• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III Latar Belakang Pertanian Karet Di Desa Rumah Sumbul

5.4 Gaya Hidup

Bab ini membahas mengenai pendapatan hasil karet yang membentuk karakter prilaku petani di Desa Rumah Sumbul. Prilaku yang merombak petani karet lewat tatanan sosial yang disajikan untuk membedakan dirinya dengan pihak lain. Terlihat perilaku petani menanggapi harga yang tinggi membuat tersalurnya sifat yang personal dan lebih konsumtif. Prilaku yang nyata yang diperlihatkan petani ini seperti kebiasaan berburu ke hutan. Prilaku ini selain menyalurkan hobi sekaligus memperoleh pundi uang. Jadwal berburu dilakukan setelah mengerjakan pertanian karet dan memiliki waktu luang menanti jumlah lateks meningkat. Hasil buruan langsung dijajakan kepada masyarakat di Desa Rumah Sumbul.

Prilaku personal lainya yakni dengan berjudi kertas. Sistem yang diberikan dengan memasang angka pada secarik kertas yang telah disediakan. Ketentuan besaran jumlah yang dipertaruhkan oleh petani melihat hasil pendapatan yang baru diterima dari komoditi karet. Jumlah besaran harga bervariasi, dengan Rp. 350.000- Rp.500.000 dapat lenyap dalam satu malam melihat hasil tidak tepat sesuai dengan ketentuan yang disepakati lewat secarik kertas tersebut. Selain prilaku petani melakukan judi kertas, prilaku judi lainya dilakukan seperti berjudi ding-dong dan berjudi kartu. Waktu yang tersalurkan dalam memainkan permainan ini dapat satu malam suntuk berada di tempat persudian.

menghabiskan waktu setelai selesai beranjak dari lahan pertanian dengan berkumpul bersama lalu melakukan permainan perjudian. Jenis judi yang dimainkan seperti memainkan sepasang uang logam yang diangkat dengan menebak gambar yang muncul atau dalam istilah Bahasa Karo disebut Judi Tuo. Perjudian lainya yang dimainkan para remaja di Desa Rumah Sumbul seperti saling bertaruh dengan menyisipkan uang dalam bidang olahraga bola kaki dan bola voli. Setiap personal dapat menghabiskan Rp.5000-Rp.30.000 dalam permainan tersebut87

Bagian kaum wanita yang telah menikah, menggunakan hasil pendapatan karet dengan membeli tanah. Posisi tanah yang dibeli biasanya berada pada area pemukiman desa dan menambah lahan pertanian karet

.

88

Luasnya sungai membuat para pria dewasa menghabiskan harinya untuk memancing. Banyak cara yang dilakukan untuk mendapatkan ikan dari prilaku masyarakat desa. Cara-cara tersebut seperti menjala, menstrum, meracun dan

. Pada tahun 1953 kebijakan pembagian tanah yang dilakukan pemerintah daerah terhadap setiap rumah tangga mendapat 2 ha di Desa Rumah Sumbul teryata tidak sesuai dengan target. Adapun jumlah tanah nyata yang diperoleh masyarakat desa sebesar 1,2 ha. Masyarakat desa beranggapan tanah tesebut masih perlu penambahan. Tindakan kaum wanita lainya yakni dengan membeli emas dan melakukan koperasi masyarakat dengan sistem jula jula. Prilaku lainya yang menggambarkan prilaku personal kaum wanita dengan intensnya parawanita menangkap ikan memakai peralatan seadanya seperti durung.

87Wawancara, dengan Murni Br Sitepu, 15 April 2015, Desa Rumah Sumbul 88Wawancara, dengan Nini Br Surbakti, 15 April 2015, Desa Rumah Sumbul

membom bertujuan mendapatkan ikan yang lebih banyak. Peran penghasilan karet sangat tinggi pada tindakan mendapat ikan tersebut. Hasil pendapatan dari karet dijadikan untuk membeli alat alat pancing, membeli jala, membeli racun dan bom air.

Pria yang sudah berumur 20 tahun tetapi tidak melanjutkan jenjang pendidikan lebih memilih untuk membeli angkutan umum dan bekerja sebagai sopir. Pendapatan karet yang tinggi menjadikan warga dapat membeli mobil mengangkut massa. Merek angkutan massa di Desa Rumah Sumbul yakni Robinson Jaya dan Nitra, dengan jarak tempuh dari desa menuju Pinang Baris dan Bangun Purba.

Petani dengan pendapatan hasil karet berubah perilaku dalam memproses padi menjadi beras. Prilaku petani sebelumnya dalam mengolah padi dengan sistem tradisional. Cara kerja dari alat ini dengan menumbuk padi yang telah terlebih dahulu dimasukkan ke satu alat yang diberi nama lesung. Setelah padi keluar dari kulitnya kembali terlebih dahulu disiangi dengan tempala. Setelah harga karet menguntungkan petani lebih menggunakan sistem penggilingan modren untuk mengolah padi menjadi beras. Cara yang dilakukan dengan menitipkan padi kepada pengusaha kelontong yang hendak belanja barang dagangan ke Pertumbukan atau Bangun Purba dimana berdiri kilang padi.

BAB VI

PERALIHAN PERTANIAN MASYARAKAT

DESA RUMAH SUMBUL DARI KARET KE KELAPA SAWIT

Bab ini membahas mengenai peralihan pertanian masyarakat Desa Rumah Sumbul dari karet ke kelapa sawit. Terjadinya peralihan pertanian ini disebabkan karena dua faktor, pertama sistem budidaya karet yang tidak efektif dan efesien membuat terjadi tekanan beban pembiayaan kepada petani. Kedua, faktor nilai ekonomi yakni harga karet mengalami penurunan nilai dari Rp. 18.000 menjadi Rp.7.500 dan perbandingan harga yang didapat mulai dari budidaya penanaman sampai pada pemasaran lebih memberatkan karet. Dalam bab ini ada tiga bagian sub bab yang akan dibahas menyangkut peralihan pertanian karet ke kelapa sawit yang terjadi pada tahun 1995 yakni pertama, proses peralihan dari karet ke kelapa sawit, kedua, faktor penyebab peralihan, dibagi tiga bagian yaitu sistem pembudidayaan lebih mudah, keuntungan, dan sensitifitas tanaman karet terhadap penyakit. Pada bagian sub bab terakhir, faktor ketiga, yakni akibat dari peralihan karet.

Harga dan sistem budidaya, menjadikan perilaku petani karet bertransisi ke pertanian kelapa sawit. Karet yang sudah menjadi tanaman turun temurun dan mendapat status tanaman primadona tahun 1985 , menjadikan karet sebagai ekonomi tunggal yang mampu menopang kehidupan masyarakat desa. Memasuki tahun 1995 mengalami kegagalan. Masyarakat secara berangsur angsur mulai bergeser ke pertanian kelapa sawit dimobilitasi dari keluarga tengkulak dan petani yang memiliki lahan yang luas. Bagian lahan pertanian yang mulai dikoversi yakni lahan yang

berada dekat dengan jalan raya yang terdapat di Dusun 2. Untuk lebih jelasnya, mengenai peralihan pertanian karet ke kelapa sawit tersebut akan dibahas di bagian sub bab dibawahh ini.

6.1 Proses Peralihan Karet ke Kelapa Sawit

Konversi (alih fungsi) adalah suatu tindakan melakukan perubahan komoditi lama menjadi tanaman komoditi baru disebabkan oleh beberapa faktor yang mempengaruhi pendapatan melalui hasil yang lebih menguntungkan89

Sub bab ini akan dibahas mengenai proses peralihan karet ke kelapa sawit. Penekanan pembahasan yakni, jumlah petani karet yang beralih ke kelapa sawit, bagian wilayah yang menjadi penanaman kelapa sawit, bagian waktu saat terjadinya peralihan karet, proses peralihan karet ke kelapa sawit.

.

Jumlah petani yang beralih dari karet ke kelapa sawit terdapat kira-kira 15 rumah tangga90

89 Wahid Asrul, “Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Masyarakat Mengkonversi Lahan Karet Menjadi Lahan Kelapa Sawit di Kabupaten Asahan”, Dalam Tesis S-2 Belum Diterbitkan, Medan : Pasca Sarjana USU, 1992.

, kelompok yang memulai peralihan dari tengkulak dan keluarga terdekat. Para tengkulak mengajak kerabat terdekat yang berada di Desa Rumah Sumbul untuk beralih ke kelapa sawit. Jumlah masyarakat terus bertambah meninggalkan pertanian karet, setelah melihat secara langsung pertanian kelapa sawit yang telah berkembang dari pemilik tengkulak dan kerabat terdekat di Desa Rumah Sumbul. Namun begitu, pula beberapa petani karet yang beralih kepada kelapa sawit dengan inisiatif sendiri tanpa mengikuti ajakan para tengkulak. Kondisi ini faktor pengalaman langsung yang

diamati dari perkebunan-perkebunan besar di sekitar desa. Kira-kira warga yang pindah 5 rumah tangga91. Jumlah masyarakat yang beralih sebanyak 2% dari total 700 rumah tangga yang berada di Desa Rumah Sumbul namun angka ini akan terus meningkat pesat setiap tahunnya92

Bagian wilayah terjadinya konversi yakni di Dusun 2, dengan kira kira luas area kelapa sawit 40,2 ha. Keadaan dusun ini sangat dekat dengan pemukiman dan berdekatan dengan jalan raya. Petani bermaksud ketika masa produksi panen kelapa sawit tiba memudahkan pengangkutan dan pemasarannya sehingga mengurai biaya pengangkutan. Pola perkampungan di Desa Rumah Sumbul dengan perumahan warga yang menghadap ke jalan raya dengan lahan pertanian berada di belakang perumahan warga maka dapat diterangkan sangat pentingnya dan luas pertanian di Desa Rumah Sumbul.

. Periode 1985 peningkatan jumlah petani sangat pesat dengan angka 600 rumah tangga beralih dari tanaman palawija beralih ke tanman karet, tetapi pada periode tahun 1995 terlihat peningkatan petani meningkat 100 rumah tangga padahal pada periode 1975 ke 1985 terjadi interval peningkatan 350 rumah tangga. Dari keadaan ini penyebab pergerakan petani karet mulai tidak mengerjakan lahan karet mereka menunggu waktu yang tepat untuk mengalihkanya ke kelapa sawit.

Terjadinya peralihan karet ke kelapa sawit terjadi pada tahun 1995. Pada tahun

91 Keluarga yang melakukan konversi awal di tahun 1995 Murni Br Sitepu, Ali Ginting, Japen Tarigan, Kenal Perangin-Angin, dan Benar Ginting. Kelima petani tersebut memiliki keterikatan keluarga. Petani yang melopori perpindahan pertanian yakni Murni Br Sitepu. Sebagai petani dan tengkulak Murni Br Sitepu mengetahui banyak hal mengenai perkembangan komoditi pertanian.

tersebut terlihat di sekitar Desa Rumah Sumbul seperti Perkebunan Sukaluwe, Perkebunan Hanif, Perkebunan Jani Ginting yang memiliki jarak 5 km dari desa mempengaruhi sebagian masyarakat untuk beranjak dan juga peran tengkulak yang mengerti prospek kelapa sawit lebih menjanjikan. Keadaan pada tahun 1995 juga menunjukkan harga karet terus menurun dari Rp.18.000 menjdi Rp. 7.500 merupakan tahun yang mendukung dengan terjadinya peralihan pertanian masyarakat Desa Rumah Sumbul. Luasan yang mendukung tanaman budidaya kelapa sawit 2 ha, dengan penghasilan karet pada priode 1985 yang menguntungkan masyaraat membuat lahan pertanian ditambah sehingga paha peralihan ke kelapa sawit lahan pertanian penduduk rata rata 2,5 ha sehingga cocok untuk bertani kelapa saawit. Adapun proses pergeseran tanaman dari palawija ke karet dan konversi ke lahan kelapa sawit dapat dilihat dari keadaan desa yang tidak memiliki sarana jalan raya yang baik menjadikan Desa Rumah Sumbul sebagai desa yang terisolasi dalam kegiatan ekonomi pertanian seperti pamasaran, produk pertanian(pestisida, pemacu produksi lateks, pupuk). Persoalan ini menjadikan penduduk desa nyaman dengan ekonomi cukup untuk makan sehari hari melalui bertani tanaman palawija. Pada tahun 1975 dengan adanya pembaharuan jalan dan disokong dengan harga karet yang baik pada titik yang menjanjikan membuat petani berubah haluan dengan bertani karet sehingga pada waktu itu karet disebut petani sebagai primadona pertanian. Keadaan berubah seiring berjalannya waktu, keadaan desa yang sudah terbuka menjadikan kehidupan sosial petani penuh dengan kebutuhan yang majemuk, namun

tidak dibarengi dengan harga produksi karet yang tinggi. Melemahnya harga karet ini membuat petani tidak mempunyai pilihan lain untuk memperbaiki nilai ekonomi petani. Maka diambillah keputusan untuk beralih dari pertanian karet ke pertanian kelapa sawit.

Dokumen terkait