkat-tingkat seperti di keselarasan Koto Piliang dan ada juga kedudukan penghulu yang sama seperti keselarasan bodi-caniago. Dalam pepatah adat disebutkan:
“Luhak-bapanghulu”
“Rantau-barajo”
Hal ini berarti bahwa penguasa tertinggi pengaturan masyarakat adat di daerah luhak nan tigo, berada di tangan para penghulu. Jadi penghulu memegang peranan utama dalam kehidupan masyarakat adat. Peranan penghulu sebagai berikut:
1. Sebagai pemimpin yang diangkat bersama oleh kaumnya sesuai rumusan adat: jadi panghulu sakato kaum, jadi raja sakato alam”
2. Sebagai pelindung bagi semua kaumnya
3. Sebagai hakim yang memutuskan semua masalah dan silang sengketa dalam kaum.
Karena penghulu adalah seorang pemimpin di dalam kaumnya maka sebagai seorang penghulu tersebut harus memiliki sifat-sifat penghulu. Sifat-sifat penghulu itu ada empat macam yaitu:
1. Saddiq artinya penghulu itu bersifat benar 2. Amanah artinya penghulu dipercayai lahir batin 3. Fathanah artinya penghulu itu cerdas
4. Tabliq artinya penghulu itu menyampaikan
Di luhak nan tigo, penghulu itulah yang melaksanakan pemerintahan, menyelesaikan pertikaian. Penghulu dalam hal ini diibaratkan:
Kayu gadang di tangah padang Tampek balindung kapanehan Tampek balindung kaujanan Ureknyo tampek baselo
Batangnya tampek basando Pai tampek batanyo
Pulang tampek babarito
Dilihat dari pepatah di atas, dapat dijelaskan bahwa fungsi dari penghulu itu ada dua yaitu:
1. Memerintah dan membimbing anak kemenakan (fungsi kepamongan) 2. Menyelesaikan perselisihan dalam kaumnya (fungsi hakim)
Tapi dalam nagari, penghulu ini dapat dikatakan sebagai dewan nagari dan dewan hakim dalam nagari.
Melihat hal-hal di atas, sudah jelas bagi kita bahwa peran dan fungsi penghulu ini sangat besar sekali dalam kepemimpinan di dalam kerapatan adat minangkabau. Oleh sebab itu yang menjadi seorang penghulu tersebut adalah bukan orang sembarangan. Untuk menjadi seorang penghulu harus memenuhi beberapa syarat yakni:
1. Baliq berakal 2. Berbudi baik 3. Beragama Islam
4. Dipilih oleh ahli waris menurut tali ibu (tali darah menurut adat sepakat ahli waris), nan salingkuang cupak adat, nan sapayuang sapak tagak.
5. Mewarisi gelar sako, dan mempunyai harta pusaka
6. Sanggup mengisi adat manuang limbago menurut adat nagari setempat, badiri penghulu sepakat waris, badiri adat sapakat nagari
7. Pancasilais sejati.
Dan ada juga ditambah syarat-syarat ini menurut adat senagari-nagari yang dibuat dengan kata mufakat. Menurut adat nan teradatkan di nagari setempat.
Matrilineal nyatanya bukan berbicara persoalan kepemimpinan, pemimpin tetap saja laki-laki. Berdasarkan perspektif minang tak berbicara pemimpin, melainkan hanya kepada garis keturunan saja. Misalnya ibu koto, maka anaknya koto. Baik matrilineal maupun matriachaat tetap saja laki-laki yang berkuasa.
Dalam hal pertanggungjawaban ekonomi, baik hukum adat dan hukum islam lelaki harus tetap memberi pendapatan kepada istrinya, namun tak seluruhnya diberikan ke istri. Gaji akan dibagi tiga, yang pertama untuk istri, untuk keluarganya seperti ibu serta adiknya, dan kemudian yang ketiga untuk melaksanakan sosialisasi dalam kehidupan.
Namun dalam hal pengambilan keputusan, laki-laki hanya sebagai penyampai dan pengawas, tetapi yang memutuskan hanya ada pada perempuan ataupun bundo kanduang. Kegiatan adat istiadat, perempuan menentukan dalam hal penetapan tanggal hal pernikahan, apa yang harus dibawa sampai makanan pada hari H juga perempuan yang menentukan.
Namun dalam hal politik itu tak berlaku, ada empat pembagian antara lelaki dan perempuan dalam kehidupan bermasyarakat di Minangkabau. Pembagian tersebut yakni, perempuan mendapatkan garis keturunan dan juga harta pusako tinggi, sedangkan laki-laki memiliki hak untuk hiburan dan kekuasaan.
Seperti pada balai adat jika diadakan musyawarah, maka keputusan yang dibawa dari rumah ke balai adat adalah keputusan yang diambil oleh perempuan di rumah, bisa juga dikatakan bahwa adat minangkabau adalah sistem perwakilan.
Laki-laki yang menyampaikan aspirasi perempuan, maka si perempuan sendiri tak harus keluar rumah untuk menyampaikan hal itu, karena perempuan minang sudah percaya kepada laki-laki seperti kepercayaan memberikan harta kaumnya untuk diurusi mamak. Matrilineal tak berkenan pada kekuasaan, hanya pada garis keturunan anak saja.
Para perempuan minang merasa mereka tak harus turut ikut dalam hal politik, mereka menyerahkan segalanya kepada laki-laki. Perempuan minang lebih berpikir bagaimana
menciptakan seorang anak yang hebat, sehingga nantinya anaknya lah yang akan mengangkat sang ibu melalui anak, maka ia tak sibuk dengsn yang namanya kekuasaan dan politik.
Dalam hal menanamkan nilai-nilai kepada anak terutama agama, posisi perempuan sangat berperan. Karena ibu yang pertama kali berbahasa dengan anak. Karna anak merupakan cerminan dari keluarga sehingga perempuan harus memiliki pendidikan yang cukup untuk dapat mendidik anak-anaknya.ini tercermin dari bebasnya perempuan mengecap pendidikan.
Maka bukanlah hal yang susah dicari dalam masyarakat minangkabau perempuan yang bersekolah, karena tak ada batasan bahwa harus laki-laki yang bersekolah sementara perempuan hanya duduk diam di rumah saja.
Maka dalam hal pemilihan tak ada kaitannya jika ada calon legislatif yang berjenis kelamin perempuan maka semua masyarakat baik laki-laki ataupun perempuan akan lebih memilih perempuan sebagai calon legislatifnya. Karena budaya nyatanya tak berkaitan dengan hal itu, perempuan minang malah merasa bahwa politik itu tak penting dan sudah merasa terbiasa dipimpin oleh laki-laki. Dan selama Sumatera Barat ada, tak pernah terjadi perselisihan terkhusus dalam hal politik. Karena Islam mengukuhkan adat Minangkabau yang ada, sehingga tak ada perselisihan yang ada.
III.3 Alasan Mengapa budaya Matrilineal Tidak Berpengaruh Terhadap Keterwakilan