• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Umum Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit Al-Islam Bandung . 77

BAB V HASIL PENELITIAN

B. Gambaran Umum Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit Al-Islam Bandung . 77

Bandung

Meningkatnya keadaan sosial ekonomi masyarakat dan kesadaran masyarakat akan hukum, membuat rumah sakit dituntut untuk memberikan pelayanan yang bermutu tinggi, aman, dan selalu menggunakan teknologi mutakhir. Pelayanan di rumah sakit sangat kompleks dan multidisiplin dengan ratusan bahkan ribuan prosedur, sehingga kemungkinan terjadi kesalahan atau insiden sangat besar. Oleh karena itu, Rumah Sakit Al-Islam Bandung telah melakukan berbagai upaya pengendalian mutu agar dapat memberikan mutu pelayanan terbaik, namun demikian masih tetap ada komplain/ketidakpuasaan dari pihak pengguna pelayanan. Demikian pula laporan insiden masih terjadi baik yang dilaporkan oleh staf rumah sakit sendiri maupun laporan yang didapat dari pihak pengguna pelayanan, serta tidak sedikit berujung pada tuntutan penggantian secara materil.

78

Budaya saling menyalahkan apabila terjadi insiden masih sering terjadi dan dirasakan masih kurangnya komunikasi serta transparansi dari pihak pemberi pelayanan kepada masyarakat walaupun sudah terdapat wadah profesi baik medis, keperawatan, profesi lain, maupun non medis sebagai advisory board dalam menjaga mutu pelayanan. Hal – hal tersebut dirasakan perlu upaya lain dalam peningkatan mutu pelayanan yang lebih terstruktur dan bersifat proaktif. Tujuannya agar insiden di rumah sakit dapat diminimalisir dan pada akhirnya akan berkembang suatu budaya karyawan yang memberikan pelayanan bermutu tinggi, aman, transparan, dan responsive menjadi bagian dari kegiatan yang tidak terpisahkan dalam kehidupan profesi sehari – hari.

Untuk meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit, salah satu upaya yang dilakukan yaitu melalui penerapkan program keselamatan pasien sesuai standar yang telah ditetapkan oleh Komite Keselatamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) PERSI dan The Joint Comission International (JCI). Pada tahun 2011, Rumah Sakit Al-Islam Bandung telah terakreditasi lulus tingkat lengkap (16 pelayanan). Kemudian pada tahun 2016, telah lulus paripurna dalam penilaian Akreditasi Rumah Sakit Nasional Versi 2012. Hal tersebut dilakukan sesuai dengan visinya untuk menjadi rumah sakit yang unggul, islami, dan terpercaya dalam pelayanan dan pengelolaan, serta misinya yaitu melaksanakan pelayanan kesehatan dengan memberi kepuasan kepada konsumen sehingga melebihi apa yang diharapkan.

Rumah Sakit Al-Islam Bandung telah memiliki komite khusus yang menangani keselamatan pasien rumah sakit. Komite tersebut yakni Sub Komite Keselamatan Pasien yang berada dalam Komite Mutu dan Keselamatan Pasien

79

(KMKP) yang telah ditetapkan oleh keputusan Direktur Rumah Sakit AI-Islam Bandung pada tahun 2008. Komite Mutu dan Keselamatan Pasien Rumah Sakit merupakan unit fungsional yang dipimpin seorang ketua yang diangkat oleh direktur, memiliki ruang lingkup membantu direktur dalam menjalankan program peningkatan mutu, sasaran keselamatan pasien, dan manajemen risiko rumah sakit. Pada bagan 5.1 merupakan struktur organisasi Komite Mjutu dan Keselamatan Pasien Rumah Sakit Al-Islam Bandung Tahun 2016.

DIREKTUR

KETUA KOMITE MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN SUB KOMITE MANAJEMEN RISIKO SUB KOMITE MANAJEMEN MUTU SUB KOMITE KESELAMATAN PASIEN

PENANGGUNG JAWAB MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN UNIT PELAYANAN STRUKTUR ORGANISASI KOMITE MUTU DAN KESELAMATAN

PASIEN RUMAH SAKIT AL ISLAM BANDUNG

Sumber: Profil Rumah Sakit Al-Islam Bandung Tahun 2016

Bagan 5.1 Struktur Organisasi Komite Mutu dan Keselamatan Pasien

80

Rumah Sakit Al-Islam Bandung telah menerapkan sasaran keselamatan pasien sejak tahun 2010 sebagai program kerja yang dilaksanakan oleh Sub Komite Keselamatan Pasien. Adapun pelaksanaan sasaran keselamatan pasien di Rumah Sakit Al-Islam Bandung sebagai berikut:

a. Ketepatan Identifikasi Pasien

Pada sasaran keselamatan pasien pertama, pelaksanaan ketepatan identifikasi pasien ditetapkan berdasarkan kebijakan SK Direktur Rumah Sakit Al-Islam Bandung No.4020/RSAI/UM/VIII/2014 tentang Identifikasi Pasien di Rumah Sakit Al-Islam Bandung dengan telah terbentuknya panduan identifikasi pasien dan Standar Operasional Prosedur (SOP) identifikasi pasien yang mengarahkan pelaksanaan identifikasi yang konsisten pada semua situasi dan lokasi. Identifikasi pasien adalah proses pengumpulan data, pencatatan dan konfirmasi segala keterangan tentang bukti – bukti dari pasien agar sesuai dengan rekam medik pasien, sehingga dapat menetapkan dan menyamakan keterangan tersebut.

Untuk melakukan identifikasi pasien, Rumah Sakit Al-Islam Bandung telah menggunakan minimal dua identitas pasien yaitu nama, tanggal lahir dan nomor rekam medis. Petugas melakukan identifikasi pasien dengan cara menanyakan langsung kepada pasien. Pelaksanaan identifikasi pasien dilakukan sejak dari awal pasien masuk rumah sakit yaitu di perawatan IGD (Instalasi Gawat Darurat) dan akan selalu dikonfirmasi dalam segala proses di rumah sakit. Proses verifikasi identifikasi pasien dilakukan pada saat sebelum pemberian obat, sebelum pemberian transfusi darah atau produk darah, sebelum pengambilan spesimen untuk pemeriksaan klinis (seperti:

81

darah, urin, dan cairan tubuh lainnya) dan sebelum pemberian tindakan atau prosedur.

Sarana identifikasi pasien yang berlaku di Rumah Sakit Al-Islam Bandung terdiri dari gelang identitas pasien, label identitas pasien, berkas rekam medis dan formulir pelayanan (lembar bukti pendaftaran pelayanan, surat pengantar dirawat, formulir pemeriksaan penunjang, surat rujukan pelayanan, dan lembar resep pasien). Pada gelang identitas pasien dibedakan antara jenis kelamin perempuan dan laki – laki. Gelang identitas pasien warna merah muda untuk pasien perempuan dan warna biru untuk pasien laki – laki. Pemberian gelang identitas tersebut bertujuan untuk memudahkan proses identifikasi pasien.

b. Peningkatan Komunikasi yang Efektif

Pada sasaran keselamatan pasien kedua, pelaksanaan peningkatan komunikasi yang efektif ditetapkan berdasarkan panduan komunikasi efektif dan SOP komunikasi efektif yang berlaku di Rumah Sakit Al-Islam Bandung. Pada Pelaksanaan konsul ke dokter, petugas menggunakan metode ISBAR (Introduction, Situation, Backgroud, Assessment, Recommendation) dalam melakukan pengulangan untuk perintah yang diberikan oleh Dokter Penanggung Jawab Pasien (DPJP).

Untuk prosedur yang digunakan pada perintah lisan dan/atau melalui telepon menggunakan metode Tbak (Tulis Baca Kembali). Metode Tbak berlaku untuk semua petugas kesehatan yang melakukan dan menerima perintah verbal (lisan dan/atau telepon). Komunikasi verbal dengan metode Tbak melalui telepon untuk staf yang menerima pesan harus menuliskan dan

82

membacakannya kembali kepada pemberi pesan (konfirmasi dan verifikasi dilakukan langsung saat itu juga).

c. Peningkatan Keamanan Obat yang Perlu Diwaspadai

Pada sasaran keselamatan pasien ketiga, pelaksanaan peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai ditetapkan berdasarkan kebijakan SK Direktur Rumah Sakit Al-Islam Bandung No. 712A/RSAI/SK/UM/II/2015 tentang Pengelolaan Obat High Alert di Rumah Sakit Al-Islam Bandung.

Untuk meningkatkan kewaspadaan akan keamanan obat high alert dilakukan upaya – upaya untuk meminimalisir terjadinya kesalahan serta menurunkan potensi resiko terhadap pasien sehingga dapat lebih meningkatkan kepercayaan masyarakat dan meningkatkan mutu pelayanan di rumah sakit. Bagian Instalasi Farmasi Rumah Sakit Al-Islam Bandung telah memiliki daftar obat NORUM (Nama Obat, Rupa, dan Ucapan Mirip) yang ditetapkan berdasarkan kebijakan dan pedoman khusus untuk NORUM. Obat high alert tidak berada diruang perawatan dan harus dibawah pengawasan apoteker sehingga disimpan di gudang pusat, satelit farmasi, dan di beberapa nurse station. Untuk obat narkotika disimpan dengan tempat terpisah dan dilakukan double kunci. Adapun obat high alert yang disimpan di nurse station ditempatkan pada lemari secara terpisah dan lemari dalam keadaan terkunci serta diberi label “Peringatan: High Alert Medications” pada tutup luar tempat penyimpanan.

d. Ketepatan Tepat Lokasi Tepat Prosedur dan Tepat Pasien

Pada pelaksanaan sasaran keselamatan pasien keempat, Rumah Sakit Al-Islam Bandung berupaya memberikan pelayanan pembedahan yang

83

aman untuk mengurangi kejadian salah lokasi, prosedur dan pasien yang akan menjalani suatu tindakan operasi. Upaya yang dilakukan yaitu dengan melakukan asessment (pengkajian) dan identifikasi pasien, komunikasi efektif, dan site marking. Penerapan site marking dengan menuliskan “YA” pada daerah yang akan dilakukan operasi dan mengisi lembar formulir penandaan lokasi operasi dengan dilengkapi pembubuhan tanda tangan oleh pasien sebagai persetujuan atau konfirmasi ulang. Penandaan ini dilakukan pada organ yang bilateral atau lebih dari dua.

Untuk menjamin sisi operasi yang tepat, prosedur yang tepat, serta pasien yang tepat baik sebelum, saat dan setelah menjalani operasi dilakukan penerapan formulir checklist keselamatan operasi/tindakan berisiko, maka sebelum pasien dilakukan tindakan akan melalui prosedur Check – In (tempat penerimaan pasien), Sign – In (sebelum tindakan anestesi/induksi), Time-Out (sebelum tindakan insisi), Sign – Out (sebelum menutup luka operasi dan meninggalkan kamar operasi) dan Check – Out (serah terima perawat anestesi dengan perawat ruangan).

e. Pengurangan Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan

Pada sasaran keselamatan pasien kelima, pelaksanaan pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan ditetapkan berdasarkan kebijakan Surat Keputusan Direktur Rumah Sakit Al-Islam Bandung No.657A/RSAI/SK/UM/II/2015 tentang Kebersihan Tangan dengan menerapkan panduan kebersihan tangan dan Standar Operasional Prosedur (SOP) mencuci tangan yang berlaku di Rumah Sakit Al-Islam Bandung. Tindakan yang dilakukan untuk mengurangi penyebaran infeksi dengan

84

program kebersihan tangan (hand hygiene) yang menekankan pada ketepatan cara, waktu, dan langkah dalam melakukan cuci tangan. Penerapan cuci tangan merupakan program yang dilakukan oleh Sub Komite Pengendalian dan Pencegahan Infeksi (PPI) yang berada dalam Komite Mutu dan Keselamatan Pasien Rumah Sakit Al-Islam Bandung.

Penerapan cuci tangan pada petugas kesehatan disesuaikan dengan standar yang ditetapkan oleh WHO dengan five moments for hand hygiene. Five Moments for Hand Hygiene adalah 5 momen krusial mencuci tangan pada petugas kesehatan untuk mengoptimalkan kebersihan tangan dengan mencuci tangan pada waktu yakni 1) sebelum kontak dengan pasien, 2) sebelum melakukan tindakan aseptis, 3) setelah terkena cairan tubuh pasien, 3) setelah kontak dengan pasien, dan 4) setelah kontak dengan lingkungan pasien.

Fasilitas kebersihan tangan, seperti cairan alcohol – based hand – rubs telah disediakan di area perawatan yaitu tempat dimana terdapat pasien, petugas pelayanan kesehatan, dan perawatan atau pengobatan yang melibatkan kontak dengan pasien atau kontak dengan lingkungan pasien sehingga untuk melakukan cuci tangan dapat dengan mudahnya untuk diakses. Sedangkan untuk fasilitas kebersihan tangan, seperti handwash tersedia di setiap westafel yang berada di area perawatan pasien dan area yang memungkinkan terjadinya kontak dengan cairan tubuh pasien, bahan atau alat yang terkontaminasi. Hal ini menunjukkan kepedulian yang tinggi untuk mencegah infeksi yang berada di rumah sakit.

85

Petugas kesehatan telah diberikan sosialisai melalui klasikal mentoring karyawan Rumah Sakit Al-Islam Bandung mengenai cara mencuci tangan yang terdiri dari 2 (dua) yaitu cuci tangan dengan menggunakan cairan hand-rubs (dengan waktu 20 – 30 detik) untuk dekontaminasi tangan jika tangan tidak terlihat noda dan cuci tangan dengan menggunakan sabun antiseptik serta air yang mengalir (dengan waktu 40 – 60 detik) bila tangan terlihat kotor atau cairan tubuh pasien. Adapun langkah mencuci tangan yang terdiri dari 6 (enam) langkah yang dikenalkan di Rumah Sakit Al-Islam Bandung dengan singkatan TEPUNG–SELA– CIPUPUT yang artinya telapak tangan, punggung tangan, sela – sela jari kemudian diputar putar. Berikut ini 6 (enam) langkah mencuci tangan yang baik dan benar sesuai standar yang ditetapkan oleh WHO, yaitu:

1) Ratakan dengan kedua telapak tangan;

2) Gosok punggung dan sela – sela jari tangan kiri dengan tangan kanan dan sebaliknya;

3) Gosok kedua telapak dan sela – sela jari;

4) Jari – jari sisi dalam dari kedua tangan saling mengunci;

5) Gosok ibu jari kiri berputar dalam genggaman tangan kanan dan lakukan sebaliknya; dan

6) Gosok dengan memutar ujung jari – jari ditelapak tangan kiri dan sebaliknya.

f. Pencegahan Risiko Pasien Jatuh

Rumah Sakit Al-Islam Bandung melakukan upaya pengurangan risiko pasien jatuh dengan melakukan asessment (pengkajian) dan pengadaan

86

fasilitas pendukung keselamatan pasien, seperti: menggunakan tempat tidur yang memiliki penghalang sisi kanan dan kiri/bed plang, bel pasien, penempatan furniture kamar pasien dan peralatan yang rapi dengan tidak mengganggu mobilitas pasien, serta penanda pasien risiko jatuh yang terdiri dari: label penanda risiko jatuh (warna kuning) pada gelang identitas pasien, pemasangan sign net peringatan risiko jatuh pada tempat tidur pasien bagi keluarga dan pengunjung serta tanda segitiga berwarna kuning pada pintu kamar pasien sebagai peringatan bagi perawat bahwa di kamar tersebut ada pasien yang berisiko jatuh.

Proses penatalaksanaan keselamatan pasien risiko jatuh diawali dengan melakukan asessment awal. Pelaksanaan asessment awal telah ditetapkan dalam kebijakan dan pedoman mengenai asessment awal pasien resiko jatuh. Asessment awal ini dilakukan melalui formulir pengkajian risiko jatuh baik pada pasien dewasa, pasien anak dan pasien ganggung jiwa. Perawat yang bertugas akan melakukan pengkajian pada pasien risiko jatuh saat awal pasien masuk di Instalasi Gawat Darurat (IGD) dan rawat inap nantinya, dengan menggunakan metode pengkajian risiko jatuh yang telah ditetapkan oleh Rumah Sakit Al-Islam Bandung yaitu pada pasien dewasa dengan menggunakan Skala Morse/Morse Fall Scale (MFS), pada pasien anak dengan menggunakan Skala Humpty Dumpty Score dan pada pasien lansia menggunakan Skala Hendrich. Hasil pengkajian tersebut kemudian didokumentasikan pada formulir pengkajian resiko jatuh dengan melingkari score.

87

Pada metode dengan menggunakan Skala Morse/Morse Fall Scale (MFS) untuk pasien dewasa terbagi menjadi kategori risiko tinggi (skor ≥45), kategori risiko sedang (skor 25-44) dan kategori rendah (skore 0-24). Pada metode dengan menggunakan Skala Humpty Dumpty Score untuk pasien anak terbagi menjadi kategori risiko tinggi (skore ≥12) dan kategori risiko rendah (skor 7-11). Sedangkan pada metode dengan Skala Hendrich untuk pasien lansia memiliki risiko jatuh apabila skor total ≥ 20). Bila pasien berdasarkan skala tersebut masuk dalam kategori resiko rendah-sedang diberikan penanda risiko jatuh pada gelang identitas, dan apabila pasien masuk dalam kategori resiko tinggi selain diberikan penanda risiko jatuh pada gelang identitas juga diberikan penanda khusus pada tempat tidur maupun penanda di depan pintu kamar perawatan.

Pada tahap selanjutnya, perawat akan melakukan asessment ulang resiko jatuh secara berkala sesuai hasil pengkajian risiko jatuh yang dilaksanakan pada saat terjadi perubahan kondisi pasien atau pengobatan, dapat juga dilakukan pada pasien yang mengalami perubahan kondisi fisik atau status mental. Hasil asesssment ulang tersebut dituliskan pada formulir asessment ulang yang dilengkapi dengan tanggal pengkajian dan identitas perawat. Kemudian perawat akan menempelkan tanda kuning pada gelang identitas pasien dengan risiko jatuh sedang atau tinggi, pemasangan sign net sebagai tanda risiko jatuh pada tempat tidur dan pemasangan tanda segitiga di pintu kamar perawatan pasien.

88

C. Distribusi Frekuensi Insiden Keselamatan Pasien di Unit Rawat Inap

Rumah Sakit Al-Islam Bandung pada Periode 2012-2016

Insiden keselamatan pasien yang dilakukan oleh perawat dalam penelitian ini meliputi: Kejadian Tidak Diharapkan (KTD), Kejadian Nyaris Cedera (KNC), dan Kejadian Tidak Cedera (KTC). Distribusi frekuensi insiden keselamatan pasien dapat dilihat pada tabel 5.1

Tabel 5.1 Distribusi Pernyataan Perawat Terkait Insiden Keselamatan Pasien di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Al-Islam Bandung

pada Periode 2012-2016 Pernyataan Perawat Terkait

Insiden Keselamatann Pasien

Frekuensi (n) Persentase (%) Pernah 30 39,5% Tidak Pernah 46 60,5% Total 76 100%

Dari tabel 5.1 diatas, didapatkan dari 76 responden penelitian yang tidak pernah melakukan insiden keselamatan pasien adalah sebanyak 46 perawat atau sebesar 60,5%, dan perawat yang pernah melakukan insiden keselamatan pasien adalah sebanyak 30 perawat atau sebesar 39,5%.

89

Grfaik 5.1 Distribusi Pernyataan Perawat Berdasarkan KTD, KNC, KTC di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Al-Islam Bandung pada Periode

2012-2016

Dari grafik 5.1 di atas, didapatkan dari 30 perawat yang pernah melakukan insiden keselamatan pasien, sebanyak 20 perawat atau sebesar 26,3% pernah melakukan Kejadian Tidak Diharapkan (KTD), 23 perawat atau sebesar 30,3% pernah melakukan Kejadian Nyaris Cedera (KNC), dan 28 perawat atau sebesar 36,8% pernah melakukan Kejadian Tidak Cidera (KTC). Hasil penelitian menunjukkan jenis insiden KTC lebih banyak pernah dilakukan oleh perawat dibandingkan dengan perawat yang pernah melakukan insiden KNC dan KTD.

Keterangan:

90