• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil Observasi a Secara Umum

Dalam dokumen Kebermaknaan Hidup yang Dimiliki oleh Ateis (Halaman 67-71)

2.1 Deskripsi Data Partisipan II 1 Identitas Partisipan

2.1.4 Hasil Observasi a Secara Umum

Pertemuan pertama berlangsung di sebuah rumah makan, dan di rumah responden karena menurut responden hal tersebut lebih hemat biaya. Responden dan peneliti belum pernah saling mengenal sebelumnya. Peneliti berhasil menemukan responden setelah membuat postingan di sebuah group Ateis di Facebook. Selanjutnya, peneliti melakukan rapport awal dengan menanyakan latar belakang responden melalui chatting, setelah itu, peneliti mengajak responden untuk melakukan wawaancara tatap muka. Ketika wawancara berlangsung, biasanya peneliti membuka wawancara dengan membahas topik sepuar kehidupan perkuliahan dan kabar responden agar suasana tidak terlalu canggung. Peneliti berusaha sebisa mungkin untuk bersikap tidak judgmental terhadap apapun pernyataan yang dikemukakan responden dengan tidak menyanggah dan berdebat dengan responden. Hal ini dilakukan agar responden merasa nyaman dalam bercerita sehingga data yang didapat untuk penelitian akan semakin mendalam.

Responden cukup lugas dalam menjawab pertanyaan, ia cukup memahami maksud pertanyaan dengan baik dan memberikan jawaban tanpa bertele-tele. Responden juga percaya diri akan dirinya yang Ateis, ia tidak merasa terganggu apabila orang lain yang berada di sekitar tempat berlangsungnya wawancara mendengar kisahnya, hal ini ditunjukkan dengan volume suara yang stabil anpa berusaha untuk menurunkannya. Selain itu, responden kurang eskpresif dalam bercerita, ekspresinya hanya berubah ketika ia tersenyum atau tertawa sembari

mengingat masa lalunya sambil sesekali matanya menghadap ke kiri atau kanan atas sebagai tanda sedang berusaha mengingat sesuatu.

b. Pertemuan I

Pertemuan kali ini bertempat di sebuah rumah makan. Peneliti dan responden belum saling mengenal sehingga peneliti berusaha membangun rapport terlebih dahulu. Pada saat itu, keadaan rumah makan cukup ramai karena memang sedang waktunya jam makan siang. Perbincangan diawali dengan topik seputar kabar dan kehidupan perkuliahan responden. Awalnya, saat wawancara, responden belum banyak melakukan kontak mata dengan peneliti, hal ini mungkin dikarenakan kecanggungan yang masih ada, namun, intensitas kontak mata semakin meningkat di akhir wawancara.

Dalam bercerita, responden memiliki irama yang lambat dan volume suara yang besar. Meski demikian, ia tampak tidak terganggu apabila orang lain mendengar apa yang ia katakan, hal ini ditunjukkan dengan volume suara yang tidak menurun kertika ia mengetahui beberapa pengunjung mungkin saja dapat mendengar perkataannya. Responden tidak terlalu ekspresif dalam bercerita, namun sesekali ia tertawa saat menceritakan kehidupan masa lalunya yang ia anggap konyol. Responden cukup santai dalam bercerita. Ia duduk menghadap ke depan peneliti dengan kedua tangan disilangkan di atas meja. Sesekali responden melirik ke atas kala menceritakan kehidupan masa lalunya.

c. Pertemuan II

Pertemuan kali ini diadakan di rumah responden karena responden memiliki keperluan lain dan tidak sempat bila bertemu di tempat lain. Keadaan rumah pada saat itu cukup sunyi karena hanya responden yang berada di rumahnya. Wawancara dilakukan di ruangan depan, tempat ibuya berjualan obat- obat herbal sambil diiringi lagu-lagu Bob Marley, penyanyi favorit responden. Peneliti mengawali wawacara dengan membahas topik seputar kabar dan perlombaan yang akan diikuti oleh responden.

Saat awal wawancara, responden menjawab pertanyaan sambil duduk menghadap ke arah komputer karena ia sedang membaca artikel untuk perlombaan yang akan ia ikuti. Namun, hal itu hanya berlangsung sebentar karena responden kemudian memutuskan untuk duduk menghadap ke arah peneliti agar suaranya dapat terekam dengan lebih baik. Pada pertemuan kali ini, responden cukup ekspresif dalam bercerita, ia banyak tertawa dan tersenyum ketika menceritakan kisah masa lalunya, yaitu mengenai kehidupan sekolahnya yang sering melakukan kenakalan serta masa-masa ia masih menganut agama. Responden juga cukup sering melakukan kontak mata dengan peneliti. Responden menyampaikan ceritanya dengan volume suara yang besar, yang sepertinya memang sudah menjadi kebiasaannya. Ketika menceritakan perjalanannya menjadi Ateis, raut wajah responden terlihat serius dengan ekspresi yang datar dan sesekali melihat ke kiri atas seraya mengingat masa lalunya.

d. Pertemuan III

Pertemuan kali ini dilakukan di rumah responden. Keadaan rumah sangat sepi karena tidak ada orang selain responden, ibunya berada di kedai kopi miliknya. Wawancara dilakukkan di ruangan yang sama dengan pertemuan sebelumnya sambil diiringi oleh lagu-lagu Bob Marley serta musik beraliran dubstep. Saat wawancara dilakukan, responden duduk di depan meja komputer sambil browsing internet, sementara peneliti duduk di kursi yang menghadap dinding dan bagian samping tubuh responden. Selama wawancara, repoden tidak beranjak dari kursi tersebut, namun sesekali ia menghentikan kegiatannya dan memutar tubuhnya ke arah peneliti sambil menceritakan kehidupannya.

Dalam bercerita, responden memiliki volume suara yang cukup tinggi, meskipun ada suara musik dan posisi duduk yang berjarak sekitar dua meter, peneliti masih dapat mendengar suara responden dengan baik. Responden memang tidak terlalu ekspresif, biasanya eskpresinya datar saja dalam bercerita, hanya ketika mengingat momen yang dianggap lucu, barulah ia tertawa. Responden yang menjawab sambil bermain komputer menyebabkan intensitas kontak mata dengan peneliti menjadi berkurang, hanya ketika responden mengubah posisi duduknya menghadap peneliti, barulah intensitas kontak mata kembali meningkat.

e. Pertemuan IV

Pertemuan kali ini dilakukan di rumah responden. Seperti biasanya, hanya responden yang berada di rumah karena ibunya pergi bekerja. Wawancara dilakukan sambil diiringi oleh musik-musik kesukaan responden. Peneliti

mengawali wawancara dengan menanyakan topik ringan seputar musik dan kehidupan perkuliahan.

Dalam menjawab pertanyaan, responden cukup lugas dan mempertahan kontak mata dengan peneliti. Sesekali ia menggerakkan kepalanya ke arah atas sambil mengingat kejadian masa lalunya. Responden tidak terlalau ekspresif dalam bercerita, hanya sesekali ia tersenyum saat menceritakan keinginanya untuk tetap berada di dunia Psikologi. Dalam bercerita, volume suara responden juga cukup tinggi meski ada suara musik di ruangan, hal ini membuat peneliti tidak terganggu untuk memahami apa yang dibicarakan oleh respinden meskipun terdengar suara musik.

Dalam dokumen Kebermaknaan Hidup yang Dimiliki oleh Ateis (Halaman 67-71)