• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Formulasi Gel Semprot dengan Kombinasi Karbopol 940 dan HPMC Dalam penelitian ini dilakukan formulasi gel semprot dengan kombinasi karbopol 940 dan HPMC sebagai pembentuk gel, trietanolamin sebagai pembasa, propilen glikol sebagai humektan, metil dan propil paraben sebagai pengawet, dan NaCl sebagai pengatur viskositas.

Pada proses pengembangan karbopol dengan menggunakan trietanolamin, karbopol mengembang menjadi gel bening yang kaku, proses ini terjadi karena karbopol merupakan polimer anionik yang bersifat asam bebas dalam media air karbopol mula - mula terdispersi secara seragam kemudian gel dinetralkan dengan basa maka terjadi kerenggangan muatan negatif sepanjang rantai polimer dan menyebabkan polimer menjadi terurai lalu mengembang membentuk sediaan semipadat (Mulyono, dan Tri Suseno, 2010) dan menjadi sedikit kaku (Viota, Julia., Juan de Vicente, Maria M. Ramos-Tejada, dan Juan D.G. Dura´n, 2004).

Ketika penambahan media air, baik itu aquadest maupun zat tambahan berupa larutan lainnya, ke dalam karbopol maka volume menjadi lebih banyak namun gel tetap mempertahankan konsistensinya. Hal ini karena karbopol mengandung jaringan dari rantai cross-linked ketika kontak dengan air dan terbongkar dalam pH netral, sehingga karbopol dapat mengembang hingga 1000 kali dari volumenya (Hagerstöm, Helene., 2003) dan 10 kali dari diameter awal untuk membentuk sebuah gel (Lee, Ji-seok., and Ki-Wong Song, 2011).

Sediaan gel yang sudah ditambahkan zat - zat tambahan dalam formula kemudian ditambahkan larutan NaCl dan viskositas sediaan menurun. Hal ini karena penambahan elektrolit dapat menyebabkan penurunan viskositas sediaan gel karbopol (Allen, 1997 dalam Tristiana, Erawati., 2005).

20

4.2 Pemeriksaan Organoleptik Sediaan

Tabel 4.1 Evaluasi Kekeruhan Formula Hasil A +++ B +++ C +++ D ++ E ++ F ++ Keterangan :

+ = Bening atau transparent

++ = Perubahan dari bening menjadi keruh +++ = Keruh berwarna putih

Tabel 4.2 Evaluasi Gelembung udara Formula Hasil A + B + C ++ D ++ E +++ F +++ Keterangan :

+ = Gelembung udara yang terperangkap berjumlah sangat sedikit

++ = Gelembung udara yang terperangkap berjumlah kurang lebih setengah dari sediaan. +++ = Gelembung udara yang terperangkap dalam sediaan penuh

Dari segi organoleptik, penambahan NaCl mempengaruhi kekeruhan sediaan. Dimana semakin banyak konsentrasi NaCl yang digunakan akan membuat sediaan menjadi keruh dibandingkan dengan gel karbopol tanpa NaCl. Hal ini terjadi akibat daya hidrasi NaCl lebih besar sehingga lebih larut dalam air, mendesak ikatan karbopol dengan air. Interaksi antara molekul garam dengan molekul air menyebabkan penurunan kelarutan karbopol yang disebut dengan salting out (Zalts J.A, dalam Tristiana, Erawati., 2005). Perbedaan profil kekeruhan disebabkan karena konsentrasi NaCl yang digunakan dalam setiap formula berbeda. Penambahan larutan NaCl (dengan konsentrasi NaCl masing - masing) pada formula A, B, dan C sebanyak 7 ml sedangkan pada formula D, E, dan F sebanyak 4 ml menghasilkan profil kekeruhan gel yang signifikan berbeda (tabel 4.1)

21

dimana formula A, B, dan C lebih keruh dibandingkan formula D, E, dan F. Hal ini karena pada formula A, B, dan C konsentrasi karbopol lebih kecil namun penambahan NaCl lebih banyak dibandingkan formula D, E, dan F.

Banyaknya gelembung udara dalam sediaan terbentuk setelah karbopol dinetralkan dengan menggunakan basa. Hal ini disebabkan karena penambahan basa terhadap karbopol dilakukan dengan segera setelah karbopol terdispersi dalam air. Menurut Lin, Tong Joe., (1968) polimer karbopol tidak memiliki pengaruh terhadap pembentukan udara kecuali ketika dinetralkan, gel akan menjerat udara dan menghasilkan gelembung di dalamnya. Untuk menghindari pembentukan gelembung dapat dilakukan dengan cara penambahan basa dilakukan setelah karbopol yang sudah terdispersi dalam air didiamkan selama beberapa jam (Lin, Tong Joe., 1968). 4.3 Pemeriksaan Homogenitas Sediaan

Homogenitas sediaan dapat dilihat dengan menggunakan kaca preparat dan didapatkan hasil bahwa tidak adanya partikel padat yang terdapat dalam gel, serta tidak adanya pembentuk gel yang masih menggumpal atau tidak merata dalam sediaan.

4.4 Evaluasi pH Sediaan

Tabel 4.3 Evaluasi pH Sediaan

Formula pH Awal Akhir A 5,58 5,406 B 5,204 5,144 C 5,784 5,804 D 5,667 5,635 E 5,731 5,629 F 5,903 5,167 Keterangan :

Awal : pemeriksaan pH sebelum dilakukan Cycling Test. Akhir : pemeriksaan pH setelah Cycling Test.

Pada evaluasi ini pH sediaan A-F berada di rentang 5,1 – 5,9 karena penggunaan TEA untuk menetralkan karbopol yang digunakan dalam setiap formula berbeda, maka nilai pH dari setiap formula berbeda. Meskipun begitu nilai pH sediaan masuk dalam range pH kulit yaitu 4,5 – 6,5

22

(Sudjono, T.A., Honniasih, M., & Pratimasari, Y.T. 2012). pH tidak boleh terlalu asam karena dapat mengiritasi kulit dan tidak boleh terlalu basa karena dapat membuat kulit menjadi bersisik (Dureja, 2010, Vasiljevic.,

2005 dalam Sharon, Nela.,Syariful Anam, Yuliet,2013). 4.5 Evaluasi Viskositas Sediaan

Tabel 4.4 Hasil Viskositas Sediaan Formula Viskositas (cPs) Awal Akhir A 1250 830 B 6900 6320 C 4110 3460 D 8200 7440 E 11810 10650 F - - Keterangan :

Awal : pemeriksaan viskositas sebelum cycling test

Akhir : pemeriksaan viskositas setelah cycling test

Sediaan gel formulasi B dan E dengan perbandingan karbopol 2:1 merupakan sediaan yang memiliki viskositas lebih tinggi dibandingkan dengan formula A, C, dan D karena perbandingan karbopol yang digunakan lebih banyak. Meningkatnya viskositas sebanding dengan peningkatan konsentrasi polimer yang digunakan (Dhanekula Sailaja, Prathima Srinivas, Sadanandam Mamidi, 2013). Pada formula F perbandingan polimer adalah 1:2 dengan total konsentrasi polimer 1,8% (karbopol 0,6 % dan HPMC 1,2 %) memiliki viskositas yang tinggi yaitu 68.000 cPs dan dapat terdeteksi menggunakan spindel R6.

Viskositas sediaan yang beragam ditentukan oleh penambahan larutan NaCl ke dalam sediaan, penambahan NaCl yang terlalu banyak ke dalam gel karbopol akan menyebabkan keadaan salting out, oleh sebab itu NaCl yang ditambahkan ke dalam gel sedikit sehingga viskositas gel yang kaku dan sangat kental tidak menurun secara drastis.

Pengaruh penambahan NaCl terhadap HPMC dijelaskan dalam Joshi, Sunil C., (2011) dimana kebanyakan dari jenis garam (seperti NaCl, KCl, NaBr, K2HPO4, Na2SO4) yang ditambahkan ke dalam larutan HPMC akan

23

berefek salting-out, oleh karena itu menyebabkan kenaikan termogelasi dari HPMC dan kekuatan gel meningkat dalam keadaan ini dibandingkan dengan penggunakan garam seperti NaI dan NaSCN yang menyebabkan keadaan

salting-in sehingga menurunkan termogelasi HPMC dan kekuatan gel menurun.

4.6 Evaluasi Pola Penyemprotan

Tabel 4.5 Tabel Berat/Semprot Formulasi Formula Berat rata-rata/semprot ± SD

A 0,296 ± 0,028 B 0,383 ± 0,003 C 0,414 ± 0,012 D 0,370 ± 0,019 E 0,324 ± 0,096 F -

Hasil dari evaluasi pola penyemprotan dapat dilihat pada gambar di Lampiran 10 dan untuk melihat ukuran dari setiap pola semprotan dapat dilihat pada tabel di lampiran 8. Untuk Formula A, pola yang terbentuk bulat menyebar seperti pola ketika air disemprotkan sedangkan untuk formula B hingga E pola yang terbentuk adalah bulat tidak menyebar, hanya berada pada satu titik lurus dari semprotan, berbentuk kecil dengan rata - rata diameter 1 - 3 cm, sedangkan formula F tidak dapat disemprotkan.

Tekanan yang dibutuhkan untuk menyemprotkan sediaan formula A paling sedikit karena viskositas formula A yang tidak terlalu tinggi, sedangkan pada formula lainnya dikarenakan viskositas yang tinggi sediaan menjadi sulit untuk disemprotkan dan membutuhkan tekanan yang lebih besar dari formula A. Peningkatan kekuatan gel yang dihasilkan dari keadaan salting out pada polimer HPMC berpengaruh terhadap tekanan yang dibutuhkan, semakin kuat ikatan dalam suatu gel akan memungkinkan gel sulit disemprotkan dari alat semprot. Selain itu, peningkatan konsentrasi karbopol akan meningkatkan viskositas dan meningkatkan tekanan yang dibutuhkan untuk menyemprotkan gel dari alat semprot bahkan mungkin sulit untuk disemprotkan (Kamishitta, Takuzo., et al., 1992).

24

4.7 Evaluasi Daya Sebar Lekat

Dari formulasi A-F, formula A, B, dan C tidak melekat atau mengalir dari daerah semprot karena viskositas yang lebih rendah dibandingkan formula D dan E yang dapat melekat setelah disemprotkan di kulit lengan bagian atas lebih dari 10 detik, hal ini karena viskositas yang lebih tinggi sehingga sediaan lebih kental. Sedangkan formula F tidak bisa disemprotkan dari alat karena memiliki viskositas yang paling tinggi.

4.8 Evaluasi Stabilitas

Pada uji stabilitas dengan metode cycling test terdapat perubahan fisik yang terjadi pada sediaan, dimana ketika sediaan dalam lemari pendingin (5°C) hampir semua sediaan berubah menjadi lebih keruh hingga berwarna putih seperti susu sehingga tidak terlihat gelembung udara yang terperangkap dalam sediaan, sedangkan ketika dimasukkan ke dalam oven (40°C) sediaan kembali ke bentuk awal dengan profil kekeruhan masing - masing, dan terlihat gelembung udara yang terperangkap di dalam sediaan.

Pada uji sentrifugasi hasil yang didapatkan adalah adanya lapisan cairan di atas gel yang keluar pada formula B, C, D, E, dan F. Hal ini menunjukkan bahwa gel tidak stabil. Ketidakstabilan ini merupakan akibat dari struktur yang terus mengeras sehingga dapat terjadi pembebasan air yang disebut sineresis. Sineresis merupakan fenomena dimana jika suatu gel didiamkan beberapa saat maka gel mengerut secara ilmiah dan sebagian cairannya terperas secara alamiah (Martin, Alred., James Swarbrick, dan Arthur Cammarata, 1993).

Dokumen terkait