• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan diuraikan data hasil penelitian serta pembahasan mengenai pola aktivitas dan perilaku nyeri rheumatoid arthritis pada lansia di Kelurahan Tanjung Selamat, Kecamatan Padang Tualang.

1. Hasil Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan mulai tanggal 26 Mei 2013 sampai dengan 16 Juni 2013. Penelitian ini melibatkan sejumlah 56 responden. Penelitian ini memaparkan karakteristik demografi responden, pola aktivitas lansia dengan rheumatoid arthritis, dan perilaku nyeri rheumatoid arthritis pada lansia.

1.1 Karakteristik Demografi

Deskripsi karakteristik demografi mencakup jenis kelamin, umur, agama, suku, pendidikan terakhir, dan pekerjaan. Responden penelitian ini berada pada rentang usia 60-74 yang tinggal di Kelurahan Tanjung Selamat, Kecamatan Padang Tualang, Kabupaten langkat, lebih dari setengah responden (69,7%) berada pada rentang usia 60-65. Berdasarkan jenis kelamin, responden yang paling banyak adalah perempuan (71,4%), sedangkan laki-laki (28,6%). Agama yang dianut responden dalam penelitian ini Islam (96,4%) dan Buddha (3,6%). Menurut kategori suku bangsa, responden yang bersuku jawa (58,9%), melayu (33,9%), minang (5,4%), dan lain-lain (1,8%). Untuk pendidikan terakhir, responden yang tidak bersekolah (32,1%), SD (41,1%), SMP (10,7%), dan SMA

(16,1%). Menurut kategori pekerjaan, lebih dari setengah dari total responden mempunyai pekerjaan sebagai ibu rumah tangga (62,5%), selanjutnya wiraswasta (17,9%), kemudian petani (16,0%), dan yang terakhir pegawai/karyawan (3,6%).

Tabel 5.1. Distribusi frekuensi dan persentase berdasarkan karakteristik data demografi lansia dengan rheumatoid arthritis di Kelurahan Tanjung Selamat Kecamatan Padang Tualang Kabupaten Langkat (n=56).

Karakteristik Demografi Frekuensi (n) Persentase (%) Jenis kelamin Laki-laki 16 28,6 Perempuan 40 71,4 56 100,0 Umur Responden 60-65 tahun 39 69,7 66-70 tahun 12 21,4 71-74 tahun 5 8,9 56 100,0 Agama Islam 54 87,8 Kristen 0 12,2 Hindu 0 0 Budha 2 0 56 100,0 Suku Batak 0 0 Melayu 19 33,9 Jawa 33 58,9 Minang Lain-lain 1 1 5,4 1,8 56 100,0 Pendidikan Tidak sekolah 18 32,1 SD 23 41,1 SMP 6 10,7 SMA Perguruan Tinggi 9 0 16,1 0 56 100,0

1.2. Pola Aktivitas Lansia dengan Rheumatoid Arthritis di Kelurahan Tanjung Selamat Kecamatan Padang Tualang Kabupaten langkat

Untuk mengetahui pola aktivitas lansia dengan rheumatoid arthritis di lakukan dengan cara membagi 2 kelas interval yaitu, tidak terganggu dan terganggu. Dari hasil yang dilakukan oleh peneliti selama melakukan penelitian mulai dari bulan Mei sampai dengan Juni 2013 di Kelurahan Tanjung Selamat, Kecamatan Padang Tualang, Kabupaten Langkat diperoleh bahwa mayoritas pola aktivitas lansia yang menderita rheumatoid arthritis terganggu, yaitu 51 responden (91,1%).

Tabel 5.2. Distribusi frekuensi persentase pola aktivitas lansia dengan rheumatoid arthritis di Kelurahan Tanjung Selamat Kecamatan Padang Tualang Kabupaten Langkat (n=56)

Pola Aktivitas Lansia dengan Rheumatoid

Arthritis

Tidak Terganggu Terganggu

Frekuensi Presentase (%) Frekuensi Presentase (%) 5 8,9 51 91,1 Pekerjaan Pegawai/Karyawan 2 3,6 Wiraswasta Petani

Ibu Rumah Tangga

10 9 35 17,9 16,0 62,5 56 100,0

1.3. Karakteristik Perilaku Nyeri Rheumatoid Arthritis pada Lansia di Kelurahan Tanjung Selamat Kecamatan Padang Tualang Kabupaten langkat

Berdasarkan hasil penjumlahan perilaku nyeri yang diobservasi pada saat kegiatan protokol nyeri yang diterapkan selama 10 menit untuk setiap responden, lebih dari setengan dari keseluruhan responden (60,7%) mengekspresikan perilaku nyeri pada tingkat sedang.

Tabel 5.3. Distribusi frekuensi dan persentase perilaku nyeri rheumatoid arthritis pada lansia di kelurahan Tanjung Selamat Kecamatan padang tualang Kabupaten Langkat (n=56)

2. Pembahasan

Hasil penelitian berdasarkan karakteristik data demografi rata-rata responden berusia 60-65 tahun. Ini sesuai dengan penjelasan Hembing (2006) dalam Putra (2009) bahwa serangan rheumatoid arthritis sering terjadi pada umur di atas 60 tahun. Pendapat sama juga dikatakan oleh Dana Kings (2009) dalam Walker (2012) yang menyebutkan bahwa usia yang paling sering terjadi rheumatoid arthritis adalah diatas 40 tahun. Sedangkan berdasarkan karakteristik jenis kelamin mayoritas responden adalah wanita 40 orang (71,4%) dan hasil

Perilaku Nyeri Frekuensi (n) Presentase (%)

Skore Perilaku Nyeri Rendah Sedang Tinggi 11 34 11 19,6 60,8 19,6

penelitian ini sesuai dengan penjelasan Reeves, Roux & Lockhart (2001) dan Long (1996) bahwa perbandingan kasus wanita dan pria 3:1. Pendapat yang sama juga disampaikan oleh Dana Kings (2009) dalam Walker (2012) yang menyebutkan bahwa penderita rheumatoid arthritis lebih banyak daripada tidak laki-laki dengan perbandingan 3:1. Hal itu disebabkan adanya faktor hormonal (Hembing 2006 dalam Putra 2009).

2.1. Pola Aktivitas Lansia dengan Rheumatoid Arthritis di Kelurahan Tanjung Selamat Kecamatan Padang Tualang Kabupaten langkat

Berdasarkan dari pengalaman para pasien rheumatoid arthritis, aktivitas yang dilakukan sehari-hari dapat terganggu. Sumber utama dari perubahan aktivitas ini adalah rasa tidak nyaman pada fisik penderita rheumatoid arthritis karena sendi yang kaku dan sakit. Saat pasien mengeluh rasa lemah dan lelah pada dokter mereka, mereka disarankan untuk mengurangi jumlah kegiatan mereka, dan bukannya mendorong untuk menambahnya tetapi untuk istirahat yang banyak. Fakta lain menunjukkan bahwa istirahat yang berlebihan dapat merusak kesehatan. (Gordon, 2002).

Menurut laporan Repping wuts (2009) dalam Walker (2012), kelelahan adalah keluhan yang paling banyak dirasakan, dimana kelelahan itu mempengaruhi kemampuan individu untuk mengelola aktivitas sehari-hari yang berdampak besar pada kualitas hidup.

Pola aktivitas pasien rheumatoid arthritis yang terganggu diterjemahkan dalam kapasitas fungsional yang semakin rendah atau kemampuan melakukan aktivitas semakin berkurang. Kemampuan yang menurun seperti : membungkuk

untuk memungut sesuatu, membersihkan kebun, menyisir rambut, bangun dari tempat tidur pada pagi hari, berjalan, dan berdiri (Gordon, 2002).

Tabel 5.2. menunjukkan pola aktivitas lansia dengan rheumatoid arthritis di Kelurahan Tanjung Selamat Kecamatan Padang Tualang Kabupaten Langkat mayoritas mengatakan bahwa responden merasa terganggu aktivitasnya dengan jumlah responden 51 orang (91,1%). Hal ini seiring dengan penjelasan Gordon (2002) bahwa rheumatoid arthritis sering mengganggu aktivitas dan dapat mengakibatkan tidak mampunya melakukan aktivitas sehari-hari dengan seutuhnya. Pada rheumatoid arthritis terjadi pembentukan tulang yang berubah atau berkurangnya lingkup gerak/keterbatasan gerak, sehingga anggota tubuh tertentu tidak dapat berfungsi lagi sebagaimana mestinya.

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa responden mengalami kekakuan di pagi hari (96,4%) hal itu sesuai dengan tanda klasik rheumatoid arthritis adalah kekakuan sendi, khusunya pada pagi hari yang berlangsung lebih dari 30 menit (Brunner & Suddarth, 2001).

Selain faktor patotologis yang disebutkan diatas, faktor yang mempengaruhi munculnya rheumatoid arthritis yaitu faktor usia, jenis kelamin, infeksi, jenis pekerjaan, makanan, faktor genetik/keturunan, faktor psikologis, latihan fisik, dan lain-lain.

Jenis pekerjaan dapat memicu timbulnya ketidaknyamanan dan nyeri. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, paling banyak responden sebagai ibu rumah tangga (62,5%).

2.2. Perilaku Nyeri Rheumatoid Arthritis pada Lansia di Kelurahan Selamat Kecamatan Padang Tualang Kabupaten langkat

Perilaku nyeri merupakan perilaku yang tampak dan jelas kelihatan (Fordyce , 1976 dalam Harahap, 2007). Perilaku nyeri mencakup perilaku verbal (misalnya, menangis, pernyataan verbal lain tentang rasa sakit) dan perilaku non- verbal (misalnya menjaga gerakan, dan ekspresi wajah yang berhubungan dengan nyeri) yang berfungsi untuk mengkomunikasikan tentang rasa sakit kepada orang lain (Fordyce, 1976 dalam Waters, 2008). Dalam penelitian ini perilaku nyeri yang diekspresikan meliputi lima parameter perilaku nyeri yaitu, guarding (menjaga), bracing (menahan nyeri), rubbing (menggosok bagian yang nyeri), grimacing (meringis), sighing (mendesah). Dimana ke lima parameter tersebut diterapkan dalam tingkat perilaku nyeri tertentu yaitu, rendah, sedang dan tinggi.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan didapatkan bahwa responden mengekspresikan perilaku nyeri yang berada pada tingkat sedang (60,8%). Hal ini mungkin dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, agama, suku/ budaya, dan tingkat pendidikan.

Berdasarkan jenis kelamin, menunjukkan bahwa mayoritas responden

(71,4%)  berjenis kelamin perempuan. Menurut Philips & Jahanshasi (1986 dalam Harahap, 2007) perempuan lebih sering menunjukkan perilaku nyeri dan mengeluhkan nyeri daripada laki-laki. Tetapi, pernyataan ini bertentangan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Gill (1990) dalam Potter & Perry (2005) yang menyatakan bahwa jenis kelamin secara umum, laki-laki dan perempuan tidak berbeda secara bermakna dalam berespons terhadap nyeri.

Berdasarkan usia, rata-rata responden berusia antara 60-65 tahun (69,7%), Taylor (1997) dan Potter & Perry (2009) menegaskan bahwa semakin tua seseorang maka nyeri yang mereka rasakan akan semakin kompleks, karena mereka umumnya memiliki berbagai macam penyakit dengan gejala yang sering sama dengan bagian tubuh yang lain. Pernyataan berbeda dalam Brunner & Suddarth (2001) yang menyebukan bahwa meskipun banyak lansia mencari perawatan kesehatan karena nyeri, yang lainnya enggan untuk mencari bantuan bahkan ketika mengalami nyeri hebat karena mereka menganggap nyeri hebat karena mereka menganggap nyeri menjadi bagian dari penuaan normal. Hal ini sesuai dengan perilaku nyeri yang ditampilkan responden mayoritas berada pada tingkat sedang (60,8%).

Kelompok suku dan budaya berbeda-beda dalam mengekspresikan perilaku nyeri (Lovfander & Furhoff, 2002 dalam Harahap, 2007). Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, paling banyak responden bersuku jawa (58,9%) Suku jawa merupakan suku yang lebih tertutup dalam mengungkapkan nyeri yang dirasakannya.

Berdasarkan tingkat pendidikan, rata-rata responden memiliki pendidikan sampai jenjang SD (41,1%). Menurut Gill (1990 dalam Wardani 2011) bahwa tingkat pengetahuan berpengaruh terhadap pengalamannya dalam menangani nyeri yang dirasakannya.

Parameter perilaku nyeri yang paling berkontribusi terhadap perilaku nyeri yang diekspresikan selalu oleh responden adalah menjaga/guarding (78,6%) dan

menahan nyeri/bracing (85,7%). Peneliti mengatakan bahwa menjaga dan menahan nyeri merupakan cara pasien untuk mengurangi rasa nyeri yang dirasakan dalam setiap aktivitas. Responden menganggap dengan gerakan perlahan dan hati-hati pada bagian yang sakit dapat mengurangi timbulnya nyeri. Hasil tersebut mewakili penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Waters (2008) yang menemukan perilaku nyeri tinggi yang berbeda, salah satunya adalah menjaga dan menahan nyeri.

Dokumen terkait