• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Status Gizi Berdasarkan Asupan Karbohidrat Responden

BAB VI PEMBAHASAN

E. Gambaran Status Gizi Berdasarkan Asupan Karbohidrat Responden

sebagai sumber energi utama. Satu gram karbohidrat menghasilkan 4 kkal. Sumber karbohidrat berasal dari padi-padian atau serealia, umbi-umbian,

kacang-kacangan kering, dan gula. Hasil olahannya seperti bihun, mie, roti, tepung-tepungan, selai, sirup, dan sebagainya (Almatsier, 2009). Berdasarkan Almatsier (2010), anjuran kebutuhan karbohidrat normal adalah (60-75%).

Selain sebagai sumber energi utama bagi tubuh, karbohidrat juga berfungsi sebagai pemberi rasa manis pada makanan, penghemat protein, pengatur metabolisme lemak, membantu pengeluaran feses. Sebagian karbohidrat di dalam tubuh berada dalam sirkulasi darah sebagai glukosa untuk keperluan energi segera, sebagian disimpan sebagai glikogen dalam hari dan jaringan otot, dan sebagian diubah menjadi lemak kemudian disimpan sebagai cadangan energi di dalam jaringan lemak (Almatsier, 2009).

Hasil univariat menunjukkan bahwa sebagian besar siswi memiliki asupan karbohidrat sesuai anjuran (57,6%), namun masih ada siswi yang memiliki asupan karbohidrat kurang dari anjuran (16,5%) dan iswi yang memiliki asupan karbohidrat lebih dari anjuran (25,9%). Anjuran normal karbohidrat berada pada rentang 60-75%, namun pada penelitian asupan karbohidrat paling rendah adalah sebesar 50%, sedangkan asupan karbohidrat paling tinggi mencapai 90%. Berdasarkan hasil wawancara dari lembar food recall 1x24 jam selama 3 hari penelitian, diketahui bahwa asupan karbohidrat responden sebagian besar berasal dari konsumsi nasi. Selain itu asupan karbohidrat responden juga diperoleh dari konsumsi makanan olahan lainnya seperti roti, mie dan sebagainya.

Salah satu fungsi karbohidrat adalah sebagai penghemat protein, yaitu bila karbohidrat makanan tidak mencukupi, maka protein akan

digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi tubuh dengan mengalahkan fungsi utamanya sebagai zat pembangun (Almatsier, 2009). Jadi jika asupan karbohidrat tidak mencukupi, maka protein akan bekerja sebagai sumber energi tubuh. Namun apabila seseorang mengkonsumsi karbohidrat dalam jumlah berlebihan, maka akan menjadi gemuk (Almatsier, 2009).

Berdasarkan hasil bivariat, diketahui bahwa status gizi kurang lebih banyak dialami oleh siswi yang memiliki asupan karbohidrat kurang dari anjuran (50,0%). Dapat dilihat pula bahwa 18,4% siswi mengalami status gizi lebih, walaupun telah memiliki asupan karbohidrat sesuai anjuran. Hal ini dapat diasumsikan bahwa siswi memiliki asupan lemak yang lebih dari anjuran atau siswi memiliki tingkat aktivitas fisik ringan. Hasil uji statistik diperoleh nilai p value = 0,002. Hal ini menunjukkan ada hubungan bermakna antara asupan karbohidrat dengan status gizi.

Berdasarkan nilai OR dapat disimpulkan bahwa siswi yang memiliki asupan karbohidrat kurang dari anjuran memiliki risiko untuk mengalami status gizi kurang sebesar 23,333 kali lebih besar dibandingkan dengan siswi memiliki tingkat asupan karbohidrat sesuai anjuran. Siswi yang memiliki asupan karbohidrat sesuai anjuran memiliki risiko untuk mengalami status gizi kurang sebesar 1,852 kali lebih besar dibandingkan dengan siswi memiliki asupan karbohidrat lebih dari anjuran anjuran. Siswi yang memiliki asupan karbohidrat kurang dari anjuran memiliki risiko untuk mengalami status gizi normal sebesar 6,667 kali lebih besar dibandingkan dengan siswi memiliki asupan karbohidrat sesuai anjuran. Siswi yang memiliki asupan

karbohidrat sesuai anjuran memiliki risiko untuk mengalami status gizi normal sebesar 4,321 kali lebih besar dibandingkan dengan siswi memiliki asupan karbohidrat lebih dari anjuran. Berdasarkan hasil OR dapat dilihat bahwa siswi yang memiliki asupan karbohidrat kurang dari anjuran memiliki risiko untuk mengalami status gizi kurang.

Hasil penelitian Oktaviani dkk (2012) dengan pendekatan cross sectional menunjukkan ada hubungan antara asupan karbohidrat dengan status gizi (p=0,001). Hasil penelitian Muchlisa (2013) menunjukkan ada hubungan antara asupan karbohidrat dengan status gizi (p=0,000). Fungsi utama karbohidrat adalah menyediakan energi bagi tubuh yang diperlukan untuk melakukan aktivitas. Sebagian karbohidrat di dalam tubuh berada dalam sirkulasi darah sebagai glukosa untuk keperluan energi segera, sebagian disimpan sebagai glikogen dalam hati dan jaringan otot, dan sebagian diubah menjadi lemak untuk kemudian disimpan sebagai cadangan energi di dalam jaringan lemak. Apabila seseorang mengkonsumsi karbohidrat dalam jumlah berlebihan, maka akan menjadi gemuk (Almatsier, 2009).

F. Gambaran Status Gizi Berdasarkan Asupan Protein Responden

Protein adalah mineral makro yang mempunyai berat molekul antara lima ribu hingga beberapa juta. Protein terdiri atas rantai-rantai panjang asam amin, yang terikat satu sama lain dalam ikatan peptida (Almatsier, 2009). Selain sebagai sumber energi, protein juga berfungsi sebagai zat pembangun tubuh dan zat pengatur di dalam tubuh (Muchtadi, 2009). Satu gram protein menghasilkan 4 kkal. Sumber protein antara lain kacang-kacangan, daging,

unggas, susu, telur, ikan, kerang (Almatsier, 2009). Berdasarkan Almatsier (2010), anjuran kebutuhan protein normal adalah (10-15%).

Berdasarkan Riskesdas (2010), diketahui bahwa persentase nasional penduduk umur 16-18 tahun yang mengkonsumsi protein di bawah kebutuhan minimal adalah 35,6%, sedangkan presentasi penduduk usia remaja konsumsi protein di bawah kebutuhan minimal di DKI Jakarta sebanyak 32,5%. Hasil univariat menunjukkan bahwa sebagian besar siwi memiliki asupan protein sesuai anjuran (68,2%), namun masih ada siswi yang memiliki asupan kurang dari anjuran (15,3%) dan siswi yang memiliki asupan lebih dari anjuran (16,5%). Anjuran normal protein berada pada rentang 10-15%, namun pada penelitian asupan protein paling rendah adalah sebesar 5%, sedangkan asupan protein paling tinggi mencapai 30%.

Berdasarkan hasil wawancara dari lembar food recall 1x24 jam selama 3 hari penelitian, diketahui bahwa asupan protein responden sebagian besar berasal dari kacang-kacangan dan olahannya, seperti tahu dan tempe. Asupan protein responden juga diperoleh dari konsumsi telur dan ikan, susu, dan daging. Apabila karbohidrat yang dikonsumsi tidak mencukupi untuk kebutuhan energi tubuh, maka protein akan menggantikan fungsi karbohidrat sebagai penghasil energi (Almatsier, 2009).

Kekurangan protein ini apabila berlangsung lama dapat mengakibatkan pertumbuhan dan perkembangan jaringan yang tidak normal, kerusakan fisik dan mental pada anak, ibu hamil dapat mengalami keguguran, melahirkan bayi prematur, dan anemia (Devi, 2010). Kelebihan protein dapat

merangsang pengeluaran kalsium. Kemudian kelebihan protein juga dapat mengakibatkan kerja berat pada ginjal, serta hipertrofi (pembesaran) pada hati dan ginjal. (Devi, 2010).

Berdasarkan hasil bivariat, diketahui bahwa status gizi kurang lebih banyak dialami oleh siswi yang memiliki asupan protein kurang dari anjuran (53,8%) dibandingkan dengan siswi yang memiliki asupan protein sesuai anjuran (10,3%). Diketahui berdasarkan hasil univariat asupan protein paling rendah adalah sebesar 5%, kemudian hasil wawancara recall menunjukkan konsumsi asupan protein siswi dengan status gizi kurang masih sedikit dan tidak beranekaragam. Hasil uji statistik diperoleh nilai p value = 0,000. Hal ini menunjukkan ada hubungan bermakna antara asupan protein dengan status gizi.

Berdasarkan nilai OR dapat disimpulkan bahwa siswi yang memiliki asupan protein kurang dari anjuran memiliki risiko untuk mengalami status gizi kurang sebesar 1,375 kali lebih besar dibandingkan dengan siswi memiliki asupan protein sesuai anjuran. Siswi yang memiliki asupan protein sesuai anjuran memiliki risiko untuk mengalami status gizi kurang sebesar 2,000 kali lebih besar dibandingkan dengan siswi memiliki asupan protein lebih dari anjuran. Siswi yang memiliki asupan protein kurang dari anjuran memiliki risiko untuk mengalami status gizi normal sebesar 5,892 kali lebih besar dibandingkan dengan siswi memiliki asupan protein sesuai anjuran. Siswi yang memiliki asupan protein sesuai anjuran memiliki risiko untuk mengalami status gizi normal sebesar 6,667 kali lebih besar dibandingkan

dengan siswi memiliki asupan protein lebih dari anjuran. Berdasarkan hasil OR dapat dilihat bahwa siswi yang memiliki asupan protein sesuai anjuran memiliki kecenderungan untuk memiliki status gizi normal.

Hasil penelitian penelitian sejalan dengan penelitian Amelia (2013), yang menunjukkan adanya hubungan antara asupan protein dengan status gizi. Konsumsi protein yang memenuhi angka kecukupan protein yang dianjurkan akan menghasilkan status gizi yang baik. Hasil penelitian Restiani (2012) dengan desain studi cross sectional menunjukkan bahwa adan hubungan antara asupan protein dengan status gizi (p=0,006).

Sama halnya dengan penelitian Dieny (2007) yang menunjukkan adanya hubungan asupan protein dengan status gizi (p=0,000), artinya semakin baik asupan protein maka status gizinya semakin baik. Orang yang ingin mengurangi berat badan akan mengalami hambatan jika mengkonsumsi banyak protein, karena makanan yang banyak mengandung protein biasanya mengandung banyak lemak pula sehingga menyebabkan obesitas. Makanan yang tinggi protein biasanya tinggi akan lemak, sehingga konsumsi protein secara berlebihan dapat menyebabkan obesitas (Alamtsier, 2009). Kekurangan protein akan berdampak terhadap pertumbuhan yang kurang baik, daya tahan tubuh menurun, lebih rentan terserang penyakit, serta daya kreativitas dan daya kerja merosot (Irianto & Waluyo, 2004).

Dokumen terkait