• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kekayaan Jenis

Berdasarkan analisis vegetasi di Dusun Paloh Atong dan Paloh Getah dijumpai enam jenis mangrove yang masuk ke dalam 4 famili. Berikut data analisis vegetasi pada Tabel 5.

Tabel 5. Kekayaan jenis mangrove pada tingkat semai, pancang, dan pohon Jenis Tingkat pertumbuhan/ha N o Famili Nama lokal

Nama ilmiah Semai Pancan g

Pohon 1 Avicenniaceae Api-api Avicennia alba 587 596 37 2 Euphorbiaceae Buta-buta Excoecaria

agallocha 175 192 13 3 Rhizophoraceae Bakau Minyak Rhizophora apiculata 350 168 4 4 Rhizophoraceae Tengar Ceriops tagal 25 68 3 5 Combretaceae Teruntun Lumnitzera

racemosa 150 46 1 6 Rhizophoraceae Mata Buaya Bruguiera sexangula - 36 1 Jumlah 1287 1106 59

Keterangan (-) : tidak ditemukan jenis

Tabel 5. menunjukan jenis Avicennia alba merupakan jenis paling banyak ditemukan baik pada tingkat semai, pancang, dan pohon. Avicennia alba tumbuh dengan baik diakibatkan karakteristiknya yang dapat tumbuh dengan baik pada daerah berlumpur dengan tingkat salinitas yang tinggi serta memiliki akar nafas (pnematophore roots) yang baik untuk menyaring dan bertahan dari cekaman garam yang tinggi. Hal ini sesuai dengan pendapat Onrizal (2005) yang menyatakan jenis-jenis ini membentuk hutan mangrove di daerah zona inti yang mampu bertahan terhadap salinitas (garam) yang disebut tumbuhan halophyta. Kebanyakan jenis mangrove mempunyai adaptasi khusus yang memungkinkan untuk tumbuh dan

berkembang dalam substrat/lahan mangrove seperti kemampuan berkembangbiak, toleransi terhadap kadar garam tinggi, kemampuan bertahan terhadap perendaman oleh pasang surut dan memiliki akar nafas. Penutupan Tajuk dan Tingkat Kerusakan Hutan Mangrove

Diagram profil vegetasi hutan mangrove menggambarkan kondisi hutan mangrove secara horizontal dan vertikal di Dusun Paloh Atong dan Paloh Getah, Kecamatan Percut Sei Tuan. Luas penutupan tajuk dilihat pada penampang horizontal. Diagram profil mangrove dapat disajikan di Gambar 4-8.

Diagram profil pada Gambar 4 menggambarkan kondisi fisik vegetasi hutan mangrove di jalur 1. Vegetasi yang terdapat di jalur satu hanya terdiri dari dua jenis yaitu api-api (Avicennia alba) dan buta-buta (Excoecaria agallocha). Total individu jenis pada tingkat pohon di jalur 1 adalah 13 pohon/1000 m2. Diagram profil jalur 5 terdiri dari tiga jenis tumbuhan mangrove yaitu Avicennia alba, Excoecaria agallocha, dan bakau minyak (Rhizophora apiculata) denga toatal individu yang dijumpai sebanyak 6 pohon/1000 m2.

Diagram profil 11 yang terdiri dari hanya satu spesies tumbuhan mangrove yaitu Avicennia alba dengan jumlah sebanyak 18 pohon/ 1000 m2, sedangkan pada diagram profil 13 terdiri dari jenis Avicennia alba dan tengar (Ceriops tagal) dengan jumlah 10 pohon/1000 m2 dan pada diagram profil jalur 19 dijumpai lima jenis tumbuhan mangrove yang terdiri dari Avicennia alba, Ceriops tagal, Excoecaria agallocha, Rhizophora

apiculata, dan teruntun (Lumnitzera racemosa) dengan total pohon sebanyak 9 pohon/100 m2.

Penampang horizontal jalur 1

0 m

100 m

Jarak (m) Penampang vertikal jalur 1

0 m

100 m

Jarak (m) Skala 1:500

Keterangan Gambar

Api-api (Avicennia alba)

Buta-buta (Excoecaria agallocha)

Gambar 4. Sebaran dan profil vegetasi secara vertikal dan horizontal pada jalur 1 1

5

1

Penampang horizontal jalur 5

0 m

100 m

Jarak (m) Penampang vertikal jalur 5

0 m

100 m

Jarak (m) Skala 1:500

Keterangan Gambar

Api-api (Avicennia alba)

Buta-buta (Excoecaria agallocha) Bakau Minyak (Rhizophora apiculata)

Gambar 5. Sebaran dan profil vegetasi secara vertikal dan horizontal pada jalur 5 1

5

1

Penampang horizontal jalur 11

0 m

100 m

Jarak (m) Penampang vertikal jalur 11

0 m

100 m

Jarak (m) Skala 1:500

Keterangan Gambar

Api-api (Avicennia alba)

Gambar 6. Sebaran dan profil vegetasi secara vertikal dan horizontal pada jalur 11 1

5

1

Penampang horizontal jalur 13

0 m

100 m

Jarak (m) Penampang vertikal jalur 13

0 m

100 m

Jarak (m) Skala 1:500

Keterangan Gambar

Api-api (Avicennia alba) Tengar (Ceriops tagal)

Gambar 7. Sebaran dan profil vegetasi secara vertikal dan horizontal pada jalur 13 1

5

1

Penampang horizontal jalur 19

0 m

100 m

Jarak (m) Penampang vertikal jalur 19

0 m

100 m

Jarak (m) Skala 1:500

Keterangan Gambar

Api-api (Avicennia alba) Tengar (Ceriops tagal)

Bakau Minyak (Rhizophora apiculata) Buta-buta (Excoecaria agallocha) Teruntun (Lumnitzera racemosa)

Gambar 8. Sebaran dan profil vegetasi secara vertikal dan horizontal pada jalur 19 1

5

1

Berdasarkan diagram profil pohon yang disajikan pada Gambar 4-8 dapat diketahui bahwa kelima jalur yang tergambar di diagram profil mempunyai keanekaragaman jenis yang rendah dan ini sesuai dengan pernyataan Irwanto (2006) yang menyatakan bahwa suatu komunitas dikatakan memiliki keanekaragaman jenis yang tinggi jika komunitas itu disusun oleh banyak jenis, dan sebaliknya suatu komunitas dikatakan memiliki keanekaragaman jenis yang rendah jika komunitasnya disusun oleh sedikit jenis dan hanya ada sedikit jenis yang dominan.

Kondisi penutupan tajuk vegetasi hutan mangrove di dusun Paloh Atong dan Paloh Getah, kecamatan Percut Sei Tuan dapat dilihat di Tabel 6. Tabel 6. Penutupan tajuk vegetasi hutan mangrove pada 5 Jalur seluas 5000 m2

No Nama Lokal

Nama Latin Luas Penutupan

m2 %

1. Api-api Avicennia alba 116,95 2,339 2. Buta-buta Excoecaria agallocha 59,175 1,1835 3. Bakau Minyak Rhizophora apiculata 9,675 0,1935 4. Tengar Ceriops tagal 19,325 0,3865 5. Teruntun Lumnitzera racemosa 2,925 0,0585 Jumlah 208,05 4,161 Sisa Penutupan 4791,95 95,839 Total 5000 100

Berdasarkan hasil penutupan hutan mangrove yang disajikan pada Tabel 6. diperoleh bahwa penutupan tajuk vegetasi hutan mangrove di dusun Paloh Atong dan Paloh Getah adalah 208,05 m2 atau sebesar 4,161 % dari lima jalur seluas 5000 m2 dan sebesar 95, 839 % penutupan adalah bukan mangrove yaitu seluas 4791,95 m2. Jenis Avicennia alba dijumpai di

lima jalur dan khususnya di jalur 11 yang hanya terdapat jenis Avicennia alba. Mengacu kepada Kriteria Baku dan Pedoman Penentuan Kerusakan Mangrove yang diputuskan oleh Menteri Negara Lingkungan Hidup maka vegetasi hutan mangrove termasuk dalam kriteria rusak yaitu dengan jumlah di bawah 1000 pohon/ha serta luas penutupan tajuk di bawah 50 %.

Kerapatan pohon per hektar menggambarkan kerapatan tajuk di vegetasi mangrove. Semakin tinggi kerapatannya maka kondisi mangrove semakin baik dan semakin rendah kerapatannya maka kondisi mangrove semakin rusak.

(a) (b)

Gambar 9. Kerusakan hutan mangrove yang dikonversi menjadi lahan sawit (a) dan (b)

Kerusakan hutan mangrove di kecamatan Percut Sei Tuan disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor pertama adalah adanya konversi hutan mangrove menjadi lahan perkebunan kelapa sawit. Pada Gambar 9a. terlihat adanya areal perkebunan kelapa sawit di kawasan hutan mangrove, sedangkan pada Gambar 9b. ditampilkan kondisi lahan mangrove yang telah habis dibuka untuk ditanami menjadi areal perkebunan sawit.

(a) (b)

Gambar 10. (a) Pengerukan lumpur menjadi lahan tambak dan (b) tambak

Faktor kedua adalah adanya konversi hutan mangrove menjadi lahan tambak. Lahan tambak umumnya sebagai tembat untuk budidaya hasil laut seperti udang, ikan kerapu, dan jenis ikan komersil lainnya. Seperti yang terlihat pada Gambar 10. Pada Gambar 10a. terlihat aktivitas pengerukan lumpur dengan alat berat excavator yang akan dijadikan lahan untuk tambak dan pada Gambar 10b. terlihat adanya lahan tambak yang dibangun di kawasan hutan mangrove.

Hutan mangrove juga mempunyai peranan dalam menekan emisi gas-gas rumah kaca dan juga membentuk iklim mikro yang akan lebih baik. Selain itu juga hutan mangrove mempunyai peranan penting dalam mencegah abrasi atau hembasan gelombang. Selain itu hutan mangrove mempunyai peranan dalam menjaga kelestarian ekosistem perairan lainnya seperti ekosistem ikan dan satwa air lainnya. Oleh karena itu kegiatan konversi hutan mangrove menjadi lahan tambak atau perkebunan kelapa sawit jelas akan menganggu ekosistem mangrove.

Ekploitasi dan kegiatan konversi hutan mangrove yang bersifat masif dikhawatirkan akan menciptakan dampak yang bersifat negatif di

kemudian hari. Menurut Pasaribu (2004) terdapat beberapa faktor rusaknya hutan mangrove, antara lain :

1. Tingkat pendapatan masyarakat yang relatif rendah, 2. Penebanga liar (illegal logging),

3. Pembukaan tambak udang secara liar,

4. Persepsi masyarakat yang keliru tentang mangrove, dan 5. Lemahnya penegakan hukum.

Tingkat Kerusakan Hutan Mangrove Berdasarkan NDVI

Peta tingkat kerusakan hutan ditampilkan di Gambar 10. sebagai berikut.

Analisis untuk penentuan kerusakan hutan mangrove dilakukan dengan menganalisis citra satelit landsat 8 khusus untuk hutan mangrove di kecamatan Percut Sei Tuan. Analisis citra yang dimaksud adalah analisis NDVI (Normalized Difference Vegetation Index) hutan mangrove di kecamatan Percut Sei Tuan.

Analisis NDVI dapat dijadikan acuan dalam penentuan kerapatan suatu vegetasi. Hal ini berkaitan dengan karakteristik setiap jenis penutupan vegetasi pada interaksinya dengan matahari. Putra (2010) menjelaskan bahwa klorofil pada proses fotosintesis banyak menyerap panjang gelombag 0,45 μm hingga 0,65 μm. Ini merupakan panjang gelombang yang paling efektif pada proses fotosintesis. PAR (Photosynthetically Active Radiation) berkisar 0,40 μm hingga 0,70 μm, maka klorofil akan cenderung menunjukkan penurunan penyerapan pada panjang gelombang di atas 0,65

μm. Maka panjang gelombang yang paling efektif diserap pada proses fotosintesis ditangkap pada saluran merah (band Red) pada satelit landsat. Pada landsat 8 saluran merah berada pada saluran 4 (band 4).

Pada proses fotosintesis tidak semua gelombang cahaya diserap tanaman (vegetasi hijau) karena hampir 50 % dipantulkan kembali ke atmosfer. Putra (2010) menjelaskan pada panjang gelombang 0,70 μm sampai 1,3 μm, pantulan vegetasi sehat meningkat drastis. Hampir 50 % daun memantulkan kembali 50 % tenaga yang datang. Maka saluran infra merah dekat (band NIR) pada satelit landsat dapat menangkap panjang gelombang ini. Pada landsat 8 saluran infra merah dekat berada pada saluran 5 (band 5). Prinsip-prinsi ini dijadikan teknik menentukan NDVI

berdasarkan rasio saluran merah dan saluran infra merah dekat. Berdasarkan hasil NDVI diperoleh indeks kerapatan hutan mangrove yang terbagi menjadi tiga kelas. Berikut ini disajikan hasil NDVI pada Tabel 5.

Tabel 7. Indeks tingkat kerusakan hutan mangrove berdasarkan NDVI Mangrov e Kera patan Man grov e Tingkat Kerusakan Hutan Mangrove Luas (ha) Warna pada Peta (-1) - 0,32 Rend ah Berat 36,43 0,32 - 0,42 Seda ng Sedang 118,34 0,42 - Rentang NDVI 1 Ting gi Rendah/tidak rusak 225,03 Luas total mangrove 379,8

Berdasarkan data pada Tabel 7. diketahui bahwa luas total hutan mangrove di kecamatan Percut Sei Tuan adalah seluas 379,8 ha yang terdiri dari 36,43 ha dalam kelas kerapatan rendah serta tingkat kerusakan berat, 118,34 ha dalam kelas kerapatan sedang serta tingkat kerusakan sedang, dan 225,03 ha dalam kelas kerapatan tinggi serta tingkat kerusakan rendah.

Berdasarkan data Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah I Medan luas kawasan hutan di Kecamatan Percut Sei Tuan terbagi menjadi tiga fungsi kawasan dengan luas total 4474,47 ha. Luas masing-masing fungsi kawasan terdiri hutan lindung (999,01 ha), hutan produksi konversi (1028 ha), dan hutan produksi terbatas (2447,46 ha).

Tabel 8. Luas kawasan hutan di Kecamatan Percut Sei Tuan (BPKH, 2014) Fungsi Kawasan Luas (ha)

Hutan lindung (HL) 999,01 Hutan produksi konversi (HPK) 1028 Hutan produksi terbatas (HPT) 2447,46 Total luas kawasan hutan 4474,47

Jika dibandingkan data pada Tabel 7. dan Tabel 8. maka diketahui bahwa luas hutan mangrove yang dikenali pada citra satelit landsat 8 hanya sebesar 379,8 ha dari luas kawasan hutan di Kecamatan Percut Sei Tuan. Ini dapat dikatakan bahwa luas hutan mangrove di kawasan hutan di Kecamatan Percut Sei Tuan hanya 8,48 % dari luas total kawasan hutan di Kecamatan Percut Sei Tuan.

Kerusakan hutan mangrove disebabkan oleh banyaknya konversi hutan mangrove menjadi lahan penggunaan lain. Pada citra satelit landsat dapat terlihat hutan mangrove yang berada di kawasan pesisir semakin berkurang akibat dikonversi menjadi lahan tambak.

Gambaran Kondisi Fisik Hutan Mangrove di Lapangan

Untuk mengetahui gambaran kondisi fisik hutan mangrove di lapangan adalah dengan melakukan pengecekan langsung titik koordinat yang ada di peta dengan titik koordinat yang ada di lokasi dengan GPS. Sebaran titik dibuat secara acak dan bersifat mewakili. Untuk lebih jelas dapat dilihat di Gambar 11 dan Tabel 6.

Dokumen terkait