• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Insiden Keselamatan Pasien di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Al-

BAB VI PEMBAHASAN

B. Gambaran Insiden Keselamatan Pasien di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Al-

Al-Islam Bandung pada Periode 2012-2016

Pasien yang dirawat di rumah sakit mempunyai hak untuk mendapatkan asuhan pasien yang aman melalui suatu sistem yang dapat mencegah terjadinya insiden keselamatan pasien. Berdasarkan PMK No. 1691 tahun 2011, keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien menjadi lebih aman. Sedangkan insiden keselamatan pasien merupakan suatu kejadian atau situasi yang tidak disengaja dan kondisi

107

yang mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera pada pasien yang sebenarnya dapat dicegah.

Hasil penelitian pada 76 perawat pelaksana yang bertugas di unit rawat inap, peneliti menemukan bahwa sebagian besar perawat tidak pernah melakukan insiden keselamatan pasien yaitu sebanyak 46 perawat atau sebesar 60,5%. Meskipun sebagian besar perawat tidak pernah melakukan insiden keselamatan pasien, akan tetapi masih ditemukan perawat yang pernah melakukan insiden keselamatan pasien yaitu sebanyak 30 perawat atau sebesar 39,5%. Hal ini berarti insiden keselamatan pasien masih terjadi di ruang perawatan. Dalam PMK No. 129 tahun 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit bahwa, insiden keselamatan pasien standarnya adalah 0% kasus atau 100% tidak terjadi di rumah sakit. Sehingga hal tersebut menunjukkan belum dapat memenuhi standar yang ditetapkan dan menggambarkan bahwa sebagian perawat dalam memberikan pelayanan asuhan perawatan kepada pasien di unit rawat inap belum mengutamakan aspek keselamatan pasien secara optimal dan mengindikasikan bahwa terdapat banyak kejadian yang potensi menimbulkan kerugian bahkan mengancam keselamatan pasien.

Hasil penelitian ini diperkuat dari laporan insiden keselamatan pasien oleh Komite Keselamatan Rumah Sakit Al-Islam Bandung, yakni pada tahun 2013 terdapat sebanyak 108 insiden, tahun 2014 terdapat sebanyak 129 insiden, dan tahun 2015 terdapat sebanyak 105 insiden. Sebagian besar insiden keselamatan pasien yang dilaporkan terjadi di ruang rawat inap.

108

Didalam pelayanan kesehatan di rumah sakit seperti yang tertuang dalam UU No.44 tahun 2009 pasal 29 menyatakan bahwa rumah sakit berkewajiban memberi pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, anti diskriminasi, dan efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar pelayanan minimal rumah sakit. Sehingga semua insiden yang terjadi di rumah sakit merupakan tanggung jawab dari rumah sakit khususnya perawat dalam melakukan proses pemberian pelayanan kesehatan kepada pasien sebagai penerima pelayanan kesehatan. Terjadinya insiden keselamatan pasien di rumah sakit sekecil apapun kejadiannya haruslah segera ditangani, jika tidak hal ini akan memberikan dampak yang merugikan bagi pihak rumah sakit, staf, dan pasien sebagai penerima pelayanan. Adapun dampak yang ditimbulkan menurut Flynn (2002) dalam (Cahyono, 2008) adalah menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan karena rendahnya kualitas atau mutu asuhan yang diberikan kepada pasien.

Dampak lain yang dapat terjadi menurut Apriningsih (2013) adalah memperpanjang masa rawat, meningkatkan cidera, kematian, perilaku saling menyalahkan, konflik antara petugas dan pasien, tuntutan dan proses hukum, blow up media massa, dapat menurunkan citra dari sebuah rumah sakit, serta dapat mengindikasikan bahwa mutu pelayanan di rumah sakit masih kurang baik. Kondisi ini harus mampu diantisipasi oleh penyelenggara layanan kesehatan agar keselamatan pasien terjamin, kontinuitas pelayanan, dan organisasi tetap berjalan.

Menurut Elrifda (2011), adanya insiden keselamatan pasien di rumah sakit memerlukan perhatian pihak manajemen dan petugas sendiri agar di masa

109

yang akan datang keselamatan pasien lebih ditingkatkan karena keselamatan pasien bukan hanya penting bagi pasien atau keluarganya, tetapi juga mempengaruhi eksistensi institusi dalam jangka panjang. Bila keselamatan pasien kurang diperhatikan sehingga menyebabkan kejadian tidak diinginkan dan merugikan pasien maka reputasi mutu rumah sakit akan berkurang di mata masyarakat. Efek domino dari permasalahan ini adalah promosi dari mulut ke mulut tentang kurangnya mutu pelayanan dikalangan masyarakat yang akan memperburuk reputasi rumah sakit hingga akhirnya masyarakat akan memilih rumah sakit lain untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.

Insiden keselamatan pasien pada penelitian ini meliputi: Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) yaitu kejadian yang berakibat cidera, Kejadian Nyaris Cidera (KNC) yaitu kejadian yang berpotensial menimbulkan cidera, dan Kejadian Tidak Cidera (KTC) yaitu kejadian yang tidak menimbulkan cidera. Hasil penelitian pada 76 perawat pelaksana yang bertugas di unit rawat inap, peneliti menemukan bahwa dari 30 perawat atau sebesar 39,5% yang pernah melakukan insiden keselamatan pasien yaitu sebanyak 20 perawat atau sebesar 26,3% pernah melakukan KTD yang disebabkan karena pasien yang dirawat terjatuh dari tempat tidur sehingga pasien mengalami cedera karena tidak melakukan identifikasi dan pengelolaan risiko pasien sebanyak 17,1% dan komunikasi yang tidak efektif sehingga terjadi insiden yang merugikan pasien sebanyak 13,1%.

Hasil analisis distribusi pernyataan perawat terkait KNC diketahui sebanyak 23 perawat atau sebesar 30,3% pernah melakukan KNC yang disebabkan karena pasien yang dirawat terjatuh dari tempat tidur tetapi pasien

110

tidak mengalami cedera sebanyak 18,7% dan terjadi kesalahan dalam pengisisan data rekam medik pasien sehingga melakukan kesalahan dalam pemberian tindakan tetapi pasien tidak mengalami cedera sebanyak 13,1%.

Hasil analisis distribusi pernyataan perawat terkait KTC diketahui sebanyak 28 perawat atau sebesar 36,8% pernah melakukan KTC yang disebabkan karena terjadi kesalahan tindakan akibat pengisian rekam medik pasien sebanyak 32,9%% dan pasien yang dirawat hampir terjatuh dari tempat tidur tetapi tidak terjadi karena segera diketahui oleh petugas yang sedang berjaga sebanyak 30,3%.

Berdasarkan jenisnya, insiden keselamatan pasien yang paling banyak terjadi adalah insiden KTC dibandingkan dengan insiden KNC dan insiden KTD. Hasil ini diperkuat pula dari data laporan insiden keselamatan pasien oleh Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit Al-Islam Bandung pada tahun 2013, yakni terdapat sebanyak 72 KTC, 16 KNC, dan 18 KTD. Tahun 2014 terdapat sebanyak 96 KTC, 23 KNC, dan 9 KTD. Tahun 2015 terdapat sebanyak 66 KTC, 8 KNC, dan 28 KTD.

Sejalan dengan penelitian yang dilakukan Mustikawati (2011) bahwa KTD lebih jarang terjadi dibandingkan dengan KNC sebesar 26,3% di Unit Perawatan Rumah Sakit Pondok Indah Jakarta Tahun 2009 – 2010. Bentuk KTD dan KNC yang terjadi adalah 1) ketidaksesuaian identifikasi pasien seperti salah penulisan nomor medical record, penulisan nama pasien yang kurang tepat, penempelan stiker nama pasien tidak sama dengan penulisan manual, dan penulisan nomor kamar pasien yang salah, 2) kesalahan dalam

111

pemberian obat seperti salah pasien, salah dosis, dan salah jenis obat, 3) sampel darah pasien tertukar, dan 4) pasien jatuh.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, dari keseluruhan insiden keselamatan pasien yang pernah dilakukan oleh perawat yang paling banyak terjadi adalah insiden jatuh di ruang perawatan. Hal tersebut disebabkan perawat tidak melakukan identifikasi dan pengelolaan risiko pasien. Hasil ini didukung pula oleh data laporan insiden keselamatan pasien, bahwa jumlah insiden jatuh pada tahun 2013 terdapat 13 kasus, tahun 2014 terdapat 21 kasus, dan tahun 2015 terdapat 22 kasus. Hal ini berarti dari tahun 2013 sampai dengan tahun 2015, insiden jatuh mengalami peningkatan setiap tahunnya.

Berdasarkan hasil pengamatan pada saat penelitian, perawat pelaksana yang bertugas di unit rawat inap masih ditemukan belum melakukan asessment ulang atau pengkajian secara berkala sesuai dengan penilaian pada pasien yang memiliki risiko jatuh dan jika terjadi perubahan kondisi atau pengobatan. Hal tersebut belum sesuai dengan prosedur yang berlaku di Rumah Sakit Al-Islam Bandung yang seharusnya perawat harus melakukan assesment ulang atau pengkajian secara berkala. Selain itu, pada pengisian formulir pengkajian ulang untuk pasien yang memiliki resiko jatuh, perawat tidak melakukan penilaian yang dilengkapi dengan waktu pelaksanaan pengkajian. Hal tersebut dikhawatirkan dapat menimbulkan insiden jatuh karena terjadinya perubahan kondisi pasien atau pengobatan.

Selanjutnya, berdasarkan hasil investigasi sederhana yang dilakukan oleh staf Sub Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit Al-Islam Bandung ditemukan pula bahwa terjadinya insiden jatuh disebabkan pasien atau keluarga

112

pasien tidak memberitahu perawat yang sedang berjaga ketika pasien akan meninggalkan tempat tidur untuk meminta bantuan mendampingi pasien. Hal ini dikarenakan perawat belum melakukan edukasi kepada pasien dan keluarga pasien mengenai faktor risiko jatuh di lingkungan rumah sakit dan meminta persetujuan keikutsertaan untuk mengikuti strategi pencegahan jatuh sepanjang keperawatan pasien melalui pengisian formulir yang telah ditetapkan. Edukasi tersebut meliputi pemberian informasi kepada pasien dan keluarga pasien dalam semua aktifitas sebelum memulai penggunaan alat bantu dan mengajarkan pasien untuk menggunakan pegangan dinding baik di kamar mandi atau pegangan pasien di dinding koridor bangsal.

Dampak terburuk dari terjadinya insiden jatuh menurut Stanley (2006), yakni beberapa kasus di antaranya berakibat pada kematian dan luka berat. Insiden jatuh dapat mengakibatkan berbagai jenis cedera, kerusakan fisik, dan psikologis. Kerusakan fisik yang paling ditakuti dari insiden jatuh adalah patah tulang panggul. Jenis patah tulang lain yang sering terjadi akibat jatuh adalah patah tulang pergelangan tangan, lengan atas dan pelvis, serta kerusakan jaringan lunak. Dampak psikologis selain cedera fisik, yakni syok pasca jatuh dan rasa takut akan terjatuh lagi yang dapat memiliki banyak konsekuensi termasuk ansietas, hilangnya rasa percaya diri, pembatasan dalam aktivitas sehari-hari, dan falafobia atau fobia jatuh.

Menurut Potter dan Perry (2009), beberapa intervensi yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya insiden jatuh pada pasien antara lain: 1) mengorientasikan pasien pada saat masuk rumah sakit dan menjelaskan sistem komunikasi yang ada, 2) bersikap hati – hati saat mengkaji pasien dengan

113

keterbatasan gerak, 3) melakukan supervisi ketat pada awal pasien dirawat terutama malam hari, 4) menganjurkan menggunakan bed bila membutuhkan bantuan, 5) memberikan alas kaki yang tidak licin, 6) memberikan pencahayaan yang adekuat, 7) memasang pengaman tempat tidur terutama pada pasien dengan penurunan kesadaran dan gangguan mobilitas, dan (8) menjaga lantai kamar mandi agar tidak licin.

Dalam penilaian Akreditasi versi 2012, sebuah rumah sakit memerlukan elemen penilaian untuk mengurangi risiko jatuh. Elemen penilaian pengurangan risiko jatuh meliputi: 1) rumah sakit melakukan proses assesmen awal atas pasien terhadap risiko jatuh dan melakukan asessmen ulang pasien bila diindikasikan terjadi perubahan kondisi atau pengobatan, dan lain – lain, 2) langkah – langkah diterapkan untuk mengurangi risiko jatuh bagi mereka yang pada hasil asessmen berisiko jatuh, 3) langkah – langkah dimonitor hasilnya, baik keberhasilan pengurangan cedera akibat jatuh dan dampak dari kejadian yang tidak diharapkan, dan 4) kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan untuk mengarahkan pengurangan berkelanjutan risiko pasien cedera akibat jatuh dirumah sakit.

Upaya yang dilakukan oleh rumah sakit untuk mencegah dan mengurangi terjadinya insiden keselamatan pasien di rumah sakit yaitu melalui penerapan program keselamatan pasien. Sistem dalam keselamatan pasien dalam PMK No. 1691 tahun 2011 meliputi: assessmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, serta kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya, serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko.

114

Selain itu, dalam Permenkes No. 1691 tahun 2011 disebutkan bahwa setiap rumah sakit wajib mengupayakan pemenuhan sasaran keselamatan pasien. Sasaran keselamatan pasien rumah sakit yang saat ini digunakan mengacu pada “Nine Life Saving Patient Safety Solutions” dari WHO Patient Safety tahun 2007 yang juga digunakan oleh Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) Persatuan Rumah Sakit Indonesia (PERSI), terdiri dari: 1) ketepatan identifikasi pasien, 2) peningkatan komunikasi secara efektif, 3) peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai, 4) kepastian tepat lokasi tepat prosedur dan tepat pasien operasi, 5) pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan, dan 6) pengurangan risiko pasien jatuh.

Sistem tersebut diharapkan dapat meminimalisir atau mencegah risiko terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan, sehingga dapat belajar dari persitiwa yang tidak diharapkan, nyaris terjadi, dan akan terjadi. Menurut Kohn (2000), inti dari sistem keselamatan pasien adalah belajar. Proses belajar dan perbaikan yang berkelanjutan mengacu pada pembelajaran dari kesalahan (error). Bagaimana terjadi dan bagaimana tindakan pencegahan yang harus dilakukan supaya kesalahan tidak terulang kembali. Organisasi kesehatan harus membuat dan memelihara lingkungan dan sistem untuk menganalisa kesalahan yang terjadi.

115