• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keragaman Protein Plasma Darah

Hasil analisis dari plasma darah lokus PAlb, Alb, Tf, PTf-1, dan PTf-2 yang dilakukan pada kuda lokal Sulawesi Utara di dua kota dan dua kabupaten divisualisasikan pada Gambar 7, sedangkan rekonstruksi pola pita protein plasma darah disajikan pada Gambar 8. Hasil frekuensi genotipe lokus PAlb, Alb, Tf, PTf-1, dan PTf-2 disajikan pada Tabel 4.

Gambar 7. Visualisasi Pola Pita Alb, PAlb, Tf, PTf-1, dan PTf-2

21 Tabel 4. Frekuensi Genotipe Lokus Alb, PAlb, Tf , PTf-1 dan PTf-2 Kuda Lokal

Sulawesi Utara

Lokus Genotipe

Populasi Kuda

Rataan Total

Tomohon Manado Minahasa

Selatan Minahasa Albumin (Alb) AA 0,80 0,43 0,62 0,61 0,57 AB 0,10 0,50 0,23 0,30 0,33 BB 0,10 0,07 0,15 0,09 0,10 PostAlbumin (PAlb) AA 0,00 0,00 0,00 0,04 0,01 AB 1,00 0,75 1,00 0,78 0,84 BB 0,00 0,25 0,00 0,13 0,14 AC 0,00 0,00 0,00 0,04 0,01 Transferrin (Tf) AB 0,50 0,46 0,46 0,52 0,49 BB 0,10 0,32 0,46 0,30 0,31 BC 0,40 0,21 0,08 0,17 0,20 PostTransferrin- 1 (PTf-1) AA 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 PostTransferrin- 2 (PTf-2) AA 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00

Lokus Albumin (Alb)

Berdasarkan pola migrasi pita protein, pada lokus Alb ditemukan tiga genotipe, yaitu AA, AB, dan BB, dengan total frekuensi genotipe berturut-turut adalah 0,57; 0,33; dan 0,10. Genotipe tertinggi ditemukan pada semua populasi kuda lokal di Sulawesi Utara adalah genotipe AA sebesar 0,57 dan genotipe terendah adalah genotipe BB sebesar 0,10. Nozawa et al. (1981) menyatakan bahwa pada kuda Lombok, kuda Batak, kuda Padang, dan kuda Sumba ditemukan dua alel yaitu alel A dan B. Jiskrova et al. (2002) dan Rodriquez-Gallardo et al. (1992) juga menemukan alel A dan B pada kuda Trakehner, kuda Moravian dan Czesh warm- blooded serta kuda Andalusian. Hal serupa juga ditemukan pada kuda Iranian Kurd, Turkoman, dan kuda Brazillian dimana alel yang muncul pada lokus Alb adalah alel A dan B (Afraz et al., 2006; Lippi dan Mortari, 2003). Penelitian yang dilakukan Zaabal dan Ahmed (2010) pada kuda Arab ditemukan dua alel, yaitu alel D dan alel O.

22 Lokus PostAlbumin (PAlb)

Berdasarkan pola migrasi pita protein, pada lokus PAlb ditemukan empat genotipe, yaitu AA, AB, BB, dan AC, dengan frekuensi genotipe berturut-turut adalah 0,01; 0,84; 0,14; dan 0,01. Genotipe tertinggi ditemukan pada semua populasi kuda lokal Sulawesi Utara adalah genotipe AB sebesar 0,84 dan genotipe terendah adalah genotipe AA dan AC masing-masing sebesar 0,01. Alel yang ditemukan pada lokus ini adalah alel A, B, dan C. Afraz et al. (2006) menyatakan bahwa pada kuda Iranian Kurd dan Turkoman hanya ditemukan satu alel, yaitu alel F. Hal ini menunjukkan adanya variasi lokus PAlb pada populasi kuda lokal di Sulawesi Utara. Lokus Transferrin (Tf)

Berdasarkan pola migrasi pita protein, pada lokus Transferrin ditemukan tiga macam genotipe yaitu, genotipe AB, BB, dan BC, dengan frekuensi genotipe berturut-turut adalah 0,49; 0,31; dan 0,20. Genotipe tertinggi yang ditemukan pada semua populasi kuda lokal Sulawesi Utara adalah genotipe AB sebesar 0,49 dan genotipe terendah adalah genotipe BC sebesar 0,20. Nozawa et al. (1981) menemukan lima alel pada kuda Lombok, kuda Batak, kuda Padang, dan kuda Sumba yaitu alel A, B, B*, C, D, dan E. Zaabal dan Ahmed (2010) menyatakan bahwa pada kuda Arab hanya ditemukan dua macam alel, yaitu alel D dan O, sedangkan pada kuda Trakehner, Moravian dan Ceko ditemukan alel D, D2, F1, F2,

H, O, dan R (Jiskrova et al., 2002). Rodriquez-Gallardo et al. (1992) pada kuda Andalusian melaporkan bahwa ditemukan alel D, F1, F2, H1, H2, J, M, O, dan R pada lokus Tf. Lippi dan Mortari (2003) menemukan alel D, F1,F2, H, J, M, O, dan R pada lokus Tf pada kuda Brazillian. Hal ini menunjukkan adanya variasi lokus Transferrin pada populasi kuda lokal di Sulawesi Utara.

Lokus PostTransferrin-1 (PTf-1)

Jumlah pita yang ditampilkan diantara masing-masing individu dalam satu populasi tidak bervariasi. Seluruh individu yang dianalisis menampilkan satu pita Post Transferrin-1 dengan fenotipe AA. Dengan demikian tidak ditemukan adanya variasi/keragaman antar individu dalam satu populasi maupun individu dalam populasi yang berbeda. Hal ini menunjukkan tidak adanya polimorfisme pada lokus Post Transferrin-1 atau dengan kata lain lokus PTf-1 adalah seragam.

23 Lokus PostTransferrin-2 (PTf-2)

Jumlah pita yang ditampilkan diantara masing-masing individu dalam satu populasi adalah sama, yaitu sebanyak satu pita. Pita protein yang muncul tersebut memiliki fenotipik AA. Dengan demikian tidak ditemukan adanya variasi/keragaman antar individu dalam satu populasi maupun individu dalam populasi yang berbeda. Hal ini menunjukkan tidak adanya polimorfisme pada lokus Post Transferrin-2 atau dengan kata lain lokus PTf-2 adalah seragam.

Keragaman Protein Sel Darah Merah

Hasil analisis dari sel darah merah lokus Hemoglobin yang dilakukan pada kuda lokal Sulawesi Utara di dua kota dan dua kabupaten divisualisasikan pada Gambar 9, sedangkan rekonstruksi pola pita Hemoglobin disajikan pada Gambar 10. Hasil frekuensi tipe lokus Hb disajikan pada Tabel 5.

Gambar 9. Pola Pita Hemoglobin Kuda Lokal

24 Tabel 5. Frekuensi Tipe Lokus Hb Kuda Lokal Sulawesi Utara

Lokus Tipe

Populasi Kuda

Total Tomohon Manado Minahasa

Selatan Minahasa

Hemoglobin Tipe 1 0,80 0,39 0,31 0,70 0,51 Tipe 2 0,20 0,61 0,69 0,30 0,49 Lokus Hemoglobin (Hb)

Berdasarkan pola migrasi pita protein, pada lokus Hemoglobin beta hanya ditemukan satu pita dan selalu dimiliki oleh semua individu yang mengindikasikan bahwa pada lokus tersebut bersifat monomorfik. Hal serupa ditemui pada lokus Hemoglobin alpha, yang mana hanya ditemukan satu pita dan selalu dimiliki pada semua individu. Lain halnya dengan lokus Hemoglobin tipe ά, ditemukan dua macam tipe, yaitu tipe 1 dan 2 dengan frekuensi tipe berturut-turut adalah 0,51 dan 0,49. Tipe 1 ditandai dengan terlihatnya pita Hb ά, sedangkan tipe 2 ditandai dengan tidak terlihatnya pita Hb ά. Penelitian yang dilakukan oleh Nozawa et al. (1981) pada kuda Lombok, kuda Batak, kuda Padang, dan kuda Sumba juga menemukan adanya polimorfisme pada lokus Hemoglobin tipe ά, yaitu tipe 1 dan 2. Jiskrova et al. (2002); Lippi dan Mortari (2003) menemukan alel AI, AII, BI, dan BII pada lokus Hemoglobin alpha pada kuda Trakehner, kuda Moravian dan Czesh warm-blooded serta kuda Brazillian. Rodriquez-Gallardo et al. (1992) menemukan alel A dan AII pada lokus Hemoglobin alpha dan alel BI dan BII pada lokus Hemoglobin beta. Namun, penelitian Afraz et al. (2006) tidak menemukan adanya variasi alel lokus Hemoglobin pada kuda Iranian Kurd dan Turkoman.

Frekuensi Alel

Frekuensi alel merupakan parameter dasar dalam mempelajari proses terjadinya evolusi, karena perubahan genetik pada sebuah populasi biasanya digambarkan dengan adanya perubahan pada frekuensi alel (Nei dan Kumar, 2000). Hasil analisis frekuensi alel pada kuda lokal Sulawesi Utara berdasarkan lokus Alb, PAlb, Tf, PTf-1, PTf-2 disajikan pada Tabel 6.

25 Tabel 6. Frekuensi Alel Kuda Lokal Sulawesi Utara

Lokus Alel

Populasi Kuda

Total

Tomohon Manado Minahasa

Selatan Minahasa Albumin (Alb) A 0,85 0,68 0,73 0,76 0,74 B 0,15 0,32 0,27 0,24 0,26 PostAlbumin (PAlb) A 0,50 0,38 0,50 0,46 0,44 B 0,50 0,62 0,50 0,52 0,55 C 0,00 0,00 0,00 0,02 0,01 Transferrin (Tf) A 0,25 0,23 0,23 0,26 0,24 B 0,55 0,66 0,73 0,65 0,66 C 0,20 0,11 0,04 0,09 0,10 PTf-1 A 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 B 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 PTf-2 A 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 B 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

Frekuensi alel tertinggi ditemukan pada lokus Alb alel A sebesar 0,85 dan terendah pada alel B sebesar 0,15 di populasi Tomohon. Rataan total frekuensi alel A dan B pada lokus Alb yaitu 0,74 dan 0,26. Nilai hasil frekuensi alel A lokus Alb yang diperoleh lebih tinggi dari nilai frekuensi alel A pada lokus Alb pada kuda Lombok yaitu sebesar 0,625 (Nozawa et al., 1981). Akan tetapi nilai frekuensi alel tertinggi pada kuda Czesh, Trakehner, Moravian, dan Turkoman berturut-turut adalah alel B sebesar 0,68; 0,81; 0,66; dan 0,52 (Jiskrova et al,. 2002; Afraz et al., 2006). Hal ini menunjukkan adanya variasi pada lokus Albumin.

Frekuensi alel tertinggi pada lokus PAlb alel B sebesar 0,62 ditemukan di daerah Manado dan terendah pada alel C sebesar 0,00. Rataan total frekuensi alel A, B, dan C pada lokus PAlb berturut-turut yaitu 0,44, 0,55 dan 0,01. Nilai rataan total frekuensi alel tertinggi adalah alel B sebesar 0,55. Sedangkan nilai frekuensi alel B pada lokus PAlb yang diperoleh kuda Batak, Lombok, dan Flores berturut-turut yaitu sebesar 0,84; 0,70; dan 0,71 (Nozawa et al.,1981). Hal ini menunjukkan adanya variasi pada lokus Post Albumin.

Frekuensi alel tertinggi pada lokus Tf yaitu alel B sebesar 0.73 dan terendah pada alel C sebesar 0,04 di Kabupaten Minahasa Selatan. Rataan total frekuensi alel

26 A, B, dan C pada lokus Tf berturut-turut yaitu 0,24, 0,66 dan 0,10. Nilai rataan total frekuensi alel tertinggi adalah alel B sebesar 0,66. Penelitian yang dilakukan Nozawa et al. (1981) pada kuda Batak, Lombok, Padang, dan Flores juga menunjukkan frekuensi alel tertinggi adalah alel B yaitu sebesar 0,84; 0,77; 0,70; dan 0,77 (berturut-turut). Penelitian Zaabal dan Ahmed (2010) pada kuda Arab menunjukkan frekuensi alel tertinggi pada lokus Tf adalah alel D sebesar 0,78. Penelitian yang dilakukan Afraz et al. (2006) pada kuda Iranian Kurd dan Turkoman menunjukkan bahwa alel D pada lokus Tf bersifat aditif dan dapat mengontrol tingkat fertilitas. Sedangkan frekuensi alel tertinggi pada lokus PTf-1 dan PTf-2 masing-masing pada alel A sebesar 1,00 dan terendah pada alel B sebesar 0,00 untuk semua populasi.

Keseimbangan Hardy-Weinberg

Hukum Hardy-Weinberg menggambarkan keseimbangan suatu lokus dalam populasi diploid yang mengalami perkawinan secara acak yang bebas dari faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya proses evolusi seperti mutasi, migrasi, dan pergeseran genetik (Gillespie, 1998). Hasil pengujian keseimbangan populasi terhadap lokus Albumin, Post Albumin, Transferrin, Post Transferrin-1, dan Post Transferrin-2 pada kuda lokal Sulawesi Utara disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Hasil Uji χ 2 pada Populasi Kuda Lokal Sulawesi Utara Populasi (n) Lokus Alb PAlb Tf PTf-1 PTf-2 Tomohon (10) 3.695 tn 10,000* td td td Manado (28) 0.598 tn 10.080* td td td Minahasa Selatan (13) 2.223 tn 13,000* td td td Minahasa (23) 0.616tn 9.875* td td td Keterangan: (*) = nyata

(tn) = tidak nyata pada taraf α=0,05 td = tidak dianalisis

n = banyaknya sampel

Tabel 7 memperlihatkan bahwa lokus Albumin pada keempat populasi kuda lokal Sulawesi Utara berada dalam keseimbangan, sedangkan lokus Post Albumin tidak berada dalam keseimbangan. Lokus Tranferrin tidak dapat dianalisis karena

27 memiliki derajat bebas χ 2 adalah nol disebabkan pada lokus Transferrin hanya terdapat tiga macam genotipe dan tiga macam alel. Derajat bebasχ 2 merupakan hasil pengurangan antara jumlah genotipe dengan jumlah alel (Allendorf dan Luikart, 2007). Lokus Post Transferrin 1 dan 2 tidak dapat dianalisis karena bersifat monomorfik. Suatu populasi dinyatakan dalam keseimbangan Hardy-Weinberg, jika frekuensi genotipe (p2, 2pq, dan q2) dan frekuensi alel (p dan q) konstan dari generasi ke generasi akibat penggabungan gamet yang terjadi secara acak. Populasi yang cukup besar tidak akan berubah dari satu generasi ke generasi lainnya jika tidak ada seleksi, migrasi, mutasi, dan genetic drift (Noor, 2008).

Heterozigositas

Heterozigositas menggambarkan adanya variasi genetik pada suatu populasi. Semakin tinggi nilai heterozigositas pada suatu populasi maka tinggi pula variasi genetik pada populasi tersebut (Ferguson, 1980). Pendugaan nilai heterozigositas dihitung untuk mendapatkan keragaman genetik dalam populasi yang dapat digunakan untuk membantu program seleksi pada ternak yang akan digunakan sebagai sumber genetik pada generasi berikutnya (Marson et al., 2005). Pada penelitian ini, lokus PTf-1 dan PTf-2 tidak dilakukan penghitungan heterozigositasnya karena bersifat monomorfik. Hasil analisis heterozigositas empat populasi kuda di Sulawesi Utara disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8.

Nilai Heterozigositas pada Kuda Lokal Sulawesi Utara

Populasi Kuda Lokus Total

Alb PAlb Tf Tomohon 0,10 1,00 0,90 0,67 Manado 0,50 0,75 0,68 0,64 Minahasa Selatan 0,23 1,00 0,54 0,59 Minahasa 0,30 0,83 0,69 0,61 Rataan 0,34 0,85 0,69 0,63

Tabel 8 menunjukkan bahwa nilai heterozigositas tertinggi berturut-turut terdapat pada lokus PAlb (0,85), Tf (0,69), dan Alb (0,34). Nilai heterozigositas kuda di Kota Tomohon lebih tinggi dibandingkan dengan kuda di daerah lainnya. Hal ini

28 dikarenakan kuda yang ada di Kota Tomohon lebih banyak disilangkan dengan kuda Thoroughbred sehingga memiliki ukuran tubuh (tinggi pundak) yang lebih tinggi dibandingkan dengan kuda di daerah lainnya. Rataan tinggi pundak kuda di Kota Tomohon, Kota Manado, Kabupaten Minahasa Selatan, dan Kabupaten Minahasa berturut-turut adalah 134,22; 117,00; 115,91; dan 122,33 cm.

Nilai rataan heterozigositas total pada kuda Sulawesi Utara yang meliputi empat populasi adalah sebesar 0,63. Hasil penelitian Nozawa et al. (1981) pada kuda lokal di Indonesia menyatakan bahwa nilai heterozigositas kuda Lombok, Batak, Padang dan Flores berturut-turut adalah 0,091; 0,087; 0,093; 0,100. Jiskrova et al. (1992) menyatakan bahwa nilai heterozigositas kuda Czesh, kuda Trakhner, dan kuda Moravian berturut-turut adalah 0,367; 0,319; dan 0,353. Rataan nilai heterozigositas kuda Sulawesi Utara lebih tinggi dibandingkan dengan kuda lokal lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa kuda lokal Sulawesi Utara lebih bervariasi dibandingkan dengan kuda lokal lainnya. Hal ini kemungkinan dikarenakan kuda lokal di Sulawesi Utara belum dilakukan seleksi secara sistematis sehingga nilai heterozigositasnya masih tinggi.

Jarak Genetik dan Pohon Filogenetik

Jarak genetik merupakan tingkat perbedaan gen (perbedaan genom) antara dua populasi, yang biasa dihitung berdasarkan fungsi dari frekuensi alel. Jarak genetik dapat digunakan dalam memperkirakan waktu terjadinya pemisahan antar populasi dan dapat juga digunakan dalam membangun pohon filogenetik (Nei and Kumar, 2000). Pohon filogenetik atau pohon evolusi adalah pohon yang menunjukkan hubungan evolusi antara berbagai spesies yang diyakini memiliki nenek moyang yang sama. Dalam sebuah pohon filogenetik, setiap node dengan keturunan merupakan nenek moyang terbaru dari keturunan, dan panjang tepi dalam beberapa pohon sesuai dengan perkiraan waktu (Miller, 2009). Berdasarkan hasil analisis jarak genetik dan pohon kekerabatan diperoleh bentuk pohon kekerabatan yang disajikan pada Tabel 9 dan Gambar 11.

29 Tabel 9. Jarak Genetik Kuda Lokal Sulawesi Utara

Populasi Tomohon Manado Minahasa

Selatan Minahasa Tomohon - Manado 0,0138 - Minahasa Selatan 0,0120 0,0059 - Minahasa 0,0058 0,0038 0,0019 - Gambar 11. Dendogram Pohon Filogenetik Kuda Lokal Sulawesi Utara

Gambar 11 memperlihatkan perbedaan atau keragaman pada masing-masing populasi berdasarkan lokus-lokus yang diamati. Hal ini menunjukkan bahwa kuda pada masing-masing populasi berbeda berdasarkan lokus-lokus protein darahnya. Berdasarkan hasil perhitungan jarak genetik, hubungan kekerabatan yang paling dekat terdapat antara populasi kuda di Kabupaten Minahasa dan Kabupaten Minahasa Selatan, sebesar 0,0019. Hubungan kekerabatan terjauh terdapat antara populasi kuda di Kota Tomohon dan populasi kuda di Kota Manado, yaitu sebesar 0,0138. Semakin dekat hubungan kekerabatan mengindikasikan adanya kesamaan yang tinggi pada lokus-lokus protein darah yang diamati, dan sebaliknya. Semakin jauh hubungan kekerabatan mengindikasikan adanya keragaman atau variasi yang tinggi pada lokus-lokus protein darah yang diamati (Nei dan Kumar, 2000).

Terdapat beberapa faktor yang berpengaruh terhadap keragaman genetik dalam suatu populasi, diantaranya topografi, ketinggian lokasi, dan distribusi geografis (Eo et al., 2002; Ohsawa et al., 2008). Berdasarkan pengelompokan, kuda lokal di Sulawesi Utara dikelompokkan menjadi dua kelompok besar, yang mana

30 Kabupaten Minahasa, Kabupaten Minahasa Selatan dan Kota Manado termasuk kelompok pertama, sedangkan Kota Tomohon termasuk dalam kelompok lainnya. Hal tersebut dikarenakan Kota Tomohon memiliki karakteristik topografi yang bergunung dan berbukit yang membentang dari utara ke selatan.

Pohon filogenetik yang diperoleh dapat dimanfaatkan untuk pengembangan galur murni kuda di masing-masing populasi. Pengembangan populasi kuda di Minahasa dapat dilakukan dengan melakukan persilangan dengan kuda di Minahasa Selatan, sebab kuda di Minahasa dan Minahasa Selatan berkerabat dekat.

Dokumen terkait