• Tidak ada hasil yang ditemukan

C. Hasil Analisa Data

C.2. Hasil analisa data individual

Analisa individual dilakukan dengan membandingkan skor kecemasan yang diperoleh setiap subjek dengan skor rata-rata kelompok terapi menulis ekspreif pada saat pretest dan posttest. Hasil analisis ini akan disajikan dalam bentuk grafik. Selain itu hasil analisa individual juga dilengkapi dengan data yang diperoleh dari lembar kerja subjek. Setiap subjek diberi inisial huruf abjad secara berurutan, yaitu subjek A, B, C dan D. Berikut adalah gambaran perbandingan skor kecemasan setiap subjek dengan rata-rata kelompok.

Gambar 4.1. Perbandingan skor kecemasan subjek dengan skor rata-rata kelompok Dari grafik di atas terlihat bahwa pada kondisi pretest skor kecemasan 3 orang subjek yaitu subjek A, C dan D berada di bawa rata-rata skor kecemasan kelompok. Begitu pula pada kondisi posttest subjek A, C dan juga memiliki skor kecemasan di bawah rata-rata skor kecemasan kelompok. Namun bila melihat skor kecemasan masing-masing subjek, maka terlihat bahwa hanya subjek D yang memperlihatkan penurunan skor kecemasan pada kondisi pretest dan posttest.

Dari skala kecemasan yang diberikan kepada subjek juga diperoleh gambaran skor kecemasan subjek berdasarkan tipe kecemasan pada saat kondisi sebelum (pretest) dan setelah (posttest) dilakukan terapi menulis ekspresif. Berikut distribusi skor kecemasan berdasarkan tipe kecemasan.

Tabel 4.10. Skor kecemasan berdasarkan tipe kecemasan

Tipe kecemasan Kondisi pengukuran

Subjek

A B C D

Separation anxiety Pretest 6 12 11 9

posttest 3 18 10 6

Social Phobia Pretest 8 13 7 11

posttest 9 18 9 7

Obsessivecompulsive Pretest 11 14 15 7

posttest 15 13 10 9

Panic/agoraphobia Pretest 6 27 12 13

posttest 9 20 15 14

Fear of physical injury Pretest 8 14 16 7

posttest 8 13 5 5

General anxiety Pretest 4 14 10 11

posttest 11 15 12 11

a. Subjek A

Subjek A merupakan siswa di salah satu sekolah dasar. Saat ini ia duduk di kelas 6 dan berusia 12 tahun. A adalah seorang anak yang pendiam, sedikit tertutup dan kurang ekspresif. A juga termasuk anak yang lamban terutama dalam menyelesaikan tugas sekolah jika dibandingkan dengan teman-teman sekelasnya yang lain. Ketika A memiliki masalah, A lebih memilih untuk menghindar dari pada menyelesaikannya, seperti ketika ia diganggu oleh teman, A tidak berani melawan terutama jika teman yang mengganggu lebih kuat dibandingkan dirinya. Perlakuan bullying yang A alami sudah terjadi cukup lama sebelum A duduk di kelas 6. Hal tersebut membuat ia merasa takut dan cemas, sehingga A tidak pernah memberitau guru ataupun orangtua. A takut dipukul lagi oleh teman yang membullynya, jika ia memberitahu guru atau orangtua. Saat di rumah subjek A terkadang juga mengalami perlakuan kasar. Hal ini mempengaruhi keberanian A untuk membela diri ketika berhadapan dengan orang yang lebih kuat darinya. Ketika A ditegur oleh gurupun, hal tersebut membuat A merasa takut, bahkan subjek A tidak berani untuk pulang ke rumah. Saat A merasa cemas dan

takut untuk pergi ke sekolah, A berpura-pura sakit agar tidak pergi ke sekolah. subjek A merupakan salah satu korban bullying di sekolahnya. A mengalami bullying hampir setiap hari dan mengalami bully baik secara fisik, verbal maupun relasi.

Dari gambar 4.1 di atas, terlihat bahwa pada saat pretest skor kecemasan A adalah 51 (kategori sedang). Pada saat posttest terlihat adanya peningkatan skor kecemasan yaitu menjadi 55, namun masih berada pada kategori sedang. Terlihat juga bahwa pada saat pretest dan posttest A memperoleh skor di bawah rata-rata skor kecemasan kelompok, hal ini menunjukkan bahwa dalam kelompok terapi menulis ekspresif, subjek A memiliki kecemasan di bawah rata-rata. Selain itu juga diperoleh gambaran perbedaan skor kecemasan subjek A berdasarkan tipe kecemasan antara sebelum dan sesudah diberikan menulis ekspresif, seperti pada gambar 4.2. berikut ini:

Gambar 4.2. Perbandingan skor kecemasan subjek A berdasarkan tipe kecemasan pada kondisi pretest dan posttest

Dari gambar 4.2 di atas terlihat bahwa adanya peningkatan skor pada tipe kecemasasan social phobia, obsessive compulsive, panic/agoraphobia dan general anxiety pada kondisi pretest dan posttest. Peningkatan skor yang paling tinggi terjadi

pada tipe general anxiety sebesar 7 poin, yaitu skor pada saat pretest sebesar 4 poin dan saat posttest meningkat menjadi 11 poin. Sedangkan pada tipe kecemasan fear of physical injury tidak terjadi perubahan skor baik pada kondisi pretest maupun posttest. Selain itu juga terlihat adanya penurunan skor pada tipe kecemasan separation anxiety

sebesar 3 poin dari kondisi pretest dan posttest.

Berdasarkan lembar kerja pada saat intervensi, diketahui bahwa kejadian

bullying yang dialami subjek A diantaranya, dipukul, dilempar, diancam, dicubit, diejek dan difitnah. Dari hasil cerita yang ditulis oleh A pada “buku rahasia”, A mengungkapkan perasaan dan pikirannya saat mengalami bullying. Dari cerita yang ditulis A, A merasa takut, sedih dan marah karena kejadian bullying yang dialaminya. Selain itu diketahui juga bahwa A pernah mencoba untuk melawan dengan bertanya mengapa ia didorong, bukannya mendapat jawaban, tetapi A malah dipukul dan diejek oleh temannya tersebut. Selain secara verbal, A juga pernah mencoba untuk melawan secara fisik yaitu berkelahi dengan teman yang membullynya, namun A kembali mendapat tekanan berupa ancaman dari temannya tersebut. Kejadian tersebut membuat A merasa takut, A juga tidak berani untuk memberitahu guru ataupun orangtuanya. Tidak adanya support dari orangtua menambah rasa takut A untuk memberitahu kejadian bullying yang dialaminya. Subjek A menuliskan bahwa jika orangtua mengetahui ia terlibat masalah, ia akan dimarahi.

Pada tahap juxtapisition dan application to the self, A berahasil menyampaikan kecemasan yang dirasakannya, yaitu mengapa ia selalu diganggu, ketakutannya jika bertemu dengan teman yang membullynya dan ketakutannya jika kejadian bullying yang disampaikannya diketahui oleh orang lain. Saat A mencoba menemukan pikiran positif

saat ia merasa cemas karena bullying, awalnya ia belum mampu menemukan pikiran positif tersebut, namun pada pertemuan selanjutnya A sudah mampu melakukannya. Sebelum berangkat ke sekolah, ia akan mengatakan kepada dirinya jika nanti ia berjumpa dengan teman yang membullynya tersebut, ia tidak akan memperdulikannya meskipun ia dipanggil oleh temannya tersebut. Akan tetapi A masih terlihat belum mampu menggungkapkan pikiran dan perasaannya jika berhadapan dengan temannya tersebut. A mengatakan, jika ia bertemu dengan teman yang membullynya tersebut, ia hanya diam dan tidak mengatakan apa-apa. A juga mengatakan, jika ia merasa cemas dengan kejadian bullying yang dialaminya, ia akan mencoba untuk bersikap tenang, dan tidak memikirkan hal-hal negatif atau yang aneh-aneh.

Dari hasil observasi selama intervensi berlangsung, diketahui bahwa A adala satu-satunya subjek laki-laki, subjek A lebih banyak diam saat intervensi berlangsung. Ia hanya berbicara ketika peneliti bertanya kepadanya. Subjek A juga terlihat berusaha untuk menghindarai pembicaraan tentang bullying yang dialami, ia mencoba menghindar dengan bertanya tentang hal lain yang tidak ada hubungannya dengan kejadian bullying yang dialami. Subjek A selalu pindah tempat duduk ketika mulai menulis, dibandingkan dengan subjek yang lain, cerita yang dituliskan oleh subjek lebih singkat dan terlihat tidak banyak perasaan dan pikirannya yang terkesplor saat menulis.

Pada tahap evaluasi, diketahui bahwa subjek A masih mengalami bullying, ketika ia dibully A hanya diam dan tidak melawan. A juga diketahui tidak mempraktekkan pikiran posistif yang telah diungkapannya selama intervensi berlangsung. Selain itu, A mengatakan bahwa perasaan kesalnya sedikit berkurang,

meskipun terkadang subjek A masih merasa takut, namun setelah mengikuti intervensi, ketakutannya sedikit berkurang.

b. Subjek B

Subjek B adalah salah satu siswi di sekolah dasar di Pekanbaru. Saat ini B duduk di kelas 5 dan berusia 10 tahun. B memiliki tubuh yang cukup besar dibandingkan dengan teman sekelasnya yang lain. Kemampuan akademik B tergolong rata-rata jika dibandingkan dengan teman sekelasnya yang lain. Hanya saja sikapnya yang tidak fokus dan cenderung mengerjakan hal lain saat belajar, membuatnya lamban dalam mengerjakan tugas. B memiliki sikap kekanak-kanakan, ketika menyampaikan sesuatu, B terkesesan berlebihan dengan tujuan untuk mendapatkan perhatian dari lawan bicaranya. Sikap B yang demikian, membuatnya cukup memiliki banyak masalah dengan teman-teman, ia cukup sering diganggu oleh temannya. B merupakan salah satu korban bullying di sekolahnya. Bullying yang dialami oleh B sudah berlangsung cukup lama yaitu sebelum B duduk di kelas 5. Sebelumnya B pernah berpura-pura sakit agar tidak pergi ke sekolah, hal ini subjek B lakukan beberapa kali, karena perlakuan

bullying yang dialami. Meskipun sekarang subjek B sudah mulai berani untuk membalas, namun hal tersebut tidak membuat teman-teman berhenti membullynya. Subjek B agak sering mengalami bullying yaitu sekitar 2 atau 3 kali dalam seminggu dan mengalami bullying baik secara fisik, verbal maupun relasi.

Dari gambar 4.1. di atas, terlihat bahwa pada kondisi pretest skor kecemasan subjek B adalah 94 (kategori tinggi) dan pada kondisi posttest terjadi peningkatan skor sebesar 3 poin, yaitu menjadi 97 (kategori tinggi). Selain itu terlihat juga bahwa pada

kedua kondisi yaitu kondisi pretest dan posttest subjek B memperoleh skor di atas rata-rata skor kelompok terapi menulis ekspresif (mean pretest = 66 dan mean posttest = 66,5). Hal ini berarti bahwa tidak terjadi penurunan kecemasan pada subjek B baik dilihat berdasarkan skor kecemasan yang diperoleh maupun berdasarkan kategori kecemasan pada saat pretest dan posttest. Begitu pula saat dibandingkan dengan rata-rata skor kecemasan kelompok. Berdasarkan skor yang diperoleh subjek B pada skala kecemasan, juga diperoleh gambaran perbedaan skor kecemasan subjek B berdasarkan tipe kecemasan anatra kondisi pretest dan posttest, seperti pada gambar 4.3 berikut ini:

Gambar 4.3. Perbandingan skor kecemasan subjek B berdasarkan tipe kecemasan pada kondisi pretest dan posttest

Dari gambar 4.3 di atas, penurun skor kecemasan pada tipe kecemasan obsessive compulsive dan fear of physical injury yaitu masing-masing sebesar 1 poin (pretest = 14, posttest = 13). Namun pada empat tipe kecemasan lainnya terlihat peningkatan skor

kecemasan, yaitu yaitu pada separation anxiety, social anxiety, dan general anxiety. Sedangkan pada tipe obsessive compulsive, panic/agoraphobia dan fear of physical injury terjadi penurunan skor antara kondisi pretest dan posttest. Pada tipe obsessive compulsive skor kecemasan subjek menurun sebesar 1 poin (pretest = 14, posttest = 13), tipe kecemasan panic/agoraphobia skor kecemasan subjek B menurun sebesar 7 poin (pretest = 27, posttest = 20. Hal ini menunjukkan bahwa setelah dilakukan intervensi menulis ekspresif, terjadi penurunan simptom kecemasan pada tipe kecemasan obsessive compulsive dan fear of physical injury.

Berdasarkan lembar kerja pada saat proses intervensi berlangsung, diketahui bentuk-bentuk bullying yang dialami oleh subjek B, diantaranya dipukul, dicubit, diejek, dimintai uang dan ditarik jilbab. Dari cerita yang dituliskan B pada “buku rahasia”, diketahui bahwa B mampu mengungkapkan perasaannya saat dibully yaitu B merasa benci dengan teman yang membullynya tersebut. B juga sulit untuk memaafkan mereka. Hingga pertemuan terakhir, B masih mengatakan bahwa ia tidak bisa memaafkan teman yang sudah bersikap keterlaluan kepadanya dan masih menyimpan perasaan benci dan marah. saat mengungkapkan hal tersebut, terdengar adanya tekanan pada intonasi suara B. Selain itu, dari hasil cerita yang ditulis oleh B juga diketahui bahwa tidak terlihat usaha B untuk menghentikan teman yang membullynya tersebut atau menuliskan pikirannya tentang apa yang ingin dan akan ia lakukan agar tidak dibully lagi. B menuliskan ia tidak memberitahu orangtua tentang kejadian bullying yang dialaminya karena takut teman yang membullynya akan dimarahi. B juga menuliskan bahwa ia merasa kasihan kepada teman yang membullynya tersebut, jika orangtuanya benar-benar memarahi temannya tersebut.

Pada tahap juxtaposition dan application to the self, B mengungkapkan pikiran positif untuk mengurangi kecemasannya, melalui pertanyaan yang peneliti berikan. B mengatakan saat dia akan berangkat ke sekolah, ia berkata kepada dirinya untuk tidak perlu takut terhadap teman yang membullynya, tidak perlu mendengarkan dan memperdulikan apa yang mereka katakan atau ia akan langsung bertanya kepada teman yang membully, mengapa mereka mengganggu dirinya. Selain itu, subjek B mampu menemukan cara untuk mengalihkan pikiran dan perasaannya dengan melakukan kegiatan yang ia senangi, salah satunya dengan menggambar.

Dari hasil observasi selama proses intervensi berlangsung, terlihat bahwa subjek merasa tidak senang dengan sikap subjek C yang selalu mengkritik apa yang diungkapkan oleh subjek B, seperti saat B memberikan jawaban yang sama dengan C, maka C mengatakan B meniru jawaban dirinya. Sikap subjek B yang tidak fokus selama intervensi, terkadang menjadi bahan lelucon bagi subjek C. Subjek B juga terlihat beberapa kali keluar ruangan selama prooses intervensi, tanpa meminta izin peneliti. Saat B mengungkapkan pikiran positif, jika berhadapan dengan teman yang membully, sebelum pelaksanaan dilakukan terlihat subjek B sedang diganggu oleh beberapa orang temannya, dan subjek B terlihat mencoba untuk melawan.

Selama proses intervensi berlangsung, B mengatakan bahwa ia masih mengalami bullying. Dari lembar evaluasi yang diberikan, B mengatakan bahwa ia merasa senang menuliskan tentang perasaannya tentang perlakuan bullying yang dialaminya, meskipun demikian hal tersebut tidak mengurangi perasaan marah dan benci terhadap teman yang membullynya. Subjek B menyebutkan bahwa ia masih benci dan marah dengan teman yang membullynya.

c. Subjek C

Subjek C merupakan siswi di salah satu sekolah dasar di Pekanbaru. Saat ini C berusia 10 tahun dan duduk di kelas 5. C adalah siswi pindahan dari salah satu sekolah dasar di Sumatera Barat, C pindah ketika naik kelas 2. Kemampuan akademik C tergolong rata-rata jika dibandingkan dengan teman sekelasnya yang lain. C senang berbagi dengan temannya yang lain, ia cukup sering memberi jajan kepada beberapa teman sekelasnya saat jam istirahat ataupun jam pulang sekolah, sehingga membuat C cukup menjadi pusat perhatian dan dikelilingi oleh beberapa temannya. C memiliki sikap dominan untuk menjadi pusat perhatian, namun terkadang sikap C tersebut membuat beberapa teman tidak menyukainya. Selain itu C juga memiliki sifat yang sensitif dan suka merajuk. C merupakan salah satu korban bullying di sekolahnya. C megalami bullying baik secara fisik, verbal maupun relasi dan ia mengalaminya sekitar satu atau dua kali dalam seminggu. Kejadian tersebut membuat C terkadang takut untuk pergi sekolah dan pernah melakukannya beberapa kali.

Berdasarkan gambar 4.1 di atas, di ketahui bahwa pada kondisi pretest skor kecemasan subjek C adalah 61 (kategori sedang), kemudian pada kondisi posttest skor kecemasan subjek C adalah 61 (kategori sedang). Selain bila membandingkan skor kecemasan yang diperoleh subjek C dengan skor rata-rata kecemasan kelompok terapi menulis ekspresif, terlihat bahwa pada kedua kondisi yaitu kondisi pretest dan posttest

skor kecemasan subjek C berada di bawah rata-rata skor kecemasan kelompok terapi menulis ekspresif (mean pretest = 66, mean posttest = 66.5). Hal ini menunjukkan bahwa tidak terjadi perubahan kecemasan pada subjek C setelah dilakukannya terapi menulis ekspresif. Selain itu Berdasarkan skor yang diperoleh subjek C pada skala

kecemasan, juga diperoleh gambaran perbedaan skor kecemasan subjek C berdasarkan tipe kecemasan anatra kondisi pretest dan posttest, seperti pada gambar 4.4 berikut ini:

Gambar 4.4. Perbandingan skor kecemasan subjek C berdasarkan tipe kecemasan pada kondisi pretest dan posttest

Berdasarkan gambar 4.4 di atas, terlihat bahwa adanya penurunan skor kecemasan pada kondisi pretest dan posttest pada tiga tipe kecemasan, yaitu separation anxiety, obsessive compulsive dan fear of physical injury. Penurunan skor kecemasan setiap tipe kecemasan yaitu separation anxiety sebesar 1 poin, obsessive compulsive

sebesar 5 poin dan fear of physical injury sebesar 11 poin. Hal ini menunjukkan bahwa setelah dilakukannya terapi menulis ekspresif terlihat adanya penurunan simtom kecemasan pada tipe kecemasan separation anxiety, obsessive compulsive dan fear of physical injury. Pada tiga tipe kecemasan yang lainnya memperlihatkan kondisi sebaliknya, yaitu terlihat adanya peningkatan skor kecemasan yaitu tipe kecemasan

socialphobia, panic/agoraphobia dan general anxiety.

11 7 15 12 16 10 10 9 10 15 5 15 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 S k o r K e c e m a s a n pretest posttest

Berdasarkan lembar kerja pada saat dilakukannya terapi menulis ekspresif diketahui bahwa bentuk bullying yang dialami oleh C diantaranya diancam, diejek dengan mengatakan C bodoh dan vespa, dicubit dan digosipkan. Sedangkan dari cerita yang ditulis oleh C pada “buku rahasia” diketahui bahwa C mampu mengungkapkan perasaannya saat mengalami bullying diantaranya merasa benci, marah, kesal dan dendam. C menuliskan kata benci pada setiap cerita yang dituliskan dan pada pertemuan terakhir C hanya menuliskan perasaan yang dirasakannya saat mengalami bullying. Selain itu, juga diketahui pada C juga mencoba untuk berbaikan dengan teman yang jahat kepadanya dengan cara memaafkan teman tersebut.

Pada tahap juxtaposition dan application to the self, C mengatakan bahwa ia merasa lebih baik karena dapat menceritakan tentang pengalaman bullyingnya. Selain itu C juga mampu mengungkapkan pikiran positif untuk mengurangi kecemasan karena dibully. ketika akan berangkat ke sekolah ia akan mengatakan kepada dirinya untuk bersikap santai, dan tidak memperdulikan teman yang membullynya. Ia juga mengatakan, tidak apa jika hari ini ia marah karena dibully, namun ia harus tetap sabar dan tidak mendengarkan apa yang dikatakan oleh teman yang membullynya. Saat C berjumpa dengan temannya di sekolah, ia tidak perlu menghiraukan mereka.

Dari hasil observasi selama proses terapi menulis ekspresif terlihat bahwa subjek C cukup dominan dibandingkan dengan subjek yang lainnya. Sikap dominan C tersebut, membuat subjek lainnya sedikit tidak nyaman. C juga terlihat lebih aktif untuk menjawab secara spontan setiap pertanyaan yang peneliti tanyakan. Ketika menuliskan perasaan dan pikirannya ketika dibully, C terlihat fokus, meskipun sesekali juga terlihat C mengobrol dengan subjek lain saat menulis.

Dari lembar evaluasi yang diberikan pada hari terakhir pertemuan, diketahui bahwa setelah menuliskan tentang perasaan dan pikirannya ketika mengalami bullying, pada awalnya C merasa biasa saja, namun setelah beberapa kali menulis C juga mengatakan bahwa ia tidak merasa dendam lagi terhadap teman yang membullynya.

d. Subjek D

Subjek D merupakan siswi di salah satu sekolah dasar di kota Pekanbaru. Saat ini D berusia 10 tahun dan duduk di kelas 5 SD. D memiliki kemampuan akademik rata-rata dibandingkan dengan teman sekelasnya yang lain. D adalah anak yang pendiam, ketika D diganggu oleh temannya ia tidak melawan. Jika D tidak bisa menahan diri saat diganggu, D akan menangis. Selain itu D juga memiliki fisik yang lemah dan sering sakit. D merupakan salah satu korban bullying di sekolahnya. Kejadian ini sudah lama D alami, dimulai ketika D duduk di kelas 3 SD. Hal ini membuat D merasa takut dan terkadang tidak ingin pergi ke sekolah. D juga terkadang berpura-pura sakit untuk tidak pergi ke sekolah. D merupakan salah satu korban bullying di sekolahnya, D mengalami

bully secara fisik, verbal dan relasi dan hal ini agak sering terjadi yaitu lebih dari satu kali dalam seminggu.

Berdasarkan gambar 4.1 di atas menunjukkan bahwa pada kondisi pretest dan

posttest pada subjek D. Kondisi pretest menunjukkan skor kecemasan D adalah 58 (kategori sedang) dan pada kondisi posttest skor kecemasan D adalah 52 (kategori sedang). Hal ini menunjukkan bahwa adanya penurunan skor dari kondisi pretest dan

posttest yaitu sebesar 6, berarti bahwa terapi menulis ekspresif efektif untuk menurunkan kecemasan pada subjek D. Selain itu bila dibandingkan dengan skor

rata-rata kelompok, terlihat bahwa skor kecemasan subjek D berada di bawah rata-rata-rata-rata skor kecemasan kelompok baik pada kondisi pretest (skor = 58, mean = 66) maupun kondisi

posttest (skor = 52, mean = 66,5). Dari hasil skor skala kecemasan, juga diperoleh gambaran tentang perubahan kecemasan subjek D berdasarkan tipe kecemasan, seperti pada gambar 4.5 berikut:

Gambar 4.5. Perbandingan skor kecemasan subjek D berdasarkan tipe kecemasan pada kondisi pretest dan posttest

Berdasarkan gambar 4.5 diketahui bahwa dari enam tipe kecemasan, tiga tipe kecemasan diantaranya menunjukkan adanya penurunan skor pada kondisi posttest yaitu

separation anxiety sebesar 3 poin, social phobia sebesar 4 poin dan fear of physical injury sebesar 1 poin. Sedangkan pada empat tipe kecemasan lainnya menunjukkan adanya peningkatan skor yaitu separation anxiety (1 poin), obsessive compulsive (3 poin), panic/agoraphobia (2 poin) dan general anxiety (1 poin).

Dari hasil lembar kerja saat dilakukannya proses terapi menulis ekspresif, diketahui bentuk-bentuk bullying yang dialami oleh subjek D, diantaranya D diejek,

diancam, di kurung di dalam kelas, di pukul dan difitnah mencuri barang milik teman.

Bullying yang dialami D membuatnya merasa sedih dan sakit hati. Diketahui juga bahwa ejekan teman terhadap dirinya merupakan bentuk bullying yang sulit D lupakan, terlihat bahwa D menceritakan kejadian ketika ia diejek sebanyak 2 kali. Sikap orangtua yang tidak mempercayai tetapi balik memarahi D, membuatnya tidak mau memberitahu orangtua ketika ia dibully di oleh teman di sekolah. Selain itu juga diketahuhi bahwa respon D pertama kali ketika dibully adalah menangis, kemudian D melaporkan kejadian tersbut kepada guru.

Pada tahap juxtaposition dan application to the self, D mampu mengungkapkan pikiran positifnya untuk mengurangi perasaan cemas baik ketika akan berangkat ke sekolah maupun saat bertemu dengan teman yang membullynya di sekolah. D mengatakan ketika ia akan berangkat sekolah, ia akan berkata kepada dirinya untuk bersikap cuek jika nanti bertemu dengan teman yang membully dan jika nanti ia bertemu dengan teman tersebut ia akan mengatakan kepada mereka unutk berhenti membully dirinya.

Dari hasil observasi selama proses terapi menulis ekspresif berlangsung, diketahui bahwa D sempat mengalami sakit pada pertemuan pertama, namun pada pertemuan selanjutnya D dapat mengikuti proses terapi. D terlihat tidak terlalu aktif

Dokumen terkait