• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tahap IV: Karakterisasi Minyak Ikan Patin Murn

HASIL DAN PEMBAHASAN

Deskripsi Bahan Baku Ikan Patin

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan patin yang dikenal dengan sebutan catfish. Ikan patin memiliki badan memanjang berwarna putih seperti perak dengan punggung berwarna kebiru – biruan. Kepala ikan relatif kecil dengan mulut terletak di ujung kepala agak sebelah bawah. Hal ini merupakan ciri khas golongan catfish (Djarijah, 2001). Pada sudut mulutnya terdapat dua pasang sungut pendek yang berfungsi sebagai alat peraba (Susanto dan Amri, 1998). Kedua jenis ikan patin yang digunakan sebagai bahan baku pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 11.

(A)

(B)

Gambar 11 Bahan Baku Ikan Patin (A) Siam (Pangasius hypopthalmus) dan (B) Jambal (Pangasius djambal)

Perbedaan antara ikan patin Siam dan Jambal terletak pada warna punggungnya dimana ikan patin jenis Jambal memiliki warna abu – abu keperakan sedangkan ikan patin Siam cenderung kebiruan. Bagian kepala ikan patin jambal berbentuk padat, membulat sedangkan ikan patin siam cenderung pipih memanjang. Ekor ikan patin Siam pendek dan membulat sedangkan ikan patin jambal lebih runcing dan memanjang.

Ikan patin termasuk golongan omnivora yang masuk dalam keluarga Genus Pangasius. Ikan Patin Siam merupakan ikan introduksi dari Thailand yang sudah berhasil di budidayakan sebagai ikan konsumsi di Indonesia. Kolam – kolam budidaya ikan patin Siam tersebar di sepanjang daerah Parung dan Jawa Barat juga di daerah Sumatera dan Kalimantan. Daging filet ikan patin Siam berwarna kuning kemerahan sehingga menimbulkan permasalahan pada saat masuk industri pengolahan filet skala ekspor karena para importir umumnya mendapatkan daging filet patin yang berwarna putih dari Vietnam. Permasalahan ini sebenarnya teratasi dengan mulai dikembangkannya ikan patin Jambal (Pangasius djambal). Ikan patin Jambal merupakan ikan patin lokal Indonesia yang telah mulai dikembangkan sejak beberapa tahun terakhir ini, berkaitan dengan dagingnya yang berwarna lebih putih dan rasa yang lebih gurih karena kandungan lemaknya yang tinggi. Kelemahan dari ikan patin Jambal ini adalah sifatnya yang rentan terhadap kondisi budidaya sehingga bersifat tidak stabil dan mempengaruhi hasil produksi budidaya.

Pada penelitian ini, ikan patin Siam didapatkan dari kolam budidaya di daerah Parung, Bogor. Ikan patin Siam diberikan pakan buatan jenis pelet dengan kandungan lemak berkisar 3-5%. Tahap pemanenan dilakukan menggunakan jala yang diletakkan di sekeliling kolam untuk menjaga ikan patin tidak melompat keluar kolam. Ikan patin ditangkap dalam keadaan hidup dan dimasukkan kedalam blong – blong plastik yang berisi air dan telah didesain terbuka di bagian atas sehingga masih terdapat udara terbuka. Blong ikan kemudian diangkut menggunakan mobil pick up terbuka dengan bagian atas ditutup jaring secara keseluruhan sehingga menghindari terjadinya loncatan ikan patin selama transportasi. Waktu yang dibutuhkan dari kolam hingga sampai laboratorium sekitar 2 jam perjalanan. Setelah sampai di tempat, ikan patin dimasukkan kedalam bak – bak penampungan yang telah disiapkan kemudian dibiarkan semalam dalam keadaan diberok (dipuasakan). Hal ini dilakukan untuk

mengembalikan kondisi ikan agar stabil setelah melalui transportasi dalam keadaan hidup. Proses pemfiletan dilakukan pada keesokan harinya.

Ikan patin Jambal didapatkan dari kolam budidaya Balai Budidaya Air Tawar dan Payau, Kelautan dan Perikanan di Sukamandi, Jawa Barat. Pada umumnya ikan patin Jambal hanya dapat dibudidayakan di sekitar luar pulau Jawa seperti Palembang, Jambi, Riau, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Barat yang merupakan habitat aslinya. Ikan patin Jambal yang dibudidayakan di Sukamandi ini merupakan hasil dari pembenihan induk ikan patin Jambal yang didapatkan dari habitat aslinya di daerah Sumatera. Kondisi budidaya terkontrol dengan baik disesuaikan dengan kondisi budidaya yang dibutuhkan ikan patin Jambal. Jenis pakan buatan yang diberikan untuk ikan patin Jambal adalah bentuk pelet dengan pemberian dilakukan sebanyak dua kali sehari (pagi dan sore hari). Pakan buatan yang diberikan mengandung kadar lemak sebesar 6-8%, sedikit lebih tinggi dibandingkan kadar lemak pakan ikan patin Siam. Pemanenan ikan patin Jambal dari kolam budidaya menggunakan jala yang dibentangkan di pinggir kolam kemudian ikan patin dimasukkan kedalamnya untuk selanjutnya dikumpulkan. Ikan patin Jambal dimasukkan kedalam air es untuk shock terapi suhu dingin sehingga ikan mati dan dimasukkan ke dalam coolbox yang diisi es dengan perbandingan ikan : es adalah 1 : 3. Ikan patin Jambal diangkut ke Jakarta menggunakan kendaraan tertutup dengan waktu tempuh selama 3-4 jam perjalanan. Setelah sampai di laboratorium, langsung dilakukan proses pemfiletan ikan patin Jambal.

Ikan patin yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan patin ukuran konsumsi yang berukuran 450 – 550 g per ekornya baik jenis Siam maupun Jambal.

Proses Pemfiletan Ikan Patin

Ikan patin sebagai bahan baku penelitian ini difilet untuk mendapatkan hasil berupa daging filet dan sisanya yang tidak dapat dimakan berupa limbah. Proses pengolahan filet ikan patin dilakukan melalui beberapa tahapan yang meliputi penimbangan, pencucian, pemfiletan, penyiangan, perapian/pengeratan filet (trimming), pelepasan kulit, pencucian, penimbangan. Proses pemfiletan ikan patin dapat dilihat pada Gambar 12.

(A)

(B)

Gambar 12 Proses Pemfiletan Ikan Patin (A) Penyayatan awal daging ikan dan (B) Pemotongan filet.

Ikan patin yang telah dimatikan dengan menggunakan es diproses filet menggunakan pisau filet dan kondisi pemfiletan dipertahankan dalam kondisi suhu dingin untuk menghindari terjadinya kemunduran mutu ikan. Ikan patin disayat dari bagian ekor kemudian menyusuri sepanjang tulang badan hingga pangkal leher. Daging filet yang dihasilkan masih menyambung dengan daging bagian belly flap sehingga harus dirapikan untuk mendapatkan daging filet yang berbentuk seragam dan memenuhi kualitas bentuk filet skala industri. Hasil perapian daging filet setelah bagian daging belly flap dipotong disebut dengan daging sisa trimming. Daging filet yang didapatkan kemudian dicuci, ditiriskan dan dikelompokkan untuk kemudian dikemas dalam plastik vakum hingga

digunakan. Bagian – bagian tubuh ikan patin lainnya yang didapatkan pada saat proses pengolahan filet selain daging filet, dikategorikan limbah dan dikelompokkan masing – masing sehingga mudah dalam penanganannya.

Hasil proses pengolahan fillet ikan patin berupa daging fillet ikan patin dengan yield sebesar 32.69% dan 31.10% berturut – turut untuk patin Siam dan Jambal. Yield didapatkan dari berat filet yang didapatkan dibagi dengan berat ikan awal. Besarnya rendemen ini bervariasi tergantung pada jenis ikan dan bentuk filet yang diinginkan pada saat diproses. Hasil penelitian Sathivel (2002) mendapatkan yield fillet catfish sebesar 45%. Daging filet sebagai yield yang didapatkan pada proses pengolahan filet ikan patin pada umumnya diproses beku sebagai produk fillet skinless yang kemudian diekspor atau dijual lokal, akan tetapi terkadang juga digunakan sebagai bahan baku pembuatan produk olahan ikan patin seperti bakso, nugget, otak – otak dan sosis.

Daging filet skinless merupakan bagian terbesar dari ikan patin. Pada umumnya daging filet ini digunakan sebagai bahan baku produk – produk olahan ataupun dikonsumsi dalam keadaan fresh ataupun frozen. Pada industri pengolahan patin, daging filet skinless ini merupakan produk ekspor yang pada umumnya dikemas dalam kemasan individual vacuum packed (IVP) kemudian disimpan beku. Industri pengolahan filet patin semakin meningkat di Indonesia dengan terbentuknya 75 unit usaha yang terdiri dari 13 usaha skala besar dan sisanya adalah pengolahan ikan asap, abon, keripik kulit patin dan olahan lainnya. Beberapa unit pengolahan patin fillet di Indonesia di antaranya adalah di Jambi, Karawang, Purwakarta, Tulung Agung, Banjar dan Riau (Kap 2012). Semakin meningkatnya industri pengolahan ikan patin ini harus dibarengi pula dengan teknologi pemanfaatan limbah yang dihasilkan sehingga akan mendapatkan produk yang memiliki nilai tambah tinggi.

Limbah Pengolahan Filet Ikan Patin

Pada proses pengolahan filet ikan patin, selain daging filet sebagai hasil utama, didapatkan bagian tubuh lainnya sebagai sisa ataupun limbah sebanyak enam (6) bagian. Keenam bagian limbah tersebut meliputi kepala, tulang-ekor (bagian tulang badan yang bersambungan dengan ekor), kulit, daging belly flap

(daging pada bagian perut), daging sisa trimming (daging sisa pengeratan filet) dan isi perut. Pada Tabel 6 dapat dilihat bagian - bagian tubuh patin pada saat

proses pengolahan filet dengan persentase yield yang didapatkan masing – masing bagian berdasarkan perhitungan per berat ikan awal.

Tabel 6 Bagian – bagian tubuh ikan patin

No Bagian tubuh Ikan Patin

Yield (%)

Patin Siam Patin Jambal

1. Daging Filet

skinless 32.69±0.30 31.10±0.41

2. Kepala 23.05±0.17 26.16±0.10

3. Tulang-ekor 15.06±0.15 14.38±0.22

4. Daging belly flap 6.98±0.05 7.67±0.36

5. Daging sisa

trimming 5.28±0.61 5.83±0.90

6. Kulit 6.14±0.12 5.12±0.27

Limbah yang dihasilkan secara keseluruhan dari proses pengolahan filet ikan patin ini sebesar 67.31% dan 68.9% berturut – turut untuk ikan patin Siam dan Jambal, jumlah yang relatif cukup besar dalam kategori limbah, walaupun beberapa bagian masih bisa dimanfaatkan dagingnya seperti daging sisa

trimming dan daging belly flap untuk keperluan pembuatan produk olahan lokal. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Sathivel et al. (2002) yang mendapatkan hasil bahwa bagian selebihnya dari proses pengolahan fillet yaitu termasuk isi perut, lemak abdomen, tulang, kulit dan hasil perapian (trimming) sebesar 55% belum dimanfaatkan secara optimal.

Bagian terbesar yang kedua setelah daging filet adalah bagian kepala yaitu sebesar 23.05% dan 26.16% berturut – turut untuk jenis Siam dan Jambal. Tampak pada Gambar 11. bagian kepala ikan patin Siam berbentuk lebih kecil dan memanjang dibandingkan dengan ikan patin Jambal. Pada umumnya bagian kepala ini merupakan limbah yang terbuang bersama dengan bagian tubuh lainnya seperti daging belly flap (daging bagian perut), tulang-ekor, kulit dan isi perut. Hasil pengeratan daging filet pada umumnya didapatkan pada saat membentuk daging filet yang seragam bentuknya sehingga didapatkan sisa daging yang disebut dengan daging sisa trimming. Daging sisa trimming ini merupakan limbah akan tetapi terkadang masih digunakan sebagai bahan baku produk – produk olahan ikan untuk konsumsi lokal. Menurut Zaitzev et al. 1969, bagian tubuh yang tidak dapat dimakan umumnya dinamakan limbah hasil pengolahan perikanan dimana pemanfaatannya masih sebatas sebagai pakan ikan ataupun hewan ternak lainnya. Proses pengolahan ikan umumnya menghasilkan limbah hingga diatas 50% dari keseluruhan berat ikan yang diolah (Zuta et al. 2003).

Besarnya prosentase limbah yang dihasilkan tidak ditunjang dengan pemanfaatan yang maksimal sehingga limbah proses pengolahan filet ikan patin tidak memiliki nilai jual yang tinggi. Pada beberapa perusahaan pengolahan filet, limbah dijual pada pengumpul dengan harga seribu rupiah per kilo, harga yang sangat rendah mengingat potensi limbah yang besar untuk dimanfaatkan dalam bidang pangan. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Fiori et al. (2012) terhadap limbah hasil pengolahan filet ikan Rainbow Trout yang meliputi kepala, sirip-tulang dan isi perut dimana kesemua bagian limbah tersebut dapat dijadikan sebagai sumber potensial asam lemak omega 3 yaitu

berkisar 6.0% hingga 8.7% serta merupakan sumber alternatif asam lemak tak jenuh yang berkisar antara 72.6% hingga 75.3%.

Limbah hasil proses pengolahan filet ikan patin kemudian ditimbang dan dilakukan pencucian hingga bersih dari kotoran yang menempel. Setelah dicuci kemudian limbah ditiriskan dan dikemas vakum sehingga siap digunakan sebagai bahan baku dalam ekstraksi minyak ikan patin setelah dilakukan analisa kadar lemaknya.

Kadar Lemak Limbah Ikan Patin

Kadar lemak dari bagian – bagian tubuh ikan patin baik jenis Siam maupun Jambal tampak pada Tabel 7. Analisa kadar lemak ini dilakukan menggunakan metode soxhlet sebanyak 3 kali ulangan. Masing – masing bagian tubuh ikan patin baik daging filet maupun limbahnya memiliki kandungan lemak yang bervariasi, dimana bagian yang berdekatan dengan bagian perut umumnya memiliki kadar lemak yang lebih besar terkait dengan jaringan penimbunan lemak di bagian adiposa ikan patin.

Bagian isi perut yang berkisar 10% dari total ikan patin memiliki kadar lemak yang tinggi bahkan mencapai 35.32% untuk ikan patin Jambal. Hal ini dikarenakan ikan patin memiliki bagian lemak abdomen yang tersimpan di bagian isi perut sehingga menyumbang kadar lemak yang cukup tinggi untuk bagian tersebut. Kadar lemak bagian isi perut ikan patin Siam dan Jambal berbeda sangat nyata hal ini dikarenakan perbedaan dalam konsumsi pakan yang diberikan. Pada ikan patin Siam, pakan yang diberikan mengandung lemak sebesar 3-5% berdasarkan komposisi pakannya, sedangkan pakan ikan patin Jambal mengandung kadar lemak sebesar 6-8% yang ditunjang dari ingredien tepung ikan yang menyusunnya. Menurut penelitian Hwang et al. (2004), bagian isi perut catfish termasuk didalamnya seperti saluran pencernaan, hati, empedu dan lemak simpanan (lemak abdomen) merupakan sumber lemak yang potensial dengan kandungan omega 3 yang tinggi.

Tabel 7 Kadar lemak bagian – bagian tubuh ikan patin Siam dan Jambal

Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0.05).

Kadar lemak bagian – bagian tubuh ikan patin berkisar antara 2.72% hingga 35.32%. Bagian yang terendah kadar lemaknya adalah daging fillet

skinless yaitu 2.72% untuk ikan patin Siam dan 2.89% untuk Jambal. Hal ini terkait dengan proses pengeratan pada daging fillet saat proses pemfiletan sehingga bagian berlemak yang menempel pada daging filet sudah dibuang. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Ho dan Paul (2009) yang mendapatkan kadar lemak daging fillet untuk ikan patin „Tra‟ (Pangasius hypopthalmus) sebesar 2.55%. Hasil penelitian Ozogul et al. (2007) terhadap beberapa jenis daging ikan air tawar mendapatkan kadar lemak berkisar 0.39% untuk ikan Zander hingga 3.21% untuk ikan lele Afrika. Bagian daging belly flap

memiliki kandungan lemak yang tertinggi yaitu sebesar 36.21% untuk ikan patin Siam dan 36.50% untuk Jambal. Bagian daging belly flap ini merupakan bagian bawah dekat perut sehingga tampak membesar karena timbunan lemaknya cukup besar. Penelitian Sathivel et al. (2002) mendapatkan hasil analisa kadar lemak pada bagian isi perut ikan lele sebesar 33.6%, daging filet 9% dan daging

belly flap 14.7%. Perbedaan kandungan lemak ini disebabkan karena beberapa faktor diantaranya adalah perbedaan spesies, jenis kelamin, habitat, geografi dan makanannya (Rasoarahona et al. 2005).

Profil Asam Lemak Minyak Limbah Ikan Patin

Analisa profil asam lemak minyak ikan patin diawali dengan proses ekstraksi minyak ikan patin jenis Siam dan Jambal. Proses ekstraksi minyak ikan yang dilakukan menggunakan metode wet rendering mengacu pada metode Sathivel et al. (2008) yang dimodifikasi. Bahan baku yang berupa daging filet

Bagian tubuh Kadar Lemak (%)

Patin Siam Patin Jambal

Daging Filet skinless 2.72±0.09a 2.89±0.19a

Kepala 11.20±0.66a 10.85±0.12b

Tulang-ekor 13.10±0.6a 11.90±0.63b

Daging belly flap 36.21±0.59b 36.50±0.31b

Daging sisa trimming 6.63±0.50a 10.75±0.98b

Kulit 7.90±1.03a 6.61±0.84b

ikan patin dan limbahnya dilumatkan terlebih dahulu sebelum dilakukan ekstraksi. Proses ekstraksi minyak ikan patin dilakukan pada suhu 70ºC selama 15 menit kemudian disaring dan dilakukan proses pemisahan menggunakan corong pisah (Gambar 13). Minyak ikan kasar yang dihasilkan dari proses ekstraksi bagian – bagian tubuh ikan patin kemudian disimpan didalam botol berwarna gelap dan disimpan pada suhu -18ºC hingga dianalisa.

(A) (B)

Gambar 13 Ekstraksi minyak ikan patin pada suhu 70 ºC (A) dan pemisahan menggunakan corong pemisah (B).

Minyak ikan kasar kemudian dianalisa profil asam lemaknya menggunakan kromatografi gas dengan standar asam lemak yang digunakan adalah mix FAME standart dari Sigma Co. Analisa profil asam lemak dilakukan dengan melalui tahapan metilasi dan identifikasi asam lemak. Metilasi dilakukan untuk menjadikan asam lemak dalam bentuk metil esternya sehingga bersifat lebih mudah menguap. Identifikasi tiap komponen dilakukan dengan membandingkan waktu retensinya dengan standar pada kondisi analisis yang sama. Jenis dan jumlah asam lemak yang ada pada contoh dapat diidentifikasi dengan membandingkan puncak kromatogram contoh dengan puncak kromatogram asam lemak standar yang telah diketahui jenis dan konsentrasinya.Hasil analisa profil asam lemak dari bagian – bagian tubuh ikan patin jenis Siam dan Jambal dengan jumlah masing – masing jumlah asam lemak jenuh (Saturated fatty acid, SFA), asam lemak tak jenuh tunggal (Monounsaturated fatty acid, MUFA) dan asam lemak tak jenuh jamak (Polyunsaturated fatty acid, PUFA) ditunjukkan pada Tabel 8.

Tabel 8 Profil asam lemak dari bagian – bagian tubuh ikan patin Siam dan Jambal

*satuan (% relatif)

Jenis patin

Asam Lemak Isi

perut Kepala belly flap fillet sisa trimming Tulang- ekor Kulit Siam C14:0 (miristat) 5.42 4.83 5.04 4.91 4.56 4.80 5.18 Jambal 1.64 1.56 1.58 2.05 1.51 1.54 1.45 Siam C16:0 (palmitat) 33.50 34.44 35.15 35.36 34.88 35.52 35.12 Jambal 31.01 30.04 29.57 32.34 29.98 29.86 29.84 Siam C18:0 (stearat) 10.03 9.60 9.22 9.33 9.21 9.18 9.65 Jambal 8.98 8.40 8.50 9.22 8.92 8.70 9.16 Siam C20:0 (arakhidat) 0.17 0.20 0.19 0.20 0.19 0.21 0.20 Jambal 0.18 0.18 0.17 0.19 0.18 0.17 0.18 Siam SFA 49.12 49.07 49.60 49.81 48.84 49.72 50.16 Jambal 41.80 40.19 39.81 43.80 40.59 40.27 40.63 Siam C16:1 (palmitoleat) 3.16 3.13 2.88 2.77 2.48 2.65 2.79 Jambal 1.90 1.92 1.91 1.97 1.86 1.88 1.82 Siam C18:1 (oleat) 35.85 34.27 34.09 33.97 34.75 33.95 34.31 Jambal 33.59 32.96 34.23 33.27 34.24 33.53 34.72 Siam C20:1 (eikosanoat) 0.82 0.85 0.86 0.88 0.86 0.86 0.86 Jambal 0.57 0.60 0.61 0.61 0.59 0.59 0.61 Siam C24:1 (nervonat) 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 Jambal 0.04 0.04 0.04 0.05 0.04 0.03 0.04 Siam MUFA 39.85 38.28 37.86 37.65 38.12 37.49 38.00 Jambal 36.11 35.52 36.78 35.90 36.74 36.03 37.19 Siam C18:2 (linoleat) 7.75 8.39 8.75 8.76 9.30 9.37 8.54 Jambal 16.04 17.22 16.93 14.81 16.23 16.56 15.91 Siam C18:3 (linolenat) 0.65 0.84 0.77 0.76 0.80 0.33 0.28 Jambal 1.17 1.26 1.27 1.10 1.20 1.22 1.24 Siam C20:2 (eikosadienoat) 0.42 0.51 0.49 0.52 0.48 0.47 0.48 Jambal 0.66 0.71 0.70 0.69 0.68 0.70 0.68 Siam C20:3 (homo-g- linolenat) 0.50 0.61 0.53 0.54 0.51 0.57 0.53 Jambal 0.70 0.79 0.72 0.63 0.73 0.75 0.67 Siam C20:4 (arakidonat) 0.53 0.83 0.56 0.55 0.55 0.58 0.60 Jambal 0.60 0.72 0.59 0.57 0.61 0.72 0.56 Siam C20:5 (eikosapentaenoat) 0.34 0.43 0.43 0.40 0.41 0.43 0.40 Jambal 0.67 0.78 0.72 0.63 0.70 0.77 0.68 Siam C22:6 (dokosaheksaenoat) 0.83 1.04 1.02 1.02 0.99 1.03 1.01 Jambal 2.24 2.82 2.47 1.86 2.53 2.97 2.43 Siam PUFA 11.02 12.65 12.54 12.55 13.04 12.79 11.85 Jambal 22.09 24.29 23.41 20.29 22.67 23.70 22.18 Siam Omega 3 1.82 2.31 2.21 2.18 2.20 1.79 1.69 Jambal 4.09 4.86 4.46 3.60 4.43 4.96 3.80

Profil asam lemak dari minyak ikan patin Siam menunjukkan hasil bahwa terdapat tren yang sama untuk semua bagian – bagian tubuh, hanya berbeda secara kuantifikasinya. Asam lemak yang mendominasi untuk semua perlakuan yaitu asam lemak palmitat dan oleat yang besarnya berkisar antara 33.95% hingga 35.85%. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sathivel et al. (2003) pada minyak isi perut ikan lele dimana asam lemak dominan yang diperoleh yaitu jenis palmitat dan oleat. Pada minyak ikan patin Siam kandungan asam lemak palmitat dan oleat lebih tinggi dibandingkan dengan Jambal.

Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Wibawa et al. (2006) yang mendapatkan asam lemak penyusun ekstrak minyak ikan Kembung didominasi oleh asam stearat (22.19%), oleat (21.99%), palmitat (20.16%), palmitoleat (19.96%) dan miristat (17.86%).

Penelitian lain yang mendukung adalah penelitian Thammapat et al. (2010) yang mendapatkan hasil bahwa asam lemak oleat mendominasi pada semua bagian tubuh Asian catfish yang terbagi menjadi 3 bagian yaitu kepala, badan dan ekor. Sedangkan kandungan asam lemak omega 3 nya relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan ikan air laut yaitu hanya berkisar antara 1.63% hingga 1.95% pada semua bagian tubuh ikan.

Asam lemak omega 3 yang meliputi linolenat, EPA dan DHA terdeteksi untuk semua perlakuan dengan jumlah berkisar antara 1.69% hingga 4.96% dari total keseluruhan asam lemak. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa minyak ikan patin Jambal memiliki kandungan asam lemak omega 3 yang lebih tinggi dibandingkan minyak ikan patin Siam pada semua bagian tubuh. Hal ini berkaitan dengan jenis pakan yang dikonsumsi berbeda secara jenis dan kualitasnya. Kandungan asam lemak omega 3 pada ikan bervariasi berdasarkan jenis, musim, habitat, pakan dan beberapa faktor lainnya. Penelitian Ozogul et al. (2007) memberikan hasil bahwa komposisi asam lemak ikan dipengaruhi oleh kandungan PUFA (asam lemak tak jenuh rantai panjang) dari pakan yang diberikan. Asam lemak tak jenuh rantai panjang yang dikenal dengan omega 3 pada minyak ikan terutama EPA dan DHA, memiliki fungsi bagi kesehatan tubuh, EPA merupakan prekusor prostaglandin, thromboxanes dan leukotrienes sedang DHA merupakan komponen pada membran phospholipid sel otak dan retina sehingga sangat essensial bagi tubuh (Zhong et al. 2007). Minyak ikan mengandung PUFA seperti EPA (C20:5 n-3), DHA (C22:6 n-3) dan asam

arakidonat (C20:4 n-6) yang tidak dapat disintesis oleh tubuh ikan tetapi kebutuhannya sangat essensial bagi tubuh (Alasalvar et al. 2002; Kolanowski & Laufenberg, 2006).

Minyak ikan kasar yang dihasilkan dari proses ekstraksi minyak ikan dihitung rendemennya dengan menghitung perbandingan antara minyak ikan yang didapatkan dengan berat bahan baku yang digunakan pada masing – masing perlakuan. Rendemen minyak ikan patin kasar yang didapatkan baik untuk jenis ikan patin Siam maupun Jambal dapat dilihat pada Gambar 14.

Berdasarkan rendemen minyak ikan kasar yang dihasilkan menunjukkan bahwa terdapat tiga bagian tubuh ikan patin yang potensial sebagai bahan baku minyak ikan yaitu bagian kepala, daging belly flap dan isi perut, masing – masing sebesar 9.84%; 28.52% dan 20.34% untuk jenis ikan patin siam dan 9.54%; 25.60% dan 30.05% untuk jenis ikan patin jambal. Bagian tubuh ikan patin lainnya memiliki rendemen yang kecil dalam menghasilkan minyak ikan kasar terutama bagian daging filet yaitu sebesar 1.98% untuk Siam dan 1.02% untuk Jambal.

Gambar 14 Rendemen minyak ikan kasar ikan patin Siam dan Jambal

Berdasarkan data rendemen yang didapatkan dan dikaitkan dengan yield

bagian tubuh ikan patin (Tabel 6) serta kandungan lemaknya (Tabel 7) maka bagian yang potensial untuk dilanjutkan pada tahapan pemurnian minyak ikan patin adalah bagian kepala, daging belly flap dan isi perut.

Pemurnian Minyak Ikan Patin

Minyak ikan patin kasar yang diperoleh memiliki warna kuning keruh dan berbau sedikit amis terutama yang diekstrak dari bagian isi perut (Gambar 15 A). Hal ini disebabkan karena minyak ikan patin kasar masih mengandung beberapa komponen pengotor yang tidak dikehendaki seperti asam lemak bebas, produk hasik oksidasi, fosfatida, logam dan sebagainya yang dapat mempengaruhi warna dan aroma minyak. Untuk menjadikan minyak ikan yang dihasilkan layak konsumsi maka komponen yang tidak dikehendaki tersebut harus dihilangkan dengan cara dilakukan tahap pemurnian. Proses pemurnian dapat dilakukan dengan beberapa cara, seperti penghilangan gum (degumming), penghilangan asam lemak bebas (refining), pemucatan (bleaching), penghilangan aroma (deodorisasi) ataupun kombinasi diantaranya. Pada penelitian ini, proses pemurnian yang dilakukan adalah proses pemucatan yang dikombinasikan dengan pemanasan dan pengadukan (Gambar 15 ).

(A) (B)

(C)

Gambar 15 Pemurnian minyak ikan patin (A) Alat pemurnian (B) Alat penyaring vakum (C) Minyak ikan patin murni

Minyak ikan patin kasar dimurnikan dalam satu rangkaian proses menggunakan alat pemurnian yang disambungkan dengan alat penyaring vakum. Tabel 9 menunjukkan bahwa rendemen minyak ikan murni pada masing – masing bagian tubuh berbeda nyata (P<0.05). Minyak ikan patin murni yang dihasilkan berkurang sekitar 8.14% - 17.45% dari berat minyak awal. Hal ini disebabkan karena adanya tahapan proses pemanasan, pengadukan hingga penyaringan vakum yang memungkinkan terjadinya kehilangan berat minyak.

Dokumen terkait