• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Makna Hidup Tom

Dalam dokumen Kebermaknaan Hidup yang Dimiliki oleh Ateis (Halaman 141-164)

3.1 Deskripsi Data Partisipan III 1 Identitas Partisipan

3.1.7 Gambaran Makna Hidup Tom

Tom menjadi Ateis ketika duduk di bangku kelas 2 SMA. Awalnya ia mengadopsi identitas Ateis karena ingin menjadi berbeda dengan teman-temannya karena menurutnya hal tersebut adalah menarik. Meski demikian, seiring bertambahnya usia, Tom tidak lagi meganggap hal tesebut sebagai sesuatu yang luar biasa.

“Enggak..justru kerenlah jadi Ateis karna rebel itu seksi..tampil beda itu seksi..kerenlah hahaha. Misalnya jadi komunis, istilahnya jadi lebih pintarlah..tahu banyak karnaa bayak baca kalo sekarag udah biasa ajaa..ga harus bangga. Karna udah makain dewasa itulah” (W3S3/ma2/b.2754-2764).

Tom sudah mengetahui pandangan negatif masyarakat terhadap Ateis, namun ia tidak gentar untuk beralih menjadi Ateis. Ia siap dengan segala konsekuensinya sehingga tidak sungkan untuk memberitahu identitas Ateis pada teman-teman sekelasnya di SMA. Sewaktu tidak ada guru, Tom dengan berani beradu pendapat dengan teman-temannya di kelas hingga temannya merasa kesal dan memberitahu guru mereka mengenai Tom. Akhirnya, Tom pun dipanggil oleh gurunya untuk dinasehati dan disuruh untuk mengikuti kegiatan Pendalaman Alkitab (PA) di sekolahnya, bahkan ia juga di-rukiyah oleh gurunya yang beragama Islam. Tom mengaku sangat sakit hati menerima perlakuan tersebut,

namun tidak ada hal yang bisa ia lakukan karena guru adalah pihak otoritas yang harus dipatuhi di sekolah. Tom pun akhirnya rela mengikuti PA di sekolah agar tidak dihukum lagi oleh gurunya. Ia menerima keadaan bahwa memang belum banyak yang mampu menerima identitas Ateisnya.

“Kalo dipanggil sampe kantor BP, sampe di rukiyah sama guruku yang Islam ntah apa maksudnya,. Minum trus huft ta*..ga ada otak ini. Pokoknya itulah, waktu di rukiyah itu, sakit kali itu, jijik kali aku. Ntah apa maksudnya rukiyah.. (W1S3/ma1/b.822-835).

Sewaktu mengikuti PA di sekolahnya, Tom mengaku biasa saja menjalaninya karea ia hanya menganggap hal terebut hanyalah pegisi waktu luangnya saja. Tom hampir selalu keluar ketika sesi khotbah akan dimulai dan masuk kembali ketika hotah selesai karena ia enggan mendengarkan khotbah. Pernah suatu kali, saat ia masuk kembali ke dalam ruangan PA, ternyata khotbah belum selesai. Ia pun terpaksa mendengarkan khotbah dan ia menganggap khotbah Pendeta tersebut adalah konyol karena menceritakan keberhasilan anaknya yang masuk ke sebuah universitas karena berkat Tuhan, padahal anaknya tidak belajar.

“Yang khotbah ini pendeta orang ******** (nama instansi Gereja), *** (nama instansi Gereja) lah..orangtuanya murid situ di **** (nama instansi Gereja). Trus dia ngomong, anak saya ini masuk sastra Inggris ga pernah belajar, cuma berdoa aja masuk..Holy Jesus!! Ya ampun..dibanggakannya pulak kayak gitu..Kan ga ada otak kayak gitu, cuma aku aja yang terkejut, cuma berdoa aja masuk *** (nama instansi Gereja). Lucu aja..haaahh..seakan hanya dengan berdoa kita bisa dapatkan. Si kawan ini khotbah apa dalam hati aku…(W2S3/ba4/b.1599-1618).

Tom memang tidak mengikuti PA sepenuh hati, namun ia tetap berkontribusi dalam kegiatan tersebut. Ia pernah mengeluarkan ide agar teman-

temannya memberi sumbangan materi sukarela agar mereka bisa membeli speaker untuk menunjang kegiatan mereka sehingga tidak perlu lagi meminjam dari mushola sekolah. Ternyata, ide tersebut berhasil diwujudkan. Selain itu, ia juga tidak sungkan memberi bantuan tenaga bila kegiatan PA hendak melaksanakan kegiatan yang membutuhkan tenaga fisik.

Selain memberitahu pada teman-teman SMA-nya, Tom yang sudah menerima identitas Ateisnya, juga berani untuk memberitahu hal tersebut kepada abang-abangnya. Pada awalnya, abang-abang Tom kerap membujuk Tom untuk kembali percaya pada agama, namun seiring waktu mereka tidak lagi melakukannya karena sudah tidak memperdulikan hal tersebut, lagipula, mereka juga jarang pergi beribadah. Sedangkan dengan adiknya, Tom tidak sengaja ketahuan karena adiknya melihat komentar Tom di salah satu forum Ateis di Facebook. Tom mengira adiknya akan marah, namun ternyata adiknya tidak mempermasalahkan hal tersebut karena itu adalah hak Tom. Tom pun merasa lega. Sementara terhadap ibunya, Tom tidak mau memberitahu hal tersebut pada ibunya dan menyuruh abang-abang dan adiknya untuk merahasiakan hal tersebut karena tidak ingin memperparah keadaan psikologis ibunya.

Di perkuliahan, ia juga terbuka dengan beberapa teman dekatnya mengenai identitas Ateisnya. Selain itu, Tom juga menjadi salah satu admin media sosial ask.fm dan sebuah akun resmi di jejaring sosial LINE bernama Agnosik Indonesia yang membahas mengenai sejarah, sains dan Ateis. Tom berani memberitahu mengenai identitasnya karena ia tidak peduli dengan pandangan negatif orang lain padanya. Ketika ada orang yang berkata negatif

tentangnya atau bahkan menjauhinya, ia hanya akan mengabaikan hal tersebut. Hal itu ia lakukan karena ia merasa percaya diri akan identitasnya serta ia bangga dengan dirinya yang telah jujur pada dirinya sendiri.

“Ya PD lah kan itu yang emang aku rasain kok. Istilahnya jujur itu baik….” (W2S3/ka2/b.1902-1905).

“Ya cemana ya lebih baik gitu, kalo misalnya kita tahan tahan gaenak juga, ga enak di hati. Banyak tu yang di askfm sama twitter, banyak yang curhat dia takut ngasihtahu, gada misalnya kawan berdiskusi, terakhir kan waktu aku jadi Ateis banyak yang ngajak diskusi, tentang ini, tentang ini segala macam” (W2S3/ka3/b.1907- 1919).

Tom tidak pernah lagi pergi ke Gereja ataupun berdoa pada Tuhan. Ia juga tidak mau melakukan kegiatan Katekisasi di Gereja, yaitu sebuah pembinaan iman dalam Gereja mengenai dasar-dasar Kekristenan yang nantinya akan diteguhkan sebagai warga gereja Kristen yang dewasa secara iman. Ia malas melakukan hal tersebut karena ia tidak lagi percaya akan ajaran agama dan. Selain itu ia berdalih tidak melakukannya karena ia terdaftar di sebuah gereja di Teladan, sementara sekarang ia tinggal di Simalingkar yang sangat jauh dengan Gereja-nya. Meski sebenarnya, ada cabang Gereja-nya di daerah Padang Bulan, bahkan pamannya adalah Pendeta di Gereja tersebut dan ia pun sudah ditawari oleh pamannya untuk mengikuti Katekisasi disana, ia tetap tidak mau. Bahkan, ia juga pernah ditawari untuk hanya mengikuti proses peneguhan saja tanpa proses bimbingan, ia juga tetap menolak hal tersebut.

Sebagai individu Ateis, Tom memiliki pandangan yang berbeda mengenai agama dibandingkan saat ia maih memeluk agama. Menurutnya, percaya pada Tuhan tidak ada gunanya karena jelas-jelas tidak memiliki bukti nyata. Ia juga

menganggap bahwa agama seperti Buddha, bukanlah agama melainkan hanya seperti filosofi saja karena tidak ada konsep Tuhan di dalamnya. Sedangkan agama Islam, menurutnya merupakan agama yang berasal dari gabungan beberapa agama lain yang tentu juga memiliki konsep Tuhan yang tidak ada buktinya

“Aku ga anti orang beragama tapi anti sama kitab agama itu sendiri. Aku mengkritisi agama itu, karna sebenarnya pembodohan. Kisah Adam & Hawa masih dipercayai sampe sekarang, pembodohan kan? Padahal buktinya ga ada. Bahtera Nuh, buktinya ga ada, pembodohan juga” (W1S3/ba3/b.627-638).

“Kalo yang Islam, menurutku justru itu agama yang gabungan dari beberapa agama, kayak Yahudi sama Kristen. Pertama Ka’bah, tradisi haji, itu tradisinya milik orang Arab dulu trus Zeroaster, sholat 5 waktu, trus Kristennya ada Nabi Isa segala macam. Kalo di Buddha kurang mendalami sih tapi menurutku itu bukan agama sih karna dalam Buddha itu ga ada konsep Tuhan, bukan agama, filsafat itu sebenarnya. Trus yang ga kupercaya dari Buddha karna ada 31 alam. Menurut aku belum terbukti sama sekali dan dari 31 alam itu ada alam para dewa. Itu sebenarnya bukan menyembah tapi salah satu bentuk kehidupan, dewa itu salah satu bentuk kehidupan, bukan yang disembah. Misalnya, ini tu alam manusia, ada alam para dewa trus alam para ini dan lainnya. Gitu sebenarnya” (W1S3/ba2/b.571-610.

Tom yang telah menjadi Ateis, juga memiliki pandangan berbeda mengenai kematian. Dahulu, ia menganggap bahwa hidup adalah ujian untuk dapat masuk ke surga, namun kini ia menganggap tidak ada apapun setelah seseorang meninggal dunia, meski ia belum tahu secara pasti apa yang akan terjadi setelah ia meninggal dunia. Baginya, kesadaran manusia hanyalah persepsi yang dipengaruhi kerja otak sehingga ketika seseorang meninggal, otak pun tidak akan bekerja lagi dan kehidupan seseorang berhenti sampai di situ saja.

“Aku sendiri ga tahu habis mati mau kemana kan tapi yang buat aku paling mendekati itu ga ada apa apa karna kesadaran ini sendiri persepsi, konsep buatan manusia. Misalnya kita selalu..kekmana

kubilang ya…kesadaran yang dimaksud itu kan konsep manusia kan..kita bisa memahami dunia segala macam. Persepsi..itu kan awalnya dari otak. Kalao misalnya kita mati, otak juga ikut mati dan kita kehilangan persepsi..kosong..nihil..habis mati jadi bangkai aja (W3S3/ba6/b.2405-2423).

Tom menganggap bahwa hidup merupakan sebuah “keberuntungan” karena ia berhasil mengalahkan calon kehidupan lainnya berupa sel sperma lain, namun ia juga merasa ketika sudah lahir, ada beban yang harus ditanggung dalam hidup. Tom menganggap tidak ada kebebasan dalam hidup ini karena pasti akan ada konsekuensi dari setiap pilihan yang dilakukan. Selain itu, jika setiap orang memiliki kebebasan, maka kebebasan tersebut akan bersinggungan dan menyebabkan salah satu pihak akan menjadi tidak bebas.

“Kebebasan itu ilusi. Ga ada yg namanya kebebasan karna setiap orang milih pasti ada alasannya dan kita tahu pasti konsekuensinya apa kan. Misalnya, kita milih makanan ini, kita pasti tahu alasannya milih itu kan trus kita diapain dalam banyak pilihan, bahkan untuk tidak memilih juga termasuk pilihan. Makanya kubilang kebebasan itu ilusi, kita harus siap sama konsekuensi. Ada penyebab dan ada penyebab kita ga milih itu” (W3S3/v3/b.2379-2394).

“Kalo setiap orang memiliki kebebasan, makan kebebasan itu saling berbenturan. Kalo setiap orang punya kebebasan, orang itu berarti sebenarnya ga punya kebebasan. Misalnya kan, aku bunuh kakak istilahnya, aku bebas bunuh kakak, kakak kan ga bebas disitu posisinya. Ya kan.. misalnya aku pengen mencuri, aku bebas mencuri, kan orang yang kucuri itu ga bebas dia untuk menjaga duitnya” (W4S3/v7/b.3615-3627).

Tom menilai bahwa dalam kehidupan, lebih banyak kesedihan yang terjadi daripada kebahagian. Hal ini timbul dalam dirinya ketika melihat isu-isu sosial yang terjadi di dunia, seperti masalah kriminal hingga peperangan antar negara. Ia menganggap bahwa manusia adalah makhluk yang egois untuk mendapatkan apa yang diinginkan.

“Karna kutengok napsu manusia ini terlalu tinggi…cemana kubilang ya. Yang bener bisa jadi salah, yang salah bisa jadi bener, contohnya….perang, bisa dibenarkan kan atas nama politik, agama juga bisa, perang dunia 1 dan 2 kan atas nama politik itu, aas nama nafsu. Jadi, sebaiknya ga usah dilahirkan menurut aku” (W4S3/ba8/b.3506-3518).

“Persepsi kalo soal sedih senang itu kan aku bilang banyak sedihnya. Mungkin pertama, aku sering apa kan..liat di sekitar lingkungna kan serig berantaam, tawuran, segala macam. Trus masalah banyak yang korupsi” (W4S3/ba9/b.3661-3668).

Dalam kehidupan pribadinya juga, Tom banyak merasakan kesedihan daripada kebahagian, mulai dari ditinggal oleh paman dan bibinya, cara ibunya mendidik yang menurutnya keras, ibu yang diduga schizoprenia hingga keadaan abang-abangnya yang harus menikah muda karena melakukan hubungan di luar nikah dan memakai obat-obatan terlarang. Selain itu, ketiga abang Tom tidak ada yang memiliki kedaan finansial yang cukup baik untuk dapat membayar pengobatan ibunya. Bahkan, biaya kehidupan sehari-hari ibu dan adik Tom hingga biaya sekolah Tom, bukan dibiayai oleh abang-abanag Tom, melainkan oleh kerabat mereka yang lain. Hal ini membuat Tom menjadi harapan bagi keluarga besarnya untuk menjadi seseorang yang sukses agar dapat membanggakan mereka. Meski demikian, Tom tidak menyukai hal tersebut. Ia merasa terbeban karena ialah yang harus menanggung harapan mereka semua. Keluarga besar Tom ingin agar Tom nantinya memiliki pekerjaan dengan penghasilan yang baik, yaitu menjadi insinyur sehingga menyuruh Tom utuk mengambil jurursan Teknik, padahal sebenarnya, Tom justru lebih ingin masuk ke jurusan Filsafat, namun karena ia tidak mau bertengkar dengan keluarganya, akhirnya ia pun memilih dan lulus di jurusan Teknik.

“Masalah orangtua itu juga. Orangtua yang istilahnya agak ada kelainan jiwa. Yang apa lah, orang bangku yang tiga tiganya “gagal”. “gagal” dalam tada petiklah, untuk sementara dalam hidupnya. Pertama, abangku yang nomor 3, dia ngehamilin anak orang, dia Cuma tamat D3, itupun di M****** (nama instansi perguruan tinggi). Nah, rupanya pas apa, kerjanya jadi satpam di Sibolga trus abangku nomor dua, narkoba’an, sempat dulu hidupnya agak bagus cuman narkoba’an, jadi hancur, kerjanua di bank, mencoba bangkitlah. Trus, abangku yang nomor satu, gajinya 3,5 juta ya kan tapi 1 jutanya untuk rokok. Istilahnya, sekarang jadi akulah yang dipaksa untuk sukses. Dan masalahnya, jadi suksesnya bukan ukuran aku sendiri, ukuran orang itu. (W4S3/en6/b.3783- 3809).

“Pernah…aku bilang aku ga niat apa segala macam. Apalagi padahal yang biayai aku bukan orang itu, orang bouku. Dan orang itu pun pengen juga aku jadi insinyur. Akulah yang jadi harapan. Ya terbebani lah (W4S3/hk2b.3828-3835).

Tom yang menjalani jurusan yang tidak sesuai dengan minatnya, membuatnya tidak bersemangat untuk menjalankan kuliah tersebut. Hal ini terlihat dari IPKnya yang cukup rendah, yaitu berkisar di angka 1. Tom sangat menyayangkan pemikiran keluarga besarnya yang mengutamakan materi untuk menjamin masa depan. Menurutnya, seseorang seharusnya ditempatkan pada hal- hal yang benar-benar disenanginya, bagi Tom dalam hal ini ialah mempelajari filsafat dan sejarah. Ketika seseorang melakukan hal-hal yang disenanginya dalam sebuah pekerjaan, menurut Tom, itulah yang dapat membuat hidup seseorang menjadi bermakna. Hal ini merupakan nilai yang dipegang oleh Tom, yaitu menemukan makna hidup melalui pekerjaan yang dilakukan.

Ketertarikan Tom terhadap filsafat, politik sudah tumbuh sejak ia masih berada di Sekolah Dasar, khususnya ketika ia membaca buku pintar seperti, RPUL yang memuat berbagai cerita sejarah indonesia, lambang-lambang, bendera negara

hingga hal lainya. Menurutnya, melalui filsafat, logika berpikir seseorang dapat meningkat karena dapat memahami informasi yang diberikan, bukan sekedar menghafal dan membiarkannya berlalu begitu saja.

“…tertariklah nengok negara-negara, lambang, sejarah, ibukota. Apalagi kan dulu sistem orang menghafal kan, tapi aku udah memahami disitu, ga menghafal yang tentang ibukota..oh ini gini..pake jembatan keledai juga, yang bikin kalimat gitu cara ngafalnya. Terakhir hafal jadinya, negara negara ibukotanya.” (W2S3/f1/b.947-960).

“..filsafat itu supaya membuat kesimpulan itu jangan ngasal trus ketika kita membuat sebuah tulisan, jurnal ilmiah pun, kita tahu maksudnya apa tulisan itu sendiri dan supaya orang apain pelajaran itu ga sekedar menghafal, tapi juga memaham, kan inti dari logika itu kan memahami ga menghafal. Selama ini kan orang ini misalnya, belajar sejarah kan banyak mengahafal, bukan memahami. Misalnya, kapan G30SPKI terjad? Orang fokus ke situ kan? Tapi ga ditanya, kenapa G30SPKI terjadi? Apa yang terjadi setelah itu? Apa dampaknya? Kan ga pernah ditanya kayak gitu. Ga punya keingintahuan, kalo mau belajar logika kan kita harus punya keingintahuan yang lebih.” (W3S3/th8/b.3161-3187).

Ketika pembagian jurusan di SMA, keluarga Tom tidak mengizinkannya memilih jurusan IPS karena menganggap jurusan IPA lebih baik daripada IPS. Tom menuruti keinginan tersebut karena ia tidak mau membuat masalah dengan keluarganya. Meski berada di jurusan IPA, Tom tetap mendalami bidang yang ia sukai dengan membaca buku-buku sejarah di perpustakaan sekeolahnya maupun e-book dari internet.

Sekarang ini, Tom berkuliah di jurusan Teknik di sebuah universitas negeri di Medan, namun ia tidak meninggalkan hal yang ia sukai. Ia memimiliki keinginan agar nantinya berkecimpung dalam dunia politik agar dapat melawan partai-partai yang ia anggap fanatik agama dan telah melakukan pembodohan. Ia

juga ingin menjadi Menteri Pendidikan agar dapat memasukkan filsafat dalam kurikulum sekolah karena menurutnya filsafat dapat membantu murid untuk bisa lebih berpikir kritis serta memahami pelajaran yang diberikan, bukan hanya sekedar menghafal saja.

“…Aku pengen masuk ke dunia politik sih karna kalo ketika kita masuk ke dunia politik, ada kesempatan kita untuk bersaing untuk melawan orang-orang kayak P** yang fanatik gitu apalagi *** kan politiknya kuat, jadi ga ada salahnya kan seseorang ikut walaupun kekuatannya agak kurang sih” (W1S3/th1/b.735-747).

“Biar tahu pola pikirlah. Udah dimasukkan filasafat ke dalam SMA pertama kali tetapnya tolol juga orang,padahal secara logika kan, misalnya premis satu Semua Komunis adalah Ateis, padahal rupanya ada Komunis yag Islam, Haji Misbah contohya kan, tetap dibilang Komunis itu Ateis kan secara logika kan udah salah, membuat kesimpulannya terlalu maksa.” (W3S3/th8/b.3147-3160).

Di tengah-tengah keadaan keluarga yang kurang baik, Tom tetap mencoba untuk memanfaatkan hidup sebaik mungkin dengan tetap melakukan hal yang ia sukai, yaitu filsafat dan sejarah sehingga ia ingin sekali nantinya memiliki pekerjaan yang membuatnya berkecimpung dalam membahas hal tersebut, entah menjadi ahli filsafat ataupun wartawan. Ia juga ingin terjun ke dunia politik agar tetap dapat menerapkan ilmu filsafat dalam pekerjannya, itulah tujuan hidup yang dimiliki Tom.

“…Memang ada orang yang tujuannya dapat duit banyak untuk mendapatkan kebahagiaan, tapi kan ga semua orang kayak gitu. Ada orang yang mendapatkan kebahagiaan karna melakukan hal yang dia suka, bukan dengan duit. Aku yang kayak giu. Cemana buat yang kita suka…membahas ini, kan jadi semangat kita membahas ini” (W3S3/th10/b.3208-3221).

Tom yang ingin mewujudkan cita-citanya menjadi politikus atau sejarahwan, belum bisa merealisasikannya karena masih mempertimbangkan hal apa yang paling tepat, namun ia sudah memiliki beberapa rencana, yaitu bergabung dalam sebuah kelompok mahasiswa untuk mengembangkan minat di dunia politik serta mengikuti kembali ujian SBMPTN di tahun depan untuk mengambil jurusan Filsafat. Bila ia tidak lulus, ia berencana mengirim tulisan mengenai politik ke surat kabar universitas yang dikelola oleh mahasiswa.

“Ya itulah yang lagi kupikir, cemana caranya lepas dari beban ini. Lanjut kuliah kah namatkah ini trus jadi jurnalis ntah penulis buku tentang filsafat, politik segala macam, merekonstruksi sejarah atau kalau enggak, taun depan tes lagi (W4S3/uth1/b.3838-3847).

Tom masih ingin menemukan tujuan hidup yang lainnya, yang sekarang ini tengah ia cari. Walaupun demikian, Tom beranggapan bahwa tujuan hidup absolut, tidak mungkin didapatkan, karena dalam hidup, manusia tidak akan pernah puas, setelah sebuah tujuan tercapai, akan ada tujuan-tujuan lainya yang ingin dicapai yang tentu tidak terbatas. Meski demikian, ia tetap berusaha mencari hal tersebut. Bagi Tom, meskipun menurutnya sesudah kematian tidak akan ada

apa-apa lagi, namun hidup harus tetap diisi melalui tujuan yang hendak dicapai. “Salah satu..Cuma kan kita harus mencari tujuan yang lain..masa

harus itu doang? Setelah jadi ahli filsafat, politik, seaanjutnya mau jadi apa? Setelah Ateisme diakuin..jadi..istilahnya dianggap manusialah di Indonesia ini trus kita mau ngapain tujuan hidup kita? Masih ada lah tujuan hidup apa..yang absolut menurut aku ga bakal dapat tapi pasti dicari lah itu..di terka terka terus (W3S3/th5/b.2475-2489).

“Ngasih…Cuma kan pasti sifat manusia itu ga pernah puas…masih adalah tujuan lain yang mau dicapai” (W3S3/th6/b.2493-2497).

Tom sadar bahwa dalam hidup memang akan selalu ada masalah. Namun, ia tidak lagi percaya akan kekuatan doa. Ketika mengalami masalah dalam hidup, Tom akan berusaha menyelesaikan dengan logikanya sendiri untuk menemukan penyelesaian terbaik, mulai dari bercerita pada teman atau cara lainnya. Meski Tom tidak mempercayai ajaran agama, namun bukan berarti ia tidak bermoral dan berperilaku sesukanya. Menurutnya, moral bukan berasal dari agama melainkan naluriah manusia untuk menjaga keharmonisan melalui rasa empati yang dapat ditumbuhkan dari pengalaman hidup seseorang.

“Moral itu kan dari empati sebagai sesama makhluk hidup trus karena adanya empati, dibuatlah sebuah peraturan moral untuk mencegah adanya gangguan satu sama lain. Sama kawan misalnya, kalo lagi susah ya bantu. Kan emang nature kita tu gitu harus saling membantu. Kalo rasanya ga sanggup, ga usah bantu.” (W3S3/v6/b.3527-13538).

Dalam menimbang suatu hal, Tom berpedoman pada fakta yang diungkapkan sains serta sudut pandang relativisme dan perspektifisme yang mengatakan tidak ada kebenaran absolut di dunia karena suatu hal dapat dikatakan benar melalui perspektif tertentu, namun dianggap salah pada perpektif lainnya, sehingga bernilai relatif. Misalnya saja mengenai LGBT, bagi Tom itu tidak

Dalam dokumen Kebermaknaan Hidup yang Dimiliki oleh Ateis (Halaman 141-164)