• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor Erosivitas (R)

Hasil dari pengolahan data curah hujan (data sekunder) di DAS Lepan dapat dilihat pada Tabel 7 dan Gambar 2.

Tabel 7. Nilai erosivitas di berbagai stasiun pengukuran CH

Nama Stasiun Pengukuran CH Erosivitas (R) Luas

Ha %

Sei Curai Utara 1054 15.412,91 26,85

Babalan 1989 1.222,14 0,17 Tanjung pasir 1975 100,12 0,17 Batang Serangan 1874 8.024,19 13,98 Tanjung Jati 1456 20.008,95 34,85 Berandan Barat 1490 36,25 0,06 Sawit Sebrang 1697 12.603,19 21,95 Total 57.407,75 100

Sumber : Hasil pengolahan data sekunder

Gambar 2. Peta erosivitas di DAS Lepan

Curah hujan mempunyai peranan yang cukup tinggi terhadap erosi, besarnya curah hujan yang terjadi menentukan besarnya erosi yang terjadi di suatu

daerah. Untuk mengetahui laju erosi yang terjadi di DAS Lepan ini langkah pertama yang dilakukan ialah mengumpulkan data curah hujan. Adapun data curah hujan yang digunakan yaitu data curah hujan yang berasal dari Stasiun Sei Curai Utara, Babalan, Tanjung Pasir, Batang Serangan, Tanjung Jati, Berandan Barat dan Stasiun Sawit Sebrang.

Dari peta erosivitas tersebut dapat dilihat bahwa indeks erosivitas tertinggi sebesar 1.989 terdapat pada stasiun curah hujan Babalan yang mencakup 0,17 % dari luas DAS Lepan. Sedangkan indeks erosivitas terendah sebesar 1054 terdapat pada stasiun curah hujan Sei Curai Utara yang mencakup 26,85 % dari luas DAS Lepan. Indeks erosivitas sebesar 1.989 terjadi pada bagian hilir DAS Lepan. Hal ini menunjukkan bahwa pada bagian hilir DAS intensitas curah hujannya tinggi sehingga sangat memungkinkan terjadinya aliran permukaan yang besar.

Intensitas curah hujan rata - rata yang besar di DAS Lepan dapat dengan mudah menyebabkan erosi karena energi kinetik butir - butir hujan yang dihasilkan oleh massa butir hujan dan kecepatan jatuhnya yang turun secara vertikal dapat menyebabkan erosi percik (splash erosion) yang merusak agregat - agregat tanah yang nantinya akan bergerak secara horizontal membawa partikel tanah sebagai aliran permukaan.

Faktor Erodibilitas (K)

Nilai faktor erodibilitas di DAS Lepan dapat dilihat pada Tabel 8 dan Gambar 3.

Tabel 8. Nilai faktor erodibilitas tanah di DAS Lepan

Jenis Tanah Nilai K Luas

Ha % Grumosol 0,210 0,00 0,000 Aluvial 0,470 0,02 0,000 Podsolik 0,320 5,78 0,010 Latosol 0,310 0,30 0,001 Podsolik 0,320 2.972,05 5,177 Podsolik 0,320 1.284,58 2,238 Podsolik 0,042 834,14 1,453 Podsolik 0,157 5.899,72 10,277 Grumosol 0,058 743,03 1,294 Grumosol 0,210 2.470,82 4,304 Grumosol 0,210 3.122,67 5,439 Latosol 0,310 2.701,71 4,706 Podsolik 0,320 2.556,60 4,453 Grumosol 0,210 2.894,28 5,042 Podsolik 0,320 468,09 0,815 Podsolik 0,320 37,56 0,065 Grumosol 0,205 9.410,16 16,392 Aluvial 0,226 10.442,70 18,190 Podsolik 0,320 11.506,38 20,043 Podsolik 0,320 42,79 0,075 Podsolik 0,320 14,37 0,025 Total 57.407,75 100

Sumber : BPDAS Wampu Sei Ular (2011)

Dari Tabel 8 dapat dilihat bahwa nilai erodibilitas yang didapat bervariasi. Tanah yang erodibilitasnya tinggi akan rentan terkena erosi dibandingkan dengan tanah yang erodibilitasnya rendah. Nilai erobilitas tertinggi 0,470 dengan luas 0,02 ha dan terendah 0,042 dengan luas 834.14 ha.

Nilai erodibilitas dihitung dengan mengetahui sifat fisik tanah, yaitu tekstur tanah (% debu, % pasir, % liat), struktur tanah, nilai permeabilitas tanah, kadar C organik yang terkandung dalam bahan organik tanah. Sifat fisik tanah tersebut dapat mempengaruhi besarnya erosi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Arsyad (1989) yang menyatakan bahwa sifat-sifat tanah yang mempengaruhi erosi adalah tekstur, struktur, bahan organik, kedalaman, sifat lapisan dan tingkat kesuburan tanah.

Tanah - tanah yang mengandung liat dalam jumlah yang tinggi dapat tersuspensi oleh butir - butir hujan yang jatuh menimpanya dan pori - pori lapisan permukaan akan tersumbat oleh butir - butir liat. Hal ini akan menyebabkan terjadinya aliran permukaan dan erosi yang hebat. Akan tetapi jika mempunyai struktur yang mantap yaitu tidak mudah terdispersi maka infiltrasi masih cukup besar sehingga aliran permukaan dan erosi tidak begitu hebat.

Kadar C organik diperoleh dari bahan organik yang telah mengalami pelapukan yaitu berupa ranting, daun, dan sebagainya yang memiliki kemampuan dalam menyerap dan menahan air. Semakin banyak bahan organik yang terkandung di dalam tanah maka semakin besar kemampuannya dalam menyerap dan menahan air yang menyebabkan aliran permukaan (run-off) semakin kecil. Hal ini sesuai dengan pernyataan Arsyad (1989) yang menyatakan bahwa bahan organik memiliki peranan penting terhadap stabilitas struktur tanah yang akan

merupakan pelindung tanah terhadap butir - butir hujan yang jatuh ke permukaan tanah. Bahan organik juga akan menghambat aliran air di atas permukaan tanah sehingga mengalir dengan lambat.

Faktor Topografi (LS)

Nilai faktor topografi di DAS Lepan dapat dilihat pada Tabel 9 dan Gambar 4.

Tabel 9.Nilai faktor LS di DAS Lepan

Kelas Kemiringan (%) Nilai LS Luas

Ha % 1 0-8 0,4 36.505,13 63,59 2 8-15 1,4 12.147,56 21,16 3 15-25 3,1 4.734,66 8,24 4 25-40 6,8 2.790,17 4,86 5 >40 9,5 1.230,3 2,14 Total 57.407.75 100

Berdasarkan Tabel 9 menunjukkan bahwa DAS Lepan didominasi oleh wilayah yang datar dengan kemiringan 0-8% seluas 36.505,13 ha. Kemiringan lereng berpengaruh terhadap kecepatan dan jumlah aliran permukaan. Kemiringan lereng yang rendah akan memberikan kontribusi yang kecil terhadap nilai LS, dan nilai LS yang kecil menyebabkan erosi yang ringan. Air yang mengalir di permukaan tanah akan berkumpul di ujung lereng, dengan demikian lebih banyak air yang mengalir akan makin besar kecepatan di bagian bawahnya sehingga erosi lebih besar pada bagian bawah, hal ini diakibatkan karena bertambahnya kecepatan aliran permukaan. Sehingga makin panjang lereng, makin tinggi potensial erosi yang akan terjadi.Hal ini sesuai dengan pernyataan Arsyad (2010) yang menyatakan bahwa makin curam lereng jumlah tanah yang terpercik oleh tumbukan hujan akan semakin banyak. Jika kecuraman lereng meningkat menjadi dua kali, maka jumlah erosi menjadi 2,0-2,5 kali lebih besar.

Faktor Penutupan Lahan dan Pengelolaan Lahan (CP)

Klasifikasi jenis penutupan dan pengelolaan lahan DAS Lepan ditunjukkan pada Tabel 10 dan Gambar 5.

Tabel 10.Nilai faktor CP pada berbagai penutupan lahan di DAS Lepan

Tipe Penutupan Lahan Nilai CP Luas

Ha % Badan Air 0,000 130,28 0,23 Belukar Rawa 0,010 303,42 0,53 Pemukiman 0,95 107,68 0,19 Tambak 0,01 2.758,00 4,80 Sawah 0,010 723,97 1,26 Perkebunan 0,500 15.501,69 27,00

Pertanian Lahan Kering 0,280 18.928,88 32,97

Tanah Terbuka 0,950 784,74 1,37

Hutan Lahan Kering Sekunder 0,010 49,45 0,09

Belukar 0,300 3.555,76 6,19

Hutan Lahan Kering Primer 0,010 14.563,97 25,37

Gambar 5. Peta penutupan lahan (CP) di DAS Lepan

Pada DAS Lepan penggunaan lahan terluas yaitu pertanian lahan kering seluas 18.928,88 ha atau 32,97% dari seluruh luas DAS Lepan. Faktor vegetasi penutupan lahan dan tindakan khusus konservasi merupakan salah satu faktor erosi tanah yang paling mungkin untuk dikelola dalam memperkecil laju erosi pada suatu lahan. Kedua faktor ini merupakan hal yang mudah untuk dirubah terutama dalam menyesuaikan dengan kemampuan suatu lahan dalam pengelolaannya.

Berubahnya fungsi hutan menjadi penggunaan pertanian maupun usaha tani lainnya menyebabkan perubahan kondisi fisika tanahnya. Permukaan tanah yang lebih terbuka memungkinkan aliran air sulit ditahan oleh tanah sehingga dapat mengakibatkan aliran air di permukaan tanah lebih cepat. Ini disebabkan kanopi penutup tanah dari tajuk tanaman hutan sudah tidak ada dan digantikan dengan kanopi tanaman budidaya yang lebih sedikit jumlahnya. Penanggulangan erosi melalui pengelolaan tanaman dapat dilakukan dengan tanaman penutup

tanah yang memiliki peranan besar dalam menghambat dan mencegah erosi karena dapat menghalangi tumbukan langsung butir-butir hujan dan dapat mengurangi kecepatan aliran permukaan.

Prediksi Erosi Menggunakan Metode USLE

Laju erosi diperoleh dari hasil perhitungan faktor erosivitas, erodibilitas, topografi dan faktor penggunaan dan pengelolaan lahan. Laju erosi yang terjadi di DAS Lepan dilihat pada Tabel 11 dan Gambar 6.

Tabel 11. Prediksi erosi di DAS Lepan

Kelas Keterangan ton/ha/thn Luas

Ha % I Sangat Rendah <15 14.052,81 24,48 II Rendah 15-60 21.498,98 37,45 III Sedang 60-180 15.309,42 26,67 IV Tinggi 180-480 5.520,14 9,62 V Sangat Tinggi >480 1.026,49 1,79 Total 57.407,75 100

Berdasarkan Tabel 11 dapat dilihat laju erosi dominan yang terjadi di wilayah DAS Lepan termasuk dalam kelas II (15-60 ton/ha/thn) dengan persentase 37,45% dari luas DAS Lepan dan kelas III (60-180 ton/ha/thn) dengan persentase 26,67% dari luas DAS Lepan. Prediksi laju erosi dipengaruhi oleh faktor erosivitas hujan, erodibilitas tanah, kemiringan lereng, dan penggunaan lahan yang menyebabkan suatu nilai prediksi tersebut rendah, sedang, tinggi, sangat tinggi, dan sangat rendah.

Tingkat Bahaya Erosi

Tingkat bahaya erosi yang terjadi di DAS Lepan dapat dilihat pada Tabel 12 dan Gambar 7.

Tabel 12. Tingkat bahaya erosi dan luasannya di DAS Lepan Tingkat

Bahaya Erosi

Lokasi Luas

Wilayah Administrasi Morfologi

DAS Ha %

Sedang (S) Kecamatan Gebang, Sei Lepan dan

Babalan Hulu, Hilir 14.054,03 24,48 Berat (B)

Kecamatan Batang Serangan, Sawit Seberang, Sei Lepan, Padang

Tualang

Hulu,

Tengah, Hilir 21.498,55 37,44 Sangat Berat

(SB)

Kecamatan Batang Serangan, Sawit

Seberang, Padang Tualang Tengah, Hulu 21.855,15 38,07

Total 57.407,75 100

Gambar 7. Peta tingkat bahaya erosi di DAS Lepan

Berdasarkan Tabel 12 diperoleh hasil bahwa tingkat bahaya erosi yang terjadi di DAS Lepan termasuk dalam kategori sangat berat sebesar 38,07% dari total luas DAS Lepan dan diikuti dengan kategori berat sebesar 37,44% dari total DAS Lepan. Dari gambar dapat dilihat bahwa persebaran tingkat bahaya erosi merata dalam setiap bagian morfologi DAS. Dari gambar dapat dilihat pada bagian tengah DAS Lepan didominasi oleh tingkat bahaya erosi yang sangat berat dan berat hal ini diakibatkan oleh sistem penggunaan lahan pertanian lahan kering pada bagian tengah DAS.

Untuk mengetahui tingkat kekritisan lahan di DAS Padang dapat dilihat pada Tabel 13 dan Gambar 8.

Tabel 13. Tingkat kekritisan lahan dan luasannya di DAS Lepan

Tingkat Kekritisan Lahan Luas

Ha % Sangat kritis 9,6 0,02 Tidak kritis 23.735,7 41,35 Potensial kritis 16.786,39 29,21 Kritis 2.951,54 5,14 Agak kritis 13.944,52 24,29 Total 57.407,75 100

Sumber : BPDAS Wampu Sei Ular (2013)

Gambar 8. Peta lahan kritis di DAS Lepan

Data spasial lahan kritis diperoleh dari hasil analisis terhadap beberapa data spasial yang merupakan parameter penentu kekritisan lahan.Parameter penentu kekritisan lahan berdasarkan SK Dirjen RRL No.041/Kpts/V/1998 meliputi:

Kondisi tutupan vegetasi

Tingkat bahaya erosi dan singkapan batuan

Kondisi pengelolaan

Menurut PP No.150 Tahun 2000 maka krteria baku kerusakan tanah nasional untuk kegiatan pertanian, perkebunan, dan hutan tanaman meliputi:

Kriteria baku kerusakan tanah akibat erosi air

Kriteria baku kerusakan tanah di lahan kering

Kriteria baku kerusakan tanah di lahan basah

Berdasarkan Tabel 13 dapat dlihat bahwa tingkat kekritisan lahan sangat kritis hanya 0,02% dari total luas DAS Lepan sedangkan tidak kritis mencapai 41,35% dari total luas DAS Lepan. Sekitar 29,21% dari luas DAS Lepan merupakan daerah yang potensial kritis sehingga tidak menutup kemungkinan sewaktu - waktu daerah DAS Lepan akan mencapai tingkat kritis di atas 50% dari total luas DAS Lepan.

Kawasan Hutan di DAS Lepan (SK Menhut No.579 Tahun 2014)

Kawasan Hutan di DAS Lepan dapat dilihat pada Tabel 14 dan Gambar 9 .

Tabel 14. Kawasan Hutan di DAS Lepan

No Fungsi Kawasan Luas

Ha % 1 HL 236,660 0,861 2 HP 255,744 0,931 3 HPT 6.927,722 25,208 4 HAS 20.062,465 73,001 Total 27.482,590 100

Gambar 9. Peta kawasan hutan di DAS Lepan

Berdasarkan Tabel 14 dapat dilihat bahwa luas kawasan hutan seluruhnya yang ada di DAS Lepan adalah 27.482,590 ha atau sebesar 47,87 % dari luas DAS Lepan. Hal ini menunjukkan bahwa kawasan hutan yang ada di DAS Lepan masih sesuai dengan luas kawasan minimal yang diatur dalam undang-undang. Undang-Undang 41 Tahun 1999 tentang kehutanan dalam pasal 18 ayat 2 menyatakan bahwa luas kawasan hutan yang harus dipertahankan minimal 30% dari luas DAS.

Debit Sedimen Melayang

Untuk menghitung debit sedimen melayang digunakan data konsentrasi sedimen dan debit aliran sungai. Setelah melakukan analisis pada setiap parameter tersebut maka diperoleh hasil seperti pada Tabel 15 dan Gambar 10.

Kode Sampel Lokasi Pengambilan Sampel Air Konsentrasi Sedimen (Cs) (mg/l) Debit Aliran (Qw) (m3/s) K Debit Sedimen Melayang (Qs) (ton/hari)

T1 Sei Lepan Hulu 4 21,26 0,0864 0,63

T2 Sei Lepan Tengah 246 28,87 0,0864 53,016 T3 Sei Lepan Hilir 350 60,36 0,0864 157,704 Sumber : Hasil pengolahan data primer

Gambar 10. Debit Sedimen Melayang di DAS Lepan

Berdasarkan Tabel 15 hasil perhitungan tersebut dapat dilihat bahwa debit sedimen melayang yang tertinggi terjadi pada Sungai Lepan di bagian hilir DAS Lepan dengan nilai 157,704ton/hari. Sementara debit sedimen melayang terendah terjadi pada bagian hulu Sei Lepan dengan nilai 0,63 ton/hari.

Nilai debit sedimen melayang yang relatif besar tersebut menggambarkan bahwa kondisi biogeofisik sebagian besar DAS Lepan telah mengalami gangguan. Jika dihubungkan dengan nilai laju erosi yang terjadi di bagian hulu dan tengah, maka hubungannya adalah semakin besar erosi yang terjadi di bagian hulu dan tengah maka nilai sedimen melayang pada bagian hilir akan semakin besar pula.

Dokumen terkait