• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambar 1 Susunan molekul tropokolagen dari fibril kolagen (Lehninger 1993).

TINJAUAN PUSTAKA Tulang Sap

Gambar 1 Susunan molekul tropokolagen dari fibril kolagen (Lehninger 1993).

Bila suatu protein dihidrolisis dengan asam, alkali atau enzim akan dihasilkan campuran asam-asam amino. Sebuah asam amino terdiri dari sebuah gugus amino, sebuah gugus karboksil, sebuah atom hidrogen, dan gugus R yang terikat pada sebuah atom C yang dikenal sebagai á, serta gugus R merupakan rantai cabang

(Winarno 1997).

Gelatin

Gelatin adalah suatu protein yang terdiri dari beberapa asam amino. Sifat-sifat yang dimiliki tergantung dari komposisi asam amino tersebut. Komposisi asam amino bervariasi tergantung pada sumber kolagen, spesies hewan penghasil jenis kolagen. Gelatin dan kolagen memiliki dalam komposisi kimianya yang berbeda (Eastoe dan Leach 1977).

Gelatin dapat diperoleh dengan cara denaturasi panas dari kolagen (Gelatine Food Science 2004). Pemanasan kolagen secara bertahap akan menyebabkan struktur rusak dan rantai-rantai akan terpisah. Berat molekul, bentuk konformasi sensitif terhadap perubahan temperatur yang dapat menghancurkan makro molekulnya (Wong 1989).

Menurut Leiner Davis Gelatin Co (2000) gelatin diperoleh dari hidrolisis terkontrol serat protein kolagen yang banyak ditemukan di alam sebagai unsur pokok dari kulit, tulang dan jaringan pengikat. Berdasarkan proses pembuatannya gelatin dapat dibagi menjadi dua tipe yaitu proses asam disebut gelatin tipe A dan gelatin yang diperoleh dari proses basa disebut gelatin tipe B.

Menurut Poppe (1992), gelatin merupakan hasil hidrolisis parsial kolagen yang diperoleh melalui ekstraksi dalam air panas yang dikombinasikan dengan perlakuan alkali atau asam. Struktur kimia gelatin menurut Chaplin (2004) disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2 Struktur kimia gelatin (Chaplin 2004).

Salah satu tipe struktur gelatin adalah –Ala-Gly-Pro-Arg-Gly-Glu-4Hyp-Gly- Pro- (Chaplin 2004). Gelatin merupakan senyawa turunan protein dari serat kolagen yang ada pada kulit, tulang dan tulang rawan. Susunan asam aminonya mirip dengan kolagen dimana glisin sebagai asam amino utama dan merupakan 2/3 dari seluruh asam amino yang menyusunnya, 1/3 asam amino yang tersisa terdiri dari prolin dan hidroksiprolin (Charley 1982).

Parker (1982) menyatakan bahwa gelatin merupakan suatu polimer linier dari asam amino yang umumnya terjadi dari pengulangan asam amino glisin-prolin- prolin atau glisin-prolin-hidroksiprolin. Komposisi asam amino gelatin bervariasi tergantung pada spesies hewan penghasil, sumber kolagen dan jenis kolagen (Ward dan Courts 1977). Gelatin bukan termasuk protein yang lengkap karena kekurangannya akan asam amino esensial triptofan, tetapi gelatin mengandung sedikit asam amino yang jarang ditemui yaitu hidroksilisin (Glicksman 1969). Hasil penelitian Gelatine Food Science (2004) menyatakan bahwa komposisi asam-asam amino non esensial dan esensial gelatin tergantung pada bahan bakunya dan cara pembuatannya seperti tertera pada Tabel 3.

Tabel 3 Komposisi asam amino non esensial dan esensial gelatin

Asam amino non esensial

Persentase

(%) Asam amino esensial

Persentase (%) Glisin 21 Valin 2 Alanin 9 Isoleusin 1 Serin 4 Leusin 3 Prolin 12 Treonin 2 Tirosin <1 Fenilalanin 2

Asam aspartat 6 Metionin <1

Asam glutamat 10 Histidin <1

Hidroksiprolin 12 Arginin 8

Hidroksilisin 1 Lisin 4

Sumber : Gelatine Food Science (2004)

Gelatin merupakan protein jenis kolagen yang dihidrolisis dengan asam, alkali atau enzim sehingga dihasilkan campuran asam-asam amino. Gelatin mengandung asam amino non essensial yaitu asam glutamat yang tinggi yang sangat penting peranannya dalam pengolahan makanan, karena dapat menimbulkan cita rasa yang lesat (Winarno 1997).

Secara fisik gelatin dapat berbentuk bubuk, pasta maupun lembaran gelatin. Gelatin yang berbentuk lembaran dan butiran sebelum digunakan perlu direndam terlebih dahulu, sedangkan gelatin yang berbentuk bubuk langsung digunakan. Produk gelatin murni mempunyai sifat tidak berasa, tidak berbau dan memiliki warna sedikit kuning (Mrak dan Stewart 1957). Gelatin memiliki beberapa sifat yaitu dapat berubah secara reversible dari bentuk sol ke gel, membengkak atau

mengembang dalam air dingin, dapat membentuk film, mempengaruhi viskositas suatu bahan dan dapat melindungi sistem koloid (Parker 1982). Menurut Jones (1977) sifat gelatin yang dapat mengubah bentuk sol menjadi gel atau mengubah cairan menjadi padatan elastis yang bersifat reversible tersebut yang membedakan gelatin dengan gel hidrokoloid lain seperti pektin, pati, alginat, protein susu, dan albumin telur yang bentuk gelnya bersifat irreversible.

Pembuatan Gelatin

Menurut Hinterwaldner (1977), proses pembuatan gelatin dapat dibagi menjadi dua yaitu; gelatin tipe A (proses asam) dan gelatin tipe B (proses basa). Pada proses asam bahan baku direndam dalam larutan asam organik seperti asam klorida, asam sulfat, asam sulfit dan asam fosfat. Diantara asam organik tersebut yang paling baik dan umum digunakan adalah asam klorida (HCl). Konsentrasi HCl yang digunakan dalam pembuatan gelatin 1-5% dengan masa rendam selama 10-48 jam. Kelebihan HCl dibandingkan dengan jenis asam lain adalah mampu menguraikan serat kolagen lebih banyak dan cepat tanpa mempengaruhi kualitas gelatin yang dihasilkan serta mengubah serat kolagen triple heliks menjadi rantai tunggal (Ward dan Courts 1977). Sedangkan pada proses basa, perendaman bahan baku dilakukan dengan larutan alkali misalnya air kapur dengan masa rendamnya 8-12 minggu dan dihasilkan rantai ganda (Poppe 1992).

Proses pembuatan gelatin secara umum dibagi dalam tiga tahap yaitu pertama persiapan bahan baku yang berupa penghilangan komponen non kolagen dari bahan baku dengan atau tanpa pengurangan ikatan antara komponen kolagen, kedua konversi kolagen menjadi gelatin dan ketiga pemurnian serta perolehan gelatin dalam bentuk kering. Adapun tahap tahap pembentukan gelatin dari tulang sapi meliputi pembersihan, pemilihan dan pengecilan tulang, degreasing, demineralisasi, perendaman larutan asam, ekstraksi, pemekatan dan pengeringan (Hinterwaldner 1977). Lebih lanjut dinyatakan bahwa konversi kolagen menjadi gelatin dilakukan pada suhu ekstraksi terkontrol untuk mencegah kerusakan protein. Suhu ekstraksi yang digunakan antara 50-100 oC atau lebih rendah, sedangkan nilai pH ekstraksi dapat bervariasi untuk setiap metode. Proses pemurnian dilakukan dengan cara penyaringan yang bertujuan untuk

menghilangkan zat-zat lain yang tidak larut yang akan mengurangi kemurnian gelatin. Tahapan proses ekstraksi kolagen secara bertingkat menjadi gelatin disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Tahapan proses ekstraksi kolagen secara bertingkat menghasilkan gelatin

Ekstraksi Waktu (jam) Suhu (oC) Rendemen (%)

1 4 – 9 55 – 65 5 – 10 2 4 – 9 65 – 75 3 – 6 3 4 – 6 75 – 85 3 – 6 4 4 – 6 85 – 95 2 – 4 5 2 – 4 95 – 100 1 – 2 Total 14 – 28 Sumber : Glicksman (1969)

Pemekatan larutan gelatin untuk meningkatkan total solid larutan sehingga mempercepat proses pengeringan dengan menggunakan evaporator. Menurut Hadiwiyoto (1983), pemekatan dilakukan selama 5 jam pada suhu 70 oC hingga kepekatan mencapai 25%-30%.

Pada prinsipnya terbentuk sifat-sifat gel akibat adanya pembentukan jala atau jaringan tiga dimensi oleh molekul polimer. Kunci utama dalam pembentukan gel (gelasi = gelation) adalah pembentukan ikatan silang (cross lingkages) diantara molekul-molekul polimer yang memperkuat jaringan gel. Ikatan-ikatan silang yang terdapat pada gel bahan pangan umumnya tidak permanen. Molekul- molekul polimer diikat longgar oleh sejumlah besar ikatan-ikatan yang lemah seperti ikatan hidrogen (Fardiaz 1989).

Salah satu sifat gelatin yang secara makromolekul berperan dalam pemanfaatannya adalah perubahan dari sol ke gel atau sebaliknya. Gel gelatin terbentuk oleh ikatan rantai molekul yang bersifat interaksi termasuk ikatan hidrogen, ikatan ion dan ikatan hidrofobik antar rantai. Perubahan sol ke gel atau sebaliknya dipengaruhi oleh perubahan suhu, komposisi pelarut dan pH (Yoshimura et al. 2000).

Sifat Fisik Gelatin

Salah satu sifat fisik yang penting pada gelatin adalah kekuatan untuk membentuk gel yang disebut sebagai kekuatan gel. Pembentukan gel merupakan hasil pembentukan ikatan hydrogen antar molekul gelatin sehingga dihasilkan gel

semi padat yang terikat dalam komponen air. Kekuatan gel dipengaruhi oleh pH, adanya komponen elektrolit dan non elektrolit serta bahan tambahan lainnya. Pengaruh asam, alkali, panas dan enzim proteolitik sebagai zat penghidrolisis akan merusak struktur gelatin sehingga gel tidak terbentuk. Viskositas gelatin sebagai larutan merupakan salah satu sifat yang penting juga. Viskositas dipengaruhi oleh interaksi hidrodinamik antar molekul gelatin, suhu, pH dan konsentrasi. Sifat fisik lainnya adalah titik pembentukan gel, kekeruhan, warna, kapasitas emulsi, dan stabilitas emulsi (Glicksman 1969). Berdasarkan Dewan Standarisasi Nasional No.06-3735-1995 (1995) dan Gelatin Manufacturers Institute of America (GMIA) (2001), karakteristik gelatin tertera pada Tabel 5.

Tabel 5 Standar mutu gelatin berdasarkan Standar Nasional Indonesia No. 06-3735 -1995 dan GMIA

Karakteristik SNI No. 06-3735-1995*

Warna Tidak berwarna sampai kekuningan

Bau, rasa Normal

Kadar air Maksimum 16%

Kadar abu Maksimum 3.25%

Kekuatan gel 50-300 bloom**

Viskositas 15-70 mps atau 1.5-7 cP**

pH 4.5-6.5**

Logam berat Maksimum 50 mg/kg

Arsen Maksimum 2 mg/kg

Tembaga Maksimum 30 mg/kg

Seng Maksimum 100 mg/kg

Sulfit Maksimum 1000 mg/kg

Sumber : *DSN (1995), ** GMIA (2001)

Gelatin mudah larut pada suhu 71 oC dan cenderung membentuk gel pada suhu 48 oC. Gelatin mudah larut dalam gliserol, manitol, sorbitol dan propilen, tetapi tidak larut dalam alkohol, aseton dan pelarut non polar seperti tetraklorida, protelium, ether dan karbon disulfida (Glicksman 1969).

Sifat fisik maupun kimia gelatin tergantung pada kualitas bahan baku, pH, keberadaan zat-zat organik, metode ekstraksi, suhu dan konsentrasi (Parker 1982). Menurut Gelatin Manufacturers Institute of America (GMIA) (2001), beberapa sifat penting gelatin dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Sifat – sifat fungsional gelatin tipe A dan tipe B

Sifat Tipe A Tipe B

Kekuatan gel (Bloom) 50.00 - 300.00 50.00 - 300.00 Viskositas (cP) 1.50 - 7.50 2.00 - 7.50 Kadar abu (%) 0.30 - 2.00 0.50 - 2.00

pH 3.80 - 6.00 5.00 - 7.10

Titik isoelektrik 7.00 - 9.00 4.70 - 5.40 Sumber : GMIA (2001)

Hasil penelitian Aryanti (1998), menunjukkan bahwa kualitas gelatin yang dihasilkan dari tulang domba bervariasi dengan nilai rendemen berkisar 1.64- 9.43%, kadar protein 7.581%-86.79%, pH 2.94-3.84, viskositas 4.45 cP-6.85 cP dan kekuatan gel 187-808 g/cm2. Untuk variasai lama perendaman 10,29,dan 48 jam dengan menggunakan HCl 5 %. Hasil penelitian tersebut disimpulkan bahwa kualitas gelatin yang terbaik dengan kuantitas yang terbanyak diperoleh melalui perendaman dalam HCl 5% selama 29 jam dengan rendemen 8,4%, kadar protein 84.91 %, pH 3.64, viskositas 5.9 cP dan kekuatan gel 727.5 g/cm2.

Menurut Siringoringo (2000), kualitas gelatin yang berasal dari tulang domba dengan jenis perendaman basa 5%, 10%, dan 15% selama 6, 8, dan 10 minggu diperoleh rendemen berkisar 3.52-6.52%, kadar protein 71.98-83.32%, pH 5.08- 5.09 dan viskositas 4.50 cP-8.39 cP serta kekuatan gel 49.98 g/cm2-113.95 g/cm2. Hasil penelitian ini disimpulkan bahwa penggunaan larutan basa 5% dengan lama perendaman 6 minggu menghasilkan kualitas yang terbaik dengan kuantitas yang tinggi yakni dengan nilai rendemen 5.70 % kadar protein 83.32%, pH 5.09, viskositas 4.50 cP dan kekuatan gel 113.95g/cm2.

Manfaat Gelatin

Gelatin merupakan koloid yang digunakan secara luas, sebagai koloid yang bersifat hidrofilik dapat digunakan untuk menstabilkan koloid yang bersifat hidrofobik. Sehingga efektif digunakan sebagai pengemulsi, dan penstabil dalam sistem emulsi (Glisksman 1969). Gelatin sebagai pelindung koloid dapat berguna dalam industri fotografi dan pelapisan logam dalam industri (Ward dan Courts 1977)

Gelatin dapat dimanfaatkan dalam berbagai produk pangan maupun non pangan. Industri pangan yang membutuhkan gelatin adalah industri permen, jelly, es krim, roti, saus, produk daging dan produk olahan susu. Sedangkan dalam industri non pangan, gelatin digunakan dalam industri kosmetik yaitu lipstik, shampo, krim pelindung kulit dari sinar matahari dan lotion; industri farmasi yaitu sebagai bahan baku kapsul atau pembungkus tablet obat; industri fotografi yaitu sebagai pengikat bahan peka cahaya, pembawa dan pelapis zat warna film,serta bahan industri lainnya seperti industri pembuatan lem, pelapis kertas, cat, bahan percetakan dan lain-lain (Poppe 1992).

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini berlangsung dari bulan Januari sampai September 2005. Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknologi Agroindustri Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (LTA BPPT) yang terletak di kawasan PUSPITEK, Serpong, Tangerang. Analisa dilakukan di Laboratorium Kimia Pangan PAU, Laboratorium Rekayasa Bioproses Pangan PAU, Institut Pertanian Bogor, dan Laboratorium Balai Penelitian Pasca Panen (BALITPASCA), Bogor.

Materi Penelitian Bahan dan Alat

Bahan baku digunakan dalam penelitian ini meliputi tulang sapi bagian paha belakang (os femur), diperoleh dari Rumah Potong Hewan (RPH), PT Celmor Perdana Indonesia Indonesia yang berada didalam kawasan kampus Institut Pertanian Bogor, Bogor. Tulang sapi segar disimpan dalam freezer sebelum dibawa ketempat penelitian di Serpong.

Gambar 3 Tulang femur sapi.

Bahan-bahan lain adalah gelatin komersial, asam klorida, serta bahan yang digunakan untuk analisis fisik dan kimia; H2SO4 pekat, larutan H2BO3, aquades,

NaOH, HCl 0.02 N dan selenium mixture.

Peralatan yang digunakan dalam pembuatan gelatin adalah timbangan, wadah plastik (ember dan baskom), pan plastik, mesin cuci, pisau, gergaji listrik, filter vakum, saringan dengan ukuran 100 mesh, 150 mesh, dan 200 mesh,

water batch, panci stainless stell, blender, termometer, gelas piala, gelas ukur,

Dokumen terkait